Pengaruh Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Ketuntasan Pengobatan Tuberkulosis Paru di Klinik Dots Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2014 - Desember 2014.

(1)

ABSTRAK

KARAKTERISTIK PENDERITA DAN PENGARUH PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KETUNTASAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU DI KLINIK DOTS RUMAH SAKIT IMMANUEL

BANDUNG PERIODE JANUARI 2014 – DESEMBER 2014 Chaya Ducinta Ananta, 2015 Pembimbing I : Sri Nadya S., dr., M.Kes.

Pembimbing II: Cindra Paskaria, dr., MKM.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis sebagai basil tuberkel (‘tubercle bacillus’) merupakan salah satu dari sekitar tiga puluh genus Mycobacterium. Sebagian besar kuman, lebih dari 80%, Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil mengenai organ tubuh lain. Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan serius karena menjadi penyebab kematian utama dari golongan penyakit infeksi.

Sebagian besar penderita TB adalah usia produktif, kisaran usia 26 sampai dengan 35 tahun. Untuk mengatasi penyebaran penyakit TB, WHO merekomendasikan program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course).

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode observasional analitik dengan menggunakan data rekam medis klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengetahuan tentang tuberkulosis paru serta ketuntasan pengobatan dengan adanya pengawas menelan obat (PMO). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa penderita TB paru tahun 2014 terbanyak berusia 26 sampai dengan 35 tahun (25,2%), berjenis kelamin laki-laki (52,1%), mempunyai parut BCG meragukan (67,6%), tidak memiliki PMO (59,6%), tidak dilakukan pemeriksaan dahak pada bulan 0 (awal) (68,7%), dan tidak dilakukan pemeriksaan dahak pada bulan dua (79,8%). Jumlah penderita TB paru tahun 2014 di klinik DOTS RS Immanuel Bandung adalah sebanyak 361 orang.

Dari penelitian yang dilakukan tidak terlihat hubungan yang signifikan antara keberadaan PMO dan ketuntasan pengobatan pasien TB paru. Oleh karena itu, PMO tidak mempengaruhi kelangsungan pasien minum obat secara tuntas.


(2)

ABSTRACT

CHARACTERISTIC OF THE PATIENT AND THE IMPACT OF SUPERVISION OF MEDICATION INGESTION (PMO) ON THE

COMPLETENESS OF TREATMENT OF THE PULMONARY TUBERCULOSIS IN DOTS CLINIC FROM IMMANUEL HOSPITAL

BANDUNG PERIOD JANUARY 2014 DESEMBER 2014 Chaya Ducinta Ananta, 2015 1st Tutor : Sri Nadya Saanin, dr., M.Kes.

2nd Tutor : Cindra Paskaria, dr., MKM. Tuberculosis is an infectious disease caused by mycobacterium tuberculosis bacillus. Mycobacterium tuberculosis as the tubercle bacillus (tubercle bacillus) is one of about thirty Mycobacterium genus. Most germs more than 80% Mycobacterium tuberculosis invades the lungs and a small part of the body's other organs.

Tuberculosis (TB) in Indonesia is still a serious health problem because it is considered as the cause of death from infectious disease group. Most of TB’s patients are from productive age ranging from 26—35 years old. To overcome the spread of TB, WHO recommends DOTS program (Directly Observed Treatment Short-course).

The research applies an observational study analitic by using medical records of DOTS clinics from Immanuel Hospital Bandung. The result of this research can be used as an input to the knowledge of pulmonary tuberculosis and completeness of treatment with supervision of medication ingestion (PMO).

The research finds that patients with pulmonary tuberculosis by 2014 are mostly from 26 to 35 years old (25.2%), male patients (52.1%) , having dubious BCG scar (67.6%), not having PMO (59.6%), no sputum examination in 0 month (initial) (68.7%), and no sputum examination in the second month (79.8%). The number of pulmonary tuberculosis in 2014 at DOTS clinic in Immanuel hospital Bandung are 361 patients.

The result of the research reveals that there is no significant correlation between PMO and completeness of treatment of the pulmonary tuberculosis patients. In conclusion, PMO does not affect the survival of patients taking medicine completely.


(3)

DAFTAR ISI

JUDUL...i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ... 4

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4

1.4.1 Manfaat Akademis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... .4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... ..4

1.5.1. Kerangka Pemikiran...4

1.5.2. Hipotesis Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tuberkulosis ... 6

2.1.1 Definisi... 6

2.1.2 Cara Penularan ... 7

2.1.3 Gejala-gejala Tuberkulosis ... 8

2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis... 8

2.1.5. Pengobatan Tuberkulosis...9

2.1.5.1. Isoniazid (H)...10

2.1.5.2. Rifampisin (R)...10

2.1.5.3. Pirazinamid (Z)...11

2.1.5.4. Streptomisin (S)...11


(4)

2.1.6. Panduan OAT di Indonesia...12

2.1.7. Evaluasi Pengobatan...13

2.2. Program DOTS di Indonesia ... 14

2.3. Pengawas Minum Obat (PMO) ... 16

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 18

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.2.1 Tempat Penelitian ... 18

3.2.2 Waktu Penelitian ... 18

3.3 Prosedur Penelitian ... 18

3.4 Rancangan Penelitian ... 19

3.5 Prosedur Penarikan Sampel ... 19

3.6 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

3.8. Definisi Operasional...20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Pengumpulan Data... 21

4.2 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Usia ... 21

4.3 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 22

4.4 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Pada Bulan 0 (awal) dan Bulan 2... 23

4.5 Gambaran Pengawas Menelan Obat (PMO) Pada Pasien Tuberkulosis Paru...25

4.6 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan...26

4.7 Hubungan Antara Adanya Pengawas Menelan Obat (PMO) dan Kelengkapan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru...26

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Simpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 34


(5)

DAFTAR TABEL

4.1 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Usia di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...21 4.21 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...22 4.32 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Pada Bulan

0 (awal) di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember2014...23 4.43 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Pada Bulan

2 di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...24 4.54 Gambaran Pengawas Menelan Obat (PMO) Pada Pasien Tuberkulosis Paru

di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...25 4.65 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di

Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...26 4.76 Hubungan Antara Adanya Pengawas Menelan Obat (PMO) dan Kelengkapan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...26


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam 2 abad terakhir (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Tuberkulosis sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1992 tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien tuberkulosis dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Meskipun kasus dan kematian karena tuberkulosis sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat tuberkulosis juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus tuberkulosis pada tahun 2012 dengan jumlah


(7)

kematian karena tuberkulosis mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal karena tuberkulosis pada tahun 2012 adalah wanita. Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus tuberkulosis anak diantara seluruh kasus tuberkulosis secara global mencapai 6% (530.000 pasien tuberkulosis anak/tahun). Sedangkan kematian anak (dengan status HIV negatif) yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/tahun, atau sekitar 8% dari total kematian yang disebabkan tuberkulosis. Peningkatan angka insidensi tuberkulosis secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan dengan tahun 1990 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Pada tahun 2008 Indonesia berada di peringkat ke lima dunia penderita tuberkulosis terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria. Indonesia turun peringkat dibandingkan dengan tahun 2007 yang menempati peringkat ke tiga kasus tuberkulosis terbanyak setelah India dan China. (WHO, 2010)Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus tuberkulosis baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun. (Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO), 2008) Angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan tuberkulosis terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Setiap orang dengan penyakit tuberkulosis paru aktif akan menulari rata-rata antara 10 dan 15 orang setiap tahun (WHO, 2010). Pada tahun 2006 WHO merekomendasikan suatu strategi untuk menekan angka kejadian kasus tuberkulosis di dunia, yaitu strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). DOTS adalah suatu program pengobatan jangka pendek yang standar menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) bagi semua kasus tuberkulosis dengan


(8)

tatalaksana kasus yang tepat (WHO, 2010).Namun, di beberapa negara, termasuk Indonesia, upaya pemberantasan TB masih berlangsung lamban. Hambatannya antara lain letak geografis wilayah Indonesia yang terpencar-pencar, kurang penerangan, kurang teraturnya pengobatan, dan lain-lain. Bahkan, di negara-negara berpenghasilan rendah, proyek ini masih tertunda. Padahal pengobatan penyakit TB tidak boleh setengah-setengah, harus rutin, berturut-turut sampai tuntas dan memakan waktu paling sedikit enam bulan. Sesuai dengan strategi DOTS, setiap penderita yang baru ditemukan dan mendapatkan pengobatan harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar terjamin kesembuhan, tercegah dari kekebalan obat atau resistensi (WHO, 1998). Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita (Idris, 2004).

Mempertimbangkan data epidemiologi tersebut dan efek pengawas menelan obat terhadap ketuntasan pengobatan tuberkulosis paru peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana karakteristik penderita dan pengaruh pengawas menelan obat terhadap ketuntasan pengobatan tuberkulosis paru di klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2014.

1.2 Identifikasi Masalah

- Bagaimana gambaran karakteristik pasien tuberkulosis paru di klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pemeriksaan BTA dahak.

- Bagaimana hubungan antara keberadaan pengawas menelan obat (PMO) dengan ketuntasan pengobatan tuberkulosis paru di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2014 – Desember 2014.


(9)

1.3 Maksud dan Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penderita dan hubungan antara pengawas menelan obat (PMO) dengan ketuntasan pengobatan pada tuberkulosis paru di klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan pengetahuan tentang kejadian tuberkulosis paru serta ketuntasan pengobatan dengan adanya pengawas menelan obat (PMO) dan memberikan gambaran serta informasi bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung, guna meningkatkan mutu pelayanan penderita tuberkulosis paru untuk meningkatkan angka kesembuhan pengobatan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff & Mukty, 2008). Seseorang yang menderita tuberkulosis paru mempunyai karakteristik berusia produktif (15 -55 tahun) dan berjenis kelamin laki-laki (Kementerian Kesehatan Republik


(10)

Indonesia, 2011). Sesuai dengan strategi DOTS, setiap penderita yang baru ditemukan dan mendapatkan pengobatan harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar terjamin kesembuhan, tercegah dari kekebalan obat atau resistensi (WHO, 1998). Pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis dalam meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader atau tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. PMO merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kepatuhan penderita untuk minum obat sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Keberhasilan PMO dalam menjalankan tugasnya dapat diukur melalui hasil pemeriksaan konversi setelah menjalankan masa pengobatan intensif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kholifatul Ma’arif Zainul Firdaus di wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo tahun 2012 juga mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh peranan PMO terhadap keberhasilan pengobatan penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo. Dalam penelitiannya dituliskan bahwa tabulasi silang pengaruh peranan PMO dengan keberhasilan pengobatan penderita tuberkulosis paru menunjukkan bahwa kecenderungan semakin baik peran PMO maka keberhasilan pengobatan semakin meningkat dan sebaliknya jika semakin buruk peran PMO maka keberhasilan pengobatan semakin kecil (Fidaus, 2012).

1.5.2 Hipotesis Penilitian


(11)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru di klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung berusia 26 – 35 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan tidak memiliki pengawas menelan obat (PMO). Pada pemeriksaan dahak pada bulan nol (awal) dan bulan dua didapatkan paling banyak tidak diperiksa.

2. Tidak ada hubungan antara keberadaan pengawas menelan obat (PMO) dan ketuntasan pengobatan pasien tuberkulosis paru.

5.2. Saran

1. Tenaga kesehatan di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung dapat memberikan lebih banyak edukasi tentang tuberkulosis paru termasuk pengobatannya kepada pasien terutama pengawas menelan obat (PMO).

2. Sebaiknya Klinik DOTS RSI mewajibkan pasien TB paru untuk memiliki PMO.

3. Seharusnya pasien tuberkulosis paru dilakukan pemeriksaan dahak sesuai standar program DOTS. Diharapkan semua pasien tuberkulosis paru melakukan pemeriksaan dahak sebagaimana mestinya.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., & Mukty. (2008). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru (5th edition ed.). Surabaya: Airlangga University Press.

Bahar, A. (1990). Tuberkulosis Paru. In Suparman, & S. Waspadi, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

BPJS. (2015, April 24). Retrieved September 24, 2015, from http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/322

BPJS. (2015). BPJS Kesehatan. Retrieved 2015, from http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/

Carlson, J. (1996). Perils of Polypharmacy: 10 Steps to Prudent Prescribing. Geriatrics , 26-30.

Comfort, A. (1964). The Process of Ageing. New York: Signet.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Pedoman Penanggulangan TB (cetakan ke-5 ed.). Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Penanggulangan TB. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed ed.). Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed ed.). Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011, November 23). Pengendalian TB di Indonesia Mendekati Target MDGs. Retrieved Oktober 2015, from www.depkes.go.id.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Tuberkulosis. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Fidaus, K. M. (2012). Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja


(13)

Puskesmas Baki Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fortin M, L. L. (2004). Multimorbility and Quality of Life in Primary Vare: A Systematic Review. Health Qual Life Outcomes , 51.

Health, T. D. (2000). Guideline for The Promotion of Active Ageing in Older Adult. USA: Formeset Cape Printers.

Hiswani. (2009). Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. Retrieved 2015, from

repository.usu.ac.id:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3718/3/fkm-hiswani6.pdf.txt

Idris, F. (2004). Manajemen Public Private Mix: Penanggulangan Tuberkolosis Strategi Dots Dokter Praktik Swasta. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Imunisasi BCG Untuk Mencegah TB (Tuberkulosis). (2008, Maret). Retrieved Januari 2016, from posyandu.org: http://posyandu.org/imunisasi-bcg.html

Infodatin. (2013, Juni 29). Retrieved Agustus 4, 2015, from

www.depkes.go.id/resources/download/.../infodatin/infodatin-lansia.pdf

Infodatin. (2013, May 17). Retrieved November 12, 2015, from

http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3Ffile%3Dd ownload%2Fpusdatin%2Finfodatin%2Finfodatin-hipertensi.pdf Ismayadi. (2004). Retrieved Agustus 4, 2015, from http://repository.usu.ac.id:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/keperawatan-ismayadi.pdf

Istiantoro, Y. H., & Setiabudy, R. (2009). Tuberkulosis dan Leprostatik. In S. G. Gunawan (Ed.), Farmakologi dan Terapi (Edisi 5 ed., pp. 613-632). Jakarta: Balai Percetakan FKUI.

Jang, S. M., & et.all. (2014). NSAID-Avoidance Education in Community

Pharmacies for Patients at High Risk for Acute Kidney Injury, Upstate New York, 2011. Preventing Chronic Disease , 1-8.


(14)

Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran (23th edition ed.). Jakarta: Erlangga.

Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L., & Jameson, J. L. (2002). Harrison's Manual of Medicine (15 edition ed.). McGraw-Hill Professional Publishing.

Kemenkes. (2014). Retrieved January 21, 2015, from http://www.depkes.go.id: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PMK%20No.% 2028%20ttg%20Pedoman%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015, Maret 24). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Retrieved Oktober 2015, from www.depkes.go.id:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infod atin_tb.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). TBC Masalah Kesehatan Dunia. 1.

Litwak, L., Goh, S. Y., Zanariah, H., Malek, R., Prusty, V., & Khamseh, M. E. (2013). Prevalence of Diabetes Complication in People With Type 2 Diabetes Mellitus and its Association with Baseline Characteristics in The Multinational Achieve Study . Diabetology and Metabolic Syndrome , 57.

Mansjoer, A., Suprohaita, Wahyu, I. W., & Wiwiek, S. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Maurung, D. (2009). Gagal Jantung Akut. In F. K. Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1586-1595). Jakarta: InternaPublishing. Mobbs, C. (2006, april 5).

http://www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/chl.html. Retrieved juli 3, 2015, from http://www.merck.com:

http://www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/chl.html Nevada, H. P. (2010, January). Retrieved July 31, 2015, from


(15)

https://www.healthplanofnevada.com/documents/provider%20files/Po lypharmacy%20Guideline%20Jan%202010%20final.pdf

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmojo, S. (2005). Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2006). Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Pranarka, K. (2006, Desember).

www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf. Retrieved Maret 2015, from www.univmed.org:

www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf

Price, S., & Wilson, L. (1985). Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Edisi 2 ed.). Jakarta: CV.EGC.

Puri, N. A. (2010). Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Rambadhe S. Chakarboty, e. a. (2012). A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medications. Toxicol Int.

Reese, R. E., & Betts, R. F. (1993). Handbook of Antibiotics. Boston: Little, Brown and Company.

Reese, R. E., Betts, R. F., & Gumustop, B. (2000). Handbook of Antibiotics. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Riskesdas. (2013, December 1). Retrieved January 21, 2015, from

https://www.depkes.go.id%2Fresources%2Fdownload%2Fgeneral%2 FHasil%2520Riskesdas%25202013.pdf&usg=AFQjCNH5N0m5ze5b OvcF9ja9z4da6wpXyQ&sig2=zIcdnbDoyJmpUPl2C0PdEw&bvm=b v.103388427,d.c2E

Robbins, e. a. (1989). Pathologic Basic of Disease (4th edition ed.). W. B. Saunders Company.

Setiati, S., & Laksmi, P. S. (2009). Gangguan Keseimbangan, Jatuh, dan Fraktur. In F. K. Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 812-825). Jakarta: InternaPublishing.


(16)

Simamora, V., Tjitrosantoso, H. M., & Wiyono, W. I. (2011). Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Tuberkulosis Paru Di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2010. Manado.

Soejono, C. H. (2003). Pendekatan Klinis Pasien Geriatri dengan 'Jatuh'. Dalam: Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO). (2008). Hari TB sedunia : Lembar Fakta Tuberkulosis. Retrieved Oktober 2015, from www.tbcindonesia.or.id.

Sudoyo, A. W., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., & Siti, S. (2006). Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Supartondo. (2003). Kecenderungan Polifarmasi. Jakarta: Pusat Informasi dan

Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Syafrizal, T., H., & M., H. (2008). Pengelolaan Penanganan Pengobatan Tuberkulosis di RS Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Mei s/d 1 Juli2007. Padang.

WHO. (2004). Retrieved October 3, 2015, from www.iredes.fr:

www.iredes.fr/english/issues-in-helath-economics/204-polpharmacy-definition-measurement-and-stakes-involved.pdf

WHO. (2010). Retrieved Oktober 2015, from www.who.int.

WHO. (1998). Tuberculosis Handbook. Geneva: Global Tuberculosis Program. World Health Organization. (2008). handbook for national tuberculosis control

programmes. Geneva: WHO.


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru di klinik DOTS Rumah Sakit

Immanuel Bandung berusia 26 – 35 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan tidak

memiliki pengawas menelan obat (PMO). Pada pemeriksaan dahak pada bulan nol (awal) dan bulan dua didapatkan paling banyak tidak diperiksa.

2. Tidak ada hubungan antara keberadaan pengawas menelan obat (PMO) dan

ketuntasan pengobatan pasien tuberkulosis paru.

5.2. Saran

1. Tenaga kesehatan di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung dapat memberikan lebih banyak edukasi tentang tuberkulosis paru termasuk pengobatannya kepada pasien terutama pengawas menelan obat (PMO).

2. Sebaiknya Klinik DOTS RSI mewajibkan pasien TB paru untuk memiliki PMO.

3. Seharusnya pasien tuberkulosis paru dilakukan pemeriksaan dahak sesuai standar program DOTS. Diharapkan semua pasien tuberkulosis paru melakukan pemeriksaan dahak sebagaimana mestinya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., & Mukty. (2008). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru (5th edition ed.). Surabaya: Airlangga University Press.

Bahar, A. (1990). Tuberkulosis Paru. In Suparman, & S. Waspadi, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

BPJS. (2015, April 24). Retrieved September 24, 2015, from http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/322

BPJS. (2015). BPJS Kesehatan. Retrieved 2015, from http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/

Carlson, J. (1996). Perils of Polypharmacy: 10 Steps to Prudent Prescribing. Geriatrics , 26-30.

Comfort, A. (1964). The Process of Ageing. New York: Signet.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Pedoman Penanggulangan TB (cetakan ke-5 ed.). Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Penanggulangan TB. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed ed.). Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed ed.). Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011, November 23). Pengendalian TB di Indonesia Mendekati Target MDGs. Retrieved Oktober 2015, from www.depkes.go.id.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Tuberkulosis. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Fidaus, K. M. (2012). Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja


(3)

Puskesmas Baki Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fortin M, L. L. (2004). Multimorbility and Quality of Life in Primary Vare: A Systematic Review. Health Qual Life Outcomes , 51.

Health, T. D. (2000). Guideline for The Promotion of Active Ageing in Older Adult. USA: Formeset Cape Printers.

Hiswani. (2009). Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. Retrieved 2015, from

repository.usu.ac.id:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3718/3/fkm-hiswani6.pdf.txt

Idris, F. (2004). Manajemen Public Private Mix: Penanggulangan Tuberkolosis Strategi Dots Dokter Praktik Swasta. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Imunisasi BCG Untuk Mencegah TB (Tuberkulosis). (2008, Maret). Retrieved Januari 2016, from posyandu.org: http://posyandu.org/imunisasi-bcg.html

Infodatin. (2013, Juni 29). Retrieved Agustus 4, 2015, from

www.depkes.go.id/resources/download/.../infodatin/infodatin-lansia.pdf

Infodatin. (2013, May 17). Retrieved November 12, 2015, from

http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3Ffile%3Dd ownload%2Fpusdatin%2Finfodatin%2Finfodatin-hipertensi.pdf Ismayadi. (2004). Retrieved Agustus 4, 2015, from http://repository.usu.ac.id:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/keperawatan-ismayadi.pdf

Istiantoro, Y. H., & Setiabudy, R. (2009). Tuberkulosis dan Leprostatik. In S. G. Gunawan (Ed.), Farmakologi dan Terapi (Edisi 5 ed., pp. 613-632). Jakarta: Balai Percetakan FKUI.

Jang, S. M., & et.all. (2014). NSAID-Avoidance Education in Community

Pharmacies for Patients at High Risk for Acute Kidney Injury, Upstate New York, 2011. Preventing Chronic Disease , 1-8.


(4)

Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran (23th edition ed.). Jakarta: Erlangga.

Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L., & Jameson, J. L. (2002). Harrison's Manual of Medicine (15 edition ed.). McGraw-Hill Professional Publishing.

Kemenkes. (2014). Retrieved January 21, 2015, from http://www.depkes.go.id: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PMK%20No.% 2028%20ttg%20Pedoman%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015, Maret 24). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Retrieved Oktober 2015, from www.depkes.go.id:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infod atin_tb.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). TBC Masalah Kesehatan Dunia. 1.

Litwak, L., Goh, S. Y., Zanariah, H., Malek, R., Prusty, V., & Khamseh, M. E. (2013). Prevalence of Diabetes Complication in People With Type 2 Diabetes Mellitus and its Association with Baseline Characteristics in The Multinational Achieve Study . Diabetology and Metabolic Syndrome , 57.

Mansjoer, A., Suprohaita, Wahyu, I. W., & Wiwiek, S. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Maurung, D. (2009). Gagal Jantung Akut. In F. K. Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1586-1595). Jakarta: InternaPublishing. Mobbs, C. (2006, april 5).

http://www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/chl.html. Retrieved juli 3, 2015, from http://www.merck.com:

http://www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/chl.html Nevada, H. P. (2010, January). Retrieved July 31, 2015, from


(5)

https://www.healthplanofnevada.com/documents/provider%20files/Po lypharmacy%20Guideline%20Jan%202010%20final.pdf

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmojo, S. (2005). Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2006). Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Pranarka, K. (2006, Desember).

www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf. Retrieved Maret 2015, from www.univmed.org:

www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf

Price, S., & Wilson, L. (1985). Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Edisi 2 ed.). Jakarta: CV.EGC.

Puri, N. A. (2010). Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Rambadhe S. Chakarboty, e. a. (2012). A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medications. Toxicol Int.

Reese, R. E., & Betts, R. F. (1993). Handbook of Antibiotics. Boston: Little, Brown and Company.

Reese, R. E., Betts, R. F., & Gumustop, B. (2000). Handbook of Antibiotics. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Riskesdas. (2013, December 1). Retrieved January 21, 2015, from

https://www.depkes.go.id%2Fresources%2Fdownload%2Fgeneral%2 FHasil%2520Riskesdas%25202013.pdf&usg=AFQjCNH5N0m5ze5b OvcF9ja9z4da6wpXyQ&sig2=zIcdnbDoyJmpUPl2C0PdEw&bvm=b v.103388427,d.c2E

Robbins, e. a. (1989). Pathologic Basic of Disease (4th edition ed.). W. B. Saunders Company.

Setiati, S., & Laksmi, P. S. (2009). Gangguan Keseimbangan, Jatuh, dan Fraktur. In F. K. Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 812-825).


(6)

Simamora, V., Tjitrosantoso, H. M., & Wiyono, W. I. (2011). Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Tuberkulosis Paru Di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2010. Manado.

Soejono, C. H. (2003). Pendekatan Klinis Pasien Geriatri dengan 'Jatuh'. Dalam: Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO). (2008). Hari TB sedunia : Lembar Fakta Tuberkulosis. Retrieved Oktober 2015, from www.tbcindonesia.or.id.

Sudoyo, A. W., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., & Siti, S. (2006). Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Supartondo. (2003). Kecenderungan Polifarmasi. Jakarta: Pusat Informasi dan

Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Syafrizal, T., H., & M., H. (2008). Pengelolaan Penanganan Pengobatan Tuberkulosis di RS Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Mei s/d 1 Juli2007. Padang.

WHO. (2004). Retrieved October 3, 2015, from www.iredes.fr:

www.iredes.fr/english/issues-in-helath-economics/204-polpharmacy-definition-measurement-and-stakes-involved.pdf

WHO. (2010). Retrieved Oktober 2015, from www.who.int.

WHO. (1998). Tuberculosis Handbook. Geneva: Global Tuberculosis Program. World Health Organization. (2008). handbook for national tuberculosis control

programmes. Geneva: WHO.