NELA TAPTRIANA M3508051

(1)

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh NELA TAPTRIANA

M3508051

DIPLOMA 3 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Oleh:

NELA TAPTRIANA M3508051

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 12 September 2011 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Surakarta, 12 September 2011 Pembimbing

Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt. NIP.

Penguji I

Anang Kuncoro, S.Si.,Apt. NIP. 19760909 200312 1 001

Penguji II

Ahmad Ainurofiq, M.Si.,Apt. NIP. 19780319 200501 1 003 Mengesahkan

Dekan FMIPA

Ir. Ari Handono R, M.Sc., (Hons), Ph.D NIP. 19610223 198601 1 001

Ketua Program D3 Farmasi

Ahmad Ainurofiq, M.Si. Apt. NIP. 19780319 200501 1 003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, 12 September 2011

Nela Taptriana M3508051


(4)

INTISARI

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE

JANUARI DESEMBER 2010

Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit mematikan nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran nafas. Penyakit ini disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ paru-paru.Untuk menghindari

resistensi dari bakteri, maka pengobatan TBC digunakan kombinasi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang disesuaikan dengan kategori pasien.

Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental dan bersifat deskriptif. Data rekam medik pasien diambil secara retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat antituberkulosis pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember 2010. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel tahun 2007 dan dibandingkan dengan standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth Edition

tahun 2009.

Pasien dengan kriteria inklusi berjumlah 37 orang, terdiri dari 73% laki-laki dan 27% perempuan dengan umur 30-40 tahun atau sekitar 41%. Hasil deskripsi per pasien diketahui 100% pasien telah tepat pemilihan obat, 7 pasien (19%) pasien telah tepat dosis, 20 pasien (54%) telah tepat frekuensi pemberian obat serta 100% pasien telah tepat sediaan dan rute pemberiannya yang dibandingkan dengan standar WHO. Kata Kunci : Tuberkulosis, pola penggunaan obat, RSUD Dr. Moewardi Surakarta


(5)

ABSTRACT

THE PATTERN OF TUBERCULOSIS DRUG USING IN INPATIENT OF SURAKARTA DR. MOEWARDI GENERAL HOSPITAL ON

JANUARY DECEMBER PERIOD 2010

Tuberculosis or TBC is the third number deadly disease after cardiac disease and respiratory tract disorder. This disease is caused by Mycobacterium tuberculosis

attacking pulmonary organs. In order to avoid the bacterial resistance, TBC medication uses Tuberculosis drug or OAT combination adjusted to the patient category.

This study belongs to a non-experimental research and is descriptive in nature. The data on patient medical record was taken retrospectively aiming to find out the pattern of anti-tuberculosis drug using in inpatient of Surakarta Dr. Moewardi General Hospital in January December period 2010. The data obtained was analyzed using Microsoft Office Excel of 2007

medication standard Treatment of Tuberculosis: Guidelines-Fourth Edition of 2009. The patient with inclusion criteria consisted of 37 patients, consisting of 73% male and 27% female with 30-40 years old age or about 41%. The result of description per patient showed that 100% of patients had chosen the drug appropriately, 7 patients (19%) had been given appropriate dose, 20 patients (54%) had appropriate drug administration frequency as well as 100% of patients had

Keywords: Tuberculosis, drug using pattern, Surakarta Dr. Moewardi General Hospital.


(6)

MOTTO

Hidup berarti berjuang. Hidup nikmat tanpa badai taufan adalah laksana laut yang mati

(Senecka)

Terimalah perbedaan-perbedaan dan keterbatasan-keterbatasan manusia. Ingat bahwa orang lain mempunyai hak untuk berbeda dengan anda. Jangan menjadi

orang yang ingin merobah sifat-sifat orang lain

(D.J. Schwart)

Mengeluh tentang penderitaan masa lampau adalah cara yang pasti untuk mendatangkan satu lagi penderitaan

(Shakespeare)

Nasib baik harus dihadapi seperti kesehatan tubuh kita, artinya nikmatilah kalau sedang baik dan bersabarlah kalau sedang buruk

(La Rochefoncauld)


(7)

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini

Kupersembahkan untuk mami, papi, bunda Rini dan ayah Biyanto yang selalu mendukung aku, mendoakan

kesuksesanku dan senantiasa

menyayangi aku, untuk kakakku dan adikku serta untuk kekasih hatiku yang membuatku selalu semangat menjalani hari-hari.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya yang tak terhingga bagi penulis dan kita semuanya sehingga atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE

JANUARI DESEMBER 2010 lancar.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif non analitik menggunakan berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010 dan kesesuaiannya dengan standar WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth

Edition tahun 2009. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons), PhD., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt., selaku Ketua Program D3 Farmasi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Nestri Handayani, M.Si., Apt., selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.


(9)

4. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt., selaku pembimbing tugas akhir atas segala kesabarannya dalam memberikan arahan dan masukan serta ilmu yang sangat berguna.

5. Segenap dosen pengajar jurusan D3 Farmasi yang telah banyak memberikan ilmu dan pelajaran yang berharga.

6. Bapak Drg. Basoeki Soetardjo, MMR., selaku Direktur RSUD Dr. Moewardi yang telah menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini.

7. Bapak Drs. Bambang Sugeng Wijonarko, MM., selaku Kepala bagian Diklat yang telah banyak membantu kelancaran dan perijinan penelitian ini.

8. Bapak Sutasmo, SE., selaku Kepala Sub-bagian Penelitian dan Perpustakaan yang telah memberikan arahan saat penelitian.

9. Ibu Dr. Nana Hoemar Dewi, M.Kes., selaku Kepala bidang Pelayanan Medik yang telah memberikan arahan saat penelitian.

10.Ibu Suti Hariani, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi yang telah memberikan arahan saat penelitian.

11.Seluruh staf RSUD Dr. Moewardi khususnya kepada Bapak Moch. Ari Sutejo yang sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

12.Orang tuaku, Sri Marjini, Sugiarto, Bunda Rini dan Ayah Biyanto karena dukungannya, nasehatnya dan doa yang tiada henti serta cinta dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.


(10)

bersama-14.Keluarga besarku khususnya kepada kakak sepupuku Dian Ika Tanjungsari yang membantu dalam perijinan penelitian.

15.Sahabat-sahabatku dan teman-teman seperjuangan D3 Farmasi yang telah berbagi suka dan duka serta pengalaman selama kuliah.

16.Teman- Helloween

material sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.

17.Kekasih hatiku Ari Setiadi yang telah mendampingiku, memberikan cinta yang tulus, dukungan, motivasi, semangat, kesabaran, perhatian, dan kasih sayangnya kepadaku.

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan saran dalam rangka perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, 12 September 2011


(11)

DAFTAR ISI

i

HALAMAN PENGESAHAN ii

iii iv

ABSTRACT v

vi vii

KATA PENGA viii

DAFTAR ISI xi

xiv xv xvi DAFTAR SINGKATAN... xvii

BAB I 1

A. 1

B. 4

C. Tujuan Penelitia 5

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7


(12)

2. Penyebab Tuberkulosis... 8

3. Cara Penularan... 9

4. Gejala Tuberkulosis... 9

5. 9

6. Diagnosis Tuberkulosis 10

7. Pengobatan Tuberkulosis 13

7.1 Prinsip Pengobatan ... . 13

7.2 Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis... 15 7.3 Panduan Obat Anti Tuberkulosis... 17

B. Kerangka P 19

C.Keterangan E 20

21

A. Alat dan 21

B. Waktu dan Tempat Penelitian... 21 C. Rancangan Penelitian... 22 D. Definisi Operasional Penelitian... 23

E. 25

26

A. Deskripsi Hasil Penelitian... 26

B. Deskripsi Per Pasien... 42


(13)

BAB V ... 48

A. Kesimpulan 48

B. Saran ... 50 51 53


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Standar Regimen dan Frekuensi Dosis pada Pasien TB Baru 17

Tabel II. Standar Frekuensi dosisOAT ... ... 17

Tabel III. Rekomendasi Dosis Pertama Obat Antituberkulosis untuk Dewasa 18 Tabel IV Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

Tabel V. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur ... .. 28

Tabel VI. Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan ... . 30

Tabel VII. Persentase penggunaan OAT ... 32

Tabel VIII. Persentase pemberian dosis OAT ... 33

Tabel IX. Persentase berat badan pasien dewasa dengan diagnosis TB paru BTA positif di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010 ... 35

Tabel X. Persentase aturan pakai Rifampisin ... 36

Tabel XI. Persentase aturan pakai Isoniazid ... 37

Tabel XII. Persentase aturan pakai Pirazinamid ... 37

Tabel XIII. Persentase aturan pakai Etambutol ... 38

Tabel XIV. Persentase kombinasi Vitamin B komplek dengan Isoniazid 40

Tabel XV. Distribusi bentuk sediaan dan rute pemberian OAT ... 41

Tabel XVI. Ketepatan dosis OAT pasien TB dengan BTA positif kasus baru di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010 ... 43


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Foto Toraks dengan infeksi TB... 12

Gambar 2. Foto Toraks normal... 12

Gambar 3. Distribusi pasien berdasarkan domisili... 29


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pengumpul Data 1... 54 Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data 2... 62 Lampiran 3. Perhitungan dosis berdasarkan berat badan 64 Lampiran 4. Jenis dan Dosis OAT menurut Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia tahun 200 66

Lampiran 5. 67


(17)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS = Acquired Immune Deficiency Syndrome

BAL = Bronchoalveolar Lavage

BCG = Bacillus Calmette-Guerin

BJH = Biopsi Jarum Halus BTA = Basil Tahan Asam

DOT = Directly Observed Treatment

E = Etambutol

FDC = Fixed Dose Combination

H = Isoniazid

HIV = Human Immunodeficiency Virus

IUATLD = International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

KDT = Kombinasi Dosis Tetap OAT = Obat Anti Tuberkulosis PMO = Pengawas Menelan Obat R = Rifampisin

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah S = Streptomisin

SPS = Sewaktu, Pagi, Sewaktu TB = Tuberkulosis

TBC = Tuberculosis

WHO = World Health Organization


(18)

commit to user

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit tuberkulosis (TB) dijumpai di semua bagian penjuru dunia dan hingga saat ini tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan yang sangat penting di masyarakat dunia maupun masyarakat Indonesia sendiri karena sifatnya yang sangat menular. Penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Anonim, 2002a). Sekitar 75% pasien TB adalah pasien dengan kelompok usia produktif yaitu pada umur 15-50 tahun (Anonim, 2006a).

Laporan data WHO tahun 2004 menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terdapat 8,8 juta kasus TB baru, 3,9 juta diantaranya adalah TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif, prevalensi 16,2 juta dengan 1,9 juta kematian setahunnya. Indonesia merupakan negara dengan kasus TB terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina. Pada tahun 2002 dilaporkan jumlah kasus TB dengan BTA positif di India adalah 1.820.369 orang, di Cina 1.447.947 dan di Indonesia 581.847 orang (Putu, 2007).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk, butir-butir air


(19)

dalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit TBC (Hiswani, 2011). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dibidang farmakologi, saat ini telah dibuat

fixed-dose combination

disingkat dengan OAT-FDC (sering disebut FDC saja). Dengan adanya FDC ini diharapkan kepatuhan pasien TB dalam minum OAT dapat ditingkatkan sehingga akan meningkatkan kesembuhan pasien (Putu, 2007).

Jenis OAT yaitu: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E) yang diberikan dalam bentuk kombinasi untuk 2 kategori pasien TB paru. Pada kategori I diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, pasien TB ekstra paru. Sementara kategori II diberikan untuk pasien TB BTA positif yang telah diobati sebelumnya. Adapun kombinasi paduan OAT dapat dilihat dibawah ini : (a) untuk kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3,


(20)

commit to user

Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan Isoniazid dan Rifampisin 3 kali dalam seminggu (2RHZE/4(HR)3). Sedangkan untuk kategori 2 diobati dengan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin selama 2 bulan setiap hari. Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan dengan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol. Sedangkan untuk fase lanjutan selama 5 bulan seminggu 3 kali dengan Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol (2RHZES/RHZE/5(RH)3E3) (Sukandar dkk., 2008).

Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi penderita tuberkulosis secara gratis di tingkat Puskesmas dan rumah sakit, dengan sasaran utama adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah. Obat tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan berturut-turut tanpa henti. Untuk kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya (Hiswani, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, pengobatan infeksi tuberkulosis dengan terapi OAT perlu mendapatkan perhatian khusus. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta termasuk salah satu rumah sakit yang memiliki program pemerintah dalam pengobatan TB paru dan merupakan rumah sakit rujukan


(21)

pelayanan medis baik rawat jalan maupun rawat inap. Dengan alasan tersebut diatas serta rasa ingin tahu akan tata cara pengobatan TB paru, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat antituberkulosis pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember tahun 2010.

B. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah:

1. Bagaimana gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien Tuberkulosis paru BTA positif di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010?

2. Bagaimanakah pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap dengan diagnosis TB paru BTA positif di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2010?

3. Apakah pola penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB Paru BTA positif yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2010 telah sesuai dengan standar pengobatan WHO Treatment of


(22)

commit to user

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010.

2. Mengetahui pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2010.

3. Membandingkan pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines-

Fourth Edition tahun 2009.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi RSUD Dr. Moewardi Surakarta dalam

memberikan pelayanan kesehatan medis untuk pasien tuberkulosis.

2. Sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Surakarta khususya dalam menanggulangi dan mencegah penyebaran tuberkulosis.


(23)

informasi mengenai penggunaan obat antituberkulosis untuk penyembuhan penderita Tuberkulosis.


(24)

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) yang biasa disingkat dengan TBC merupakan suatu penyakit menular yang menyerang paru-paru biasanya terdapat benjolan-benjolan kecil (tuberkel) yang merupakan lokasi infeksi primer TB (Tjay & Rahardja, 1986). Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mikobakteria

adalah bakteri aerob yang hidup di daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi seperti paru-paru, berbentuk batang yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu bakteri ini dinamakan BTA atau bakteri tahan asam (Hiswani, 2011).

Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini dapat dialami oleh semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari tiga tahun sedangkan kepekaan terendah terjadi pada anak usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur dewasa muda dan awal tua (Hiswani, 2011).


(25)

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium

tuberculosis. Morfologi dan struktur bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu

berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung. Bakteri ini berukuran lebar

0,3-- M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri

lapisan lemak cukup tinggi (60%). Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan, arabinogalaktan dan arabinomannan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan M. tuberculosis bersifat tahan asam (Anonim, 2002b).

Sifat-sifat Mycobacterium tuberculosis yaitu dapat tahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dorman (tidur). Pada sifat dorman ini merupakan keadaan dimana bakteri dapat bangkit lagi dan berkembang. Selain itu Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas, akan mati pada suhu 60 °C selama 15-20 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6 -8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun.

Mikobakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain

phenol 5 %, asam sulfat 15 %, asam sitrat 3 % dan NaOH 4 %. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur selama 5 menit, sementara dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit (Hiswani, 2011).


(26)

commit to user

Cara penularan Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernapasan. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk/bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya, makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar daripada pasien TB paru dengan BTA negatif (Anonim, 2006a).

4. GejalaTuberkulosis

Penyakit TB memiliki gejala-gejala sebagai berikut: batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah, sesak nafas dan nyeri pada dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, berkeringat di waktu malam walaupun tidak beraktivitas, demam meriang lebih dari 1 bulan (Putu, 2007).

5. Penanggulangan Tuberkulosis

Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat dengan makan makanan bergizi dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga teratur, hindari rokok, minuman beralkohol, obat bius, hindari stress. Kemudian untuk mencegah terjadinya penularan TB, maka para pasien TB diharapkan


(27)

pencegahan lainnya yaitu dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus

Calmette-Guerin) yang akan memberikan kekebalan aktif pada penyakit TB. Selain itu

menjaga daya tahan tubuh juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB. Dengan daya tahan tubuh yang kuat maka tidak mudah untuk terserang TB (Putu, 2007).

Secara luas imunisasi BCG digunakan untuk mencegah TB yang berat. Data yang didapat menyatakan bahwa BCG dapat memproteksi TB secara luas dan meningitis TB meskipun tidak dapat melawan TB pada anak dan dewasa. Kelemahan dari imunisasi BCG adalah menyebabkan reaksi uji tuberkulin (mauntoux) pada TB menjadi positif meskipun BCG telah diberikan beberapa tahun lebih lama sebelum uji dilakukan (Anonim, 2006b)

6. Diagnosis Tuberkulosis

a. Pemeriksaan dahak mikroskopik

Menurut Anonim (2002b) pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquorcerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Untuk cara pengambilan dahak terjadi sebanyak 3 kali yang disebut (SPS) yaitu:


(28)

hari berturut-turut.

Sedangkan cara pemeriksaan dahak salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopik yang terbagi menjadi 2, yaitu :

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening).

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD

(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) yang

direkomendasikan oleh WHO. Skala IUATLD dijabarkan sebagai berikut : Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Seorang dinyatakan sebagai penderita paru menular bila kuman ini kelihatan dibawah mikroskopis dalam jumlah paling sedikit sekitar 5000 batang dalam 1 ml dahak. Dalam pemeriksaan ini dahak yang baik adalah dahak mukopurulen berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya harus 3 5 ml tiap pengambilan. Untuk hasil yang baik spesimen dahak sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan berurutan. Dahak yang dikumpulkan sebaiknya dahak yang keluar


(29)

dapat dilihat pada Lampiran 5. b. Pemeriksaan Foto Thoraks

Menurut Anonim (2006a) ada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu foto toraks perlu diperlukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Foto toraks diperlukan untuk mendukung diagnosis. Agar lebih mudah memahami adanya infeksi bakteri TB pada foto toraks dapat dilihat pada Gambar 1 sementara foto toraks normal dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Foto Toraks dengan Gambar 2. Foto toraks normal


(30)

commit to user

Penyakit TB disebabkan oleh bakteri yang penggobatannya bersifat mempengaruhi mekanisme pertumbuhan bakteri tersebut. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri digolongkan dalam lima kelompok:

a. Mengganggu metabolisme sel mikroba misalnya sulfonamid, trimetropin, asam p-aminosalisilat (PAS), dan sulfon.

b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba, yaitu golongan ß-laktam (penisilin, sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam), golongan glikopeptida (vankomisin dan teikoplanin), golongan sikloserin, dan golongan basitrasin. c. Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, misalnya polimiksin,

golongan polien, dan berbagai antibiotik kemoterapeutik.

d. Menghambat sintesis protein sel mikroba, misalnya golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

e. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba, misalnya rifampisin yang dapat menghambat polimerase RNA dan golongan kuinolon yang menghambat replikasi DNA (Nugrahani, 2009).

7.1.Prinsip Pengobatan

Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2006 pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: 1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.


(31)

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3). Pengobatan tuberkulosis diberikan kepada 2 kategori pasien, yaitu :

a. Untuk kategori 1 ialah pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB baru BTA negatif rontgen positif, dan pasien TB ekstra paru

b. Untuk kategori 2 ialah pasien kambuh, pasien gagal dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat.

4). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Sukandar dkk., 2008).

5). Pengobatan bagi pasien dengan keadaan khusus seperti TB ekstra paru, pelebaran efusi pleura TB, TB milier, TB dengan DM, dan pengobatan TB pada


(32)

commit to user

PAS, Ethionamid, Levofloxacin, Capreomycin, Amikasin (Anonim, 2002b).

7.2. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis

Jenis Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2002antara lain:

1) Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Mekanisme kerja Isoniazid adalah menghambat sintesis asam mikolat, komponen terpenting pada dinding sel bakteri (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Isoniazid dapat berupa tanda-tanda keracunan syaraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan kesadaran dan efek samping terberat yaitu hepatitis (Anonim, 2002b).

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. Mekanisme kerja Rifampisin adalah menghambat aktivitas polymerase RNA yang tergantung DNA pada sel-sel yang rentan (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Rifampisin dapat berupa mual, muntah, sakit perut, diare, gatal-gatal (Anonim, 2002b).


(33)

Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB. Pirazinamid merupakan analog pirazin dari nikotinamid yang bersifat bakteriostatik atau bakterisid terhadap Mycobakterium Tuberculosis tergantung pada dosis pemberian (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Pirazinamid dapat berupa nyeri sendi, demam, kemerahan pada kulit, penimbunan asam urat dan hepatitis (Anonim, 2002b).

4) Streptomisin (S)

Obat ini bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 g/hari, sedangkan untuk berumur 60 atau lebih diberikan 0,50 g/hari. Mekanisme kerja Streptomisin adalah mempengaruhi sintesis protein bakteri (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Streptomisin dapat berupa vertigo, gangguan ekskresi fungsi ginjal, telinga mendenging dan pusing (Anonim, 2002b).

5) Etambutol (E)

Obat ini bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB. Mekanisme kerja Etambutol adalah menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme sel, menghambat multiplikasi, dan kematian sel (Sukandar dkk., 2008). Efek samping Etambutol


(34)

commit to user

beberapa minggu setelah obat dihentikan (Anonim, 2002b).

7.3. Panduan Obat Anti Tuberkulosis

Menurut WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines-Fourth Edition

tahun 2009 terdapat 2 panduan OAT dengan dosis per hari dan per berat badan. Kategori pertama diberikan untuk pasien baru TB Paru dan kategori kedua diberikan kepada pasien dengan pengobatan OAT namun kambuh atau gagal. Untuk panduan dan frekuensi obat bagi pasien baru TB Paru dapat dilihat pada Tabel I dan Tabel II

Tabel I. Standar Regimen dan Frekuensi Dosis pada pasien TB Baru

(Anonim, 2009a)

Fase Intensif Fase Lanjutan Keterangan 2 bulan memakai

HRZE

4 bulan memakai HR

2 bulan memakai HRZE

4 bulan memakai HRE

Hanya berlaku di negara-negara dengan resistensi isoniazid tingkat tinggi pada pasien TB baru, dan dimana obat isoniazid kerentanan pengujian pada pasien baru tidak dilakukan (atau hasil tersedia) sebelum fase lanjutan dimulai.

Tabel II. Standar Frekuensi dosis OAT (Anonim, 2009a)

Frekuensi Dosis

Keterangan Fase

Intensif

Fase Lanjutan

Harian Harian maksimal

Harian 3 kali seminggu merupakan alternatif untuk setiap pasien TB baru menerima terapi langsung diamati

3 kali seminggu

3 kali seminggu Alternatif dapat diterima dengan ketentuan bahwa pasien menerima langsung diamati terapi dan tidak hidup dengan HIV.


(35)

digunakan kombinasi obat 2HRZES/1HRZE/5HRE. Selain kedua kategori tersebut diatas, ada rekomendasi dosis awal per berat badan dari masing-masing obat antituberkulosis yang dapat dilihat di Tabel III.

Tabel III. Rekomendasi Dosis Pertama

Obat Antituberkulosis untuk Dewasa (Anonim, 2009a)

Obat

Rekomendasi dosis

Harian 3 kali seminggu Indeks Terapi (mg/kg berat badan) Maksimum (mg) Indeks Terapi (mg/kg berat badan) Harian Maksimum (mg) Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900 Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600 Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) - Ethambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) - Streptomisin 15 (12-18) 15 (12-18) 1000

Menurut Anonim (2002a), hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Sembuh : penderita dinyatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan dahak 3 kali berturut-turut hasilnya negatif. 2) Pengobatan lengkap : penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya

secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif.

3) Meninggal : penderita yang dalam masa pengobatan dikarenakan meninggal karena sebab apapun.


(36)

commit to user

sebelum masa pengobatan selesai. 6) Gagal

a. Penderita BTA positif hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif/kembali positif pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan.

b. Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke-2 menjadi positif.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang khususnya menyerang organ paru-paru dan merupakan penyakit mematikan nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran nafas. Untuk mengobati infeksi dari penyakit ini maka digunakan kombinasi obat antituberkulosis (OAT) yang meliputi diantaranya: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Kombinasi semua OAT ini diberikan dalam dua fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif biasanya diberikan 2 bulan sementara fase lanjutan bisa diberikan 4-5 bulan setelah pengobatan fase intensif.

Dari banyaknya kombinasi pengobatan untuk TBC, maka peneliti tertarik untuk meneliti pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode Januari-Desember 2010.


(37)

Pengobatan TBC terdiri dari fase intensif selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4-5 bulan dengan obat antituberkulosis (OAT) yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian pada pasien tuberkulosis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode Januari sampai dengan Desember 2010 dan kesesuaian penggunaan obat antituberkulosis menurut standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis:


(38)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian secara retrospektif di RSUD Dr. Moewardi maka dapat disimpulkan beberapa hal :

1. Gambaran Subyek Penelitian

a. Jumlah pasien yang terdiagnosis TB paru BTA positif kategori pasien rawat inap kasus baru di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun 2010 berjumlah 37 pasien (53, 62%).

b. Pasien laki-laki lebih banyak menderita TB paru daripada pasien perempuan dalam penelitian ini yaitu 27 pasien (73 %).

c. Pasien terbanyak berumur sekitar 30-44 tahun.

d. Kota Surakarta merupakan domisili terbanyak dari pasien TB paru yaitu 14 pasien (38%).

e. Lama perawatan yang paling banyak dijalani pasien yaitu 1-8 hari sejumlah 23 orang atau 62%.

f. Pasien dengan status pulang atas persetujuan dari dokter dan keluarga sebanyak 23 pasien (62%), 7 pasien (19%) yang pulang dalam keadaan pulang paksa, 3 pasien (8%) meninggal dunia dan 4 pasien (11%) tidak diketahui status pulangnya.

g. Antituberkulosis yang digunakan pasien TB BTA positif kasus baru di RSUD Dr. Moewardi berupa terapi kombinasi RHZE untuk tahap intensif diberikan


(39)

pada 35 pasien (95%) dan RH untuk tahap lanjutan diberikan pada 2 pasien (5%).

2. Penggunaan Obat Antituberkulosis

a. Pemilihan penggunaan OAT di RSUD Dr. Moewardi telah sesuai dengan Formularium RSUD Dr. Moewardi tahun 2010-2011 dan standar WHO. b. Dosis OAT yang diberikan tidak melebihi dosis standar dari Formularium

RSUD Dr. Moewardi tahun 2010-2011 dan telah sesuai dengan Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.

c. Semua OAT yang diberikan merupakan obat oral yang bentuk sediaannya berupa tablet.

d. Kombinasi OAT pada pasien TB BTA positif kasus baru di RSUD Dr. Moewardi baik dalam menjalani tahap intensif maupun tahap lanjutan telah sesuai dengan standar. Selain kombinasi OAT, kombinasi Isoniazid dengan Vitamin B komplek belum berjalan dengan baik karena 50% lebih pasien belum mendapatkan kombinasi Isoniazid dan Vitamin B komplek.

3. Penggunaan Obat Antituberkulosis meliputi pemilihan obat, dosis terapi, bentuk sediaan dan rute pemberian serta kombinasi OAT telah sesuai dengan standar

WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth Edition tahun 2009 namun

untuk kombinasi Vitamin B komplek dengan Isoniazid belum sesuai standar WHO karena 50% pasien belum menggunakan kombinasi tersebut.


(40)

B. Saran

Berdasarkan pengamatan selama melakukan penelitian disarakan :

1. Perlu dilakukan penelitian tentang kepatuhan pasien dikarenakan penggunaan terapi kombinasi RHZE secara terpisah.

2. Perlu dilakukan perbaikan pemberian terapi RHZE secara terpisah menjadi terapi OAT-FDC sesuai standar WHO untuk mengurangi ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat.

3. Formularium Rumah Sakit perlu dilakukan perbaikan untuk kelengkapan informasi frekuensi pemberian obat kepada pasien.

4. Berkas rekam medik sebaiknya dilengkapi terutama data berat badan dan frekuensi pemberian agar dapat diketahui ketepatan dosisnya.

5. Perlu adanya pemberian Vitamin B komplek untuk mengurangi efek samping Isoniazid.


(1)

commit to user

18

Sementara untuk panduan kategori kedua Anonim (2009a) dapat digunakan kombinasi obat 2HRZES/1HRZE/5HRE. Selain kedua kategori tersebut diatas, ada rekomendasi dosis awal per berat badan dari masing-masing obat antituberkulosis yang dapat dilihat di Tabel III.

Tabel III. Rekomendasi Dosis Pertama

Obat Antituberkulosis untuk Dewasa (Anonim, 2009a)

Obat

Rekomendasi dosis

Harian 3 kali seminggu

Indeks Terapi (mg/kg berat badan) Maksimum (mg) Indeks Terapi (mg/kg berat badan) Harian Maksimum (mg)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Ethambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin 15 (12-18) 15 (12-18) 1000

Menurut Anonim (2002a), hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Sembuh : penderita dinyatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan dahak 3 kali berturut-turut hasilnya negatif. 2) Pengobatan lengkap : penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya

secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif.

3) Meninggal : penderita yang dalam masa pengobatan dikarenakan meninggal karena sebab apapun.


(2)

commit to user

19

5) Drop out / DO : penderita yang tidak mengambil obat 2 kali berturut-turut atau sebelum masa pengobatan selesai.

6) Gagal

a. Penderita BTA positif hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif/kembali positif pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan.

b. Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke-2 menjadi positif.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang khususnya menyerang organ paru-paru dan merupakan penyakit mematikan nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran nafas. Untuk mengobati infeksi dari penyakit ini maka digunakan kombinasi obat antituberkulosis (OAT) yang meliputi diantaranya: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Kombinasi semua OAT ini diberikan dalam dua fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif biasanya diberikan 2 bulan sementara fase lanjutan bisa diberikan 4-5 bulan setelah pengobatan fase intensif.

Dari banyaknya kombinasi pengobatan untuk TBC, maka peneliti tertarik untuk meneliti pola penggunaan obat antituberkulosis yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian obat pada pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode Januari-Desember 2010.


(3)

commit to user

20

C. KETERANGAN EMPIRIS

Pengobatan TBC terdiri dari fase intensif selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4-5 bulan dengan obat antituberkulosis (OAT) yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian pada pasien tuberkulosis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode Januari sampai dengan Desember 2010 dan kesesuaian penggunaan obat antituberkulosis menurut standar pengobatan WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth Edition tahun 2009.


(4)

commit to user

48

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian secara retrospektif di RSUD Dr. Moewardi maka dapat disimpulkan beberapa hal :

1. Gambaran Subyek Penelitian

a. Jumlah pasien yang terdiagnosis TB paru BTA positif kategori pasien rawat inap kasus baru di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun 2010 berjumlah 37 pasien (53, 62%).

b. Pasien laki-laki lebih banyak menderita TB paru daripada pasien perempuan dalam penelitian ini yaitu 27 pasien (73 %).

c. Pasien terbanyak berumur sekitar 30-44 tahun.

d. Kota Surakarta merupakan domisili terbanyak dari pasien TB paru yaitu 14 pasien (38%).

e. Lama perawatan yang paling banyak dijalani pasien yaitu 1-8 hari sejumlah 23 orang atau 62%.

f. Pasien dengan status pulang atas persetujuan dari dokter dan keluarga sebanyak 23 pasien (62%), 7 pasien (19%) yang pulang dalam keadaan pulang paksa, 3 pasien (8%) meninggal dunia dan 4 pasien (11%) tidak diketahui status pulangnya.

g. Antituberkulosis yang digunakan pasien TB BTA positif kasus baru di RSUD Dr. Moewardi berupa terapi kombinasi RHZE untuk tahap intensif diberikan


(5)

commit to user

49

pada 35 pasien (95%) dan RH untuk tahap lanjutan diberikan pada 2 pasien (5%).

2. Penggunaan Obat Antituberkulosis

a. Pemilihan penggunaan OAT di RSUD Dr. Moewardi telah sesuai dengan Formularium RSUD Dr. Moewardi tahun 2010-2011 dan standar WHO. b. Dosis OAT yang diberikan tidak melebihi dosis standar dari Formularium

RSUD Dr. Moewardi tahun 2010-2011 dan telah sesuai dengan Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.

c. Semua OAT yang diberikan merupakan obat oral yang bentuk sediaannya berupa tablet.

d. Kombinasi OAT pada pasien TB BTA positif kasus baru di RSUD Dr. Moewardi baik dalam menjalani tahap intensif maupun tahap lanjutan telah sesuai dengan standar. Selain kombinasi OAT, kombinasi Isoniazid dengan Vitamin B komplek belum berjalan dengan baik karena 50% lebih pasien belum mendapatkan kombinasi Isoniazid dan Vitamin B komplek.

3. Penggunaan Obat Antituberkulosis meliputi pemilihan obat, dosis terapi, bentuk sediaan dan rute pemberian serta kombinasi OAT telah sesuai dengan standar WHO Treatment of Tuberculosis: Guidelines- Fourth Edition tahun 2009 namun untuk kombinasi Vitamin B komplek dengan Isoniazid belum sesuai standar WHO karena 50% pasien belum menggunakan kombinasi tersebut.


(6)

commit to user

50

B. Saran

Berdasarkan pengamatan selama melakukan penelitian disarakan :

1. Perlu dilakukan penelitian tentang kepatuhan pasien dikarenakan penggunaan terapi kombinasi RHZE secara terpisah.

2. Perlu dilakukan perbaikan pemberian terapi RHZE secara terpisah menjadi terapi OAT-FDC sesuai standar WHO untuk mengurangi ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat.

3. Formularium Rumah Sakit perlu dilakukan perbaikan untuk kelengkapan informasi frekuensi pemberian obat kepada pasien.

4. Berkas rekam medik sebaiknya dilengkapi terutama data berat badan dan frekuensi pemberian agar dapat diketahui ketepatan dosisnya.

5. Perlu adanya pemberian Vitamin B komplek untuk mengurangi efek samping Isoniazid.