BENTUK PENYAJIAN GENDANG BINGE PADA UPACARA GENDANG GURO-GURO ARON DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT.

BENTUK PENYAJIAN GENDANG BINGE PADA UPACARA
GENDANG GURO-GURO ARON DI DESA TAMBUNAN
KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian
Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

OLEH :

REPELITA BR BARUS
NIM. 071222510050

FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014

ABSTRAK
Repelita Br Barus. 071222510050. Bentuk Penyajian Gendang Binge Pada
Upacara Gendang Guro-Guro Aron Di Desa Tambunan Kecamatan Salapian

Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan. Fakultas Bahasa Dan Seni. Universitas
Negeri Medan. 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan Gendang binge, bentuk
penyajian gendang binge serta peranan Gendang binge pada upacara Gendang
Guro-guro Aron di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Landasan teoretis sebagai pedoman dalam pengumpulan data Skripsi ini adalah
Bentuk penyajian, fungsi dan peranan musik, bentuk upacara/ ritual, upacara
Guro-guro Aron. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Sampel pada penelitian ini tidak lain adalah pelaku seni Gendang binge
itu sendiri dan masyarakat setempat.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dokumentasi, wawancara,
dan studi kepustakaan yang dilakukan langsung terhadap yang bersangkutan yaitu
Natangsa Barus sebagai pelaku seni Gendang Binge. Penelitian ini mengambil
lokasi di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Berdasarkan hasil penelitian, maka secara garis besar keberadaan Gendang Binge
di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, seiring dengan
berjalanya waktu, pengaruh moderenisasi, perkembangan zaman serta akulturasi
antar suku di daerah Langkat, minat masyarakat pada umumnya terhadap
Gendang Binge semakin berkurang karena pengaruh munculnya musik keyboard
elektronik yang dapat di program seprti Gendang Binge juga dengan berbagai

variasi musik yang lebih menarik. Penyajian Gendang Binge di laksanakan sesuai
dengan aturan adat masyarakat setempat yang dikaji pada saat dimulainya
upacara, acara inti, sampai dengan berahirnya upacara tersebut yang di tinjau dari
segi penyajian musik, tarian dan seni sastra pada upacara Guro-guro Aron
tersebut. Peranan Gendang Binge pada upacara tersebut yaitu sebagai kebutuhan
adat istiadat, pengiring tarian serta nyanyian. Ditampilkan sebagai sebuah
pertunjukan musik tradisional Karo di daerah Langkat sebagai hiburan serta upaya
masyarakat setempat dalam mempertahankan Gendang Binge agar dapat di
pelihara dan dilestarikan oleh generasi muda khususnya agar tidak hilang di telan
zaman karena musik tradisional ini sudah sangat jarang pengadaanya.

i

DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................

i
ii

v

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
B. Identifikasi Masalah ...............................................................
C. Pembatasan Masalah ..............................................................
D. Perumusan Masalah................................................................
E. Tujuan Penelitian....................................................................
F. Manfaat Penelitian..................................................................

1
1
7
8
9
9
10

BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Landasan Teoretis ..................................................................

1. Bentuk Penyajian Kesenian ...............................................
2. Fungsi Dan Peranan Musik ...............................................
3. Teori Bentuk Upacara / Ritual ..........................................
4. Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo ..............................
5. Upacara Guro-Guro aron ..................................................
B. Kerangka Konseptual .............................................................

11
11
11
13
25
27
31
34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................
A. Metodologi Penelitian ............................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitiandan Sampel Penelitian ..............
1. Lokasi Penelitian ...............................................................

2. Waktu Penelitian ...............................................................
C. Populasi dan Sampel ..............................................................
1. Populasi .............................................................................
2. Sampel ...............................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
1. Observasi ...........................................................................
2. Dokumentasi ......................................................................
3. Wawancara ........................................................................
4. Studi Kepustakaan .............................................................
E. TeknikAnalisis Data ...............................................................

37
37
38
38
38
38
38
39
39

39
40
41
42
43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................
A. Wilayah Pengaruh Suku Karo ...............................................
B. Keberadaan Gendang Binge ..................................................
C. Bentuk Penyajian Gendang Binge Pada Upacara Guro-Guro
Aron ........................................................................................
D. Peranan Gendag Binge ...........................................................

45
45
49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
A. Kesimpulan.............................................................................
B. Saran .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. .
LAMPIRAN

63
63
65
67

v

52
52

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau,
dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.
Keberagaman budaya yang ada di Indonesia melahirkan suatu adat- istiadat yang
menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku di setiap daerah. Sebagai bangsa

yang besar Indonesia juga dikenal dengan adat dan kesenian yang beragam.
Sumatera Utara adalah salah satu Provinsi yang ada di Indonesia dan juga
mempunyai banyak Suku, salah satunya adalah Suku Batak. Suku Batak terbagi
atas enam kelompok Suku, yaitu Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo,
Batak Pak-pak, Batak Mandailing, dan Batak Angkola. Diantara keenam Suku
Batak tersebut ada juga yang mempunyai kebudayaan dan kesenian yang berbedabeda, seperti halnya yang ada pada Suku Batak Karo.
Suku Karo/Batak Karo mendiami beberapa daerah yang meliputi
Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten
Dairi, semuanya berada di Provinsi Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan
sebagai nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami yaitu
Kabupaten Karo yang terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Ibu kota Kabupaten
Karo adalah Kabanjahe. Berdasaarkan wilayah geografis, sebagian besar
masyarakat karo mendiami daerah Kabupaten Karo (meliputi Kabupaten Karo dan
sekitarnya) dan Kabupaten Langkat.

1

2

Masyarakat Karo yang mendiami Kabupaten Karo sering disebut sebagai

karo gugung yang artinya adalah masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi
(pegunungan), dan masyarakat Karo yang mendiami Kabupaten Langkat disebut
sebagai karo jahe yang artinya adalah sebagai masyarakat karo yang mendiami
dataran rendah wilayah Langkat, Deli Serdang, Kota Binjai dan Medan sekitarnya.
Menurut masyarakat Karo Gugung, pada awalnya masyarakat Karo Jahe
juga berasal dari Karo Gugung, tetapi karena terjadi gelombang migrasi ke
dataran rendah dan juga terjadi beberapa konflik diantara mereka, ahirnya
sekelompok orang memilih berimigrasi ke dataran rendah dan tersebar ke
beberapa wilayah, sebagian besar di Deli Serdang dan Langkat sekitarnya.
Komunitas suku Karo Jahe yang bermukim di daerah Langkat, mereka
hidup diantara Budaya Melayu, sehingga beberapa tradisi mereka terpengaruh
dengan Budaya Melayu.Walaupun demikian mereka tetap mempertahankan
tradisi dan identitas mereka sebagai suku Karo. Ada beberapa tradisi karo jahe
yang berbeda dengan Karo Gugung, seperti pada bidang Bahasa dan Seni. Bahasa
dan dialek mereka sedikit tidaknya terpengaruh bahasa dan dialek melayu,
sehingga mereka memiliki dialek yang agak berbeda dengan dialek Karo Gugung.
Sedangkan dalam bidang kesenian perbedaan yaitu di bidang Musik
Tradisionalnya, dimana didalam setiap kegiatan upacara adat yang dilakukan di
masyarakat karo selalu menggunakan musik, musik tradisional yang digunakan
adalah Gendang Lima Sendalanen atau di masyarakat Karo Jahe dikenal dengan

istilah Gendang binge. Pada dasarnya jumlah, bentuk, serta cara pembuatan alat
musiknya sama, namun memiliki perbedaan juga, yaitu dari segi ukuran, suara,

3

bahan dan tehnik memainkan alat musiknya. Terlihat jelas, dimana pada saat
mengiringi penyanyi bernyanyi dan menari, musik yang selalu menyesuaikan dan
mengikuti nyanyian, dari awal hingga akhir kadang terkesan kurang beraturan,
hanya disesuaikan dengan selera sipenyanyi dan juga kesenangan penonton tanpa
adanya prosedur yang berlaku seperti pada musik tradisional Karo yang ada di
gugung. Hal ini menunjukkkan bahwa, sesuai dengan budaya masyarakat karo
jahe telah berbaur dan terpengaruh oleh suku lainnya yaitu Budaya Melayu.
Sebagian besar masyarakat Karo Jahe memeluk agama islam, karena
terpengaruh dengan masyarakat Melayu di Langkat yang memeluk Agama
Islam, sedangkan sebagian kecil masyarakat karo memeluk agama Kristen
Protestan dan Katolik. Kehidupan sehari-hari masyarakat Karo Langkat sebagian
besar adalah sebagai petani.
Kehidupan masyarakat Karo sangat melekat dengan kebudayaanya yang
unik, khususnya dalam bidang kesenian. Kesenian Suku Karo beraneka ragam
diantaranya yaitu,seni musik, seni tari, seni ukir, seni tenun, seni sastra, dan

sebagainya. Seni Musik adalah salah satu kesenian yang sangat melekat pada
kehidupan masyarakat Suku karo. Ruang lingkup musik mencakup beberapa
aspek yaitu kemampuan untuk menguasai olah vokal, kemampuan memainkan
alat musik, dan kemampuan untuk mengapresiasikan karya musik yang dibuat.
Musik merupakan media untuk pengungkapan ide atau gagasan melalui bunyi
yang berbentuk unsur dasarnya berupa irama, melodi dan harmoni.
Bagi masyarakat Karo, musik digunakan dalam setiap kegiatan yang
berkaitan dengan segala aktifitas yang mereka lakukan, misalnya dalam acara

4

adat, hiburan dan pertunjukan. Bagi mereka musik menjadi bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Bentuk-bentuk
musik yang dimainkan sesuai dengan tujuan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
yang mereka lakukan. Adapun beberapa kegiatan yang dilaksanakan

pada

masyarakat Karo yang menggunakan musik yaitu, upacara Erdemu Bayu
(perkawinan), upacara Kematian, upacara Merdang Merdem (kerja tahun),
upacaraGuro-guro aron (pesta panen), upacara Mengket Rumah Mbaru
(meresmikan rumah baru), upacara Ersimbu (upacara memanggil hujan) dan
sebagainya. Disini peneliti terfokus tehadap kegiatan gendang guro-guro aron
saja, yang diadakan di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Gendang guro-guro aron adalah salah satu kesenian tradisional yang
berasal dari dataran tinggi Karo. Seni tradisional ini digelar sebagai ungkapan rasa
syukur kepada yang maha kuasa (menurut kepercayaan masing-masing) atas
kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah ataupun juga perayaan atas
kegembiraan yang dirasakan. Dalam pelaksanaan gendang guro-guro aron
tersebut masyarakat Karo bernyanyi dan menari bersukaria di sepanjang malam,
dibawah cahaya bulan purnama.
Pertunjukan Gendang Guro-guro aron pada awalnya hanya dilaksanakan
sekali dalam setahun di setiap desa masyarakat karo. Walaupun dewasa ini
pertanian telah mengenal sistem pertanian dengan usia panen tiga bulan, namun
untuk menampilkan gendang guro-guro aron dalam konteks kerja tahun masih
tetap dilaksanakan satu kali dalam setahun. Bila pertunjukan gendang guro-guro
aron tidak dapat memuaskan aron, orang tua, warga desa setempat karna

5

banyaknya tamu yang hadir, maka ada pengecualian yakni membenarkan untuk
mengulangi pertunjukan gendang Guro-guro aron kembali, dimana untuk
pertunjukan seperti ini disebut dengan gendang Guro-guro aron Ngumbahi
(ngumbahi=tambahan/lanjutan). Aron adalah dalam arti luas adalah sekelompok
Muda-mudi yang mempunyai keterkaitan aktifitas di sawah atau diladang. Dengan
demikian Aron adalah perkumpulan kerja sama dalam aktifitas pertanian. Pada
upacara gendang Guro-guro aron tersebut, musik pengiring yang digunakan
adalah Gendang Lima Sendalanen atau di Kabupaten Langkat di sebut dengan
istilah Gendang binge.
Gendang binge merupakan suatu bentuk ansambel musik tradisional karo
dari daerah Langkat yang dimainkan oleh sekelompok masyarakat secara
bersamaan. Gendang binge pada acara guro-guro aron disajikan sebagai
pengiring aron menari, namun seiring berjalanya waktu keaslian ciri khas dari
Gendang binge tersebut mulai hilang terpengaruh oleh beragamnya kultur dan
budaya di Karo Jahe Kabupaten Langkat, serta kuatnya pengaruh modernisasi
sehingga tidak jarang pada saat ini penyajian Gendang binge hanya digantikan
oleh organ tunggal yaitu keyboard. Harmonisasi musik yang disajikan kadang
tidak sesuai dengan tradisi musik Karo pada dasarnya, sehingga kadang dalam
menyaksikan sajian musik tersebut terlihat kurang sopan, terdapat nilai negatif
serta pelanggaran norma adat, seperti tarian yang diiringi tersebut disertai dengan
goyang erotis atau gaya kebarat-baratan, bukan seperti tarian tradisional
masyarakat karo pada dasarnya.

6

Hasil wawancara dengan Natangsa Barus 27 oktober 2013, Pada awalnya
dahulu setiap upacara adat di masyarakat Karo yang menggunakan musik selalu
diiringi oleh Gendang Lima Sendalanen atau di Langkat disebut dengan istilah
Gendang Binge, namun pada tahun 1991 instrumen keyboard masuk ke dalam
kebudayaan Musik Karo. Seniman Karo mengasumsikan bahwa hadirnya
instrument keyboard dalam kebudayaan Musik Karo diperkenalkan oleh Alm.
Djasa Tarigan yangmerupakan salah satu seniman dan musisi tradisional Karo
yang cukup berpengaruh dalam perkembangan musik Karo.
Dengan hadirnya keyboard (Gendang kibod) dengan berbagai program
musik yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, ahirnya penyajian
instrumen Gendang binge kian lama semakin berkurang, hingga saat ini sangat
jarang di tampilkan, bahkan yang memiliki instrument ini hanya tinggal satu
orang saja, yaitu Natangsa Barus sendiri sebagai pelaku seni Gendang binge
tersebut. Beliau sangat menyayangkan karena sampai saat ini belum ada generasi
penerus yang mampu mempertahankan Gendang binge, sehingga kesenian
tradisional Karo Gendang binge ini terancam hilang dan hanya tinggal kenangan.
Penelitian ini perlu dilakukan sebagai upaya dukungan untuk pelestarian
Budaya masyarakat suku Karo khususnya. Hal ini membuat penulis tertarik untuk
mengangkat judul „‟Bentuk Penyajian Gendang binge Pada Upacara Gendang
Guro-guro aron Di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat‟‟

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah, merupakan hal-hal yang menjadi pertanyaan bagi
para peneliti untuk dicari jawabanya. Identifikasi diperlukan untuk melihat apaapa saja yang ada dalam latar belakang. Munculnya identifikasi masalah berarti
upaya untuk mendekatkan permasalahan sehingga masalah yang dibahas
tidakmeluas dan melebar. A. Aziz Alimun Hidayat (2007:30) menyatakan bahwa:
“Masalah adalah bagian penting dari suatu penelitian,karena masalah
membutuhkan suatu proses pemecahan yang sistematis, logis dan ilmiah dengan
menerapkan siientific method, proses ilmiah tersebut akan slalu dikembangkan
sejak identifikasi masalah”.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat M. Hariwijaya (2008:38) yang
mengatakan bahwa:
“Berikutnya adalah mencari titik masalah yang akan dikaji dalam
penelitian skripsi anda, sikap kritis dalam menemukan masalah merupakan hal
yang penting yang harus dimiliki oleh setiap peneliti, dan suatu penelitian selalu
di awali dengan langkah mengidentifikasikan masalah”.
Kedua pendapat yang dikemukakan di atas, sejalan untuk memunculkan
identifikasi masalah. Dari latar belakang yang penulis kemukakman diatas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat di identifikasi menjadi beberapa hal,
diantaranya adalah:
1. Bagaimana keberadaan Gendang binge di Desa Tambunan Kabupaten
Langkat?

7

8

2. Bagaimana Bentuk penyajian Gendang binge Pada Upacara Gendang
Guro-guro aron Di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat?
3. Bagaimana peranan Gendang binge pada upacara Gendang guro-guro
aron?
4. Bagaimana tarian yang digunakan masyarakat Karo pada saat Gendang
Binge disajikan?
5. Bagaimana minat masyarakat Karo Langkat terhadap Gendang binge?

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ialah usaha untuk menetapkan batasan masalah dari
penelitian

yang

mengidentifikasikan

akan

diteliti.

Batasan

masalah

ini

berguna

untuk

faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup

masalah penelitian dan faktor mana yang tidak termasuk dalam ruang lingkup
penelitian.
Menurut pendapat Sukardi (2003:30) mengatakan bahwa :
“Dalam merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu
penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada kesenangan
peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli mengevaluasi
rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum kedalam
pertanyaan yang jelas”.
Maka untuk membatasi pembahasan agar topik menjadi terfokus dan tidak
melebar, maka peneliti menetapkan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keberadaan Gendang Binge di Desa Tambunan Kabupaten
Langkat?

9

2. Bagaimana bentuk penyajian Gendang Binge pada upacara gendang guroguro aron di desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat?
3. Bagaimana peranan Gendang Binge pada upacara Gendang guro-guro
aron?

D. Perumusan Masalah
Menurut pendapat Sumadi (2005:17) setelah masalah diidentifikasi dan
dipilih, maka perlu dirumuskan. Perumusan ini penting, karena hasilnya akan
menjadi penuntun untuk langkah selanjutnya. Berdasarkan uraian latar belakang
masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah
dapat dirumuskan : “Bagaimana Bentuk Penyajian Gendang binge Pada Upacara
Gendang Guro-guro aron di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat”.

E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian tentu berorientasi kepada tujuan, karena dengan
mengetahui tujuan, arah dari penelitian itu akan jelas. Adapun yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan keberadaan Gendang binge Di Desa Tambunan
Kabupaten Langkat.
2. Mendeskripsikan bentuk penyajian Gendang binge pada upacara gendang
Guro-guro aron di Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat.

10

3. Mendeskripsikan peranan Gendang Binge pada upacara gendang Guroguro aron.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan nantinya memiliki manfaat
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan
wawasan mengenai musik yang berasal dari Suku Karo.
2. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban visi
dan misi kebudayaan khususnya didalam bidang musik tradisional
3. Sebagai sumber informasi semua pihak tentang suatu potensi kesenian
yang layak di sajikan dalam bentuk seni pertunjukan.
4. Sebagai motifasi bagi setiap pembaca khususnya generasi muda
masyarakat suku karo untuk melestarikan keberadaan alat musik
tradisionalnya yang sudah mulai di abaikan.
5. Sebagai sumber Kepustakaan di Prodi Pendidikan Seni Musik Jurusan
Sendratasik.

63

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari tempat penelitian maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya musik tradisional Karo adalah gendang telu sendalanen lima
sada perarih yang berasal dari Karo Gugung. Pada masyarakat Karo Langkat
juga sama,

namun sebutan masyarakat Karo Langkat terhadap musik

tradisional tersebut adalah Gendang binge. Dahulu dalam

memperingati

setiap ritual atau upacara adat masyarakat Karo Langkat selalu menggunakan
Gendang binge dalam mengiringi acara tersebut, dimana Gendang binge
digunakan sebagai media dalam mengungkapkan perasaan dengan berbagai
apresiasi yang mereka lakukan. Akan tetapi seiring berjalanya waktu,
perkembangan zaman serta pengaruh budaya lain minat masyarakat pada
umumnya terhadap Gendang binge semakin berkurang karena pengaruh
munculnya Keyboard elektronik yang dapat di program seperti musik
tradisional Gendang binge dengan variasi musik yang lebih menarik minat
masyarakat, khususnya generasi muda. Dengan biaya yang lebih sedikit,
dimana keyboard sebagai organ tunggal. Sedangkan Gendang binge harus
menggunakan 4 atau 5 personil setiap ditampilkan sehingga memerlukan dana
lebih untuk pengadanya.
2. Penyajian Gendang binge yang dilaksanakan pada upacara gendang guro-guro
aron di Desa Tambunan, dimainkan oleh 4 pemain musik atau yang biasa juga

63

64

disebut Sierjabaten, biasanya pemain gendang tersebut berjumlah 5 orang
namun, sekarang ini simalu Gung (pemain gung) dan penganak (pemain
penganak) boleh 1 orang, sehingga

dalam penyajian ini personilnya

berjumlah 4 orang. Masing-masing pemain mempunyai tugas yang berbedabeda, bekerja sama adalah syarat mutlak dalam memainkan alat musik tradisi
Gendang binge tersebut. Instrumen yang digunakan dalam peyajian Gendang
binge adalah Sarune (aerofon), Gendang Singindungi (membranofon),
Gendang Singanaki (membranofon), Gung (idiofon), dan Penganak (idiofon),
akan tetapi pada saat acara demi acara dan di acara inti khususnya
dilaksanakan ketika aron (muda-mudi) menari,

instrumen keyboard lebih

banyak digunakan dalam mengiringi tarian serta nyanyian, dengan berbagai
variasi musik yang populer pada saat ini. jenis tempo (kecepatan) yang
digunakan adalah allegro (riang, cepat), para pemuda-pemudi sangat
menikmati tarian ini, sehingga terkadang menampilkan tarian yang erotis (
kebarat-baratan), dan kurang etis di pandang khususnya bagi orang tua atau
masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Gendang binge
bukanlah

sebagai pengiring utama dalam pelaksanaan seni pertunjukan

Gendang binge pada upacara guro-guro aron di Desa tambunan Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat tersebut, yang lebih di utamakan adalah gendang
kibod (keyboard). Gendang binge hanya digunakan sebagai kebutuhan adat
istiadat tertentu dalam mengiringi tarian dan nyanyian serta sebagai hiburan
pada upacara tersebut, sehingga dapat di simpulkan bahwa minat masyarakat
terhadap gendang binge semakin berkurang.

65

3. Berdasarkan hasil Penelitian, peranan Gendang binge pada upacara
Gendang Guro-guro aron di Desa Tambunan Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat yaitu, Gendang binge ditampilkan hanya sebagai
acara

yang

bersifat

Upaya

masyarakat

setempat

dalam

mempertahankan budaya serta hiburan dalam mengiringi tarian serta
nyanyian, yang ditampilkan sebagai sebuah pertunjukan musik
tradisional yang dimiliki oleh Masyarakat Karo Langkat untuk
dipelihara dengan harapan Gendang binge dapat di pertahankan supaya
tidak hilang di telan waktu dan zaman, Karena Dikhawatirkan musik
tradisional ini terancam punah. Peranan gendang binge dalam
pelaksanaan seni pertunjukan Gendang binge pada upacara guro-guro
aron di Desa tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat,
yaitu Gendang binge digunakan sebagai kebutuhan adat istiadat dalam
upacara serta sebagai hiburan pada acara tersebut.

a. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitian di atas,
maka peneliti memberikan beberapa saran yaitu :
1. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dalam penyajian Gendang binge di
Desa Tambunan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, terdapat pergeseran
budaya, baik dalam musik maupun tarianya. Kita sebagai generasi penerus
khususnya masyarakat Karo harus mempertahankan adat istiadat yang kita
miliki yang di wariskan, memiliki nilai-nilai luhur yang harus kita lestarikan

66

dimanapun kita berada,walaupun banyak unsur yang mempengaruhinya,namun
kita harus tetap mampu mempertahankan tradisi tersebut sebagai identitas kita .
2. Salah satu cara melestarikan budaya adalah dengan adanya pertunjukan secara
rutin, untuk itu, disarankan kepada institusi atau pihak yang berkompeten di
bidang kebudayaan agar memberi perhatian kepada para musisi musik
tradisional, khususnya Gendang Binge yang sudah mulai punah.
3. Mengingat penyajian Gendang binge di Desa Tambunan Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat, masih memerlukan banyak latihan agar keterpaduan
menjadi lebih harmonis, maka di sarankan kepada musisi Gendang binge untuk
lebih meningkatkan volume latihan keterpaduan (keharmonisan).
4. Perlu perhatian khusus dari institusi-institusi seni untuk kelestarian musik
tradisional, khususnya Gendang binge di Daerah Langkat.

67

DAFTAR PUSTAKA
Andrews, T. And Alexander, H.P. Music Therapy for Non-Musicians. A
Dragonhawk Series.
Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Kependidikan, Jakarta:Bina Aksara.
Bealieu, J.1987. Music and Sound In The Healing Arts, New York: Tallman.
Bonny, H. And K. Bruscia. 1996. Music For The Imagination, Gilsum NH:
Barcelona Publisher.
Deliana, Frida, 2005. Gendang Guro-guro aron Masyarakat Karo. Medan:
Bartong Jaya.
Gardner, H. 1993. Multiple Intelligences, The Theory in Practice. New York :
Basic Books.
Gule, Enovemta.2012. Struktur Penyajian Perkolong-kolong Pada Upacara Kerja
Tahun Masyarakat Karo.Skripsi. Program Sarjana Unimed.
Hadi. 2003. Upacara Pada Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
Koentjaraningrat. 2004.’’Metode Wawancara’’, dalam: Metode-metode Penelitian
Masyarakat’. (Koentjaraningrat: ed), Jakarta: PT Gramedia.
Maryaeni, 2005.Metode Penelitian Kebudayaan, Jakarta: Bumi Aksara.
Maryaeni.2005. Metode Penelitian kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhasanah.2011. Bentuk Penyajian Dan Nilai Estetika Tari Piso SuritPada
Masyarakat Karo Di Kota Medan.Skripsi.Unimed.
Kumalo Tarigan. 1989. Pentingnya Gendang binge. Medan:Bartong Jaya.
Prinst, Darwan. 2004, Adat Karo. Medan : Bina Media Perintis.
Sebayang, Alexsander, ( 1999 ). Keberadaan Gendang Lima Sendalanen Pada
Pesta Guro-guro aron di Desa Kuala. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Sembiring, Agustina, 2003. Upacara Morah-Morah Kematian Cawir Metua Di
Desa Lau Gendek Tanah Karo. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Sugiono. 2008. Analisis Data. Bandung: Alfabeta.

67

68

Sugiono. 2009. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sumadi. 2005:17.Sosiologi tari: Yogyakarta: Media Abadi.
http://repository.USU.ac.id/bitstream/123456789/31831/11/chapter%201.pdf.txt.
Kontinuitas Dan Perubahan Gendang Patam-patam Dalam Konteks
Budayaan Musik Tradisional Karo.Skripsi.USU.
http://en.wikipedia.org/wiki/Batak
http://karokabanjahe.blogspot.com/2012/07/begu-atau-tendi-betlehemketaren.html
http://kbbi.web.id/
http://muhlis-ikippgri-madiun.blogspot.com/2012/02/produksi-bunyi-bahasapada-manusia.html
http://northsumatratravel.net/karo/begu.htm