PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Pelatihan Keterampilan Sosial Untuk Meningkatkan Citra Diri Pada Anak Berkebutuhan Khusus (Abk).

PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN
CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Naskah Publikasi

Disusun Oleh:
Jarot Subakti
T 100 090 117

PROGRAM PROFESI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN
CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Naskah Publikasi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Profesi Psikologi
Di Bidang Psikologi Klinis


Diajukan Oleh :
Oleh :
Jarot Subakti
T 100 090 117

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

1 2

2
3

3
4

ABSTRAKSI
PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN
CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pelatihan keterampilan sosial
terhadap citra diri ABK. Hipotesis yang diajukan Ada perbedaan citra diri sebelum
dan sesudah pelatihan keterampilan sosial. Citra diri subjek setelah mengikuti
pelatihan keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan. Subjek
penelitian. Subjek penelitian adalah ABK (anak berkebutuhan khusus) SMK
BOPKRI 2 Yogya karta sebanyak 20 siswa, yaitu 10 subjek dalam kelompok
eksperimen, dan 10 subjek dalam kelompok kontrol. Metode pengumpulan data
menggunakan skala citra diri, wawancara dan observasi. Intervensi yang digunakan
yaitu pelatihan keterampilan sosial. Metode analisis data menggunakan mann whitney
u test. Hasil analisis data menunjukkan ada perbedaan citra diri sebelum dan sesudah
pelatihan keterampilan sosial. Citra diri subjek setelah mengikuti pelatihan
keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan. Secara deskripsi
pada kelompok eksperimen sebelum pelatihan (pretest), dari 10 subjek diketahui ada
4 subjek (40%) yang memiliki citra diri rendah, dan terdapat 6 subjek (60%) yang
memiliki citra diri sedang. Setelah pelatihan (posttest) diketahui 5 subjek (50%)
memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi, adapun
ketika dilakukan amatan ulang (follow up) ada 5 subjek (50%) memiliki citra diri
sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi.


Kata kunci : citra diri, pelatihan keterampilan sosial

4

PENGANTAR
Setiap manusia tidak pernah lepas dari berbagai kesulitan. Hal ini juga dialami
oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan. Kondisi kelainan baik secara fisik maupun psiks yang dialaminya semenjak
lahir ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari mereka, serta sangat berpengaruh
terhadap penyesuaian dengan lingkungan dan kepribadiannya. Seseorang yang
memiliki kelainan baik fisik atau mental, seperti cacat anggota tubuh atau rusaknya
salah satu indera merupakan kekurangan yang terlihat oleh orang lain. Seseorang
dengan sendirinya amat merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika
dibandingkan dengan orang lain. Fenomena mengenai perlakuan masyarakat yang
terkadang hanya memandang sebelah mata pada akan berkebutuhan khusus
menyebabkan para ABK tersebut membentuk citra diri yang negatif sehingga
menarik diri, merasa rendah diri, depresi dan perasaan-perasan negatif lainnya
Individu yang tidak bisa bereaksi secara positif, timbullah rasa rendah diri (minder)
yang akan berkembang menjadi rasa tidak percaya diri dan dapat membentuk citra
diri yang negatif.
Centi (1993) mengemukakan citra diri adalah gambaran pada dirinya sendiri

akan mempengaruhi proses berpikir, perasaan, keinginan maupun tingkah laku. Citra
diri merupakan inti kepribadian seseorang dari pengalaman individu dalam
berhubungan atau berinteraksi dengan individu lain. Dari interaksi, individu
memperoleh tanggapan yang akan dijadikan cermin bagi individu tersebut untuk
menilai dan memandang dirinya. Beberapa penelitian memaparkan citra diri dapat
ditingkatkan melalui suatu metode pelatihan Menurut Noe. (2003) seseorang lebih
menyukai untuk belajar melalui pelatihan dimana dapat memberikan suatu
5

kesempatan untuk melatih keterampilan. Salah satu
diharapkan

dapat

meningkatkan

citra

diri


adalah

bentuk pelatihan yang
menggunakan

pelatihan

keterampilan sosial. Ulasan ini didukung oleh beberapa hasil penelitian, antara lain
Ramdhani (1995) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan
sosial dapat meningkatkan citra diri dan perilaku sosial. Sementara hasil penelitian
Anggraeni dkk. (2008) menyatakan pelatihan keterampilan sosial meningkatkan
kemampuan bersosialisasi, memecahkan masalah yang timbul antara anak satu
dengan teman sekelasnya sehingga anak dapat berhubungan dengan baik satu dengan
yang lainnya.
Menurut Petersen (2004) manfaat pelatihan keterampilan sosial antara lain
meningkatkan kemampuan bersosialisasi, memecahkan masalah yang timbul antara
anak dengan teman sekelasnya, meningkatkan kepercayaan diri. Apabila anak mampu
berpikir bagaimana menghadapi masalah serta bagaimana harus berperilaku sesuai
dengan norma dan perannya, maka dapat dikatakan ia dapat menyesuaikan diri
dengan orang lain dan lingkungannya. Dengan demikian ia akan dapat diterima di

lingkungan sosialnya.
Kelly (2003) mengatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat diberikan
melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan secara individual dan kelompok.
Pendekatan kelompok dapat diberikan dalam format pendek (workshop format) dan
dalam format panjang. Format pendek ditujukan bagi klien dengan fungsi sosial yang
tergolong tinggi. Sedangkan format panjang efektif bagi klien dengan sifat pemalu
yang sangat ekstrim atau klien dengan permasalahan gangguan kecemasan sosial;
dalam setting kelompok kecil. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan

6

format pendek, karena kondisi psikologis subjek belum pada tahap yang ekstrim,
misalnya mengalami ketakutan sosial (phobia sosia).
Penelitian Augustine (2011) menyatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial
efektif untuk meningkatkan citra diri. Clay dkk (2004) pada penelitian yang telah
dilakukan menyatakan bahwa faktor-faktor sosialkultural berpengaruh terhadap
penampilan dan citra diri remaja.
keterampilan sosial pada anak-anak

Schoyen (2004) pada penelitian mengenai

berkebutuhan khusus di sekolah inklusi

menyatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat meningkatkan kualitas
persahabatan. Adapun Kaligis dkk (2009) dalam penelitian yang telah dilakukan
menyatakan bahwa citra diri dapat ditingkatkan melalui pelatihan kecakapan hidup.
Atas dasar ulasan tersebut maka diharapkan keterampilan sosial berperan untuk
meningkatkan citra diri individu.
Penelitian Puurula dkk. (2001) memaparkan bahwa Intervensi Peningkatan
keterampilan sosial

sering

memusatkan

pada

aspek

praktek


pembelajaran

keterampilan baru untuk meningkatkan perilaku siswa dalam merespon. Berkaitan
dengan hal ini Gresham dan Elliot (dalam Cartledge & Milburn, 1995) mengidentifikasi
keterampilan sosial dengan beberapa aspek , yaitu :
a. Aspek

intrapersonal. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri.

Merupaka n keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya
keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan
dan sejenisnya. Dengan kemampuan ini, individu dapat memperkirakan kejadiankejadian yang mungkin akan terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.
b. Aspek Perilaku interpersonal. Merupakan perilaku yang menyangkut
keterampilan yang dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut

7

juga keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan
bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini kemungkinan
berhubungan dengan usia dan jenis kelamin. Perilaku interpersonal sosial memiliki


beberapa fungsi di antaranya sebagai alat ekspresi dan katarsis bagi individu,
memberi klasifikasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan diri, pandanganpandangan, sikap opini maupun perasaan, memberi kemungkinan bagi individu untuk
mendapatkan dukungan atau persetujuan dari orang lain, memungkinkan individu
memiliki kontrol sosial terhadap orang lain dan situasi yang dihadapinya.
c. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis. Merupakan
perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah,
misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajaran,
mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru,
dan semua perilaku yang mengikuti aturan kelas. Selain siswa diharapkan mampu
membuat manajemen waktu dalam belajar, mengumpulkan tugas tepat waktu, dan
dapat membuat skala prioritas kegiatan.
Mewujudkan citra diri yang positif dapat dilakukan melalui pelatihan.
Pelatihan keterampilan sosial merupakan salah satu teknik modifikasi perilaku yang
mulai banyak digunakan. Penelitian Ramdhani (1995) menyimpulkan bahwa
pelatihan keterampilan sosial dapat meningkatkan citra diri dan perilaku sosia l.
Pelatihan keterampilan sosial juga sudah digunakan sebagai pelengkap dari pelatihan
asertif untuk menurunkan tingkat kecemasan interpersonal.

Sementara menurut


penelitian Anggraeni dkk. (2008) manfaat pelatihan keterampilan sosial antara lain
meningkatkan kemampuan bersosialisasi, memecahkan masalah yang timbul antara

8

anak satu dengan teman sekelasnya sehingga anak dapat berhubungan dengan baik
satu dengan yang lainnya.

METODE

1. Variabel terikat (dependen) : Citra Diri
2. Variabel bebas (independen) : Pelatihan keterampilan sosial
Subjek penelitian ini adalah ABK (anak berkebutuhan khusus) SMK BOPKRI
2 Yogyakarta. 10 subjek kelompok eksperimen dan 10 subjek kelompok kontrol.
Metode pengumpulan data menggunakan skala citra diri, observasi dan
wawancara. Skala citra diri disusun berdasarkan aspek-aspek citra diri yang
dikemukakan oleh Calhoun dan Accocela (1996) meliputi aspek: a) pengetahuan
tentang diri, b) pengharapan mengenai diri, c) penilaian tentang diri sendiri.
Modul keterampilan sosial disusun mengacu pada pendapat Gresham dan

Elliot

(dalam Cartledge & Milburn, 1995) melalui aspek keterampilan berhubungan

dengan diri sendiri (bersifat intrapersonal); keterampilan berhubungan dengan orang lain
(bersifat interpersonal); keterampilan berhubungan dengan akademis. Teknik analisis

yang digunakan adalah mann whitney u test.
Hasil dan Pembahasan
Deskripsi data diperoleh dari hasil nilai atau skor perhitungan skala citra diri
yang meliputi beberapa skor, maksimum, minimum mean, SD dan selisih mean
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut:

9

Tabel I
Deskripsi Data Empirik dan Hipotetik
Skor

Data Empirik
Kel. Eksperimen
Kel. Kontrol
Pre
Post Follow
Pre
Post
Follow
test
test
up
test
test
up

Maksimum
Minimun
Mean
SD

50
37
44
6,831

72
44
59,40
9,902

68
43
57,70
9,730

61
37
46,50
8,784

60
37
47,90
9,632

61
39
45
7,102

Data
Hipotetik
80
20
50
20

Berikut ini skor dan perhitungan tingkat kategorisasi dari masing-masing
kelompok.
Tabel 2
Skor dan Kategorisasi Citra Diri
Kelompok Eksperimen
Subjek
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

TW
AG
RW
RR
AY
BS
DS
BO
HW
NV

Pretest
Skor Kategori
37
rendah
47
sedang
39
rendah
44
sedang
42
sedang
48
sedang
37
rendah
50
sedang
38
rendah
60
sedang

Posttest
Skor Kategori
44
sedang
50
sedang
48
sedang
62
tinggi
68
tinggi
69
tinggi
58
sedang
68
tinggi
55
sedang
72
tinggi

10

Follow up
Skor
Kategori
45
sedang
45
sedang
43
sedang
66
tinggi
63
tinggi
64
tinggi
58
sedang
66
tinggi
59
sedang
68
tinggi

Tabel 3
Skor dan Kategorisasi Citra Diri
Kelompok Kontrol
Subjek
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

OR
IS
TM
YP
AE
BT
O
VS
CS
FM

Pretest
Skor
Kategori
59
sedang
36
rendah
43
sedang
54
sedang
38
rendah
61
tinggi
45
sedang
46
sedang
38
rendah
45
sedang

Posttest
Skor
Kategori
58
sedang
38
rendah
45
sedang
56
sedang
37
rendah
60
tinggi
44
sedang
60
tinggi
37
rendah
44
sedang

Gained
score
Skor
61
40
50
43
39
52
42
41
40
42

Kategori
tinggi
sedang
sedang
sedang
rendah
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang

Perhitungan analisis data menggunakan teknik analisis mann whitney u test.
Hasil dari analisis data pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4
Hasil Analisis Kelompok eksperimen
Perlakuan

Nilai Z

Signifikansi

Kesimpulan

Pretest-Posttest

-3.031

0.002 (p0,05

Tidak signifikan

Posttest Followup

-0,530

0,596 (p>0,05

Tidak signifikan

Tabel 5 dapat diinterpretasi sebagai berikut:
1. Hasil analisis mann whitney u test antara pretest dengan posttest diperoleh
nilai Z -0,076; signifikansi (p) =0,939 (p>0,05). Artinya tidak ada perbedaan citra diri
sebelum pelatihan (pretest) dan setelah pelatihan (posttest).
2. Hasil analisis mann whitney u test antara pretest dengan amatan ulang
(followup) diperoleh nilai Z -0,379; signifikansi (p) =0,596 (p>0,0>). Artinya tidak
ada perbedaan citra diri sebelum pelatihan (pretest) dan setelah follow up.
3. Hasil analisis mann whitney u test antara posttest dengan follow up
diperoleh nilai Z -0,530; signifikansi (p) =0,596 (p>0,05). Artinya tidak ada

12

perbedaan antara posttest dengan follow up.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan
citra diri sebelum pelatihan (pretest), postest maupun saat amatan ulang (follow up)
pada kelompok kontrol; hal karena subjek pada kelompok kontrol tidak mendapatkan
pelatihan keterampilan sosial, sehingga tidak ada peningkatan citra diri. Perhitungan
analisis data antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat
pada tabel berikut:

Perlakuan
Pretest
Posttest
Followup

Tabel 6
Hasil Analisis Kelompok Eksperimen - Kontrol
Nilai Z
Signifikansi
Kesimpulan
-0,530
-2,237
-2,916

0,596 (p>0,05)
0,025 (p