Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Redaktur dan Wartawan di Harian Suara Merdeka

LAMPIRAN

Lampiran 1
Informan 1
Nama : Dhoni Zustiyantoro (Wartawan)
P : Pertanyaan
N : Jawaban

P : Kak ,sudah berapa lama kaka jadi Wartawan ? dan sejak tahun berapa?
N : Aku di Suara Merdeka sudah sejak 2010
P : Berarti sekarang sudah masuk 6 tahun yah kak? Biasanya nih kak sebelum kakak terjun
kelapangan untuk liputan kakak ikut rapat perencanaan ga sih?
N : Kalo sistemnya di Suara Merdeka itu biasanya penugasan. Jadi yang ikut rapat itu cuman
dewan redaksi, diatasnya lagi ada yang namanya Koordinator Liputan terus diatasnya lagi ada
yang namanya Redaktur pelaksana. Jadi mereka rapat dulu membahas isu – isu yang sedang
berkembang atau acara – acara yang besok mau diselenggarakan disekitar wilayah kerja yang
menarik untuk di angkat topiknya terus setelah itu menugaskan kepada Wartawan. Nah
Wartawan juga berhak memberi masukan tentang program-program yang ada di lapangan.
Besok misalnya ada yg menarik nih seperti nya kita kembangkan isu kota ini, ada masalah
apa, masalah yang lagi in banjir misalnya. Kota Semarang ini banjir terus, ujan bentar aja
banjir masih selalu aja banjir misalnya. Terkait dengan hal itu mungkn setelah Wali Kota-nya

baru dilantik apa sih program yang akan ia sodorkan. Ada terobosan-terobosan apa sih yang
akan dia lakukan terkait dengan banjir misalnya. Nah selama beberapa kali terbitan sangat
mungkin kami memprogramkan tema yang sama supaya arahnya adalah mengawal kebijakan
pemeritah kota seperti itu. Jadi kami punya misi untuk membawa suara masyarakat terkait
keluhan-keluhan mereka terhadap kebijakan-kebijakan publik itu. Seperti itu.
P : Kaka setiap hari ke kantor Kaligawe atau nggak?
N : Kalau Wartawan ngantornya di kantor Merak di kawasan Kota Lama. Sebelumnya di
gedung JDC namanya, di kawasan Imam Bonjol. Tapi beberapa minggu lalu, akhir bulan
Januari kami pindah di gedung Merak itu. Jalan Imam Bonjol itu gedungnya nyewa. Tapi
kalo gedung Merak itu gedung sendiri. Gedung pertama Suara Merdeka itu di gedung Merak.

Itu sekaligus jadi gedung depo arsip kami. Jadi kalo kamu mau main kesana bisa lihat koran
terbitan pertama kali sampai terbitan hari ini ada disana.
P : Kaka kalau terima penugasan itu dari Redaktur apa Korlip?
N : Langsung dari itu, hmm sistemnya dari perwakilan. Kami kan masuknya perwakilan
Semarang.

Kalau dek Amanda tahu, di Suara Merdeka kan ada beberapa perwakilan.

Semarang, ada Yogya, terus ada Kedu, ada biro Muria, Muria itu masuknya wilayah Jepara,

Kudus, Pati, Rembang. Nah terus ada perwakilan Jakarta juga, perwakilan Pantura, Pantura
itu meliputi Batang, Pekalongan, Pemalang, Brebes, Tegal, Slawi. Itu masuknya Pantura. Itu
masuknya ada perwakilan masing-masing. Itu biasanya penugasan lewat kepala biro atau
wakil kepala biro.
P : Seberapa penting perencanaan untuk sebuah berita?
N : Perencanaan berita sangat penting, karena kan di lapangan akan ada banyak sekali isu.
Nah perencanaan itu ditujukan sebagai, kalau menurut saya, lebih pada bagaimana media itu
bersikap. Bisa jadi sikap antara media satu dan lainnya akan sangat berbeda. Misalnya Suara
Merdeka dengan Koran X misalnya, pengambilan angle isunya bisa saja akan berbeda. Nah
itu tergantung pada bagaimana pemrograman. Pemrograman sekali lagi terkait dengan rapat
redaksi, bagaimana kami bisa menentukan isu-isu yang actual untuk lebih digali secara
mendalam.
P : Untuk angle berita yang masuk ke perencanaan itu ditentukan dulu sama sikap medianya
seperti apa, baru kemudian yang direncanakan itu digali akan seperti apa. begitu ya kak?
N : Iya seperti itu kira-kira.
P : Jadi kaka sebelum liputan selalu nerima dulu penugasan dari atasan?
N : Bisa nerima penugasan, atau biasanya kalau kami di lapangan menemukan isu yang
menarik kami biasanya langsung melaporkan.
P : Ke mana kak?
N : Ke biro.

P : Kemudian setelah lapor?

N : Baru setelah itu berkomunikasi baiknya seperti apa. Wah menarik nih sepertinya selain
banjir, ada sisi lain misalnya menarik untuk besok kita angkat orang-orang yang setiap hari
kebanjiran. Kita angkat human interest-nya bagaimana, sisi kemanusiaannya bagaimana.
Bagaimana pengalaman dia menghadapi banjir setiap saat. Misalnya di daerah Semarang
bawah, di Kaligawe itu kan hampir setiap hari banjir. Di Genuk juga. Nah seperti itu kirakira.
P : Kak, kalau kaka menerima penugasan dari atasan, kaka selalu paham nggak? Atau pernah
juga nggak paham?
N : Hmm pernah atau sering malahan.
P : Kemudian bertindak di lapangannya bagaimana kak?
N : Itu pentingnya komunikasi karena kan kalau penugasan biasanya kalau nggak lewat
telepon biasanya lewat bbm grup.
P : Oh medianya pakai bbm ya kak?
N : Iya pake bbm grup atau watsapp grup. Nah disitu kan biasanya kalimatnya pendekpendek. Dhoni hari ini kembangkan isu ini, cuma sebatas itu. Terus ada pokok-pokok poinpoin dibawahnya. Kita tarik angle disini, nanti anglenya ini, terus narasumbernya bisa dua
atau tiga orang ini ini ini. Nah terkadang kan kami bingung di lapangan harus gimana nih.
Nah maka itu kami di grup sering diskusi. Paka bagaimana kalau seperti ini, apa nanti
anglenya nggak lebih bagus yang kayak gini ya. Seperti itu misalnya. Diskusi akan berjalan
terus sampai pada kami melakukan penulisan nantinya di sore hari.
P : Kalau deadline gitu jam berapa kak?

N : Biasanya jam 7 malam, terakhir kirim berita.
P : Via email atau gimana kak?
N : Kami lewat server. Ada server tersendiri. Ada server Suara Merdeka, alamatnya di news
dot Suara Merdeka dot com. Tapi yang bisa login kan cuma Wartawan dan Redaktur aja. Jadi
semua berita dan foto yang sudah kami dapat dari lapangan, nanti setelah diketik dikirim
kesana (server).

P : Biasanya kaka mengalami kendala apa sih kalau di lapangan? Kan perencanaan seperti ini
tapi di lapangan bisa saja berbeda.
N : Betul sekali. Nah kami kan di lapangan gimana ya hehehe, hambatan kan sangat banyak
tentu saja. Ada yang tidak sesuai harapan dan seterusnya dan seterusnya. Tapi sebisa
mungkin memenuhi penugasan sebaiknya-baiknya. Nah kalau memang mentok sampai
nggkak bisa, kami akan komunikasikan. Misalnya, di daerah Semarang barat itu terjadi
banjir. Nah tetapi untuk menuju Semarang barat itu sudah muacet berkilo-kilo. Saya
(Wartawan) ngga bisa kesana. Nah apa yang harus saya lakukan. Ini dilematis juga. Tidak
bisa kesana, aksesnya sangat jauh, sedangkan udah hampir sore harus ngetik berita. Itu akan
kami komunikasikan. Ternyata muncul pemecahan masalah, misalnya di daerah Semarang
barat ada juga teman Wartawan yang stand by disana, rumahnya disana. Nah maka kami akan
switch penugasan seperti itu. Selalu akan ada jalan.
P : Kalau hambatan dari narasumber, misal narasumber sulit ditemui, itu gimana kak?

N : Narasumber sulit, terkadang kami juga menemui tapi sejauh ini masih enak sih masih bisa
dilobi. Biasanya nggak sulit, lebih pada belum bisa ditemui, karena sibuk biasanya.
P : Selain itu apa lagi kali kak biasanya hambatannya?
N : Hmm apa lagi ya? Narasumber, lokasi. Mungkin yang paling utama itu sih.
P : Kalau di newsroom mengalami kesulitan juga nggak?
N : Kalau proses pengetikan di kantor biasanya malah nggak. Karena sering komunikasi
soalnya. Hmm biasanya ngobrol dulu nih sebelum atau selama pengetikan. Entah sama
temen-temen, entah sama kepala biro atau wakil kepala biro. Hmm punya berita apa nih buat
besok? Yang menarik apa nih? Ngobrol dulu. Wah itu aja anglenya. Jadi anglenya
kesepakatan bersama, yang menarik apa. seperti itu.
P : Kalau suasana rapat redaksi Suara Merdeka itu formal, atau serius tapi santai, atau
gimana?
N : Yaa mungkin serius tapi santai dan banyak gojek.
P : Banyak gojek, jadi nggak merasa ada tekanan ya?

N : Nggak.. nggak. Sering sampai pada gojeknya begini, gojekan sering dilontarkan misalkan
hmm besok program apa nih? Kalau malam kan ada rapat. Malam itu rapat untuk
menentukan program besok hari. Gojeknya ada temen yang besok kecelakaan gitu, yaudah
besok saya kesana. gojek semacam itu lah. Guyonan-guyonan semacam itu.
P : Terus kak, ada pernyataan seperti ini “Wartawan ujung tombak suatu berita”. Tanggapan

kaka gimana ya?
N : Nah itu benar sekali. Wartawan itu harus bertanggung jawab menurut saya. Bertanggung
jawab penuh karena dia adalah orang-orang yang berhubungan langsung dengan masyarakat,
deng narasumber. Akan menyuarakan keresahan masyarakat supaya semakin banyak orang
tahu, begitu. Taruhlah misalnya contoh, Wartawan itu juga disisi lain punya posisi yang agak
dilematis. Misalnya kalau melihat kejadian banjir, kecelakaan. Kejadian-kejadian lain. Nah
kami tugas pertama meliput dulu atau menolong dulu. Jadi ada posisi seperti itu. Itu sisi
manusiawi Wartawan juga terkadang muncul seperti itu tapi pada dasarnya kan kami niatnya
memberitakan supaya semakin banyak orang tahu dan mungkin nantinya setelah banyak
orang tahu akan juga memiliki empati yang lebih. Kami ingin menggerakan orang-orang
supaya juga tahu ada kejadian ini lho disini, sebabnya ini. Kalau tahu sebabnya ini maka hatihati lah, jangan ditiru, waspada lah kalau disini ada kebakaran korsleting maka waspadalah
rumahmu jangan sampai korsleting. Hal-hal semacam itu yang ingin kami suarakan
sebenarnya.
P : Menurut kaka, persaingan industry media sekarang ini gimana?
N : Sangat ketat. Persaingan sangat ketat. Persaingan sangat luar biasa. Terutama karena
media online, jaringan itu kan semakin apa yaa.. semakin menjamur sekarang, sangat luar
biasa. Media online dalam hitungan detik suatu kejadian bisa langsung terunggah ke tidak
hanya laman websitenya tetapi juga disebarkan secara terus-menerus melalui media sosial.
Entah itu twitter atau facebook. Ini kemudian harus dibaca oleh media cetak sebagai
tantangan tersendiri. Ketika media online atau dalam jaringan itu yang dikejar adalah

kecepatan bukan ketepatan, bukan keakuratan tetapi kecepatan sekali lagi. Nah disisi lain
media cetak harus bisa membaca sisi lainnya. Media cetak jangan hanya mengejar kecepatan
berita tetapi harus mengejar kedalaman berita yang tidak disajikan oleh media online tentu
saja. Media cetak harus bisa menulis selain kedalaman juga sisi lain daripada kejadian itu
sendiri. Itu yang sebenarnya tidak dibaca oleh media online. Media online kan sekali lagi

cuma mengejar kecepatan nih, oh ada kejadian apa langsung bisa terunggah dulu, dua
paragraph atau tiga paragraf lah sama fotonya. Tapi kan kalau media cetak juga nuruti hal itu
maka juga ketinggalan wong kemarin sudah ada di media online kan. Nah maka media cetak
harus membaca hal itu sebagai peluang untuk lebih mendalami sebuah isu atau kejadian. Baik
dari sisi kedalaman berita maupun dari sisi personal orang-orang yang terlibat dalam isu itu.
Seperti itu.
P : Kalau tekanan media cetak menghadapi persaingan bagaimana, kak?
N : Tekanan kalau menurut saya memang dialami semua media cetak baik dalam skala
nasional maupun lokal. Mau tidak mau harus diakui kalau setelah kehadiran media online itu
kan tiras atau terbitan harian media cetak itu, harus diakui, turun. Penjualan dari waktu ke
waktu harus diakui oleh media cetak kalau tren penurunan. Nah itu dialami oleh semua media
cetak saya rasa. Kita tahu bahwa sekelas koran Tempo pun yang hari minggu sudah nggak
terbit, gitu. Terbit di hari sabtu dan di hari sabtu itu sudah dilabel sebagai edisi akhir pekan.
Tempo yang kelas bisnisnya sudah merambah sangat luas, sangat luar biasa bisnis Tempo itu.

Bisnis cetaknya, online-nya, bisnis wirausahanya bahkan hari minggu pun sudah nggak terbit.
Bagaimana kita melihat media-media lain pun harus diakui juga menurun tren penjualannya.
Dalam hal ini yang dek Amanda tadi katakan tekanan dari apa namanya.. tekanan itu justru
muncul dari masyarakat pembaca itu sendiri. Ketika masyarakat pembaca semakin banyak,
disuguhi informasi yang beragam, maka media cetak sedikit banyak terjadi tren atau
pergeseran.
P : Jadi untuk mempertahankan pembaca setia juga ya, kak?
N : Iya, benar.
P : Kak berarti untuk menghasilkan produk berita lebih banyak peran siapa? Redaktur atau
Wartawan?
N : Yang pertama tentu saja Wartawan yang kedua Redaktur yang akan menyunting tulisan
Wartawan itu.

Lampiran 2
Informan 2
Nama : Petrus Hadi Subono (Redaktur/Desk)
P : Peneliti
N : Narasumber

P : Pak, di Suara Merdeka ada berapa Desk?

N : Kalo disini kan ada Desk nasional, Desk olahraga, Desk selebrita, terus Desk daerah itu
ada beberapa sendiri. Ada Muria, Banyumas, Kedu, Solo. Ada tujuh biro itu. Nah itu masuk
sendiri-sendiri. Udah ada sistemnya jadi masuk sendiri-sendiri. Wartawan biro Jakarta,
Jakarta itu masuknya ke nasional. Tapi kalo Wartawan daerah gitu juga otomatis. Wartawan
Solo gitu juga masuknya ke Solo. Tapi kalo misalnya mau ngirim berita olahraga nanti
dikirim ke server olahraga.
P : Bapak kan Redaktur Desk nasional, berarti berita-berita nasional masuknya ke bapak nih?
Mau tau dong pak, jadi dari Wartawan, misal habis dirapatin seperti ini, programnya seperti
ini, terus ternyata pas besok liputan, itu biasanya suka ada nggak sih yang nggak sesuai
perencanaan?
N : Biasanya memang kalau presentase mungkin antara 60 sampai 80 persen ada yang sesuai
dengan yang diprogramkan. Memang jarang 100 persen jadi karena kan banyak kendala,
Reporter di lapangan kan mungkin nggak ketemu narasumber. Banyak kendala, dek yang
dihadapai Reporter jadi nggak pasti sesuai dengan yang dirancang hasilnya.
P : Memang jarang ya, pak ada berita yang benar-benar pas sesuai perencanaan?
N : Ada, ada. Ya nggak sedikit juga sih. Ya lumayan banyak juga. Tapi mungkin kalo
diglobal gitu ya, khusus Desk nasional mungkin ya boleh dibilang ya sebesar itu lah kira-kira.
60, 80 persen. Kalau seandainya ada 100 persen kayaknya hmm susah yaa dan itu kayaknya
dimanapun gitu, di media manapun. Karena kan nggak mungkin perfect kan.
P : Kita ngikutin fakta di lapangan kan, pak tentunya?


N : Iya, he’eh. Nah biar kita bisa genapi sampai 100 persen, kita kan langganan portal-portal
online kayak antara terus detik com, kita kan langganan. Nah kita kalau misal ada yang
kurang kita ngambil dari situ, baik foto maupun berita.
P : Oh begitu, pak. Terus, pak kan Wartawan dapat instruksi untuk liputan, nah itu yang
memberi Redaktur atau Korlip?
N : Korlip. Yang rancang pertama Redaktur. Minta besok berita lanjutannya ini ini ini, ada
berapa poin, sama ada beberapa isu. Kita sampaikan ke Koordinator Liputan. Nanti
Koordinator Liputan yang menyampaikan.
P : Kemudian kalau Wartawan mengalami kesulitan, laporannya langsung ke Redaktur atau
ke Korlip?
N : Oh gini sebelumnya, nggak semua memang harus lewat Korlip. Ada, misalnya Desk
daerah itu memang bisa langsung nugasin langsung. Jadi kontak langsung. Jadi nggak harus
lewat Korlip. Tapi khusus kayak Desk nasional terus kalau juga Desk daerah tapi kalau isu
penting, isu besar gitu, lewat Korlip. Tapi untuk harian, berita biasanya, Desk daerah bisa
langsung menugasi Reporter. Nah kalau misalnya ada kendala Reporter, biasanya langsung
kontak Redaktur atau kontak Korlip juga bisa dua-duanya. Karena kita kan setiap hari harus
koordinasi terus, Redaktur, Reporter, Korlip kadang Redpel juga ikut terlibat. Terutama kalau
ada isu-isu besar, isu-isu penting gitu.
P : Pak, bedanya kapasitas Redaktur dan Redaktur Pelaksana seperti apa?

N : Redaktur kan editor, yang mengedit berita. kalau Redaktur Pelaksana itu kan, mudahnya
gini, diatasnya Redaktur. Jadi Redaktur pelaksana itu seperti supervisor. Jadi kalau mbak liat
diatas (ruang redaksi) gitu kan, Redaktur Pelaksana ngoreksi berita ya, terus nanti di-print
gitu kan di kertas itu, yang kertas gede itu, nah itu tugasnya Redaktur Pelaksana untuk ngecek
itu. Kadang kan kita meskipun udah ngoreksi, udah ngedit, kadang-kadang masih ada yang
kelewatan. Mungkin ada judul yang nggak pas, atau mungkin secara tata bahasa kurang tepat.
Nah itu Redaktur pelaksana yang membetulkan.
P : Berarti kalau Redaktur editornya hanya dari komputer aja ya, pak? Kalau pembenaran
yang dicek oleh Redaktur Pelaksana, dibetulkan oleh siapa?

N : Itu dari layouter. Dibetulkan dari komputer layouter, oleh petugas layout. Nanti diproses
disini. Kalau udah dibetulkan layouter, dikirim ke namanya bagian CTV yang nanti proses
cetak, di belakang itu.
P : Pak, kalau Redaktur ragu-ragu untuk menentukan suatu berita layak muat atau tidak itu
gimana ya?
N : Kalau dia ragu-ragu dia bisa lapor ke Redpel. Minta pertimbangan ini gimana, ini bisa
dimuat apa enggak. Nanti diskusi baru diputuskan.
P : Pak, kalau berita nasional kan sudah terprogram ya. Itu nggak menutup kemungkinan ada
juga Wartawan yang memenuhi standar?
N : Masih ada, mbak dan itu beberapa kali terjadi. Karena nggak sesuai standar, nggak sesuai
aturan baku yang kita udah punya disini.

Lampiran 3
Informan 3
Nama : Rukardi (Redaktur Pelaksana)
P : Pertanyaan
N : Narasumber

P : Pak, kalau di Suara Merdeka rapat untuk perencanaan beritanya gimana ya, pak?
N : Ada program yang berjalan ya, artinya program yang sesuai rencana. Sesuai rencana itu
yang kita program, kemudian narasumbernya juga bisa, Wartawannya nulis dan kemudian
dimuat karena pertimbangan-pertimbangan bahwa berita itu memang layak muat, artinya
sudah program memang layak muat. Cuma ada kalanya kan begini hmm situasi ternyata
berubah gitu ya. Hari ini kita rancang gitu kan ya untuk besok kita merancang headline
tentang apa yaa hmm misalnya investasi saham freeport. Kita mau menggarap isu itu, tapi
ternyata pada besoknya itu ada peristiwa besar yang terjadi gitu ya, misalkan tsunami atau
apa. Itu kan kita harus merubah headline gitu kan, yang tadi investasi saham freeport itu
karena bukan berdasarkan peristiwa jadi masih bisa ditunda gitu kan atau dimuat tapi bukan
headline gitu kan. Ya seperti itu.
P : Kalau berita yang terbit hari ini, berarti yang dirapatkan kemarin ya, pak?
N : Untuk hari Senin karena Sabtu itu tidak ada rapat karena awak media yang masuk sedikit
ya. Jadi itu sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari gitu ya. Misalnya ada laporan gitu kan, hari
Senin ada laporan khusus yang di halaman satu bagian bawah itu yang bersambung di
halaman dalam itu kan, sudah dipersiapkan sejak lama. Ya rapat Senin ini menyampaikan
hal-hal yang bersifat kebijakan.
P : Untuk berita yang terbit hari ini berarti direncanakannya hari apa, pak?
N : Maksudnya yang Senin atau hari apa?
P : Yang terbit hari ini.
N : Yang terbit hari ini hmm. Ya nggak usah bicara hari Senin gitu ya. Misalkan hari Rabu
gitu ya, berarti kan sudah dipersiapkan sejak Senin malam. Ya kan misalnya sekarang, nanti

malam ya. Nanti malam hmm ada rapat program. Rapat program itu membahas programprogram yang akan di.. apa namanya.. dimunculkan pada hari berarti kan hari Rabu. Dulu kan
rapat program itu kan pagi. Tapi karena melihat efektivitas, sekarang traffic jam gitu yaa, lalu
lintas banyak macet itu, diefektifkan sekalian malam gitu kan. Itu kan masih fresh pikirannya
karena Redaktur kan barusan mengoreksi halaman, barusan membaca berita-berita yang
masuk pada hari itu, dilanjutkan pada hari berikutnya. Kalau menggarap kita berpikir dulu
soal timing dulu ya. Media cetak itu kan ngga seperti media online. Kalau media online kan
ya sekarang langsung sekarang dimuat. Media cetak kan kita merancang hari ini untuk besok.
Nah jadi kalau.. apa namanya.. kita rapat nanti malam itu bukan untuk selasa. Ini kan Senin
kan, bukan untuk Selasa. Tapi untuk Rabu. Karena yang Selasa itu kan sudah, Wartawan
sudah liputan ini kan dan nanti malam akan di- layout. Di-edit, di-layout oleh Redaktur. Itu
untuk terbitan Selasa.
P : Oh begitu ya pak. Jadi begini pak saya mau menilai berita yang dirapatkan dari kemarinkemarin. Bagaimana ya, pak?
N : Iya tapi untuk hari Senin ini agak khusus karena hari Sabtu itu nggak ada rapat karena
Sabtu itu hmm khusus terbitan edisi Minggu itu Redaktur yang masuk itu agak sedikit.
Memang hmm sebagian hanya informal saja rapatnya, bukan rapat resmi. Tapi ya ini saling
kontak misalkan antara Redpel yang bertugas kemudian dengan Korlip dengan Redaktur.
Sesok beritae opo, grafisnya apa, basisnya apa. Hal-hal kayak gitu sudah.. sudah harus
disiapkan, kalau enggak nanti akan gelagapan.
P : Hmm begitu ya, pak. Jadi pak begini kalau saya ingin tahu berita yang terbit itu yang
sesuai dengan yang direncanakan atau perencanaan mana? Dan yang kurang sesuai atau tidak
sesuai dengan perencanaan itu yang mana? Berarti nggak bisa menilai berita yang hari ini
dong?
N : Ya jangan hari Senin. Mungkin lebih tepatnya Rabu. Anda harusnya mengikuti dari awal.
Sebetulnya kalau kemarin observasi rapat redaksi ya mestinya keesokan harinya anda
langsung memantau. Kalau nggak, berarti anda harus mengikuti lagi. Misallan nanti malam
ikut lagi, dicatat apa saja. Nah kemudian.. karena antara program dan pemuatan itu memang
banyak faktor yang mempengaruhi. Tidak semua program itu harus dimuat karena ada faktor
hmm kendala teknis misalnya. Kendala teknis itu ya tadi misalnya narasumber yang dicari
tidak ketemu. Ya kan ra mungkin ngarang kan. Misalnya kita mau bertemu menteri A gitu ya

atau gubernur untuk mendapatkan statement soal masalah ini gitu ya, soal kemiskinan di
Jawa Tengah kita rancang ya. Bagaimana mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah. Ini dari
tahun ke tahun angka kemiskinan tidak berkurang, ngapain aja pemerintah. Nah kita kan
harusnya bertanya pada pemangku kepentingan atau pejabat-pejabat yang mengurusi soal itu.
Kalau kita sudah rancang tapi narasumbernya tidak ketemu kan nggak mungkin dikarang kan.
Nah itu harus ditunda dulu. Kemudian ada kejadian yang lebih penting misalkan. Peristiwa
dadakan yang tidak kita rencanakan, misalnya bencana alam, peristiwa kecelakaan besar. Itu
memang sesuatu yang tidak terencana.
P : Pak kan kemarin saya sudah ikut rapat yang hari Rabu. Dari rapat Rabu itu kan untuk
terbitan hari Jumat. Saya mau tau berita dari koran yang hari Jumat itu, saya mau tahu dari
bapak, yang sesuai perencanaan yang mana, dan yang kurang sesuai mana. Itu masih bisa
nggak, pak?
N : Sebentar yaa saya liat catatannya dulu ya. Hmm sek sek. Jadi begitu metodenya?
P : Iya pak seperti itu. Nanti kan berita-berita itu saya lampirkan juga di bagian pembahasan.
Begitu, pak.
N : Kalau rapat malam yang kemarin disini (di ruang redaksi) kan itu rapat budgetting
halaman. Itu dari program kemarin kemudian direncanakan pemuatannya. Dirancang
pemuatannya untuk terbitan besok. Jadi itu rapat yang berbeda dengan rapat program. Kalau
itu ya hasil dari liputan-liputan garapan.
P : Agenda yang dipersiapkan apa saja pak untuk berita yang terbit hari ini? Yang
dipersiapkan dari rapat sebelumnya.
N : Kabinet gaduh gitu ya. dua itu yang akan kita persiapkan. Tapi ternyata pada malam
harinya, pada hari berikutnya itu ada berita soal pembebasan ini ya penerbitan deponering
oleh Jaksa Agung atas kasus Abraham Samad dengan Bambang Widjojanto. Nah menurut,
menurut Suara Merdeka peristiwa ini peristiwa penting. Maka kita mengubah rencana
headline yang telah kita rancang itu.
P : Oh tadinya yang Kabinet gaduh ya pak?
N : Iya tadinya yang Kabinet gaduh atau munas Golkar. Karena kita juga nggak tahu kan.
Kita siapkan, fokuskan kesitu. Ternyata pada hari itu ada berita Jaksa Agung itu.

P : Kemudian yang dijadikan headline yang mana, pak?
N : Yang ini (menunjuk koran). Yang Jaksa Agung menebitkan deponering atas kasus
Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Ini hmm yg soal kabinet gaduh kita muat
dibawah karena kita anggap nilai beritanya lebih rendah dari kasus pembebasan Samad dan
Bambang Widjojanto.
P : Indikator nilai berita lebih rendah lebih tinggi kalau di Suara Merdeka gimana? Kenapa
kalo berita yang ini lebih rendah dan yang ini lebih tinggi?
N : Ya itu kan ada teorinya, mbak bahwa sesuatu dianggap berita ini.. Kan mbak dari
komunikasi juga kan? Pasti udah pernah belajar soal itu. Prinsip dasarnya itu. Jadi berita itu
mana lebih penting atau lebih layak dimuat atau tidak. Tidak semua peristiwa itu jadi berita.
Misalkan gini, ada seorang perempuan bernama Tuti ya, dia datang ke salon mengubah gaya
rambutnya. Jadi berita nggak?
P : Nggak, pak.
N : Nah iya. Itu peristiwa tapi kan Tuti pergi ke salon mengubah gaya rambut. Tapi ketika
yang dating ke salon dan mengubah gaya rambutnya adalah Syahrini, jadi berita kan. Dia
mengubah jambulnya jadi jambul khatulistiwa. Itu kan menganut pada nilai berita itu apakah
berita itu punya dampak atau magnitudenya terhadap masyarakat itu lebih luas atau tidak.
Kemudian apakah berita itu punya kedekatan dengan pembaca kita. Misalkan gini, pada hari
yang sama, dimana itu, hhmmm.. di Jawa Tengah atau di Jateng misalkan ada kecelakaan
kereta yang menewaskan. Kereta menabrak mobil misalkan. Penumpang mobil itu misalkan
ada tujuh orang itu satu keluarga meninggal. Pada hari yang sama di India ada kecelakaan
kereta juga dan disana lebih dahsyat, yang meninggal bisa 50 orang. Suara Merdeka kan
memilih beriota yang punya kedekatan dengan pembaca kita. Nah itu kita beri porsi lebih
besar. Yaah teori-teori itu udah dipelajari semua. Jadi ya pertimbangannya itu. Apakah yang
mengucapkan statement itu orang penting atau orang yang punya kapasitas bicara. Misalkan
bapaknya mbak Tuti tadi, namanya Pak Teguh, bicara soal apa namanya, menteri gaduh. Itu
peristiwa kan. Pak Teguh tadi dia bukan siapa-siapa, bukan tokoh dan tidak punya kapastitas
soal itu. Nah sementara pada saat yang sama pak Jokowi ngomong soal ini. Ya kita kan lebih
milih pak Jokowi.

P : Berarti pak kayak tadi kan nilai-nilai berita ada kedekatan, dampak dan lainnya lagi,
berarti diutamakan untuk orang Jawa Tengah seperti slogannya Suara Merdeka, korannya
orang Jawa Tengah.
N : Iya dong. Misalkan berita mengenai kenaikan harga bbm, itu kan yaa tidak hanya warga
jateng tapi kan semua orang akan terkena dampaknya. Jadi itu pasti semua media akan
mengangkat itu sebagai isu penting karena kan semua orang pasti akan bersentuhan dengan
bbm. Kalau toh mereka tidak punya motor atau kendaraan (pribadi), seseorang itu pasti juga
akan naik angkutan. Naik angkutan kan juga kena pengaruh tariff bbm, harga ongkos naik,
kemudian harga-harga barang juga rentetannya akan naik setelah harga-harga bbm naik. Pasti
semuanya terkena. Tarif listrik atau apa-apa. Itu karena magnitudenya besar, jadi penting.
P : Terus pak berita yang lainnya lagi ada nggak yang bergeser dari perencanaan?
N : Lah ini (nunjuk koran).
P : Terus kalau berita yang memang sesuai dengan yang sudah direncanakan? Seperti gerhana
matahari ini, pak?
N : Gerhana direncanakan nih. Ini memang agak, apa namanya, meskipun direncanakan tapi
grafis itu tidak sesuai dengan yang direncanakan. Ya karena awalnya kita lebih detail gitu ya.
kita merancang tiap kota, misalkan ya semarang itu hmm gerhananya itu berapa persen.
Karena Jawa Tengah kan semuanya tidak total kan. Maka kita perlu merinci, semarang itu
misalnya 80 persen misalkan. Kemudian durasi gerhanya itu dari jam berapa menit ke berapa
sampai jam ke berapa menit ke berapa. Itu rancangan awalnya. Juga ada data soal cuaca. Pada
hari H gerhana Maret itu tanggal 9 itu cuaca di Semarang pada pagi itu seperti apa. Itu kan
informasi yang penting bagi pembaca. Jadi mereka bisa memperkirakan, wah cerah, wah kita
siap-siap deh nonton. Tapi kalau ternyata hujan gitu kan, mereka wes mending ra sah siapsiap lah, ra sah tuku kacamata, dan sebagainya. Nah itu kemarin nggak tembus data itu,
ternyata belum bisa kita akses. Nggak tahu karena memang belum apa namanya maksimal
dalam mengejar narasumber atau bagaimana, tapi ketika datang itu datanya kurang lengkap.
Nah ini nanti akan kita lengkapi untuk edisi besok.
P : Edisi Selasa, pak?

N : He’eh. Tadi sudah disiapkan semoga besok kita bisa dapat data yang lebih komprehensif
sesuai gerhana matahari di Jawa Tengah.
P : Terus pak yang tadi kurang maksimal dari narasumbernya. Memang yang mau dijadikan
narasumber siapa aja, pak dan kenapa bisa kurang maksimal?
N : Ya itu yang lebih tau tentu saja teman-teman di lapangan. Karena kita sudah merancang
ya barangkali mereka belum bisa ketemu dengan pejabat dari BMKG yang punya kapasitas
untuk memberikan informasi itu. Kan kita juga nggak tahu menjelang gerhana matahari gini
kan mereka juga barangkali punya kesibukan, sehingga belum bisa ketemu. Atau bisa jadi
juga terjadi miskomunikasi. Hmm distribusi penugasan. Dari sini kita sudah merancang
komplit gitu, ternyata hmm.. Korlip juga sudah menyampaikan ke kepala biro, tapi kemudian
penangkapan dari kepala biro kepada Wartawan itu berbeda. Misalkan. Itu juga sangat
mungkin terjadi. Jadi faktornya banyak.
P : Boleh tahu nggak, pak yang meliput ini Wartawannya siapa?
N : Ini kalau nggak salah temen biro Banjarnegara. Oh jadi gini, mbak.. Waktu itu kita
menduga gitu ya bahwa kantor BMKG itu ada di Semarang. Kan sebagai pusat pemerintahan
ibu kota Jawa Tengah, kantor BMKG memang berada di Semarang. Tapi ternyata di dalam
struktur BMKG itu hmm yang menangani tuh beda-beda. Jadi misalnya soal cuaca itu
kantornya di Semarang. Nah ternyata yang soal gerhana ini, yang berkaitan soal antariksa
gini initernyata kantornya justru di Banjarnegara. Nah ini kan diluar perkiraan kita.
Barangkali itu terjadi mis disitu.
P : Tapi tetap liputan jadi ke Banjarnegara atau bagaimana, pak?
N : Iya, Wartawan kita yang di Banjarnegara yang nulis. Kan ini kop depannya Banjarnegara.
Data-data ini ternyata ada di Banjarnegara. Kita tanya ke kantor BMKG Semarang, mereka
menyarankan kita untuk menghubungi kantor cabang BMKG yang di Banjarnegara karena
mereka yang khusus menangani soal yang berhubungan dengan antariksa.
P : Kalau saya mau menghubungi Wartawan yang meliput ini, bapak ada kontaknya nggak?
N : Sebentar. Sebaiknya njenengan hubungi Korlip aja. Kadang begini mbak, rancangan
kayak gini nih kadangkala sudah beberapa hari. tapi pemuatannya kadang juga meleset gitu.
Kita merancang grafis ini akan terbit hari Kamis misalnya. Nah ternyata tadi gitu ya, kita

sudah rancang garfis terbit hari Kamis tapi ternyata Wartawan biro Semarang baru ngomong
ke kita ternyata itu kantornya di Banjarnegara, yang soal gerhana. Otomatis kan kita nggak
bisa muat pada hari kamis kan. Kemudian pada Kamis itu kita memprogram, apa namanya
pada Rabu malam, atau Kamis pagi kita memprogram biro Banjarnegara ini masuknya biro
Banyumas, untuk menyiapkan soal ini.
P : Berarti kalau saya mau tahu lebih lanjut ke Korlip aja ya, pak?
N : Iya, sebaiknya yang tahu soal lalu lintas itu kan Korlip, kalau Redpel itu kan hanya
perencanaan dan eksekusi akhir. Yang ini juga (halaman 2) tadinya dirancang headline tapi
karena ada itu tadi jadi digeser ke halaman dua tapi tetap headline.

Lampiran 4
Informan 4
Nama : Edy Muspriyanto (Koordinator Liputan)
P : Peneliti
N : Narasumber

P : Pak, saya mau bertanya terkait perencanaan di Suara Merdeka. Bagaimana cara bapak
memberikan penugasan sesuai rapat perencanaan kepada Wartawan? Penugasan untuk
melakukan liputan.
N : Hmm iya, jadi rapat perencanaan itu dilakukan oleh mereka-mereka yang akan bertugas
pada hari berikutnya. Jadi rapat perencanaan itu dilakukan pada malam hari, jam 9 sampai
jam 10 malam. Nah masing-masing anggota Desk itu mengusulkan program masing-masing.
Desk ini setelah berkoordinasi dengan kepala biro daerah, jadi kepala biro itu kan kita punya
tujuh kepala biro, lah masing-masing Desk ini juga sesuai dengan biro masing-masing.
Kecuali yang di Jakarta, Jakarta itu lebih condong produk-produknya di halaman nasional.
Jadi nasional yang lembaran paling luar, mbak. Lembaran-lembaran yang bendel paling
depan, kan ada tiga bendel. Jadi produk Jakarta tuh mayoritas halaman nasional, halaman
ekonomi, olahraga, pendidikan dan hiburan. Jadi tidak punya halaman khusus, tapi menyebar.
Terus di luar itu ada enam Desk dan enam biro. Nah Desk dan biro ini mengelola halaman
komunitas. Jadi misalnya biro Semarang, jadi membuat produk untuk berita-berita yang ada
di bendel komunitas Semarang, jadi Semarang Metro, kan ada juga yang Salatiga, Ungaran,
Kendal gitu kan. Nah Desk-nya juga gitu menggarapnya di halaman komunitas itu. Nah
kembali ke program, jadi setelah berkoordinasi antara biro dan Desk, nah kemudian Desk
membawa hasil koordinasi itu untuk disampaikan di rapat program. Jadi kira-kira besok apa
yang akan digarap di masing-masing bagian. Tapi ini sifatnya tidak mutlak. Artinya, jika
besok ada sesuatu yang baru, sementara program awal menempatkan berita ini sebagai berita
unggulan, itu pada akhirnya akan tergeser ketika ada sesuatu yang baru. Misalnya sekarang di
magelang lagi musim DB (demam berdarah). Rencana malam akan menempatkan atau
melanjutkan berita itu sebagai berita unggulan. Tapi tiba-tiba pada keesokan harinya itu
terjadi banjir lahar merapi, sisa-sisa lahar yang tertahan di atas. Banjir lahar itu ada di
magelang. Nah besar kemungkinan beita yang DB tadi tergeser oleh berita yang lebih heboh

lagi gitu. Jadi rapat malam itu memang jadi panduan untuk biro menyebarkan ke temanteman di lapangan (Wartawan) untuk kemudian mereka laksanakan.
P : Oh begitu ya, pak. Menurut bapak sebagai koordinator, mengikuti rapat perencanaan itu
seberapa penting?
N : Ya sangat penting, karena itu sebagai panduan. Karena tanpa rapat malam, nanti apa yang
kita harapkan tidak terarah. Jadi masing-masing media itu kan kalau tanpa arah itu kan
beritanya akan sama. Jadi misalnya begini, seperti liputan pelantikan kepala daerah beberapa
waktu yang lalu itu, di Simpanglima. Itu kan sebagai sesuatu yang baru lah. Biasanya kan
dilaksanakan di masing-masing daerah. Lah ini dilakukan secara serentak. Terus kemudian
dilakukan di tempat terbuka. Masyarakat umum bisa melihat. Kalau biasanya kan di pendopo
atau di gedung DPRD, masyarakat kan tidak tahu. Disitu juga ada pesta rakyat, jadi masingmasing daerah membawa makanan khas masing-masing untuk disantap bersama. Ini kan
sebagai sesuatu yang istimewa. Andaikata itu kita biarkan, ya paling kan beritanya hanya...,
tidak ada perencanaan, beritanya hanya standar, biasa. Tapi bagaimanan kita mengelola agar
kita itu bisa berbeda dengan yang lain. Jadi misalnya dua hari sebelum pelaksanaan, kita
sudah minta Wartawan. ini ada sesuatu yang baru, kira-kira apa yang paling istimewa. Nah
ternyata disitu, oh ada makanan khas, ada ini. Dari bocoran itu, kemudian kita juga minta
penjelasan dari protokoler, nah dari temen di lapangan memberikan kita informasi hingga
akhirnya kami memberikan instruksi ke teman-teman biro daerah lain, yang kebetulan kepala
daerahnya dilantik pada saat itu, menanyakan tentang makanan khas apa yang akan
ditampilkan disana nanti gitu. Nah dari situlah tersaji sebuah laporan tentang makanan khas
yang akan ditampilkan nanti dan itu sama sekali berbeda dari media lain. jadi kita harus
kreatif lah dan harus punya siasat, punya strategi agar bagaimana caranya kita berbeda.
Karena salah satu kelemahan kita itu kan menyajikan sebuah berita dengan kurun waktu yang
relatif lama. Nah andaikata kita tidak punya sesuatu yang unggul, ya kita terkalahkan oleh
berita online. Kalau misalnya kita lepas, biasa saja, ya kita sama saja dengan online.
P : Pak, kalau menyusun perencanaan itu apakah disesuaikan juga nggak sih dengan ciri khas
atau sikap media itu sendiri?
N : Iya, jadi kan kami punya tagline itu Suara Merdeka “korannya orang Jawa Tengah”. Jadi
kita harus menjadi tuan rumah di Jawa Tengah. Jadi penonjolan apapun, peristiwa apapun,
baik peristiwa terjadi di luar atau apa, ya kita penonjolannya di Jawa Tengah. Misalnya ini,
kemarin bandara Singapura itu kan menahan empat warga Indonesia yang akan berangkat ke

Suriah karena dia terlibat ISIS. Lah ternyata salah satunya kan orang Purbalingga. Nah
akhirnya kan kita mengekspos itu dengan meminta Wartawan purbalingga untuk menggali
lebih jauh tentang siapa dia, ya lewat orang tuanya atau lewat siapa.
P : Pak, biasanya kalau Wartawan mengalami kesulitan di lapangan. Jadi gini, dari
perencanaan seperti ini, tapi fakta di lapangan dia nggak bisa dapat sesuai di perencanaan.
Nah itu biasanya Wartawan mengkomunikasikan gimana? Dan bagaimana cara bapak untuk
membantu Wartawan tersebut?
N : Kalau kami mencoba untuk..., hmm begini ya mbak kan karakter masing-masing orang di
media berbeda ya. Kalau saya begini, ya familiar lah. Artinya gini, andaikata ada kesulitan
coba kita cari solusi yang lain. Jadi misalnya, pada sebuah persoalan, ada sebuah bencana.
Terus kita waktu itu meminta tanggapan dari badan penanggulangan bencana. Jadi misal ada
tanah logsor di Purwerejo. Jadi selain mengekspos kondisi di lapangan, itu terus juga minta
penjelasan dari badan penanggulangan bencana, dari Pemkab, dari Badan Meteorologi. Jadi
kan masing-masing itu punya peran ya. Jadi kayak pemkab itu kan bisa diakitkan dengan
logistik. Kalo dari SAR atau badan penanggulangan bencana itu kan keterkaitannya dengan
penanganan langsung ke korban kan. Terus dari Badan Meteorologi dan Geofisika itu kan
kaitannya dengan kemungkinan-kemungkinan terjadi curah hujan kedepan. Nah andaikata itu
gagal, nah kita penonjolan yang ada. Tapi gagal dalam arti ini kita sudah berusaha. Misalnya
orang yang dicari tidak ada di tempat, nah itu kita ekspos juga gitu. Artinya kita tampilkan
juga ikhtiar dari Wartawan itu dalam upaya untuk menggali narasumber.
P : Pak, pernah tidak Wartawan datang ke kantor dan bawa berita tapi yang tidak
memuaskan, tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, atau datanya kurang banget.
Kemudian seperti itu bagaimana?
J : Kalau untuk daerah jadi kan daerah itu kan rata-rata hamper 100 persen produk kita (Suara
Merdeka). Jadi ada sedikit aib kalau kita mengambil berita dari media lain lah, termasuk
kantor berita gitu. Ya ada sedikit aib walaupun itu hmm tidak mutlak. Artinya kalau sama
sekali kita tidak punya, tetap kita ambil. Misalnya gini, ada sebuah kejadian dan itu sesuatu
atau peristiwa yang cepat berlalu. Apa peristiwa unik atau peristiwa kecelakaan atau apa. Kita
(Suara Merdeka) nggak punya gambar tapi punya berita. Sementara gambarnya itu di Antara
misalnya itu bagus, ya mau bagaimana lagi akhirnya kita ambil. Tapi untuk berita sedapat
mungkin kita meminta Wartawan untuk melengkapi gitu. Oh ini kurang ini, tolong
dilengkapi. Itu berbeda dengan nasional. Nasional kan Wartawan kita di Jakarta sebenarnya

yaa cukup lah, tapi karena Jakarta itu luas tapi sanksinya banyak, narasumbernya banyak , ya
tetap saja tetap kurang, mbak. Nah dari situ kita mengkompilasi dengan media-media lain,
terutama media-media online yang perkembangannya cepat gitu. Jadi kita lebih
mengkompilasi lah, gimana caranya agar ini kita ada berita tapi kita juga tidak menelan
mentah-mentah. Karena kalau kita menelan mentah-mentah kan sama saja dengan, kita kalah
dengan media online itu. Jadi kita ya sedikit lebih kedepan.
P : Berita dari Wartawan yang layak terbit dan tidak layak terbit itu faktor-faktor apa saja
yang dilihat?
J : Jadi ya tergantung kualitas berita. Kualitas berita itu bisa dilihat dari ini hmm.. berita itu
kan ada nilai ya, mbak. Tergantung dari nilai berita. Gitu. Nilai berita itu bisa terkait dengan
daya tarik bagi pembaca. Terus kemudian kita juga memperbangkan faktor kedekatan juga.
Misalnya gini, misalnya ada ini ya ramai-ramai membakar kantor sekda d kalimantan tengah
waktu kemarin (sedang) ramai-ramai Pilkada, hingga akhirnya kan ditunda. Itu kan
sebenarnya gede kan, luar biasa. Ya cuman persoalannya kan itu di Kalimantan. Itu akan
terkalahkan oleh berita-berita yang ada disini gitu. Walaupun dengan kualitas yang mungkin
kalo standar umum kita kalah, tapi kalo faktor kedekatan itu akhirnya kita menangkan yang
disini gitu. Jadi yang Kalimantan tetap dimuat, tapi skalanya, porsinya lebih kecil.
P : Menurut bapak, persaingan industri media sekarang tuh seperti apa sih?
J : Sekarang ini persaingannya cukup ketat, jadi persaingan kita sekarang itu kan tidak hanya
media cetak. Justru yang menghancurkan media cetak sekarang ini kan justru media online.
Jadi sejumlah media besar lah, sejumlah media besar itu kan akhirnya gulung tikar karena
terkalahkan oleh media online itu, gitu. Baik yang nasional maupun yang internasional.
P : Kalau untuk Suara Merdeka sendiri porsi pemberitaannya lebih banyak berita-berita
regional ya, pak?
J : Iya, karena kami memang, basis kami kan Jawa Tengah. Ini nih bagian strategi kami juga.
P : Pak, apa yang perlu ditonjolkan media cetak untuk menghadapi persaingan? Apalagi
menghadapi persaingan dari media kompetitor, seperti online.
J : Kami kebetulan basisnya di Jawa Tengah dan sesuai moto suara merdeka, sebagai
korannya orang Jawa Tengah, maka mau tidak mau kami memang harus merekatkan diri

pada masyarakat Jawa Tengah. Jadi hal-hal apa yang diinginkan masyarakat Jawa Tengah,
itu kita sesuaikan dengan apa yang diharapkan masyarakat.
P : Untuk mengetahui harapan masyarakat terhadap suara merdeka, tahunya darimana, Pak?
J : Dari ini, dari kita menyajikan berita-berita komunitas itu. Jadi misalnya Semarang Metro,
itu kan kita menyajikan dengan berita-berita komunitas itu kan kita menyajikan porsi yang
lebih kepada masyarakat di daerah itu agar mereka bisa mengetahui peristiwa atau kejadian
yang ada di sekitar mereka. Disamping kita juga tidak meninggalkan berita-berita diluar itu,
baik skala nasional maupun internasional.

Lampiran 5
Informan 5
Nama : Amir Machmud (Dosen Pembimbing 2 / Direktur Harian Suara Merdeka)
P : Peneliti
N : Narasumber

P : Pak, kalau perencanaan untuk berita atau liputan di redaksi Suara Merdeka seperti apa?
N : Itu kan dalam mata rantai perencanaan ada simpul-simpul. Dimulai dari rapat pagi, dalam
rapat pagi itu yang direncanakan apa, kemudian yang menyampaikan rencana itu ke masingmasing bagian itu siapa. Terus hasil dari penyampaian itu untuk sampai ke tingkat yang
melaksanakan di lapangan itu seperti apa. Pada tingkat lapangan ketika dia sudah menerima
perintah ya, oh ini ada program seperti ini, kamu harus melaksanakan seperti ini, itu
pelaksanaannya bagaimana. Dalam praktek itu sering melenceng antara yang direncanakan
dengan yang didapat. Sering tidak maksimal, sering kurang, sehingga redaktur kadangkadang marah-marah kepada Wartawan. nah ini kan pola komunikasi sebenarnya kan. Pola
komunikasi seperti apa, nah TOR itu yang saya ajarkan kemarin sebenarnya untuk menjaga
supaya apa yang kita rencanakan itu betul-betul didapat seperti apa yang direncanakan itu.
P : Oh begitu, pak. Jadi mulai dari rapat di newsroom tapi pas prakteknya ada yang tidak
maksimal gitu ya, pak?
N : Iya, hasil yang didapat itu tidak maksimal. Itu nanti begini, bagaimana mengawal TOR.
Problem itu nanti gitu. Bagaimana mengawal TOR supaya apa yang direncanakan dengan
produk yang dihasilkan itu seimbang.
P : Jadi judulnya kalau terkait pola komunikasi redaktur dengan Wartawan begitu ya, pak?
N : Judulnya begini pola komunikasi redaktur dan Wartawan untuk mengawal produk yang
direncanakan. Pola komunikasi redaktur dengan Wartawan di lapangan untuk mengatur
produk yang diharapkan. Nanti rumusannya seperti apa ya, kalau judulnya lebih simpel kan
lebih bagus. Nanti dipersempit gini pola komunikasi antara redaktur dengan Wartawan untuk

mengawal produk yang direncanakan di Harian Suara Merdeka. Nanti harus ada contoh ya
itu.
P : Contohnya seperti apa, pak?
N : Begini contoh satu atau dua berita. kamu misalnya ikut rapat pagi terus nanti rapat malam
itu bagaimana. Berita yang tersaji itu mendekati nggak dengan apa yang direncanakan.
Misalnya jam 9 ikut rapat, terus nanti melihat bagaimana simpul-simpul yang direncanakan
itu bekerja. Terus sore dalam rapat budgetting berita itu juga ikut rapat. Oh ini yang didapat
ini, terus esok yang disajikan apa. Nanti kamu bandingkan. Itu nanti dalam analisis. Kalau
latar belakang ini gini, karena produk koran sekarang itu, karena persaingan dengan satu
media dengan media yang lain itu kan membutuhkan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang
berbeda itu kan harus direncanakan. Digali, direncanakan, di-create. Itu kan supaya menjaga
kreativitas, yang digali, dan lain-lain. itu bisa menghasilkan sesuatu yang memang berbeda.
Nanti perumusan masalahnya gini, bagaimana pola komunikasi yang dikembangkan redaktur
dan Wartawan. Itu dalam kaitan produk. Itu pola komunikasinya dipersempit, dilokalisir
mengarah pada perencanaan. Pemberitaan kan ini. Bagaimana pola komunikasi yang
dikembangkan di harian suara merdeka dalam mengawal perencanaan produk. Gitu aja.
P : Latar belakangnya nanti tentang persaingan media ya, pak?
N : Nanti latar belakangnya itu memang persaingan tanpa modal perencanaan sekarang ndak
mungkin. Karena sepet kemarin yang saya jelaskan, ini ada satu peristiwa, peristiwa itu kalau
kita hanya mengikuti peristiwa itu aja kan sudah habis, semuanya koran-koran kan berbedabeda kan. Lah nanti kamu nanti kamu dalam analisis juga itu membahas analisis konten itu
ya. Jadi perkuliahan riset media ini juga ada kaitannya. Terus hari ini, nanti saya berbicara
tentang rubrikasi. Rubrikasi itu di koran kan ada ya, ini halaman satu biasanya satu tulisan
tapi pake label. Label ini misalnya kalau di Suara Merdeka itu seputar Tugu Muda. Terus
misalnya investigasi. Itu penentuan rubrikasi atas dasar apa. Itu kan ada dasar perencanaan.
Perencanaan itu dasarnya apa, ngambil basic-nya itu apa. Nah kita riset kemauan pembaca
seperti apa, terus segmentasi pembaca menginginkan tulisan itu siapa saja. Itu ada semua.
P : Nanti berarti dalam analisis disertakan contoh-contoh berita ya, pak?
N : butuh ada contoh-contoh. Ini berita yang berhasil dengan baik, di-handle oleh simpulsimpul perencana tadi, pengawalannya bagaimana.

P : Maksudnya simpul-simpul apa ya, pak?
N : maksudnya kalau habis dari rapat yang merumuskan TOR itu siapa, yang mengirim TOR
ke Wartawan itu siapa, yang menagih (berita) itu siapa. Nanti harus ngikuti rapat beberapa
kali lah. Nanti ada juga wawancara-wawancara yang recomended lah. Nanti saya sendiri ikut
lah sebagai salah satu narasumber. Terutama Redaktur Pelaksana nanti sama Koordinator
Liputan dan Wartawan di lapangan yang melaksanakan tugas ini. Sebenarnya dia paham
nggak dengan TOR itu, tapi kalau ternyata dia nggak mudeng apa yang akan dilakukan. Dia
nanya apa tidak atau malah dia menjalankan apa adanya. Nanti ada dinamika-dinamika itu.
P : Nanti kalau saya mau akses data, seperti yang penelitian anak (mahasiswa) Undip itu kan
saya baca dari Litbang, itu bagaimana, pak?
N : Bisa dari Litbang. Kalau ini lebih ke Pusdok, Pusat Dokumentasi dan Analisa nanti. Di
kantor Kaligawe itu.