EMPOWERMENT OF VOCATIONAL SECONDARY SCHOOL THROUGH STRATEGIC MANAGEMENT : Study about public vocational secondary school exertion to prepare graduates which in accordance with job market needs in Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam.

(1)

viii DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak……….……….. i

Kata Pengantar……….... ii

Ucapan Terima Kasih………... iv

Daftar Isi………. viii

Daftar Tabel……….. xi

Daftar Gambar……….. xii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah……… 21

C. Tujuan Penelitian………... 22

D. Manfaat Penelitian………... 22

E. Asumsi Penelitian……….. 23

F. Paradigma Penelitian……… 25

G. Metode Penelitian……….. 28

H. Lokasi Penelitian………. 28

BAB II PEMBERDAYAAN SMK MELALUI MANAJEMEN STRATEJIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN………... 30

A. Teori Pemberdayaan……….. 30

B. Konsep-Konsep Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan…. Sekolah………. 48

1. Subtansi Manajemen Stratejik………... 48

2. Manajemen Stratejik sebagai Sistem dan proses…………... 52

3. Tahapan Proses Manajemen Stratejik……….. 59

4. Visi dan Misi dalam Implementasi Manajemen Stratejik pada SMK………. 72

5. Unsur-Unsur Terkait dalam Pemberdayaan Manajemen Persekolahan………... 83

C. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai Jenis dan Jenjang Pendidikan………... 91

1. Karaketeristik Sekolah Kejuruan………..…... 106

2. Landasan-Landasan pendidikan Kejuruan... 115


(2)

ix

3. Strategi SMK Menghadapi Tuntutan dan Tantangan Dunia

Kerja dan Industri... 124

D. Manajemen Berbasis Sekolah dalam Otonomi Pendidikan... 135

1. Otonomi Pendidikan... 135

2. Manajemen Berbasis Sekolah... 139

3. Dimensi Otonomi Daerah dalam Implementasi Reposisi Pemberdayaan Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020... 147

4. Manajemen Berbasis Sekolah; Perluasan Wewenang Kepala Sekolah... 159

E. Kepemimpinan dalam Perspektif Sekolah Kejuruan... 168

F. Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan Sekolah Kejuruan... 181

1. Peta Permasalahan... 189

2. Urgensi Kepala Sekolah dalam Persekolahan... 195

3. Kepala Sekolah dan Kepemimpinan Pendidikan Perseko- lahan ... ... 200

4. Berbagai Komponen, Aspek dan Indikator Mengukur Kinerja Kepala Sekolah. ... 204

G. Kajian Penelaahan Penelitian Sebelumnya... 213

BAB III METODE PENELITIAN... 222

A. Pendekatan Penelitian... 222

B. Disain Penelitian... 223

C. Sumber Data Penelitian... 225

D. Strategi Pengumpulan dan Analisis Data... 227

E. Validitas dan Objektivitas Data... 230

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN... 234

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 234

B. Hasil-Hasil Penelitian... 237

1. Profil SMK Negeri di Kota Banda Aceh... 237

a. Profil SMK Negeri 1... 239

b. Profil SMK Negeri 2 ... 252

c. Profil SMK Negeri 3... 265

2. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 277

a. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri 1... 277


(3)

x

b. Perumusan Manajemen stratejik dalam Pemberdayaan

SMK Negeri 2 ... 280

c. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri 3... 284

3. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Banda Aceh... 286

a. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdaya- an SMK Negeri 1... 287

b. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdaya- an SMK Negeri 2... 293

c. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdaya- an SMK Negeri 3... 299

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 309

A. Profil SMK Negeri Kota Banda Aceh... 309

1. Struktur Organisasi SMK Negeri Kota Banda Aceh... 309

2. Kurikulum dan Program SMK Negeri Kota Banda Aceh... 323

3. Sumber Daya SMK Negeri Kota Banda Aceh... 359

B. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 375

C. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 391

D. Pengukuran Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 420

E. Model Konseptual Pemberdayaan SMK melalui Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK di Kota Banda Aceh.. 446

1. Pengertian Model... 446

2. Asumsi dan Unsur Model... 448

3. Konstelasi Model... 455

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 464

A. Kesimpulan... 464

B. Implikasi Penelitian... 468

C. Rekomendasi... 472

DAFTAR PUSTAKA... 476


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah... 145

2.2. Pengelompokan Sekolah untuk Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah... 146

2.3. Arah Perubahan Paradigma... 149

2.4 Pendidikan untuk Demokrasi... 151

3.1. Strategi Memperkaya Validitas Data Penelitian Kualitatif... 231

4.1. SMK Negeri Kota Banda Aceh... 238

4.2. Keadaan Siswa SMK Negeri 1 Kota Banda Aceh 2002-2003... 248

4.3. Data Siswa, Tamatan dan Angka Putus Sekolah... 249

4.4. Jumlah Siswa Pendaftar dengan yang Diterima... 249

4.5. Keadaan Siswa SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh 2002-2003.... 261

4.6. Data Siswa yang Mendaftar, Diterima, dan Ditolak pada SMK Negeri 2... 262

4.7. Jumlah Kelas dan Siswa SMK Negeri 3 Bulan Februari 2003... 275

4.8. Matrik Resume Hasil Penelitian ... 306

5.1. Analisis SWOT Implementasi Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK Negeri 1 Kota Banda Aceh... 424

5.2. Analisis SWOT Implementasi Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh... 427

5.3. Analisis SWOT Implementasi Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh... 430


(5)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Paradigma Penelitian... 27

2.1. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan... 41

2.1. Model Manajemen Strategis... 55

2.3. Manajemen Strategik Sebagai Sistem... 58

2.4. Manajemen Strategik Sebagai Proses... 60

2.5. Tingkatan Manajemen... 61

2.6. Elemen-elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategis... 64

2.7. Manajemen Strategis... 66

2.8. Lima Strategi (Five C’s’)... 86

2.9. Konfigurasi Manajemen Sistem Penyelenggaraan SMK... 91

2.10. Arti Penting dan Strategi Pendidikan... 127

2.11. Tahapan Kegiatan Re-engineering... 157

2.12. Keterkaitan Lemdiklat dengan Organisasi Eksternal Pengembangan SDM... 159

2.13. The Costomers of Education... 161

2.14. Kepala Sekolah sebagai Tokoh Penentu Corak Sekolah... 167

2.15. Teknik-Teknik Menggunakan Kekuatan... 182

4.1. Struktur Organisasi SMK Negeri 1 Banda Aceh... 239

4.2. Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Banda Aceh... 252

4.3. Struktur Organisasi SMK Negeri 3 Banda Aceh... 265

5.1. Interaksi antara Sekolah dan Industri melalui Para Siswa... 324

5.2. Unsur-Unsur dalam Model Manajemen Stratejik Penyelenggaraan SMK... 438


(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan menandakan adanya suatu kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Kebutuhan tersebut telah menuntut berbagai tantangan yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh setiap manusia. Tuntutan yang bersifat fungsional dalam hidup dan kehidupan manusia mencakup berbagai hal, seperti perlunya pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan sikap mental yang mampu menghadapi berbagai tantangan dan perubahan yang terjadi.

Fenomena yang melekat dalam perjalanan kehidupan manusia secara normatif cenderung mengharuskan manusia dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi, baik dalam lingkungan dimana manusia itu berada maupun dalam lingkungan lain yang mempengaruhi sistem maupun tatanan kehidupan manusia tersebut. Situasi dan kondisi lingkungan yang terus berubah, disebabkan karena memang merupakan demikianlah keadaan yang seharusnya terjadi, secara langsung atau tidak langsung, memaksa setiap manusia melakukan persiapan diri untuk menghadapinya.

Dalam konteks kehidupan manusia sebagai bagian dari komunitas atau warga negara, keterlibatan warga dan negara dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan, mengharuskan warga dan negara tersebut melakukan perubahan dan yang bersifat kontiniu agar lebih kondusif menghadapi segala


(7)

perubahan, baik yang bersifat lokal, regional apalagi global. Situasi kekinian

mengharuskan negara sebagai penanggungjawab keselamatan dan

kesejahteraan warganya untuk mengambil tindakan seperlunya yang bersifat strategis, agar warganya dapat hidup lebih layak dan sejahtera.

Strategi yang dianggap absolut dan dapat meningkatkan kesejahteraan warga adalah melalui aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi dianggap lebih relevan dan kontekstual terhadap upaya-upaya agar kesejahteraan tercapai dengan sebaik-baiknya. Asumsi ini didasari oleh fakta bahwa aktivitas ekonomi mampu memberikan peluang yang besar bagi peningkatan pendapatan setiap warga masyarakat.

Namun demikian, aktivitas ekonomi tidak akan berhasil dengan baik jika pendidikan warga masyarakat tidak menjadi prioritas dalam meingkatkan kesejahteraan. Justru perekonomian akan berhasil mencapai tujuannya jika seluruh warga memiliki tingkat pendidikan yang baik. Ekonomi dan pendidikan

merupakan hubungan yang bersifat mutual simbiotik, dan dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi perkapita maupun pendapatan nasional. Kesadaran bahwa pendidikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah bergulir sejak Perang Dunia II. Seperti dikemukakan oleh Blaug (1970), bahwa ketika Negara-negara Afrika merdeka dari penjajahan, program utama mereka adalah pemberantasan butu huruf. Karena diyakini dengan adanya pemberantasan butu huruf akan memiliki kontribusi bagi perkembangan ekonomi, yang berimplikasi antara lain kepada ; (1) meningkatkan produktivitas kerja individuall


(8)

dengan berhubungan antara sesama, (2) memahami informasi seperti makanan sehat, kesehatan, dan lain-lain karena mendapatkan pengetahuan, (3) merangsang akan keperluan adanya latihan teknologi dan kejuruan, dan (4) memperkuat insentif ekonomi, yang berarti akan adanya kepedulian orang

untuk merespon secara positif meningkatnya the rate of reward dari

usaha-usaha yang dilakukan.

Dalam sistem kehidupan global seperti saat ini dan dimasa yang akan datang, penguasaan teknologi informasi menjadi sangat penting bagi eksistensi dan perubahan suatu bangsa. Oleh karena itu, dilihat dari aspek relevansi era

global akan berdampak cepat pada cepat usangnya hardware dan software

dalam pendidikan. Dengan demikian sektor pendidikan harus diberdayakan setiap saat, berkelanjutan, dan bersistem. Ini semua menurut adanya kemampuan dan niat yang kuat dari pemerintah untuk menjaga tingkat

unggulan kompetetif yang tinggi dari semua outcome pendidikan nasional

(Suwatno, 2003:45).

Pendidikan dapat dijadikan salah satu faktor krusial dalam pencapaian kemajuan pembangunan. Analisis ekonomi dapat membantu menimbang nilai konsumsi pendidikan sebagai alternatif dalam penggunaan sumber-sumber pembangunan. Untuk itu, perlu dikaji sejauhmana pendidikan memberi kontribusi terhadap pembangunan baik dari keuntungan jangka pendek maupun keutungan jangka panjang, sehingga pendidikan berdampak terhadap pembangunan.


(9)

Pemberdayaan pendidikan akan menjadi unggulan yang kompetetif jika pendidikan dilakukan secara inovatif. “Inovasi harus menjadi prioritas dalam pengembangan sektor pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan pendidikan kita hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri, selalu tergantung pada pihak lain. Dalam perspektif global, hasil pendidikan yang demikian itu justru akan menjadi beban bagi pencapaian dan peningkatan

kualitas outcome secara berkelanjutan dan tersistem agar unggulan kompetetif

selalu dapat dipertahankan” (Suwatno, 2003:45).

Melakukan berbagai inovasi dalam bidang pendidikan merupakan faktor penentu terciptanya peran pendidikan sehingga peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan dalam era globalisasi akan tercapai. “Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah jawaban terhadap tuntutan dan tantangan tersebut di atas. Dengan demikian, pengelolaan pendidikan terutama untuk jenis dan satuan pendidikan yang berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja harus menjadi titik perhatian utama agar mampu merubah struktur dan kualitas tenaga kerja yang memiliki daya saing yang produktivitas tinggi dalam membangun ekonomi masyarakat” (Priowirjanto, 2001:ii). Peran-peran yang dilakukan oleh pendidikan untuk tujuan tersebut, menurut Adiwikarta (1994:7), adalah :

(1) Mempersiapkan dan memperbaharui perangkat mental psikologis warga masyarakat, sehingga siap menghadapi kehidupan yang lebih maju dan berubah sesuai dengan perkembangan serta tuntutan zaman.


(10)

(2) Mempersiapkan warga masyarakat dengan keterampilan dan kemampuan kerja yang diperlukan dalam masyarakat maupun dunia kerja.

(3) Mempersiapkan warga masyarakat dengan sifat kritis dan keberanian hidup mandiri terlepas dari ketergantungan kepada pihak lain.

(4) Mengembangkan kreatif dan adaptif dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki.

Djojonegoro dalam Sufyarma (2003:39) mengemukakan bahwa peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai berikut : (1) pendidikan berorientasi terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang diwujudkan melalui program pemerataan kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara; (2) pendidikan berorientasi pada penyiapan tenaga kerja terampil dan profesional; dan (3) pendidikan berorientasi pada upaya peningkatan penguasaan iptek.

Pendidikan dapat berfungsi sebagai katalisator pengembangan kualitas SDM, jika proses pendidikan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki individu. Berkembangnya potensi individu akan dapat meningkatkan kualitasnya sebagai manusia. Kualitas manusia dapat dilihat dari cara berpikir, bertindak, dan berperilaku. Untuk itu, inovasi pendidikan yang dilakukan harus dapat mengembangkan dan menanamkan sikap kepada peserta didik

bagaimana belajar untuk belajar atau terjadinya learning organizing pada setiap

individu sehingga mampu menjadikan peserta didik menjadi cerdas, berkepribadian, dan memiliki pengetahuan yang luas.


(11)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses untuk memberdayakan sumber daya manusia agar mau dan mampu membangkitkan potensi yang ada pada dirinya sendiri, sehingga produk pendidikan mampu menjadi warga belajar dan bekerja sesuai dengan keinginannya dan dapat berperan dalam pembangunan bangsa. Karena itu, pendidikan memiliki peran yang strategis dan sifatnya krusial dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya. Hanya saja, dalam perjalanan selanjutnya, ternyata pendidikan tidak hanya menghasilkan orang terdidik yang dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya yang berdampak terhadap peningkatan aktivitas ekonomi.

Dalam kenyataannya, setelah warga menjadi cerdas dan memiliki keterampilan melalui proses pendidikan, ternyata tidak semuanya dapat masuk ke lapangan kerja apalagi menciptakan lapangan kerja. Hal ini terjadi disebabkan karena produk pendidikan tidak relevan dengan dunia kerja atau pasar kerja, disamping itu tidak mampu menciptakan watak dan jiwa mandiri yang sangat dibutuhkan dalam era persaingan saat ini.

Ketidak-efektifan melakukan program pendidikan dengan tuntutan dunia kerja menyebabkan produk pendidikan tidak berdaya dan terabaikan secara sistematis, dan hal tersebut berimplikasi luas terhadap kepercayaan warga dan dunia kerja terhadap pendidikan. Kekeliruan yang dilakukan selama ini telah menghasilkan penderitaan pendidikan, penderitaan meliputi berbagai hal yang


(12)

seharusnya tidak boleh terjadi bagi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Akibat terjadinya berbagai hal terhadap sistem pendidikan nasional, berimplikasi terhadap mutu manusia Indonesia disaat kita membutuhkan sumber daya manusia untuk menghadapi fenomena global dunia saat ini.

Menurut Suderadjat (2002:3), rendahnya mutu sistem pendidikan di Indonesia berdampak pada rendahnya mutu SDM, yang digambarkan oleh

hasil : Penelitian yang dilakukan oleh Human Development Index (HDI)

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 102 dari 106 negara yang disurvai, satu peringkat dibawah Vietnam.

Dari fakta yang disebutkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas SDM Indonesia rendah sebagai akibat dari kualitas sistem pendidikan yang rendah padahal tantangan yang harus dihadapi saat ini adalah :

(1) Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia menyebabkan angka pengangguran terus meningkat, hingga saat ini telah mencapai kurang lebih 40 juta orang.

(2) Pada tahun 2002, 88,44% lulusan SLTA tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, dan 34,4% lulusan SLTP tidak melanjutkan pendidikan ke SLTA, dan juga mereka tidak mampu memasuki dunia kerja. Mereka perlu mendapat perhatian agar tidak menambah jumlah angka pengangguran yang sudah sedemikian besar. Hal ini berarti, perlu dipikirkan bagaimana pendidikan dapat berperan mengubah mereka menjadi manusia produktif. Bekal apa yang perlu dimiliki dan dikuasai mereka agar dapat segera


(13)

memasuki dunia kerja, baik sektor formal (mengisi lowongan kerja di dunia usaha dan industri) maupun sektor informal (berwirausaha), sehingga setidaknya mereka mampu menghidupi dirinya dan keluarganya.

(3) Secara internasional, tahun 2003 AFTA (Asean Free Trade Area) dan

AFLA (Asean Free Labour Area) akan dimulai, yang berarti sejak saat itu

persaingan tenaga kerja akan menjadi terbuka. Konsekuensinya tenaga kerja Indonesia harus mampu bersaing secara terbuka dengan tenaga kerja asing dari berbagai negara. Jika tidak, maka tenaga kerja kita akan tersisihkan oleh tenaga kerja asing, seperti tenaga kerja dari negara tetangga yaitu : Malaysia, Piliphina, Banglades, dan India. Padahal selama ini tenaga kerja Indonesia belum mampu bersaing dengan tenaga asing (Suderadjat, 2002:34).

Menghadapi rendahnya mutu sumber daya manusia dan tantangan-tangangan yang disebutkan di atas, membutuhkan kesadaran dan pemikiran yang sama dari berbagai masyarakat dan pemerintah untuk melakukan perubahan paradigma pendidikan, sehingga produknya bermanfaat dan dapat memanfaatkan diri di masyarakat, khususnya dunia kerja.

Dalam kerangka itu, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan yang dapat memudahkan lulusan pendidikan untuk memasuki dunia pekerjaan. Karena itu, jenis pendidikan yang ditawarkan kepada masyarakat ada yang bersifat akademis dan ada yang mengutamakan keterampilan yang memudahkan lulusannya memperoleh pekerjaan. Pendidikan yang bersifat


(14)

akademis seperti Sekolah Menengah Umum (SMU) dan yang menitikberatkan kepada keterampilan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Sebagai salah satu jenis pendidikan, Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK diyakini merupakan sekolah yang mampu menciptakan produk pendidikan yang inovatif, kreatif dan produktif. Menurut Supriadi (2002:17-18) bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang produktif, yakni manusia kerja, bukan manusia beban bagi keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Dari sudut pandang psikologi, kemampuan kerja memberikan makna pada kehidupan. Manusia tanpa keterampilan kerja, apalagi hasil dari proses pendidikan yang lama, beresiko menjadi manusia bukan hanya tidak produktif, melainkan juga tenggelam di tengah masyarakkatnya. Manusia menjadi manusia karena bekerja. Bekerja adalah sebuah tindakan, sebuah

actus, untuk menyatakan kedirian. Dengan demikian ada asumsi bahwa pendidikan kejuruan dituntut untuk mampu menunjang pertumbuhan ekonomi dan membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Mewujudkan tujuan pendidikan kejuruan diperlukan kemauan yang keras untuk mengubah pola pikir dalam mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan kejuruan melalui reposisi (penataan ulang) agar dapat mengejar ketertinggalan dalam penyiapan SDM berkualitas. Kebijakan yang dituangkan dalam buku “Keterampilan Menjelang 2020” merupakan salah satu pemikiran besar yang telah dihasilkan oleh Satgas Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia yang mewakili berbagai disiplin ilmu dan organisasi/institusi penting


(15)

di negeri ini. Kebijakan tersebut perlu diformulasikan lebih lanjut ke dalam bentuk perencanaan strategis, agar dapat diimplementasikan dalam berbagai tahapan kegiatan yang sistematis, terprogram dan berkesinambungan (Priowirjanto, 2001:3-4).

Sebagai sub-sistem dari pendidikan nasional, Sekolah Menengah Kejuruan memiliki peran strategis mewujudkan sumber daya Indonesia yang handal. Hal ini sesuai dengan PP RI No 29 Tahun 1990 Bab I pasal 1 yaitu : ”Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional”. Lebih lanjut PP No 73 tahun 1991, pasal 3 ayat 6 menyatakan bahwa : “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu”.

Berdasarkan PP tersebut jelaslah bahwa pendidikan kejuruan memiliki peran yang amat strategis, dalam upaya pembangunan nasional, khususnya dalam sektor pembangunan sosial dan ekonomi. Pendidikan kejuruan merupakan investasi yang mahal, namun sangat strategis dalam menghasilkan manusia Indonesia yang terampil dan berkeahlian dalam bidang-bidangnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsanya, khususnya kebutuhan dunia usaha dan industri (Fajar dalam Supriadi, 2002:iii). Untuk itu, “Pendidikan kejuruan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun bangsa yang produktif, sejahtera dan bermartabat. Peran ini menjadikan pendidikan kejuruan


(16)

sebagai tumpuan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun (Priyowirjanto dalam Supriadi, 2002:v).

Dari konsep dan peran pendidikan kejuruan tersebut, untuk menyongsong era globalisasi serta untuk memenuhi reformasi pendidikan, maka sekolah kejuruan sebagai salah satu sub-sistem pendidikan nasional, menempati posisi strategis dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu, pendidikan kejuruan diharapkan mampu menjadi

soko guru dalam meningkatkan mutu manusia Indonesia. Hal ini didasarkan kepada peluang terbaik adalah peluang pendidikan menengah. Sebab tidaklah mungkin mutu manusia Indonesia dapat diandalkan, jika manusia Indonesia yang mencapai 210.000.000 jiwa dominan hanya tamatan sekolah dasar. Dan tidak mungkin juga melakukan percepatan dengan menciptakan seolah-olah manusia Indonesia dominan berpendidikan jenjang perguruan tinggi, sesuatu yang mustahil yang akan terjadi pada masa kini. Karena itu, jenjang sekolah kejuruan merupakan alternatif terbaik dalam rangka meningkatkan mutu manusia Indonesia secara keseluruhan.

Sungguhpun demikian, pada kenyataanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan dalam operasionalisasi pendidikan kejuruan, merupakan isu yang senantiasa menjadi bahan perbincangan para pakar dan praktisi pendidikan. Persoalannya terutama berkaitan dengan ketidaksesuaian antara lulusan dengan tuntutan kerja atau tuntutan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu masalah pokok pendidikan nasional (masalah relevansi pendidikan).


(17)

Menurut Hadiwaratama dalam Kompas (30 April 2002), secara umum ada tiga kelompok kendala yang menjadi penghambat pendidikan kejuruan untuk mencapai misinya, yaitu : (1) Kendala kultural adalah kendala budaya, yaitu kurangnya tekad untuk menguasai dan hidup dengan menggunakan teknologi; (2) Kendala semangat kewirausahaan adalah kurang terbentuknya teknologi

leadership dan business link dengan pasar; (3) Kendala managerial adalah

kurangnya manajer berperilaku sebagai CEO (Chief Executive Official). Lebih

lanjut Sidi (2001:111-112) mengemukakan ada beberapa kelemahan pendidikan kejuruan model lama, yang umumnya berkisar pada konsep maupun pelaksanaannya. Berikut ini beberapa kelemahan pendidikan kejuruan model lama.

Pertama, dilihat dari segi konsep, pendidikan kejuruan model konvensional memiliki kelemahan berikut ini : (1) penerapan pendekatan

“Supply – driven”, dimana totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan

dilakukan secara sepihak hanya oleh Depdiknas; (2) Penerapan “School –

based model” telah membuat anak didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha industri; (3) Pengajaran berbasis mata Pelajaran telah membuat peserta didik tidak jelas kompetensi yang dicapainya;(4) Pendidikan kejuruan model berbasis sekolah kurang luwes (kaku); (5) Tidak mengakui keahlian yang diperoleh dari luar sekolah; (6) Pendidikan kejuruan hanya menyiapkan tamatannya untuk

berkerja disektor formal; (7) Pendidikan kejuruan merupakan “Dead and


(18)

(9) Guru kejuruan tidak memiliki pengalaman kerja Industri; (10) Pengelolaan Pendidikan kejuruan terlalu sentralistis; dan (11) Pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah (SMK Negeri) dan sepenuhnya oleh siswa (SMK Swasta).

Kedua, dilihat dari segi praktek, pendidikan kejuruan model lama juga memiliki banyak kelemahan, yaitu, kurang mempersiapkan siswanya untuk memasuki lapangan kerja, tidak efisien, kurang mampu menjaga relevansi dengan perubahan pasar kerja, kurang muktahir, sukar berubah alias konservatif. Tamatan SMK sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan, karena mereka kurang dibekali hal-hal berikut ini : (1) ketrampilan dasar (baca, tulis, dengar, bicara, hitung dan matematika); (2) keterampilan berfikir/berfikir kreatif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar cara belajar dan mampu mengemukakan alasan; dan (3) kualitas kalbu/ tanggung jawab kejujuran, integritas, kerja sama, kerja keras, disiplin dan jiwa kewirausahaan.

Ketiga, dilihat dari segi sistem, pendidikan yang berlaku di sekolah kejuruan model lama kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri. Perbedaan yang mendasar antara budaya sekolah dan budaya Industri ini tidak harus terjadi sekiranya dunia usaha/industri diikut sertakan secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan.

Keempat, dilihat dari tradisi, banyak kebiasaan salah yang dilakukan terus-menerus oleh guru tanpa ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan itu


(19)

sebenarnya salah. Diantara beberapa kebiasaan salah yang memerlukan koreksi tersebut adalah :

• Pelajaran praktek dasar, tidak diajarkan sesuai dengan prinsip dasar yang

benar.

• Membiarkan siswa menghasilkan mutu hasil kerja yang asal jadi.

• Membiarkan siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan.

• Membiarkan siswa bekerja tanpa memperhatikan keselamatan kerja.

Menyadari kelemahan–kelemahan tersebut di atas, maka perubahan secara mendasar (reformasi) terhadap model penyelengaraan pendidikan kejuruan konvesional Indonesia perlu dilakukan. Hal ini sesuai dengan kebijakan Dikmenjur tentang reposisi pendidikan kejuruan menjelang 2020 diarahkan kepada terciptanya sistem pendidikan yang fleksibel. Berkaitan dengan tuntutan kebijakan tersebut, maka arah pengembangan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai salah satu penyelenggara Diklat Kejuruan difokuskan pada: (1) penataan bidang/program keahlian SMK; (2) peningkatan peran dan fungsi SMK sebagai pusat pelatihan kejuruan terpadu (PPKT); (3)

penerapan sistem Entry Exit; dan (4) penerapan sistem Diklat berbasis

kompetensi (CBT) (Priowirjanto, 2001 : i).

Lebih lanjut Priowirjanto (2001:1) mengemukakan bahwa “Berkaitan dengan tuntutan perubahan di atas maka seluruh penataan dan pengembangan sekolah kejuruan harus ditata ulang dan mengarah kepada terciptanya program Diklat yang terstandar terutama yang berkaitan dengan:


(20)

kompetensi tamatan, program dan prosedur pembelajaran, serta sistem penggajian dan sertifikasi”. Hal ini mutlak diperlukan mengingat peserta Diklat Kejuruan pada SMK nanti bukan hanya siswa SMU, akan tetapi diperluas lagi dari pegawai perusahaan, lembaga, dan anggota masyarakat lainnya.

Mengingat peran dan fungsi SMK yang semakin kompleks, maka proses penyelenggaraan yang efektif merupakan kegiatan yang mutlak harus dilakukan. Ditinjau dari sudut proses penyelenggaraan pendidikan, maka

permasalahannya terletak pada “Bagaimana pemberdayaan proses

penyelenggaraan SMK yang dapat menyiapkan sumberdaya manusia yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja”, sehingga peran SMK tetap exis. Untuk itu dalam meningkatkan produktivitas penyelenggaraan pendidikan menurut Burhanuddin (1994:43), harus diadministrasikan dengan berpegang pada prinsip-prinsip:

(1) Menerapkan kembali prosedur dan teknik yang dilandasi oleh pengetahuan terorganisir.

(2) Mencapai keharmonisan tindakan kelompok, bukan sebaliknya.

(3) Mencapai suasana kerja sama manusia, bukan individualisasi yang semraut.

(4) Bekerja untuk memperoleh output semaksimal mungkin.

(5) Mengembangkan para bawahan semaksimal mungkin sesuai dengan segala kemampuan yang ada pada diri dan kemakmuran persatuan mereka sendiri.


(21)

Proses penyelenggaraan pendidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip administrasi tersebut di atas, memerlukan adanya suatu pendekatan perspektif terpadu dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga terciptanya suatu strategi pendayagunaan bersama. Hal ini sesuai dengan pendapat Jalal & Supriadi (2001:101), Strategi pendayagunaan bersama perlu dikembangkan menjadi hubungan simbiotik pemerintah, politisi, penyelenggaraan pendidikan, pemerhati pendidikan, LSM, Yayasan-Yayasan.

Terkait dengan pemberdayaan penyelenggaraan SMK, juga

membutuhkan kemampuan para stakeholder untuk memahami berbagai

sumber daya pendidikan, melayani sumber daya pendidikan, dan memahami cara menggunakan sumber daya pendidikan, yang dilakukan secara

terintegrasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses

penyelenggaraannya. Untuk itu sangat tergantung bagaimana

memberdayakan peran-peran berbagai pihak tersebut dalam melihat situasi yang ada, dan bagaimana melakukan berbagai perkiraan dan tindakan sesuai dengan keadaan, sehingga organisasi pendidikan SMK dapat berkembang dan memiliki daya saing serta kinerja yang tinggi. Berbagai kegiatan tersebut, membutuhkan aktivitas dari manajemen strategik. Manajemen strategik adalah “Proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplimentasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya”. (Nawawi, 2000:148).


(22)

Organisasi pendidikan SMK di tingkat sekolah, dalam melaksanakan visi dan perannya sangat ditentukan oleh proses penyelenggaraan sekolah yang dilakukan secara integratif, karena itu tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kejuruan dewasa ini dan di masa depan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu tuntutan mutlak kepada partisipasi aktif dari berbagai pihak tersebut, sangat dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan SMK.

Diperlukannya penyelenggaraan SMK yang sesuai dengan tuntutan adalah untuk menciptakan manusia produktif, sebab menurut Supriadi (2002:18) bahwa : Manusia yang produktif adalah yang memiliki keterampilan kerja. Tetapi bukan hanya terampil untuk suatu tingkat tertentu, melainkan siap dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan tuntutan ekonomi dan teknologi yang terus berkembang. Orang yang tidak terampil dan hidupnya menganggur sangat potensial untuk menciptakan masalah dalam keluarga dan masyarakatnya, bahkan mungkin biasa menjadi kriminal, serta menciptakan kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Orang yang berpendidikan baik dan

terampil berpeluang untuk dapat “tampil beda”. Bahkan dalam keadaan krisis

ekonomi sekalipun, mereka dapat tetap survive serta terhindar dari kemiskinan

dan pengangguran.

Reformasi nasional yang dimulai sejak tahun 1997 telah membawa perubahan yang amat mendasar terhadap tatanan hidup bermasyarakat dan bernegara bangsa Indonesia. Perubahan tersebut juga merambah ke dalam


(23)

dunia pendidikan, baik dalam arti peran dan fungsinya maupun proses penyelenggaraannya, pendidikan mengalami perubahan meskipun banyak mengalami hambatan (Gaffar, 2000:2). Bagi suatu bangsa, pendidikan nasional sebenarnya merupakan salah satu unsur pengikat, pelestari, penumbuh, pengembang, pengaruh cita-cita bangsa (Tilaar, 1999:201). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka proses pendidikan haruslah mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetensi di dalam kerja sama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas (Tilaar, 2000:19).

Berbagai kendala dan hambatan yang dialami dan dirasakan sekolah kejuruan tersebut mempengaruhi terhadap kualitas produk sumberdaya manusia pendidikan kejuruan. Padahal untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan fungsi pokok pendidikan dan amanat konstitusional yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan implimentasi pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan “Bahwa tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran” dan ayat 2 yang menyatakan “Pemerintah mengusahakan sistem pendidikan nasional”. Bunyi pasal tersebut merupakan landasan yang sangat kuat bagi setiap warga negara dan pemerintah dalam melakukan kegiatan pendidikan, sesuai dengan arti dan fungsi serta perubahan– perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Ketetapan–ketetapan MPR Tahun 1998, 1999 dan ketetapan MPR 2000 merefleksikan perubahan–perubahan tersebut. Reposisi pendidikan perlu


(24)

dilakukan karena peran dan fungsi pendidikan dalam proses reformasi dan dalam proses transformasi bangsa menuju Indonesia baru tidak dapat dihindarkan dan memang harus berperan secara efektif agar pendidikan memberikan kontribusi dan arti bagi bangsa yang sedang dalam proses tranformasi tersebut (Gaffar, 2000:2).

Pendidikan merupakan wahana yang cocok bagi pengembangan strategi kultural yang lebih menekankan pada perubahan cara berpikir dan perilaku individu dalam rangka mendukung trasformasi menuju masyarakat Indonesia baru. Dalam konteks itu, maka visi pendidikan nasional adalah pendidikan yang mengutamakan kemandirian menuju keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Jalal dan Supriadi, 2001:62-63). Visi tersebut memperjelas bahwa abad mendatang merupakan abad yang membutuhkan sumber daya manusia (SDM). Pada abad mendatang menuntut kita untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dengan berkercedasan tinggi, yang ber-IQ dan ber-EQ tinggi, yang berteknologi dan berperilaku produktif tinggi (Sanusi, 1998:84).

Untuk menciptakan SDM yang dibutuhkan, siap bersaing dan dapat menyesuaikan diri dengan dunia kerja bagi lulusannya, pendidikan kejuruan harus diberdayakan sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan pendidikan kejuruan tersebut. Berbagai kendala yang ada selama ini dapat dijadikan dalam melakukan evaluasi. Apalagi reformasi pendidikan yang telah bergulir saat ini dapat dijadikan momentum pendidikan kejuruan untuk membenahi diri melalui


(25)

pemberdayaan manajemennya. Selama ini justru manajemen pemberdayaan itulah yang menjadi kendala yang menyebabkan tidak efektifnya pencapaian tujuan pendidikan kejuruan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya. Berbagai kendala yang dihadapi sekolah kejuruan secara nasional dapat dikatakan hampir sama, yaitu kendala kultural, kendala semangat kewirausahaan dan kendala manajerial.

Berbagai kendala ini telah menjadi fenomena dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan dan hampir ditemukan memiliki kesamaan di berbagai daerah atau wilayah Indonesia. Hanya saja, memang ditemukan kendala-kendala yang bersifat spesifik sesuai dengan karakteristik permasalahan daerah masing-masing. Seperti yang dialami oleh SMK yang berada di Banda Aceh Nangroe Aceh Darussalam. Persoalan yang dihadapi secara spesifik, selain dari fenomena nasional persoalan pendidikan kejuruan, adalah : (1) Wawasan pemikiran guru cenderung berorientasi akademik (seharusnya praktis), (2) Program kewirausahaan belum optimal dilakukan; (3) Immej Pemda belum positif terhadap kebutuhan SMK, karena menganggap kebutuhan SMK sebanding SMU. Pada hal kebutuhan operasional SMK jauh lebih besar dari SMU, (4) Immej DU/DI belum positif terhadap kegiatan prakerin. Hal ini dapat dilihat dari DU/DI yang menganggap prakerin bukan untuk kepentingan DU/DI; (5) Evaluasi praktek kerja tidak dilakukan secara bersama antara sekolah dan DU/DI, (6) Guru-guru potensial keluar Provinsi NAD karena konflik, (7) Tidak adanya LPTK di Provinsi NAD untuk mempersiapkan guru SMK.


(26)

Berbagai kendala tersebut menjadi bagian dari permasalahan manajemen SMK di Banda Aceh sehingga diperlukan pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik agar lulusannya produktif dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Hal ini perlu dilakukan agar tujuan pendidikan SMK yang akan menghasilkan manusia terampil sehingga memiliki nilai produktif dan ekonomi, dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan akan membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat dan secara menyeluruh mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, yang menjadi fokus dan perumusan masalah dalam rencana penelitian ini

adalah: “Bagaimanakah pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik

untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja”.

Sedangkan fokus masalah yang menjadi perhatian dalam penelitian ini dirumuskan dengan pertanyaan seperti tertera di bawah ini:

(1) Bagaimanakah profil SMK dalam menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?

(2) Bagaimanakah perumusan manajemen stratejik pemberdayaan SMK untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?

(3) Bagaimanakah implementasi manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk menyiapkan lulusan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?


(27)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang :

(1) Profil SMK dalam menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?

(2) Perumusan manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?

(3) Implementasi manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk menyiapkan lulusan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bernilai guna untuk : (1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan ilmu

administrasi pendidikan yang meliputi manajemen stratejik untuk

pemberdayaan sekolah menengah kejuruan (SMK). Manajemen stratejik merupakan instrumen meningkatkan efektivitas kinerja organisasi mencapai tujuan. Pencapaian tujuan organisasi secara efektif merupakan tujuan setiap organisasi, oleh karena itu, secara teoritis manajemen stratejik merupakan alternatif efektif untuk dijadikan sebagai instrumen utama dalam meningkatkan mutu kinerja organisasi sehingga dapat memberikan layanan terhadap


(28)

(2) Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi stakeholders dan

praktisi pendidikan kejuruan dalam pengembangan kebijakan dan

pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui manajemen stratejik. Dengan menggunakan manajemen staratejik tersebut, memungkinkan terjadinya proses manajemen dan pembelajaran yang efektif di sekolah kejuruan sehingga dapat menyiapkan lulusan yang memiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :

(1) Sekolah sebagai sub-sistem pendidikan yang terorganisir merupakan sarana atau fundamen bagi pembinaan dan pelatihan bagi terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas.

(2) Sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah manusia yang memiliki keterampilan dan sikap kewira-usahaan, sehingga dapat mengembangkan kreativitas dalam memenuhi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan ekonomi dan teknologi, agar memiliki daya saing untuk berpartisipasi secara aktif dan pro-aktif di masyarakat.

(3) Pendidikan kejuruan sebagai salah satu jenis pendidikan berkaitan dengan produksi manusia, membekali siswa dengan kompetensi tertentu sehingga memiliki peluang untuk menyesuaikan diri dan terlibat dalam


(29)

pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat/bangsa yang dibutuhkan dalam proses pembangunan.

(4) Pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik dalam menyiapkan SDM yang unggul dalam mengelola SMK, diperlukan agar terjadi proses pembelajaran yang efektif. Dengan adanya proses pembelajaran yang efektif tersebut, lulusan akan memiliki semangat kewira-usahaan sehingga dapat diserap pasar kerja bahkan memungkinkannya untuk membuka lapangan kerja sendiri.

(5) Pendidikan kejuruan dituntut untuk mampu menunjang pertumbuhan ekonomi dan membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat (Supriadi, 2002:18).

(6) Peletak dasar sumber daya manusia yang berkualitas adalah sekolah. Sekolah memberikan fundamen bagi pembinaan dan pelatihan berikutnya.

Pendidikan dan pelatihan yang diberikan dalam jabatan (in-service

training) akan berhasil apabila dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang diberikan di sekolah cukup kokoh (Sukmadinata, dkk, 2002, 21). (7) Suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan

sebanyak 2 % dari jumlah penduduknya (Alma, 2003:4).

(8) Kewira-usahaan merupakan faktor kunci pada semua jenis pelatihan (Supriadi, Ed, 2002:284).

(9) Tujuan pendidikan kejuruan adalah membekali siswa agar memiliki kompetensi perilaku dalam bidang kejuruan tertentu sehingga yang


(30)

bersangkutan mampu bekerja (memiliki kinerja) demi masa depan dan untuk kesejahteraan bangsa (Schippers dan Patriana, 1994:19).

(10) Pendidikan kejuruan merupakan suatu jenis pendidikan yang berkaitan dengan produksi manusia yang berperan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi (Rohiat, 1999:20).

(11) Pendidikan kejuruan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun bangsa yang produktif, sejahtera dan bermartabat. Peran ini menjadikan pendidikan kejuruan sebagai tumpuan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun (Priowirjanto, Depdiknas 2002:v).

(12) Pendidikan kejuruan dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pendidikan

khusus (specialized education) karena kelompok pelajaran atau program

yang disediakan hanya dipilih oleh orang-orang yang memiliki minat khusus untuk mempersiapkan dirinya bagi lapangan pekerjaan di masa mendatang. Agar lapangan kerja khusus ini dapat sukses maka pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga terampil yang dibutuhkan masyarakat (Arikunto, 1993:1).

F. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini dimulai dari sebuah konstruk lapangan ilmu pengetahuan manajemen, dalam hal ini pendekatan yang digunakan memanfaatkan manjemen stratejik sebagai instrumen untuk meningkatkan


(31)

kinerja sekolah kejuruan melalui pemberdayaan kelembagaan persekolahan tersebut. Manajemen stratejik yang menitikberatkan aktivitasnya agar seluruh keputusan yang bersifat stratejik dapat dilaksanakan, melibatkan seluruh unsur terkait baik secara internal dan eksternal sehingga pencapaian tujuan organisasi berhasil secara maksimal dan optimal.

Pemberdayaan sekolah kejuruan dilakukan sebagai respon terhadap tidak sinkronnya mutu lulusan sekolah kejuruan dengan kebutuhan pasar kerja. Akibatnya, lulusan sekolah kejuruan sulit bersaing atau masuk ke dunia kerja. Persoalan ini muncul disebabkan oleh karena, kurangnya koordinasi yang bersifat sinerjik antara program-program yang dikembangkan sekolah kejuruan dengan dunia usaha atau industri. Situasi ini pada dasarnya merugikan kedua belah pihak, namun secara menyeluruh, justru dunia pendidikan (pendidikan kejuruan) yang sangat merasakannya. Sebab lulusannya tidak mampu menyesuaikan diri atau diterima sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Karena itu, pendidikan kejuruan memerlukan tindakan strategis, untuk dapat melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan dunia kerja, sekaligus mengetahui apa sebenarnya keinginan pelanggannya.

Untuk melihat bagaimana siklus kerangka penelitian ini, dapat dilihat sebagaimana tertera pada gambar 1.1.


(32)

27 SMK IDEAL TUNTUTAN DU/DI & MASYARAKAT

KEBIJAKAN PENDIDIKAN SMK TUJUAN SMK KONDISI OBJEKTIF PERMASALAHAN SMK • KULTURA L

• SEMANGAT KEWIRAUSAHAAN

• MANAGERIAL

• KONSEP

• PRAKTEK

• SISTEM

• TRADISI

VISI/MISI SMK MODEL ALTERNATIF PEMBERDAYAAN SMK MELALUI MANAJEMEN STRATEJIK PARTISIPASI ANGGOTA INTERNAL SEKOLAH

PARTISIPASI ANGGT EKTERNAL SEKOLAH PEMBERDAYAAN

SMK MELALUI MANAJEMEN

STRATEJIK

• PENGAMATAN LINGKUNGAN

• PERUMUSAN STRATEGI

• IMPLEMENTASI STRATEGI

• EVALUSAI DAN PENGENDALIAN

P E K S N E T G P R A U A M T T B U E I S J L A I A N K N


(33)

G. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik, sedangkan tingkat eksplanasinya bersifat deskriptif dengan jenis data kualitatif. Menurut Sugiyono (2001:4-6) metode penelitian naturalistik sering disebut dengan metode penelitian kualitatif. Sedangkan yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan, atau menggabungkan dengan variabel yang lain. Data kualitatif bersifat deskriptif dan analisa dilakukan secara induktif. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

H. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan sekolah kejuruan kota Banda Aceh, di kota ini sekolah kejuruan terdapat empat buah terdiri dari sekolah kejuruan (SMK) bisnis dan manajemen (SMEA), teknologi dan industri (STM), parawisata (SMKK) dan neutika perikanan kelautan (NPL). Dari keempat sekolah kejuruan tersebut, penelitian di fokuskan kepada tiga sekolah kejuruan saja, yaitu bisnis dan manajemen (SMEA), teknologi dan industri (STM), parawisata (SMKK). Sedangkan sekolah kejuruan neutika perikanan kelautan (NPL), tidak menjadi fokus penelitian karena sekolah ini baru berdiri sejak Juli tahun 2002.

Kontribusi yang diberikan sekolah-sekolah kejuruan tersebut selama ini bagi warga Banda aceh khususnya, dan Nangroe Aceh Darussalam bersifat positif dalam membangun sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh


(34)

masyarakat maupun dunia usaha dan industri. Disamping itu, produk yang dihasilkan sekolah kejuruan tersebut, tidak hanya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan tertentu, tetapi juga menghasilkan barang dan jasa yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Barang dan jasa tersebut tentu saja sesuai dengan profil masing-masing sekolah kejuruan.


(35)

222

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang profil SMK, perumusan manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK, dan implimentasi manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di Kota Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh karena itu, untuk menemukan informasi tentang tujuan pokok penelitian ini, digunakan pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan inquiry

qualitative interactive, yaitu sebuah studi mendalam yang menggunakan teknik berhadapan langsung dengan orang di dalam latar alamiah mereka dalam

pengumpulan data (McMillan dan Schumacher, 2001:35). Pendekatan kualitatif

dalam penelitian ini tidak bermaksud menemukan sebuh model melalui studi eksperimen, tetapi cenderung mencari informasi yang tepat tentang tujuan penelitian sehingga ditemukan informasi yang akurat bagaimana setiap SMK melaksanakan tugas pokoknya sehingga lulusannya siap memasuki dunia kerja sesuai dengan kebutuhan pasar.

Pendekatan kualitatif berusaha memahami, menemukan dan

menafsirkan makna dari peristiwa interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu. Dengan karakteristik seperti itu, maka pendekatan penelitian ini tepat jika menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982 : 27-30)


(36)

mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut :

(1) Qualitative research has the natural setting as direct of data and the reseachers is the key instrument.

(2) Qualitative research is descriptive

(3) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or procucts.

(4) “Meaning” is of essential concern to the qualitative approach.

Sebagai salah satu bentuk pendekatan kualitatif, maka penelitian kualitatif interaktif ini tidak bermaksud untuk menguji teori. Meskipun tidak mungkin melepaskan diri dari telaah atau kajian teoritis, namun perlu dinyatakan bahwa telaah dan kajian teoritis tersebut hanya digunakan untuk membantu peneliti dalam merumuskan sejumlah permasalahan bayangan

(foreshadowed problems) dan alat bantu analisis. Karena itu, perlu ditegaskan bahwa penelitian ini lebih diarahkan pada upaya memahami bagaimana

pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik dalam proses

penyelenggaraan SMK Negeri di Banda Aceh untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

B. Disain Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain studi kasus. Sebagai studi kasus, maka penelitian ini akan coba menempuh sejumlah prosedur atau


(37)

langkah-langkah penelitian. Menurut Nizar (1984:66) “studi kasus untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter yang khas dari suatu kasus”. Untuk memenuhi standar penelitian kasus tersebut, penelitian ini direncanakan akan mengikuti secara sistematis langkah-langkah berikut:

1. Tahapan Kegiatan Awal (Teoritis)

Tahapan ini merupakan tahapan teoritis yang terdiri dari serangkaian aktivitas yang meliputi: (1) telaah teoritis dengan cara mereview sejumlah literaur untuk memperoleh pemahaman teoritis yang lebih rinci dan mendalam mengenai konsep dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, (2) membuat perencanaan penelitian, (3) perbaikan rancangan penelitan berdasarkan masukan dari para dosen pembimbing.

2. Tahapan Pelaksanaan (Praktik)

Pada tahapan ini, secara intensif dan kontiniu, peneliti melakukan penelitian ke objek penelitian untuk menemukan dan mengidentifikasi berbagai fenomena yang berkaitan dengan: (1) bagaimana profil SMK Negeri di Banda Aceh. Untuk itu, peneliti mengumpulkan data melalui observasi, telaah dokomentasi, wawancara dengan kepala sekolah, guru, dan pegawai, (2) bagaimana perumusan manajemen stratejik. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data melalui telaah dokumentasi, observasi dan


(38)

wawancara dengan kepala sekolah, guru, Pemda, dan stakeholders, (3) bagaimana implimentasi manajemen stratejik. Untuk itu peneliti mengumpulkan data melalui telaah dokumentasi, observasi, dan wawancara dengan kepala sekolah, guru, pemda, dan stakeholders.

3. Tahapan Evaluasi (Produk)

Tahapan ini disebut juga dengan tahapan akhir. Pada tahapan ini, dilakukan pemaparan hasil-hasil yang telah diperoleh peneliti dari lapangan. Hasil-hasil tersebut didiskusikan dengan teman sejawat dan promotor, dan manakala dirasakan masih memerlukan data pengamatan maupun wawancara tambahan, maka peneliti akan kembali melakukan pengumpulan data. Setelah itu, dilakukan proses analisis data.

C. Sumber Data Penelitian

Menurut Sudjana (1982) bahwa sumber data, populasi dan sampel merupakan suatu “totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi.

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif pada dasarnya didasarkan

pada tujuan penelitian atau purposive sampling, artinya besarnya sampel

disesuaikan dengan tujuan penelitian. Anggota sampel bersifat emergence


(39)

berlangsung sampai terpenuhinya data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Siapa dan berapa jumlah sampel akan ditetapkan secara purposif atau sampel bertujuan. Menurut Moleong (1990:90) sampel penelitian bisa berupa informan, yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

Adapun untuk dapat memperoleh variasi yang memadai dan dapat memperluas informasi yang akan diperoleh, maka teknik sampel purposif dalam

penelitian ini menggunakan teknik “bola salju” atau snowball sampling

technique (Bogdan & Biklen, 1982; Moleong, 1990). Sejalan dengan pendapat Lincoln dan Guba (Moleong, 1990) dan Bogdan dan Biklen (1982), maka sampel manusia yang digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung bersifat informan. Informan digunakan untuk membantu peneliti agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat untuk

mendapatkan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang

pemberdayaan manajemen SMK dalam menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Sumber data primer : (a) Seluruh situasi, kondisi dan lingkungan sekolah menengah kejuruan (SMK) Negeri Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; (b) Kepala sekolah dan anggota internal sekolah


(40)

(2) Sumber data skunder, antara lain : dokumen-dokumen resmi, seperti struktur organisasi, program-program kerja SMK.

D. Strategi Pengumpulan dan Analisis Data

Penelitian kualitatif ini tidak berangkat dari hipotesis dan teori untuk diuji, tetapi peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang relevan, kemudian data tersebut dianalisis dan diberi makna. Sifat-sifat penelitian kualitatif yang mengiringi pengumpulan dan pengolahan data, memperhatikan hal-hal berikut :

(1) Peneliti secara langsung sebagai instrumen utama dalam melakukan dan mencari sumber data.

(2) Data yang telah dikumpulkan diuraikan secara deskriptif sesuai dengan makna yang terkandung dalam data yang diperoleh.

(3) Penelitian lebih menekankan perhatian kepada proses, sehingga makna yang ditemukan bersifat orisil dan tidak dikonsentrasikan kepada hasil yang diperoleh di lapangan.

(4) Karena pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif, maka analisisnya bersifat induktif dan bukannya deduktif.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa instrumen utama (key

instrument) dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Hal ini mengingat bahwa fenomena sosial dan perilaku manusia paling tepat direkam dengan instrumen manusia juga (Subino, 1988). Lebih lanjut Nasution (1992:55-56)


(41)

mengemukakan bahwa manusia sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri sebagai berikut:

(1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulans dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi peneliti;

(2) manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam dan sekaligus;

(3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan;

(4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata;

(5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan, dan

(7) manusia sebagai instrumen, responden yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian.

Sebagai instrumen penelitian, maka peneliti menggunakan teknik pengumpul data berupa observasi, wawancara, dan studi dokomentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yang saling menunjang atau melengkapi dalam usaha memahami secara mendalam pemberdayaan SMK


(42)

melalui manajemen stratejik dalam proses penyenggaraan SMK Negeri yang efektif dan relevan dengan kebutuhan pasar kerja.

Pengumpulan data dan informasi dengan observasi dan wawancara, peneliti melengkapinya dengan bantuan buku catatan, tipe recorder dan dibantu informan atau tim kecil sehingga diharapkan data dan informasi dapat dihimpun selengkap dan seteliti mungkin. Ketelitian dalam menghimpun dan menganalisa catatan-catatan lapangan sangat menentukan keberhasilan penelitian kualitatif.

Bogdan Biklen (1982 : 74), menjelaskan bahwa “These are fieldnotes : the

written account of what the researcher hears, sees, experiences, and thinks in course of collecting and reflecting on the data in a qualitative study

Setelah data terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis data adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan (Nasution, 1996 : 126). Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam pola, tema atau kategori

berbagai aspek penelitian, sehingga dengan demikian tidak akan terjadi chaos,

tafsiran atau interprestasi, artinya memberi makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori dan mencari hubungan antar berbagai konsep yang mencerminkan perspektif atau pandangan partisipan dan bukan pandangan atau perspektif peneliti.

Miles dan Huberman (1992), menyatakan bahwa pengumpulan dan analisa data kualitatif berlangsung secara sirkuler. Senada dengan itu, McMillan dan Schumacer (2001), juga menyatakan bahwa pengumpulan dan analisa


(43)

data kualitatif berlangsung secara interaktif dan overlapping, karenanya tidak disebut sebagai prosedur tetapi strategi pengumpulan dan analisis data.

Analisis data penelitian ini dilakukan dengan mengadopsi strategi analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman (1992:16-19) yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Menarik kesimpulan/verifikasi mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan dalam penelitian ini.

E. Validitas dan Objektivitas Data

Validitas dimaknai sebagai tingkat di mana berbagai konsep dan interpretasi yang dibuat peneliti memiliki kesamaan makna dengan makna-makna yang dikemukakan dan dipahami partisipan. Peneliti dan partisipan memiliki kesepakatan tentang diskripsi atau komposisi dari berbagai peristiwa, terutama berkaitan dengan makna-makna dari berbagai peristiwa tersebut. McMillan dan Schumacher (2001:408) mengemukan terdapat beberapa kombinasi strategi yang bisa digunakan peneliti kualitaif untuk memperkaya


(44)

validitas data penelitiannya. Secara umum kombinasi strategi tersebut dapat dikemukakan dalam tabel 3.1.

Strategi Diskripsi

Berlama-lama menetap di lapangan

Melakukan analisa data sementara dan bukti-bukti yang menguatkan untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan keadaan partisipan yang sebenarnya Strategi multi metode Melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan analisa

data Bahasa partisipan:

menghitung secara kata demi kata

Mencari berbagai statemen literal dan diskripsi yang rinci tentang sejumlah orang dan situasi

Membuat kesimpulan dasar tentang diskriptor

Merekam secara utuh, literal, dan rinci berbagai diskripsi tentang sejumlah orang dan situasi

Tim peneliti Menyepakati diskripsi data yang telah dikumpulkan dengan sebuah tim peneliti

Merekam data secara mekanis

Menggunakan tape recorder, photo, dan video

Multiple penelitian Merekaman berbagai persepsi partisipan dari diari atau catatan anekdot untuk menguatkan bukti

Mengecek informasi Secara informal mengecek data kepada partisipan untuk menjamin akurasi semua data yang telah dikumpulkan; sering dilakukan dalam studi-studi partisipatif.

Mereview partisipan Menanyakan kepada semua partisipan tentang semua sintesa yang telah direview peneliti untuk menjamin akurasi data: sering dilakukan dalam studi-studi interview Kasus negatif

Secara aktif meneliti, merekam, menganalisa, dan melapor-kan kasus-kasus negatif atau data yang tidak sesuai dengan pola atau menemukan sejumlah pola yang telah dimodifikasi

Tabel 3.1: Strategi Memperkaya Validitas Data Penelitian Kualitatif dari McMillan dan Schumacher (2001:408)

Lincoln dan Guba (1985) memberikan beberapa petunjuk yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan di atas, yaitu: (1) memperpanjang waktu dalam pengumpulan data di lapangan, (2) mengadakan pengamatan dengan tekun, (3) melakukan triangulasi, (4) melakukan diskusi dengan teman


(45)

sejawat, (5) menganalisis kasus negatif, 6) mengecek kecukupan referensi, dan (7) mengadakan pengecekan anggota.

Dalam konteksnya dengan penelitian ini, ada 6 (enam) strategi yang peneliti gunakan untuk menjamin validitas data penelitian, yaitu:

(1) Berlama-lama atau memperpanjang waktu dalam mengumpul data di lapangan, hal ini dimaksudkan agar peneliti bisa melakukan pengamatan secara intens dan mendapatkan sebanyak mungkin bukti-bukti yang menguatkan untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan keadaan partisipan yang sebenarnya.

(2) Melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan analisa data. Hal ini dilakukan untuk mengecek data kepada partisipan guna menjamin akurasi semua data yang telah dikumpulkan.

(3) Membuat kesimpulan dasar tentang diskriptor dengan cara merekam secara utuh dan rinci berbagai diskripsi tentang berbagai fenomena yang diteliti. (4) Mereview partisipan dengan cara menanyakan kepada semua partisipan

tentang semua sintesa yang telah direview peneliti untuk menjamin akurasi data.

(5) Secara aktif meneliti, merekam, dan menganalisa kasus-kasus negatif atau data yang tidak sesuai dengan telaah konseptual mengenai pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik dalam proses penyelenggaraan SMK Negeri di kota Banda Aceh Nangroe Aceh Darussalam.


(46)

(6) Melakukan diskusi dengan teman sejawat dan promotor untuk membantu peneliti dalam mengdentifikasi, memahami, menganalisis, dan menarik kesimpulan yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Sedangkan untuk menjamin objektivitas data penelitian, peneliti menempuh langkah-langkah berikut:

(1) Berdiskusi dengan promotor dan teman sejawat untuk memfasilitasi logika analisis data dan interpretasi. Promotor dan teman sejawat terus dilibatkan dalam berbagai diskusi mengenai analisis awal dan strategi berikutnya untuk menghimpun dan membuat pola-pola data. Pelibatan ini merupakan proses pencarian pertanyaan untuk membantu peneliti dalam memahami sikap, nilai-nilai, dan peranan peneliti dalam penelitian.

(2) Melengkapi semua catatan lapangan dengan tanggal, waktu, tempat, orang, dan berbagai aktivitas untuk mendapatkan akses informasi lalu menata dengan rapi setiap data yang telah berhasil dikumpulkan.

(3) Memperkuat bukti-bukti formal terhadap temuan awal dengan cara melakukan konfirmasi formal terhadap aktivitas pengumpulan data, pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan individu-individu yang kaya akan informasi yang dibutuhkan.

(4) Melakukan self critique guna menghindari opini, kecenderungn dan persepsi


(47)

476

DAFTAR BACAAN

Abbas & Suyanto. (2001). Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa.

Yogyakarta: AdiCita.

Adiwikarta, Sudarja. (1994). Peran dan Strategi Dasar Pendidikan Dalam

Peningkatan Sumber Daya Manusia Di Desa. Seminar Nasional Tentang Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Desa Terpencil. Bandung: IKA IKIP Bandung.

Alma, Buchari. (2000). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.

---, (2003), Pemasaran Stratejik Jasa Kependidikan, Bandung, Alfabeta.

Anwar, Moch Idochi. (2003). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya

Pendidikan (Teori, Konsep, dan Isu), Bandung: Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. (1993). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi

dan Kejuruan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Atmodiwirio, Soebagio & Totosiswanto, Soeranto. (1991). Kepemimpinan Kepala

Sekolah. Semarang: Adhi Waskita.

Badeni & Saparahayuningsih, Sri. (2002). “Efisiensi Sekolah Menengah Kejuruan

dalam Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda”. Jurnal Pendidikan

Mimbar Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: No. 3 tahun XXI 2002.

Bastian, Aulia Reza. (2002). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Lappera

Pustaka Utama,

Bennis, Waeren. (1996). “Mengapa Pemimpin Tidak Mampu Memimpin”, dalam

Buku Pintar Manajer. Jakarta: Binarupa Aksara.

Bennis, W dan Mische, M. (1995) The 21 st Century Organization: Reinventing

Through Reengineering, San Diego : Pfeiffer & Company.

Bukit, Masriam. (1997). Implementasi Pendidikan Sistem Ganda Sebagai

Pemaruan Kurikulum (Penelitian di Sekolah Teknologi Menengah 5 dan PT Pindad Persero Bandung). PPS IKIP Bandung.

Bryson, John M. (2002). Perencanaan Strategis bagi organisasi sosial.


(48)

Blaug, M. (1970). An Introduction to the Economics of Education, London: Allen Lone the Penguin Press.

Bogdan Robert & Taylor, Steven, J. (1992). Intoduction to Qualitation Research

Methods. Alih Bahasa oleh Arief Furachman. Surabaya: Usaha Nasional.

Bogdan, C. Robert., dan Biklen AK. (1982), “Qualitative Research for Education;

An Introduction to Theory and Methods”. Boston: allyn Bacon, Inc.

Burhanuddin. (1994). Analisis Organisasi Manajemen dan Kepemimpinan

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Calhoun, Calfrey C., and Alton V.Finch. (1976). “Vocational and Career

education: Concepts and Operations”. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company, Inc.

Danim, Sudarwan. (1998). Model Pengelolaan Terpadu Sistem Pendidikan

Tenaga Kependidikan di Tingkat Wilayah (Studi tentang Fungsi dan Efektivitas Model-model Pendidikan Tenaga Kependidikan di Provinsi Bengkulu), Bandung: IKIP Bandung.

Daryanto, H.M. (1998). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

David, Fred R. (2002). Manajemen Strategis Konsep. Jakarta: Prenhallindo.

Depdiknas. (2001). Rencana Strategis Pendidikan Menengah Kejuruan 2001 –

2005, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998/1999). Skills Toward 2020 For

Global Era. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Pendidikan Menengah Kejuruan: Jakarta.

Dharma, Agus. (2003). Modul Diklat Management of Trainers (Pendekatan

sistematis dalam menganalisis, mendesain, mengembangan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelatihan). Sawangan-Depok. Posdiklat Pegawai Depdiknas.

Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (2002). Data SMK

(Sekolah, Kelas, Siswa, Guru, Pegawai). Banda Aceh: Sub Dinas Madrasah Menengah Kejuruan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2001). Pokok-Pokok

Pikiran Keterampilan Menjelang 2020 dan Perkembangan, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.


(49)

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2002). Pokok-Pokok Pikiran: Pengembangan Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Djojonegoro, Wardiman. (1998). Pengembangan Sumberdaya Manusia Melalui

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Jayakarta Agung Offset. Drake, Rodman. L. (1993). “Kepemimpinan : Suatu Paduan Sifat yang Langka”,

dalam Kepemimpinan, Timpe, A. Dale, (Ed), Alih Bahasa: Susanto

Budidharmo, Jakarta: Gramedia.

Engkoswara. (1990). Kedudukan Manajemen dalam Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Seminar Pendidikan.

---. (1990). Kepala Sekolah sebagai Pengelola Satuan Pendidikan.

Makalah dalam Diskusi tentang Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung: Fakultas Pasca Sarjana IKIP.

---. (2001). Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi

Daerah. Bandung: Yayasan Amal Keluarga.

Fasli Jalal & Dedi Supriadi. (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks

Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita.

Fattah, Nanang. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: IKA IKIP.

---. (1999). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gaffar, Fakry. (2000). Pembiayaan Pendidikan Perusahaan Dan

Kebijak-sanaan Dalam Perspektif Reformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia.

---. (1995). “Visi: Suatu Inovasi dalam Proses Manajemen Strategik

Perrguruan Tinggi”, Jurnal Pendidikan Mimbar Pendidikan. Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung, No. 4 Tahun XIV 1995.

Garna, Judistira, K. (1996). Ilmu-Ilmu Sosial; Dasar Konsep-Posisi, Bandung:

Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran.

Glueck, William F & Jauch Lawrence R. (1988). Manajemen Strategis dan

Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Erlangga.

Hadiwaratama. (2002). “Pendidikan Kejuruan, Investasi Membangun Manusia


(50)

Husaini, Usman. (1996). Profil Perilaku Kepemimpinan Intrapreneurship Kepala Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi Doktor PPS IKIP Bandung.

Hunger J. David & Wheelen, Thomas L., (1996), Strategic Management and

Business Policy, Singgapore, Addison, Wessley.

---, (2001), Manajemen Strategis, Yogyakarta, Andi.

Johansson, R. (1993). Reengineering Education for Change: Educational

Innovation for Development, dalam Reengineering Education for Change: Educational Innovation for Development, Bangkok: ACIED.

Koogan, Irving Smith, BS. (1970), Business Organization, New York: Alexander

Hamilton Institute.

Kompas, 30 April 2002

Kolter, Philip. (2000). Marketing Management: Analysis. Planning,

Implementation and Control. New Jersey: prentice Hall.

Lazaruth, Soewadji. (1985). Kepala Sekolah dan Tanggungjawabnya.

Yogyakarta: Kanisius.

LAN. (1992). Analisis Kemampuan Manajemen. Bandung.

Lipham, James, M, et.al. & Hoeh, James, A, Jr. (1974). The Principalship :

Foundations and Functions.London: Harper & Row, Publishers.

---. (1985). The Princinpalship, New York: Longman.

Lincoln Ivonne S. & Egon G. Guba. (1985). Naturalistik Inquarry. California: Sage

Publications.

Makmun, A.S. (1999). Pemberdayaan Sistem Perencanaan dan Manajemen

Berbasis Sekolah Menuju Kearah Peningkatan Kualitas Kinerja Pendidikan yang Diharapkan, (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap FIP IKIP Bandung), Bandung: Depdikbud, IKIP Bandung.

Mantja, W. (1999). Mencari Format Desentralisasi di Bidang Manajemen

Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. Makalah pada Seminar Nasional Fomula Manajemen Pendidikan dalam Kerangka Otonomi Daerah di Bidang Pendidikan Tanggal 23 Agustus 1999, Universitas Negeri Malang.


(1)

Mastuhu. (2003). Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Dalam

Abad 21 (The New Mind Set of National Education in The 21st Centery).

Yogyakarta: Safaria Insania Press.

Mc Millan, James H. dan Schumacher, Sally. (2001). Research in Education: A

Conceptual Introduction. New York: Longman.

Meirawan, Danny. (1996). Keterkaitan dan Kepadanan Pengelolaan Program Pembelajaran dengan Kebutuhan Dunia Industri (Studi Kasus di STMN 3

dan STMN 5 Rumpun Bangunan Bandung). Disertasi Doktor PPS IKIP

Bandung.

Moleong Lexy J. (1998). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mondy, R. Wayne & Premeaux, Shane. R. (1995). Management, Seventh Edition, New Jersey, Prentice Hall,Inc,

Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. (1984). Qualitative Data Analysis:

A Source Book of New Methods. Beverly Hills: SAGE Publications.

Mimbar Pendidikan. Jurnal Pendidikan. No. 3 Tahun XXI 2002.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan

Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nawawi, Hadari. (2000). Manajemen Strategik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

---. (1981). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Nasution S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Notoatmodjo, Soekidjo (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipta.

Nisjar, Karhi & Winardi. (1997). Manajemen Stratejik. Bandung: Mandar Maju.

Nurkholis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Pearce, John A & Robinson Jr, Richard B. (2000). Strategic Management

(Formulation, Implementation, and Control). Boston Burr Ridge: United


(2)

Peter, Paul. J, & Certo, Samuel, C. (1995). Strategic Management Concepts and

Applications, United States of America: Irwin.

Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Nasional Penyelenggaraan

Pendidikan Dasar Dan Menengah. (2001). Jakarta: Proyek Peningkatan

Sistem Evaluasi Nasional Pendidikan Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional. Pakpahan. (1993). Mutu Sekolah Kejuruan Rendah Dalam Republika 17

Februari 1993.

PP Nomor 25 Tahun 2000. Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi sebagai Daerah Otonom, Bandung, Citra Umbara.

PP Nomor 29 Tahun 1990 PP Nomor 73 Tahun 1991

PP Nomor 38 Tahun 1992. tentang Tenaga Kependidikan. Jakarta: Dharma

Bhakti.

Pidarta, Made. (1995). Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar,

Jakarta, Grasindo.

Plastrik, Peter & Osborne, David. (2000). Memangkas Birokrasi: Lima Strategi

Menuju Pemerintahan Wirausaha. Jakarta: PPM, Anggota Ikapi.

Prabawa, Andi Haris dan Ariatmi, Siti Zuhriah. (2002). Paradigma

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000. Surakarta:

Muhammadiyah Universiy Press.

Priadana, Sidik. (1999). “Pendidikan Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Kerja”. Mimbar Pendidikan. IKIP Bandung. No.3 Tahun XVIII 1999.

Prijono, Onny S dan Pranarka, A.M.W. (1996). Pemberdayaan: Konsep,

Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Centre for Strategic and International

Studies.

Priowirjanto, Gatot Hari. (2001), Standar Manual Pendidikan Mennengah

Kejuruan. Jakarta: Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, Dirdikmenjur.

Roe, William, H., and Drake, Thelbert, L. (1980), Principalship, Second Edition, New York: MacMillan Publishing Co., Inc.

Rohiat. (1999). Pemberdayaan Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional Oleh Kepala


(3)

Rumini dan Jiyono. (1999). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep dan

Kemungkinan Strategi Pelaksanaan di Indonesia, Juni 1999, Jakarta:

Tahun Ke-5, No. 017, Balitbang Depdikbud, 77-101.

Sanaky, Hujair AH. (2003). Paradigma Pendidikan Islam: Membangun

Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safria Insania Press.

Samani, M. (1999). School Based Management: Strategi Pemberdayaan Sekolah dalam Kerangka Desentralisasi Pendidikan Menuju Pendidikan yang

Berkualitas. Makalah pada Seminar Nasional Fomula Manajemen

Pendidikan dalam Kerangka Otonomi Daerah di Bidang Pendidikan Tanggal 23 Agustus 1999, Universitas Negeri Malang.

Satori, Djam’an. (2000). Dimenesi Indikator Sekolah Efektif, Bandung, Makalah Seminar Nasional HMJ Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education. Philadelphia London: Kogan Page.

Sanusi, Achmad. (1998). Pendidikan Alternatif. Bandung: Grafindo Media Pratama.

---. (1994). Memakmurkan Sistem Manajemen bagi Pendidikan Tenaga Kependidikan yang Berbobot Nilai Katagorikal dan Instrumental.

dalam Makalah Seminar Pendidikan: Bandung: IKIP Bandung.

Sedarmayanti. (2000). Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk

Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung: Mandar Maju.

---. (2003). Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju.

Sergiovani, Thomas, J & Burlingame, Martin, et.al. (1980) Educational

Governance and Administration, New Jersey: Prentice hall, Inc,

Englewood, Cliffs.

Siagian, Sondang. P. (1982). Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku

Organisasi, Jakarta: Gunung Agung.

---. (2000). Manajemen Stratejik, Jakarta: Bumi Aksara. ---. (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:


(4)

Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana Ilmu.

---. (2000). Kebijakan Penyelenggara Otonomi Daerah Di Bidang

Pendidikan. Seminar Nasional Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi

Daerah Di Bidang Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Simanjuntak, P. (1985). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Lembaga Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia.

Simanjuntak, Mahdiansyah, Rutmini, Ajisuksmo. (1990). “Model Kerjasama Antara Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Dengan Dunia Usaha/Industri (Pengembangan Model di STM)”, Laporan Hasil Penelitian

dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1989/1990,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sri Wahyudi, Agustinus. (1996). Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berpikir

Strategik. Binarupa Aksara.

Standar Manual Pendidikan Menengah Kejuruan. (2001). Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah Kejuruan Departmen Pendidikan Nasional.

Stewart, Aileen Mitchell. (1994), Empowering People. London: Pitman Publishing.

Suderadjat, Hari. (2002). Pendidikan Berbasi Luas (BBE) Yang Berorientasi

Pada Kecakapan Hidup (Life Skill). Bandung: Cita Cekas Grafika.

Sufyarma, M. (2003). Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiono. (1990). Model Alternatif Sistem dan Pengembangan Manajemen

Pendidikan untuk Menyiapkan Tenaga Kerja Industri Permesinan. Disertasi

FPS, IKIP Bandung.

---, (2001). Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih, dkk. (2002). Pengendalian Mutu Pendidikan

Sekolah Menengah, Konsep, Prinsip dan Instrumen, Bandung: Kesuma

Karya.

Suparno, Paul, dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi.


(5)

Supriadi, Dedi. (2002) (Ed). Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di

Indonesia, Membangun Manusia Produktif, Dirdikmenjur Depdiknas,

Bandung: Rosdakarya.

Supriatna, Tjahya. (1997). Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan

Kemiskinan, Bandung: Humaniora Utama Press.

Suradinata, Ermaya. (1997). Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintahan,

Pendekatan Budaya, Moral, dan Etika, Jakarta, Gramedia.

Suryadi, Ace dan Tilaar H.A.R. (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: Rosdakarya

Sutisna, Oteng. (1990). Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.

Suwatno. (2003). Indonesia Menghadapi Globalisasi (Ditinjau dari Aspek

Ekonomi dan Pendidikan. FPIPS UPI Bandung: Jurnal Manajerial Vol 1.

No.2. Januari 2003.

Tampubolon, D.P. (2001). Perguruan Tinggi Bermutu. Jakarta: Gramedia.

The World Bank. (1999). Education Sector Strategy.

Thoha, M. (1999). Desentralisasi Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Tahun ke-5, Nomor 017, Juni, Jakarta: Balitbang Depdikbud 1-7.

Thompson Jr, Arthur A & Strickland, A.J. (1996). Strategic Management

(Concepts & Cases). Chicago: Irwin, United States of America.

Tilaar, HAR. (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional

Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indoneisa.

__________. (1999). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya. __________. (1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era

Globalisasi. Jakarta: Grasindo.

__________. (2000). Pendidikan, Kebudayaan Dan Masyarakat Madani

Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta: Sinar Grafika.

UUD 45. (2001). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Setelah

Amandemen Kedua Tahun 2000. Bandung: Pustaka Setia.

Winardi. (1989). Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Bandung: Tarsito.

---. (1992). Manajemen Perilaku Organisasi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Wahab, Abdul Azis. (1996). Mencari Arah Baru dalam Pengelolaan Sekolah.

Dalam Mimbar Pendidikan. IKIP Bandung.

Wirawan. (2002). Kapita Selekta Teori Kepemimpinan: Pengantar Untuk Praktek

dan Penelitian. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia dan UHAMKA Press.

Wright, Peter, et. al. (1996). Strategic Management: Concepts and Cases. New Jersey: Englewood Cliffs.

Yoeti, Oka A. (2002). Perencanaan Strategis Pemasaran: Daerah Tujuan Wisata.

Jakarta: Pradnya Paramita.

Yusanto, Muhammad Ismail & Widjajakusuma, Muhammad Kerebet. (2003).

Manajemen Strategis (Perspektif Syariah). Khairul Bayaan: Jakarta

Selatan.

Zamroni. (1996). Manajemen Praktek Pendidikan Egaliter Demokratis, dalam

Reorientasi Ilmu Pendidikan di Indonesia. Jakarta: IKIP Muhammadiyah,

Educatio.

---. (2001). Pendidikan Untuk Demokrasi. Bigraf Publishing.

---. (2001). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.