NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Untuk Menurunkan Kecemasan Sosial Pada Remaja Di Panti Asuhan.

NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL
UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN SOSIAL
PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN

Minat Utama Bidang Psikologi Klinis

Diajukan Oleh:
Nur Rohmah
T 100 060 062

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

1

2


PENGARUH PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENURUNKAN
KECEMASAN SOSIAL REMAJA DI PANTI ASUHAN

Nur Rohmah, Nisa Rachmah Nur Anganthi, Usmi Karyani
Magister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAKSI

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya pengaruh
pelatihan keterampilan sosial terhadap penurunan kecemasan sosial remaja di
panti asuhan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada penurunan
kecemasan sosial yang signifikan pada remaja panti asuhan setelah mendapatkan
pelatihan keterampilan sosial
Subjek penelitian ini sebanyak 18 orang remaja panti asuhan yang
memiliki skor kecemasan sosial kategori sedang dan tinggi berusia 12-20 tahun.
Kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, 9 orang masuk kelompok eksperimen dan
9 orang masuk kelompok kontrol dengan teknik random. Untuk menguji apakah
ada penurunan tingkat kecemasan sosial setelah diberikan pelatihan keterampilan
sosial maka digunakan rancangan eksperimen the untreated control group design
with pretest and posttest.

Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan uji mann whitney test
dan hasilnya adalah Z= -1.723 dengan taraf signifikansi 0.0430. Artinya yaitu
menunjukkan perbedaan skor kecemasan sosial yang signifikan antara kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, kelompok eksperimen lebih rendah skor
kecemasan sosialnya setelah pelatihan dibanding dengan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pelatihan keterampilan
sosial dapat menurunkan kecemasan sosial pada remaja di panti asuhan.
Kata kunci: Pelatihan keterampilan Sosial, Kecemasan Sosial, Remaja Panti
Asuhan

3

PENDAHULUAN
Tidak semua remaja cukup beruntung untuk memiliki dukungan keluarga
secara utuh yang dapat menemani mereka melewati fase-fase perkembangannya.
Banyak remaja yang karena berbagai macam alasan atau peristiwa akhirnya harus
berpisah dengan kedua orang tuanya bahkan dari keluarga besarnya hingga
akhirnya harus menjalani kehidupannya tanpa dukungan dan kasih sayang
keluarganya (Kurniawaty, 2005).
Salah satu kondisi utama yang memungkinkan remaja pada akhirnya

ditempatkan di panti asuhan adalah karena orang tua sudah tidak ada atau
meninggal. Namun demikian, bentuk pelembagaan dari pengasuhan remaja ini
tidak terlepas dari resiko terhadap perkembangan remaja. Hal ini terkait dengan
kekurangmampuan lembaga panti untuk menjadi lingkungan yang dapat
memenuhi kebutuhan dan dukungan bagi remaja untuk dapat berkembang
optimal. Dukungan lingkungan penting bagi remaja untuk memenuhi tugas
perkembangannya.
Remaja memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu lingkaran
sosial, termasuk remaja yang tinggal di panti asuhan. Melihat kondisi ini sudah
seharusnya remaja perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius lagi dari
berbagai pihak seperti keluarga, masyarakat maupun pemerintah terutama remaja
yang tinggal di panti asuhan karena mereka rentan mengalami masalah
psikososial.
Berdasarkan hasil survey menggunakan metode angket terkait dengan ciriciri kecemasan sosial tinggi menunjukkan bahwa ada 60% dari 38 remaja
mengarah ke ciri-ciri kecemasan sosial. Gejala-gejala secara fisik dan psikologis
kecemasan sosial yaitu jika diminta untuk maju ke depan kelas keringat dingin
keluar, badan gemetaran, selain itu juga memiliki pribadi yang pemalu, kurang
percaya diri, merasa tidak memiliki kemampuan, kaku dalam bergaul, mudah
marah dan belum memiliki pandangan terhadap masa depannya.


4

Gejala lain yang ditunjukkan adalah remaja di panti asuhan ketika
mengalami suatu masalah mereka cenderung memilih untuk memendam
permasalahan itu sendiri dan membiarkan permasalahan tersebut berlalu dengan
sendirinya tanpa sebuah usaha untuk menyelesaikan.
Kecemasan sosial ditandai oleh rasa takut yang muncul karena perasaan
malu, dan evaluasi negatif oleh orang lain dalam situasi sosial sehingga cenderung
untuk menghindari situasi sosial yang ditakutinya (Varcarolis, 2010).
American

Psychiatric

Association

(APA)

mengungkapkan

bahwa


kecemasan sosial adalah ketakutan yang menetap terhadap sebuah (atau lebih)
situasi sosial yang terkait dan berhubungan dengan performa, yang membuat
individu harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak dikenalnya atau
menghadapi kemungkinan diamati oleh orang lain, takut bahwa dirinya akan
dipermalukan atau dihina (La Greca & Lopez, 1998).
La Greca dan Lopez (1998) mengemukakan ada tiga aspek kecemasan
sosial yaitu:
1.

Ketakutan akan evaluasi negatif

2.

Penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau
berhubungan dengan orang baru.

3.

Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan

orang yang dikenal.
Faktor penyebab timbulnya kecemasan sosial menurut Rayuso (2007)

adalah sebagai berikut:
1.

Faktor genetic (Genes)

2.

Pengalaman sosial (social experience)

3.

Pengaruh budaya

4.

Pengaruh neurochemical


5.

Faktor psikologis

5

METODE PENELITIAN
Partisipan yang dipilih dalam penelitian ini dibatasi dengan karakteristik
tertentu agar sesuai dengan tujuan penelitian. Kriterian partisipan dalam penelitian
ini adalah:
1.

Remaja yang berada di Panti Asuhan putra Pakym maupun putri Nur Hidayah
dengan usia 12-20 tahun dengan jumlah 70 remaja.

2.

Memiliki skor kecemasan sosial yang masuk kategori sedang dan tinggi
berdasarkan pengukuran skala kecemasan sosial dengan jumlah yang
termasuk kategori sedang 35 remaja dan tinggi ada 15 remaja.


3.

Bersedia mengisi lembar persetujuan untuk mengikuti seluruh rangkaian
pelatihan keterampilan sosial dengan jumah 18 remaja.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kecemasan
sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan sosial yang dikemukakan
oleh La Greca (1998), skala ini sebagai alat utama untuk mengumpulkan data
sedangkan alat pengumpul data pendukung adalah wawancara dan observasi.
Rancangan eksperimen yang digunakan adalah The untreated control
group design with pretest and posttest (Compbell & Cook, 1979). Data-data yang
telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik nonparametrik uji
Wilcoxon. Perhitungan data selengkapnya dilakukan dengan menggunakan
program SPSS.

HASIL
Penelitian dilakukan di Panti Asuhan daerah Surakarta, yakni Panti
Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah (PAKYM) Surakarta dan Panti Asuhan
Nur Hidayah Surakarta.

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon statistik uji hipotesa menunjukkan nilai
post test (sig= 0.043) dan follow up (sig= 0.029), dapat dilihat bahwa nilai p-value
< 0.05, jadi dapat disimpulkan hipotesis diterima. Pelatihan keterampilan sosial
dapat menurunkan kecemasan sosial pada remaja dipanti asuhan.

6

Dalam Mann whitney test terdapat nilai gain score yang signifikan pada
gain score pre-post (sig= 0.0025) dan pre-follow (sig= 0.0025). Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki penurunan kecemasan sosial
yang signifikan dibanding dengan kelompok kontrol.
Disisi lain tidak terdapat perbedaan penurunan kecemasan sosial yang
signifikan dibandingkan kelompok kontrol pada masa post-follow hal ini dapat
dilihat dari gain score post-follow (sig= 0.212) nilai p-value < 0.05.
Perbandingan skor kecemasan sosial pada saat pretest, posttest dan follow
up kelompok eksperimen lebih jelas dilihat pada grafik 1.

Grafik1. Perbandingan skor kecemasan sosial pada tahap pretest, posttest dan
follow-up kelompok eksperimen
Sedangkan perbandingan skor kecemasan sosial pada saat pretest dan

posttest dan follow up kelompok kontrol, lebih jelas dilihat pada grafik 2.

Grafik 2. Perbandingan skor pretest dan posttest dan follow up kelompok kontrol

7

PEMBAHASAN
Hasil survei di panti asuhan menunjukkan remaja mengalami masalah
psikologis secara umum, seperti kecemasan, kurang asertif dan kurang mampu
dalam memecahkan permasalahannya. Hasil wawancara diperoleh bahwa tinggal
di panti asuhan beberapa remaja merasa kurang percaya diri ketika bertemu
dengan orang baru dan sering menghindar dari situasi sosial, serta terkadang
merasa bahwa orang lain akan membicarakan kekurangan dari dirinya.
Upaya intervensi dan perhatian yang sudah dilakukan untuk remaja di
panti asuhan lebih fokus kepada bantuan pendidikan. Kenyataan dilapangan,
pengasuhan di panti asuhan ditemukan sangat kurang, semua fokus ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari
sementara

kebutuhan


emosional

dan

pertumbuhan

anak-anak

tidak

dipertimbangkan. Padahal pada masa remaja kebutuhan emosional sangat perlu
diperhatikan seperti yang dinyatakan oleh Erikson (dalam Santrock, 2007).
Perhatian pada remaja harus lebih holistik, komprehensif, dan dapat
menyentuh semua aspek perkembangannya, sehingga dengan upaya tersebut
diharapkan perkembangan mereka terutama identitas dirinya menjadi lebih
optimal. Hasil dari beberapa wawancara dan hasil dari observasi mengarah pada
gejala dan ciri-ciri kecemasan sosial remaja.
Social anxiety disorder (SAD) juga dikenal dengan social phobia, adalah
gangguan anxietas yang ditandai oleh rasa takut yang muncul karena perasaan
malu, dan evaluasi negatif oleh orang lain dalam situasi sosial sehingga cenderung
untuk menghindari situasi sosial yang ditakutinya (Varcarolis, 2010).
Kecemasan sosial tinggi yang dialami oleh remaja di panti asuhan dapat
diminimalisir dengan memiliki keterampilan bersosialisasi dengan baik terhadap
lingkungannya, memiliki penerimaan diri yang positif terhadap dirinya. Seperti
yang dikatakan La Greca & Lopez (1998) hubungan yang terjalin antara remaja
dengan lingkungan sebayanya memainkan peranan yang sangat penting bagi

8

perkembangan keterampilan sosial, berkembangnya berbagai potensi kehidupan,
serta berbagai fungsi di masa remaja.
Dalam penelitian ini remaja di panti asuhan sebagai partisipan pelatihan
dikarenakan selama ini masih sedikit pelatihan yang diberikan kepada mereka
terutama pelatihan yang berhubungan dengan cara bersosialisi dengan orang lain
diluar panti asuhan. Pelatihan keterampilan sosial dapat menjadi sarana yang
paling tepat sebagai usaha untuk menurunkan kecemasan sosial pada remaja yang
berada dip anti asuhan, karena melalui pelatihan keterampilan sosial, remaja dip
anti asuhan mampu berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dengan orang
lain.
Pelatihan keterampilan sosial dapat diaplikasikan untuk individu yang
pasif, kurang inisiatif, cemas (Hosteter & Miller, 2000) kenakalan remaja, depresi,
kasus isolasi sosial, penolakan, agresifitas, kecemasan sosial, dan ketakutan sosial.
Dari aspek yang ada di dalam keterampilan sosial yaitu aspek kerjasama, empati,
asertif, inisiatif dan tanggung jawab serta kontrol diri diharapkan dapat
menurunkan aspek-aspek yang ada dalam kecemasan sosial.
Berdasarkan analisa data menggunakan teknik analisis non parametrik.
Mann Whitney U-test dan diperoleh nilai rata-rata pretest = 56,28 dan posttest =
79,85. Nilai mann-whitney test = -2,366; p = 0,018 (p< 0,05). Hasil ini
menunjukkan

ada

perbedaan

yang

signifikan

kemampuan

komunikasi

interpersonal pada penyandang cacat sebelum dan sesudah diberi pelatihan
keterampilan sosial.
Hasil

statistik

menunjukkan

pelatihan

keterampilan

sosial

dapat

menurunkan skor kecemasan sosial dengan signifikan. Taraf signifikansi yang
diperoleh adalah

0.043 pada pos test dan 0.029 pada follow up.

Pelatihan

keterampilan sosial memiliki hasil yang bervariasi dalam mempengaruhi setiap
aspek kecemasan sosial.
Taraf signifikansi yang diperoleh pada aspek ketakutan akan penilian
negative adalah post test (0.140, p > 0.05) dan follow up (0.482, p> 0.05). Hal ini

9

berarti ketakutan partisipan akan penilaian negatif tidak mengalami penurunan
yang signifikan dari post test hingga follow up.
Hasil Mann whitney test menunjukkan taraf signifikan untuk post test
(0.046, p