Peran Petugas Kesehatan dan Pengawas Menelan Obat PMO) dalam Pengobatan TB Paru dengan Strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa
51
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Judul Penelitian : Peran Petugas Kesehatan Dan Pengawas Menelan Obat (PMO) Dalam Pengobatan TB Paru Dengan Strategi Dots Di
Puskesmas di Kota Langsa Peneliti : Deddi Saputra
NIM : 141121043
HP : 085261252686
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas KeperawatanUniversitas Sumatera Utara, melakukan penelitian dengan judul “Peran Petugas Kesehatan Dan Pengawas Menelan Obat(PMO) Dalam Pengobatan Tb Paru Dengan Strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa” dengan lokasi penelitian semua Puskesmas di Kota Langsa.
Hasil penelitian ini akan direkomendasikan sebagai masukan bagi program pemberantasan penyakit TB Paru di Kota Langsa dengan tujuan dapat mengidentifikasi masalah – masalah menyangkut peran petugas kesehatan dan pengawas minum obat dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS.
Saya mengharapkan kesediaan ibu/bapak berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ibu/bapak dalam penelitian ini bersifat sukarela. Semua informasi tentang kondisi ibu/bapak tidak akan disebarluaskan dan informasi yang ada digunakan hanya untuk tujuan penelitian.
Lampiran 1
(2)
Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak ibu/bapak sebagai responden dengan cara :
1. Menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan data, pengolahan data, maupun penyajian hasil penelitian nantinya.
2. Menghargai keinginan ibu/bapak yang tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
Apabila ibu/bapak bersedia berpartisipasi pada penelitian ini, agar menandatangani surat persetujuan ini. Peneliti mengucapkan terima kasih atas partisipasinya.
Medan, April 2015
Peneliti Responden *)
(3)
53
*) Boleh tidak menuliskan nama.
KUESIONER PENELITIAN
PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DALAM PENGOBATAN TB PARU DENGAN
STRATEGI DOTS DI DINAS KESEHATAN KOTA LANGSA
1. Identitas Responden
Umur : ... tahun
Jenis kelamin : Laki – laki / Perempuan
Pendidikan : Tidak tamat SD SLTP Diploma/S1/S2 SD SLTA
Pekerjaan : Tidak bekerja Bekerja (...) Berobat di : Puskesmas Langsa ...
Hubungan dengan PMO: Suami/isteri. Anak. Saudara ...
Lama Pengobatan yang sudah dijalani:...
2. Kuisioner peran petugas kesehatan
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda cheklist(V) pada kolom jawaban YA atau TIDAK, sesuai dengan yang dirasakan.
No PERNYATAAN JAWABAN
YA TIDAK
Menemukanpenderita c Nomor Responden ... ...
(4)
1 Apakah petugas puskesmas memeriksa dahak (sputum) dari anggota keluarga ibu/bapak yang serumah dengan bapak / ibu?
2 Apakah petugas puskesmas memberikan penyuluhan tentang penyakit TB Paru kepada keluarga bapak / ibu selama dalam pengobatan?
3 Apakah petugas puskesmas bagian TB Paru yang pertama menyatakan bahwa bapak / ibu menderita TB Paru?
4 Apakah petugas puskesmas pernah menganjurkan agar bapak / ibu atau keluarga lain untuk tidak merokok dalam satu ruangan dengan penderita TB paru?
5 Apakah petugas puskesmas ada menjelaskan hal yang memperburuk keadaan penderita TB paru, seperti merokok atau berada dilingkungan perokok, membakar obat nyamuk bakar dalam rumah?
No PERNYATAAN JAWABAN
YA TIDAK
Memberikanpengobatan
6 Saat pertama di diagnosa TB paru, apakah petugas puskesmas menjelaskan tentang metode pengobatan TB Paru?
7 Apakah petugas puskesmas menjelaskan resiko bila berhenti berobat sebelum waktunya?
8 Apakah petugas puskesmas pernah menjelaskan tentang efek samping dari OAT seperti mual-mual dan pusing?
9 Apakah petugas puskesmas membantu mengatasi keluhan anda selama pengobatan TB Paru.
10 Apakah petugas puskesmas menyarankan seseorang untuk jadi pengawas menelan obat dalam pengobatan ibu/bapak?
(5)
55
11 Apakah petugas puskesmas menjelaskan kepada pengawas menelan obat (PMO) tentang tugas – tugas PMO?
12 Apakah petugas puskesmas selalu memantau keteraturan ibu/bapak minum obat?
13 Apakah petugas puskesmas menghubungi bila ibu / bapak belum mengambil obat ke puskesmas?
14 Apakah petugas puskesmas pernah datang kerumah bila ibu / bapak telat mengambil obat ke puskesmas?
15 Apakah petugas kesehatan mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak (sputum) sesuai dengan jadwal. PenangananLogistik
16 Apakah bapak / ibu setiap datang ke puskesmas obat TB paru selalu tersedia?
17 Apakah petugas puskesmas bagian TB paru pernah meminta bapak/ibu untuk membeli obat di apotek di luar Puskesmas? 18 SelainObat TB Paru, apakah bahan pelengkap lain dalam
proses pengobatan seperti alat pemeriksaan dahak (sputum) selalu tersedia?
Menjaga mutu pelayanan
19 Apakah petugas puskesmas selalu ada di Puskesmas saat jadwal bapak / ibu mengambil obat ke puskesmas?
20 Apakah bapak / ibu merasa puas dengan pelayanan petugas puskesmas bagian TB Paru dalam melayani bapak / ibu?
(6)
3. Kuisioner peran pengawas menelan obat (PMO).
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda cheklist(V) pada kolom jawaban YA atau TIDAK, sesuai dengan yang dirasakan.
No PERNYATAAN JAWABAN
YA TIDAK
Mengawasi menelan obat
1 Apakah bapak / ibu ada yang mengawasi saat menelan obat TB Paru?
2 Apakah pengawas menelan obat (PMO) selalu mengawasi ibu / bapak minum obat setiap hari?
3 Apakah pengawas menelan obat (PMO) selalu menegur ibu/bapak, bila tidak mau atau lalai minum obat?
4 Apakah bapak / ibu merasa nyaman dengan adanya PMO dalam mengawasi menelan obat?
Mencatat aktivitas minum obat dan keluhan penderita 5 Apakah pengawas menelan obat mencatat obat-obatan
yang ibu bapak minum?
6 Apakah pengawas menelan obat (PMO) mencatat keluhan-keluhan ibu/bapak tentang efek samping obat untuk disampaikan kepada petugas puskesmas?
Memotivasi penderita minum obat secara teratur.
7 Apakah pengawas menelan obat (PMO) selalu memberikan motivasi dan semangat agar ibu/bapak minum obat secara teratur?
8 Apakah pengawas menelan obat (PMO) selalu mengingatkan ibu / bapak untuk kontrol ulang ke puskesmas sesuai jadwal yang telah ditentukan?
9 Apakah pengawas menelan obat (PMO)mendampingi memberi penyuluhan tentang bahaya TB paru?
(7)
57
Menemani penderita mengontrol ulang ke puskesmas. 10 Apakah pengawas menelan obat (PMO) ikut dengan ibu /
bapak ke puskesmas untuk kontrol ulang atau mengambil obat?
(8)
(9)
57
No Usia Kat
JK Pdd
Peker-jaan Hub
Master Tabel Peran Petugas Kesehatan
TOTAL Hasil Ukur Peran Petugas Kesehatan
Usia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 54 2 1 3 2 2 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 13
Terlaksana sebagian
2 62 3 1 2 2 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 11
Terlaksana sebagian
3 40 1 2 4 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 8
Terlaksana sebagian
4 33 1 1 3 2 3 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 10
Terlaksana sebagian
5 25 1 1 4 1 3 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 8
Terlaksana sebagian
6 54 2 1 4 2 2 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 9
Terlaksana sebagian
7 48 2 1 5 2 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 16
Terlaksana penuh
8 54 2 2 4 1 2 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 10
Terlaksana sebagian
(10)
9 34 1 2 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 14
Terlaksana sebagian
10 70 3 1 2 1 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 16
Terlaksana penuh
11 57 2 2 4 2 3 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 9
Terlaksana sebagian
12 45 2 1 5 2 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Terlaksana penuh
13 42 2 1 5 2 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 10
Terlaksana sebagian
14 34 1 1 4 2 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 12
Terlaksana sebagian
15 19 1 2 3 1 3 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 10
Terlaksana sebagian
16 48 2 2 4 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 12
Terlaksana sebagian
17 41 2 1 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 17
Terlaksana penuh
18 42 2 1 4 2 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 10
Terlaksana sebagian
(11)
59
19 32 1 1 4 2 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 12
Terlaksana sebagian
20 24 1 2 4 1 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Terlaksana penuh
21 45 2 1 3 2 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 12
Terlaksana sebagian
22 56 2 2 3 1 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 11
Terlaksana sebagian
23 30 1 1 1 2 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 11
Terlaksana sebagian
24 41 2 1 3 2 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 18
Terlaksana penuh
25 69 3 1 4 2 2 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 9
Terlaksana sebagian
26 41 2 1 4 2 2 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16
Terlaksana penuh
27 28 1 2 5 2 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 16
Terlaksana penuh
28 42 2 1 3 2 3 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 9
Terlaksana sebagian
(12)
29 38 1 1 4 2 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 12
Terlaksana sebagian
30 54 2 1 3 1 3 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 11
Terlaksana sebagian
31 70 3 1 2 1 2 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 12
Terlaksana sebagian
32 55 2 2 4 2 3 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 8
Terlaksana sebagian
33 43 2 1 5 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20
Terlaksana penuh
34 49 2 1 5 2 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11
Terlaksana sebagian
35 34 1 1 4 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 16
Terlaksana penuh
36 29 1 2 3 1 3 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 7
Tidak terlaksana
37 44 2 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 17
Terlaksana penuh
38 41 2 1 4 2 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 13
Terlaksana sebagian
(13)
61
39 39 1 1 4 2 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 12
Terlaksana sebagian
40 32 1 1 4 2 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 13
Terlaksana sebagian
41 28 1 2 4 1 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18
Terlaksana penuh
42 45 2 1 3 2 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 12
Terlaksana sebagian
43 55 2 2 3 1 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 11
Terlaksana sebagian
44 31 1 1 1 2 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 11
Terlaksana sebagian
45 44 2 1 3 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 17
Terlaksana penuh
46 40 1 2 4 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 7
Tidak terlaksana
47 32 1 1 3 2 3 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 9
Terlaksana sebagian
48 26 1 1 4 1 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 16
Terlaksana penuh
(14)
49 33 1 1 4 2 2 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 10
Terlaksana sebagian
50 48 2 1 5 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 16
Terlaksana penuh
51 54 2 2 4 1 2 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 11
Terlaksana sebagian
(15)
63
No
Master Tabel Peran PMO
TOTAL
Hasil ukur Peran PMO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 Tidak terlaksana
2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 3 Tidak terlaksana
4 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 4 Terlaksana sebagian
5 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
6 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 Terlaksana penuh
8 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 Terlaksana sebagian
9 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 4 Terlaksana sebagian
10 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 5 Terlaksana sebagian
11 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 5 Terlaksana sebagian
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 Terlaksana penuh
13 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 5 Terlaksana sebagian
14 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 6 Terlaksana sebagian
15 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
16 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 3 Terlaksana sebagian
17 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 6 Terlaksana sebagian
18 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 5 Terlaksana sebagian
19 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 6 Terlaksana sebagian
20 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 3 Tidak terlaksana
21 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 5 Terlaksana sebagian
22 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
23 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 Tidak terlaksana
(16)
24 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 5 Terlaksana sebagian
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Tidak terlaksana
26 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8 Terlaksana penuh
27 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 3 Tidak terlaksana
28 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 Tidak terlaksana
29 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 3 Tidak terlaksana
30 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
31 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 3 Tidak terlaksana
32 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 5 Terlaksana sebagian
33 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 Terlaksana penuh
34 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 Tidak terlaksana
35 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 4 Terlaksana sebagian
36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Tidak terlaksana
37 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 6 Terlaksana sebagian
38 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 6 Terlaksana sebagian
39 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8 Terlaksana penuh
40 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 3 Tidak terlaksana
41 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 8 Terlaksana penuh
42 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
(17)
65
44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Tidak terlaksana
45 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
46 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 3 Tidak terlaksana
47 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 5 Terlaksana sebagian
48 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 Terlaksana penuh
49 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 3 Tidak terlaksana
50 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 5 Terlaksana sebagian
51 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Terlaksana sebagian
(18)
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 Total
1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 10
2 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 8
3 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 7
4 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 11
5 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 10
6 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 11
7 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 18
8 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 15
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 20
10 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 18
11 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 16
12 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
Total 4 10 7 6 7 10 7 8 7 9 5 9 6 7 3 11 7 3 7 5 167
p 0,33333 0,83333 0,58333 0,50000 0,58333 0,83333 0,58333 0,66667 0,58333 0,75000 0,41667 0,75000 0,50000 0,58333 0,25000 0,91667 0,58333 0,25000 0,58333 0,41667 q 0,66667 0,16667 0,41667 0,50000 0,41667 0,16667 0,41667 0,33333 0,41667 0,25000 0,58333 0,25000 0,50000 0,41667 0,75000 0,08333 0,41667 0,75000 0,41667 0,58333 pq 0,22222 0,13889 0,24306 0,25000 0,24306 0,13889 0,24306 0,22222 0,24306 0,18750 0,24306 0,18750 0,25000 0,24306 0,18750 0,07639 0,24306 0,18750 0,24306 0,24306
k 20
Σpq 2,37500
var 24,07639 Mean 13,91667
ρ (KR 20) 0,94880
ρ (KR 21) 0,86756
No Item Soal
(19)
67
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 Total
1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 8
2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5
3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 3
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5
6 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 4
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
8 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4
9 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 4
10 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 4
11 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 5
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
Total 7 4 8 5 7 6 8 4 7 6 62
p 0,58333 0,33333 0,66667 0,41667 0,58333 0,50000 0,66667 0,33333 0,58333 0,50000 q 0,41667 0,66667 0,33333 0,58333 0,41667 0,50000 0,33333 0,66667 0,41667 0,50000 pq 0,24306 0,22222 0,22222 0,24306 0,24306 0,25000 0,22222 0,22222 0,24306 0,25000
k 10
Σpq 2,36111
varians 7,63889
Var
Mean 5,16667
ρ (KR 20) 0,76768
ρ (KR 21) 0,74788
No
Kuder and Richardson Formula 20 dan 21
Item Soal(20)
Frequencies
Notes
Output Created 22-JAN-2016 21:07:15
Comments
Input Data D:\Documents\OneDrive\Documents\Mast
erDSS.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File 51
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES VARIABLES=usia jk
pddk pkjaan hub pk pmo
/STATISTICS=STDDEV VARIANCE RANGE MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE SUM
/ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00,00
Elapsed Time 00:00:00,02
Statistics
Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan
Hubungan dengan PMO
N Valid 51 51 51 51 51
Missing 0 0 0 0 0
Mean 1,67 1,31 3,67 1,65 1,88
Median 2,00 1,00 4,00 2,00 2,00
Mode 2 1 4 2 1
Std. Deviation ,622 ,469 ,952 ,483 ,864
(21)
69
Range 2 1 4 1 2
Minimum 1 1 1 1 1
Maximum 3 2 5 2 3
Sum 85 67 187 84 96
Statistics
Peran Petugas Kesehatan Peran PMO
N Valid 51 51
Missing 0 0
Mean 1,75 2,20
Median 2,00 2,00
Mode 2 2
Std. Deviation ,523 ,664
Variance ,274 ,441
Range 2 2
Minimum 1 1
Maximum 3 3
Sum 89 112
Frequency Table
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Dewasa awal 21 41,2 41,2 41,2
Dewasa Madya 26 51,0 51,0 92,2
Dewasa Lanjut 4 7,8 7,8 100,0
Total 51 100,0 100,0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki - laki 35 68,6 68,6 68,6
Perempuan 16 31,4 31,4 100,0
Total 51 100,0 100,0
Pendidikan
(22)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak tamat SD 2 3,9 3,9 3,9
SD 3 5,9 5,9 9,8
SLTP 13 25,5 25,5 35,3
SLTA 25 49,0 49,0 84,3
Perguruan Tinggi 8 15,7 15,7 100,0
Total 51 100,0 100,0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak bekerja 18 35,3 35,3 35,3
Bekerja 33 64,7 64,7 100,0
Total 51 100,0 100,0
Hubungan dengan PMO
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Suami/isteri 22 43,1 43,1 43,1
Anak 13 25,5 25,5 68,6
Kerabat lainnya 16 31,4 31,4 100,0
Total 51 100,0 100,0
Peran Petugas Kesehatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Terlaksana penuh 15 29,4 29,4 29,4
Terlaksana sebagian 34 66,7 66,7 96,1
Tidak terlaksana 2 3,9 3,9 100,0
Total 51 100,0 100,0
(23)
71
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Terlaksana penuh 7 13,7 13,7 13,7
Terlaksana sebagian 27 52,9 52,9 66,7
Tidak terlaksana 17 33,3 33,3 100,0
Total 51 100,0 100,0
(24)
(25)
72
(26)
(27)
74
(28)
(29)
76
(30)
(31)
78
(32)
(33)
80
(34)
(35)
Lampiran 4
(36)
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI
Judul : Peran Petugas Kesehatan Dan Pengawas Menelan Obat (PMO) Dalam Pengobatan TB Paru dengan Strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa
Peneliti : Deddi Saputra
NIM : 141121043
Pembimbing : Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS Program : S1 Keperawatan
Tahun : 2016
No Hari/Tanggal Materi Bimbingan Komentar/saran Paraf 1 10 Maret 2015 Konsul judul Perbaikan dan fokus
pembuatan proposal 2 15 Maret 2015 Konsul judul proposal Judul proposal di acc 3 18 Maret 2015 Konsul Bab I dan II Perbaikan Bab I dan Bab II
tambah jurna di Bab I 4 23 Maret 2015 Konsul Bab I dan II Bab I dan II di acc, lanjut
Bab III dan IV
5 06 April 2015 Konsul Bab I,II,III,IV Perbaikan dan cara
pengambilan sampel 6 28 April 2015 Konsul Bab I,II,III,IV Perbaikan cara metoda
pengambilan sampel 7 8 Mei 2015 Konsul Bab IV Perbaikan teknik analisa
data
8 11 Mei 2015 Konsul instrumen penelitian
Perbaikan instrumen
penelitian
9 18 Mei 2015 Konsul Bab I,II,III,IV Perbaikan cara pengambilan
sampel
(37)
83
11 11 Juni 2015 Konsul koesioner Perbaikan cara penulisan 12 7 Juli 2015 Revisi proposal Lengkapi Proposal 13 2 September
2015
Melakukan uji
validitas dan reabilitas
14 20 Januari 2016 Konsul Bab V Hasil penelitian
Perbaikan dan lanjut ke
pembahasan
15 22 Januari 2016 Konsul Pembahasan Perbaikan dan lanjutkan ke
Bab VI
16 26 Januari 2016 Konsul Bab VI Perbaikan dan lanjutkan ke
abstrak
17 27 Januari 2016 Konsul Abstrak Perbaikan Abstrak 18 28 Januari 2016 Konsul Skripsi Perbaikan tulisan 19 29 Januari 2016 Meminta persetujuan
sidang skripsi Acc Sidang
(38)
RENCANA ANGGARAN BELANJA
PENELITIAN SKRIPSI SARJANA KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Pengadaan
- Foto copy Proposal dan Skripsi Rp 190.000 - Foto copy Koesioner Penelitian Rp 50.000 - Foto copy Referensi dan data Penelitian Rp 120.000
- JilidSkripsidan Proposal Rp 600.000
2. Alat Tulis Kantor (ATK)
- Kertas A4 80 Gr Sinar Dunia RP 336.000
- Printer Canon Rp 850.000
- Flesdisk Toshiba 16 GB Rp 85.000
- Kartu Data Internet 6 GB Rp 210.000
- Ballpoin Tinta Rp 40.000
3. Transportasi
- Transportasi Langsa-Medan Rp 600.000
4. Pengumpulan dan Pengolahan Data
- Reward Responden Rp 1.000.000
- Izin Penelitian dan Pengumpulan Data Rp 500.000 5. Komsumsi
- Komsumsi Seminar Proposal Rp 500.000
- Komsumsi Seminar Hasil Rp 500.000
- Komsumsi Seminar Hasil di Dinkes Kota Langsa Rp 800.000 6. Dokumentasi
- Biaya Dokumentasi Rp 400.000
(39)
85
BIODATA EXPERT
1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS
Dosen di Departemen Keperawatan Dasar, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Ismayadi, S.Kep, Ns, CWCCA, CHtN, M.Kes
Dosen di Departemen Keperawatan Dasar, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3. Zulkarnaini, S.Kep, Ns
Staff Dinas Kesehatan Kota Langsa
(40)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Deddi Saputra
Tempat/Tanggal Lahir : Matang Lada, 20 Desember 1984 Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Komplek Griya Riatur Indah Jln. Krisan Blok C No.53 Medan Helvetia
No. Telpon / HP : 085261252686
Orang tua : H. Ibrahim, Spd
Orang tua : Hj. Sadriah
RiwayatPendidikan
1. Tahun 1993 - 1997 SD Negeri 3 Matang Lada Seuneuddon Aceh Utara 2. Tahun 1997 - 1999 SLTP Negeri I Seuneuddon Aceh Utara
3. Tahun 1999 - 2002 SMA Negeri I Tanah Jambo Aye Aceh Utara
4. Tahun 2002 - 2005 Poltekkes Kemenkes RI Aceh Banda Aceh Jurusan Keperawatan
(41)
46
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y., et. al. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Aditama, T. Y., et. al. (2014). Indonesia Peringkat 4 Pasien TB Terbanyak di
Dunia. Kompas.com, diakses 30 April 2015
http://health.kompas.com/read/2014/03/03/1415171/Indonesia.Peringkat.4.P asien.TB.Terbanyak.di.Dunia
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Bare BG., Smeltzer SC. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Hal : 45-47
Brooks, et al. (1996). Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick and Adelberg. Jakarta; EGC.
Gari NN. (2009). Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan Penyakit (P2P) TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009. Master Thesis. Universitas Sumatera Utara http://repository.usu.ac.id /bitstream/pdf diakses pada tanggal 14 Oktober 2014
Ghozali I., (2002), Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro
Hastono, (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia
(42)
Herchline, T.E., (2013). Tuberculosis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview [Accesed 10 April 2015].
Hurlock, Elizabeth, B., (2006). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga.
Irawati B. (2007). Analisis Hubungan Sikap (Attitude) dan Nilai (Value) Perawat terhadap Kinerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Tanah Toraja. Master Thesis. Universitas Hasanuddin Makassar.
Istiawan R., Sahar J, & Adang B. (2006). Hubungan peran pengawas minum obat oleh keluarga dan petugas kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku pencegahan dan kepatuhan klien tbc dalam konteks keperawatan komunitas di kabupaten Wonosobo. Jurnal Keperawatan Soedirman, 1. No.2.
Kemenkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
Kemenkes RI. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB.http://www.tbindonesia.or.id/pdf /2011/STRANAS_TB.pdf diakses pada tanggal 30 Mei 2015.
Kemenkes RI. (2012). Pertemuan Nasional Evaluasi Dan Perencanaan Program Pengendalian Tb Tahun 2012.http://perdhaki.org/content/ pertemuan-nasional-evaluasi-dan-perencanaan-program-pengendalian-tb-tahun-2012 diakses padatanggal 6 oktober 2012
Kemenkes RI. (2013). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Maesaroh S., (2009), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di Klinik PPTI/Jakarta Respiratory Center
(43)
48
(JRC). Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
Mansyur A.S. (2010). Analisis Kinerja Petugas P2 TB Paru Puskesmas Program Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Jeneponto tahun 2010. Master Thesis. Universitas Hasanuddin Makassar.
Murti B., et al. (2010). Evaluasi program pengendalian tuberkulosis Dengan strategi dots Di eks karesidenan surakarta. IHEPS/ FK-UNS, BBKPM Surakarta.
Murtiwi. (2006).Jurnal Keperawatan Indonesia. Keberadaan Pengawas Minum Obat (PMO) Pasien Tuberkulosis Paru di Indonesia . Vol.10 No.1. Jakarta: FIK UI.
Masniari L., Priyanti Z.S., & Aditama T.Y. (2003). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan Penderita TB Paru . Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI – RSUP Persahabatan, Jakarta
http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-07-07/dr.linda.htm diakses 03 Juni 2015
Maryun Y. (2007). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Program TB Paru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya. Master Thesis Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
(44)
Pare AL., Amiruddin R. & Leida I. (2013). Hubungan Antara Pekerjaan, PMO, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga Dan Diskriminasi Dengan Perilaku Berobat Pasien Tb Paru Department of Epidemiology School of Public Health. Hasanuddin University of Makassar.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta.
Putra, A.K., (2010). Kejadian Tuberkulosis Pada Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah Dengan Penderita TB Paru BTA Positif. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19500 [Accessed 15 April 2015].
Santa, dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta: TIM.
Somantri, I. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sormin P, P., (2014), Gambaran peran serta petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita tb paru di kelurahan gambir baru kecamatan kisaran timur. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Suharyo., (2013), Determinasi penyakit tuberkulosis di daerah pedesaan, Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia. Jurnal Kemas 9 (1) 85-91
(45)
50
Sumarman & Bantas K. (2012). Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan (Skripsi). Jakarta. Epidemiologi FKM Universitas Indonesia;.
Sumange A. (2010). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Di Puskesmas Wonomulyo Kab. Polewali mandar (Sripsi). Makassar: FKM Universitas Hasanuddin;
World health Organization (WHO), 2006. Guidance for National Tuberculosis Programmeson The Management of Tuberculosis in Children. Availlable from:http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/htm_tb_20 06_371/en/ [accesed 23 April 2015].
Xianqin et al. (2010). Factors associated with low cure rate of tuberculosis in remote poor areas of saanxi province, china : a case control study. Jurnal biomed central public health. http://web.ebscohost.com/ehost/ pdfviewer/pdfviewer?sid diakses pada tanggal 14 oktober 2014.
(46)
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka penelitian ini, bertujuan untuk mengidentifikasi tentang peran petugas kesehatan dan pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS di Dinas Kesehatan Kota Langsa. Pendekatan strategi DOTS dalam pengobatan TB paru bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada penderita TB paru, meningkatkan angka kesembuhan dan meminimalkan angka penderita yang putus berobat (drop-out) (Kemenkes RI, 2011). Penelitian ini dilaksanakan pada semua Puskesmas yang ada di Kota Langsa, untuk melihat gambaran bagaimana peran petugas kesehatan dan peran pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS. Berikut ini penjelasan kerangka konsep penelitian.
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
- Peran petugas kesehatan dalam pengobatann TB Paru dengan strategi DOTS
- Peran pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatann TB Paru dengan strategi DOTS
Kategori:
- Terlaksana penuh - Terlaksana sebagian - Tidak terlaksana
(47)
27 3.2. Definisi Operasional Variabel
Defenisi operasional merupakan uraian tentang apa yang diukur oleh variable yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Tabel. 3.1. Definisi operasional variabel Variabel
penelitian
Defenisi Operasional
Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala Ukur Peran petugas kesehatan dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS Tindakan yang diberikan oleh pengelola / staf program TB paru sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam pengobatan TB paru yang dipersepsikan oleh penderita. Kuisione r 1.Terlaksana penuh
menjawab “ya” 15 –
20 pertanyaan. 2.Terlaksana
sebagian: menjawab
“ya” 8 – 14 pertanyaan.
3.Tidak terlaksana:
menjawab “ya” < 7 pertanyaan. Ordinal Peran pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS Tindakan yang diberikan oleh orang yang dipilih oleh petugas TB Paru dan penderita untuk mengawasi minum obat secara teratur, memotivasi penderita mengingatkan Kuisione r 1.Terlaksana penuh;
menjawab “ya” 7-10 petanyaan
2.Terlaksana
sebagian: menjawab
“ya” 4 – 6 pertanyaan. 3.Tidak terlaksana:
menjawab “ya” =/< 3
pertanyaan.
Ordinal
(48)
penderita untuk periksa ulang dahak, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB.
(49)
29 BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain deskriptif yang menggunakan pendekatan cross sectional dimana penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan/mendeskripsikan tentang peran petugas kesehatan dan pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy) di wilayah kerja dinas kesehatan Kota Langsa, dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu).
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita TB Paru yang sedang dalam program pengobatan TB Paru di Seluruh Puskesmas yang berada dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa, yaitu; (1) Puskesmas Langsa Kota sebanyak 15 orang, (2) Puskesmas Langsa Barat sebanyak 16 orang, (3) Puskesmas Langsa Lama sebanyak 5 orang, (4) Puskesmas Langsa Baro sebanyak 12 orang dan (5) Puskesmas Langsa Timur sebanyak 3 orang. Data yang diperoleh dari wasor TB Paru Dinas Kesehatan Kota Langsa pada bulan Desember 2015 jumlah penderita TB Paru yang sedang aktif berobat ke masing – masing Puskesmas adalah sebanyak 51 orang penderita.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang jumlahnya di tetapkan berdasarkan populasi yang dapat mewakili populasi untuk dijadikan sumber informasi. Penetapan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan jumlah pasien TB paru yang masih aktif menjalani pengobatan dengan strategi DOTS, baik pasien lama maupun pasien baru. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total
(50)
sampling yaitu mengambil seluruh populasi. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB Paru yang sedang berobat pada Puskesmas di Kota Langsa adalah sebanyak 51 orang penderita.
4.3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di seluruh Puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa, sesuai dengan distribusi responden yaitu: (1) Puskesmas Langsa Kota, (2) Puskesmas Langsa Barat, (3) Puskesmas Langsa Lama, (4) Puskesmas Langsa Baro dan (5) Puskesmas Langsa Timur. Penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2015 - Januari 2016.
4.4. Pertimbangan Etik
Peneliti dalam melakukan penelitian dengan memperhatikan pertimbangan -pertimbangan etika penelitian, antara lain: (1) pelaksanaan penelitian dilakukan oleh peneliti setelah mendapat izin atau rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Dinas Kesehatan Kota Langsa, (2) seluruh responden diberi lembar persetujuan, yang ditanda tangani sebagai bukti kesediaannya menjadi responden (informed consent), (3) sebelum menyerahkan lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden, (4) anonymity, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner dan hanya memberikan inisial dan kode saja, dan (5) confidentiality, semua informasi yang diberikan oleh responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, data-data yang tidak terpakai disimpan oleh peneliti.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang sudah dibahas di tinjauan pustaka (Kemenkes RI, 2011). Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama adalah data demografi responden termasuk nomor responden, umur, jenis kelamin, pendidikan terkahir, pekerjaan, hubungan responden dengan PMO dan lama pengobatan yang sudah dijalani. Bagian kedua yaitu peran petugas kesehatan
(51)
31
dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS yang meliputi beberapa tugas pokok dan fungsi petugas TB paru yaitu menemukan penderita TB paru pada pertanyaan nomor 1 s/d 5, memberikan pengobatan pertanyaan nomor 6 s/d 15, penanganan logistik pertanyaan nomor 16 s/d 18 dan menjaga mutu pelayanan untuk kepuasan pasien pertanyaan nomor 19 s/d 20.
Kemudian dichotomy pilihan jawaban adalah “ya” atau “tidak”, jika
jawaban “ya” diberi nilai 1 dan jika jawaban “tidak” diberi nilai 0. Selanjutnya nilai
– nilai tersebut dijumlahkan dengan total nilai minimal 0 dan maksimal 20. Dari hasil tersebut, kemudian di kategorikan dalam 3 kategori, yaitu terlaksana penuh, terlaksana sebagian, dan tidak terlaksana. Cara pengkategorian dilakukan menggunakan rumus panjang kelas:
=
= 6,67 = 7.Berdasarkan panjang kelas yang didapat yaitu 7, maka pengkategorian hasil ukur peran petugas kesehatan adalah; terlaksana penuh jika nilai yang didapat 15 s/d 20, terlaksana sebagian nilai yang didapat 8 s/d 14, dan tidak terlaksana jika nilai yang didapat 0 s/d 7.
Bagian ketiga dari kuisioner adalah peran pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS, meliputi peran sebagai pengawas menelan obat tercakup dalam pertanyaan nomor 1 s/d 4, mencatat minum obat dan keluhan yang dialami penderita tercakup dalam pertanyaan nomor 5 s/d 6, memotivasi pasien minum obat secara teratur tercakup dalam pertanyaan nomor 7 s/d 9 dan menemani penderita mengontrol ulang ke puskesmas pertanyaan nomor 10.
Selanjutnya dichotomy pilihan jawaban juga “ya” atau “tidak”, jika jawaban
“ya” diberi nilai 1 dan jika jawaban “tidak” diberi nilai 0. Kemudian nilai – nilai tersebut dijumlahkan dengan total nilai minimal 0 dan maksimal 10. Dari hasil tersebut, selanjutnya juga di kategorikan dalam 3 kategori, yaitu terlaksana penuh, terlaksana sebagian dan tidak terlaksana. Cara pengkategorian juga dilakukan menggunakan rumus panjang kelas:
(52)
= = 3,33 = 3.
Berdasarkan panjang kelas yang didapat yaitu 3, maka pengkategorian hasil ukur peran pengawas menelan obat (PMO) adalah; terlaksana penuh jika nilai yang didapat 7 s/d 10, terlaksana sebagian nilai yang didapat 4 s/d 6, dan tidak terlaksana jika nilai yang didapat 0 s/d 3.
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu instrument penelitian. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas dilakukan secara content validity oleh orang yang ahli dibidangnya, yaitu dua orang berasal dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan satu orang lagi dari pengelola program TB Paru dengan strategi DOTS Dinas Kesehatan Kota Langsa. Nilai Content Validity Indeks (CVI) diterima minimal 0.80 (Polit & Beck, 2004). Bila validitas telah dicapai sesuai dengan kriteria maka data tersebut bebas dari kesalahan sistematis.
Hasil Content Validity Indeks (CVI) yang dilakukan oleh 3 (tiga) orang expert, (yang terdiri dari 2 orang dosen fakultas keperawatan, USU dan 1 orang dari Dinas Kesehatan Kota Langsa) terhadap 20 item pertanyaan tentang peran petugas kesehatan dinyatakan relevan namun perlu dilakukan revisi pada item pertanyaan 4, 6, 8, 11, 13 16, 17, 19 dan 20. Total nilai CVI dari 3 expert untuk instrumen peran petugas kesehatan adalah 0,88. Kemudian hasil Content Validity Indeks (CVI) instrumen peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dari 10 item pertanyaan dinyatakan relevan namun perlu dilakukan revisi pada item 1 dan 6. Nilai total CVI dari 3 expert untuk instrumen peran Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah 0,95. Berdasarkan penilaian 3 (tiga) orang expert tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua intrumen penelitian dinyatakan valid dan selanjutnya peneliti dapat melaksanakan uji reliabilitas.
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana alat
(53)
33
tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas instrument dalam penelitian ini menggunakan rumus Kuder-Richardson 21 (K-R 21). Alasan menggunakan rumus K-R 21 adalah karena semua semua pertanyaan dalam instrument
pengumpulan data memiliki bobot nilai 1 dan 0, yaitu nilai 1 untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk jawaban “tidak”. Rumus K-R 21 yaitu:
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen S = varians skor total
n = banyaknya butir pertanyaan M = skor rata-rata
Uji reliabilitas dilakukan terhadap penderita TB Paru yang bukan merupakan bagian dari sample penelitian. Hal tersebut berguna untuk mengetahui apakah instrumen tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dan dapat dipahami. Peneliti melakukan uji reliabilitas instrumen pada tanggal 7 s/d 14 Desember 2015 terhadap 12 orang penderita TB Paru di Puskesmas Seuneuddon, Kabupaten Aceh Utara, dari 12 kuisioner yang peneliti isi berdasarkan jawaban dari wawancara responden, semuanya dijawab lengkap dan terisi sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen ini dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson 21 (K-R 21). Uji reliabilitas kuisioner peran petugas kesehatan dengan 20 pernyataan menunjukkan nilai K-R 21 = 0,867. Uji reliabilitas kuisioner peran PMO dengan 10 pernyataan menunjukkan nilai K-R 21 = 0,747. Instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh >0,60 (Ghozali, 2002). Dengan demikian hasil uji reliabilitas terhadap semua pernyataan pada kedua instrumen dinyatakan reliabel dan siap untuk dilanjutkan ke tahap pengumpulan data penelitian.
(54)
4.7. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti setelah mendapat surat izin penelitian dari program studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan izin kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Langsa. Setelah mendapat persetujuan dan izin maka peneliti melapor ke masing – masing kepala Puskesmas dan pengelola program TB Paru puskesmas untuk menjelaskan tentang rencana penelitian, prosedur penelitian, manfaat penelitian, dan meminta izin untuk menjumpai responden, baik yang datang ke puskesmas maupun peneliti melakukan home visite ke rumah – rumah responden bersama dengan pengelola / staf program TB Paru. Selanjutnya peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian.
Setelah mendapat persetujuan dari calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani informed consent, pengumpulan data dimulai. Peneliti mewawancarai responden sesuai dengan isi kuesioner, dan peneliti mengisi sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden. Kuisioner terdiri dari kuesioner demografi, peran petugas kesehatan dan peran pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS. Setelah selesai penelitian, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, jika ada data yang kurang atau belum diisi maka dapat langsung dilengkapi.
4.8. Metode Pengolahan dan Analisa Data
Menurut Hastono (2007) ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui yaitu: (a) Editing, merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsesten. (b) Coding, merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. (c) Processing, merupakan memproses data agar data yang sudah di entry dapat di analisis, dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner ke program computer. (d) Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry.
(55)
35
Setelah data terkumpul, kemudian data dianalisis dengan menggunakan komputer dan memakai program tertentu. Analisis data dilakukan secara deskriptif (analisis univariat) dengan pengukuran terhadap masing-masing jawaban responden, lalu ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi, dan persentase. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase, untuk melihat bagaimana peran petugas kesehatan dan PMO dalam pengobatan TB paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy) pada Puskesmas di Kota Langsa.
(56)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran petugas kesehatan dan Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa, yang dilakukan pada tanggal 21 Desember 2015 s/d 20 Januari 2016 dengan jumlah responden sebanyak 51 orang.
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Karakteristik Responden
Karakteristik penderita TB Paru yang menjadi responden seperti yang terlihat pada tabel 5.1. Peneliti membagi usia pasien tersebut dalam 3 (tiga) kategori, yaitu usia dewasa awal (18 – 40 tahun), usia dewasa madya (41 – 60 tahun) dan usia dewasa lanjut (lebih dari 60 tahun) berdasarkan teori Hurlock (2006). Mayoritas responden berusia 41 – 60 tahun, yaitu sebanyak 51%. Penderita TB Paru yang menjadi responden berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden berjenis kelamin laki – laki yaitu 69%.
Karakteristik pendidikan responden, mayoritas berpendidikan SLTA yaitu 49%. Mayoritas responden berstatus memiliki pekerjaan yaitu 65%. Selanjutnya untuk hubungan respoden dengan Pengawas Menelan Obat (PMO), mayoritas responden (43%) memiliki PMO dari suami / isteri mereka.
(57)
37
Tabel 5.1. Gambaran distribusi karakteristik responden (n=51)
Karakteristik Jumlah (n) Persentase
Usia
18 – 40 tahun 21 41%
41 – 60 tahun 26 51%
> 60 tahun 4 8%
Jenis Kelamin
Laki-Laki 35 69%
Perempuan 16 31%
Pendidikan
Tidak tamat SD 2 4%
SD 3 6%
SLTP 13 36%
SLTA 25 49%
Perguruan Tinggi 8 15%
Pekerjaan
Tidak bekerja 18 35%
Bekerja 33 65%
Hubungan dengan PMO
Suami / isteri 22 43%
Anak 13 26%
Kerabat / saudara 16 31%
5.1.3. Peran Petugas Kesehatan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran petugas kesehatan dan pengawas menelan obat (PMO) dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa. Pelaksanaan peran petugas kesehatan seperti pada tabel 5.2.
(58)
Tabel 5.2. Peran Petugas Kesehatan dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa (n=51).
No Pelaksanaan peran petugas kesehatan Jumlah (n) Persentase
1 Terlaksana Penuh 15 29%
2 Terlaksana Sebagian 34 67%
3 Tidak Terlaksana 2 4%
Berdasarkan tabel 5.2, penelitian yang sudah dilakukan terhadap 51 responden, yaitu penderita TB Paru yang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas di Kota Langsa, didapatkan hasil mayoritas responden menyampaikan bahwa peran petugas kesehatan dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS masih terlaksana sebagian, yaitu sebanyak 67% .
5.1.4. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pelaksanaan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Peran Pengawas Menelan Obat dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS pada Puskesmas di Kota Langsa (n=51).
No Pelaksanaan Peran PMO Jumlah (n) Persentase
1 Terlaksana Penuh 7 14%
2 Terlaksana Sebagian 27 53%
3 Tidak Terlaksana 17 33%
Berdasarkan tabel 5.3, mayoritas responden menyampaikan bahwa peran Pengawas Menelan Obat (PMO) masih terlaksana sebagian, yaitu sebanyak 53%.
(59)
39 5.2. Pembahasan
5.2.1. Peran Petugas Kesehatan dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan terhadap penderita TB Paru yang sedang menjalani pengobatan di 5 (lima) Puskesmas di Kota Langsa, didapatkan hasil mayoritas responden menyatakan bahwa peran petugas kesehatan dalam pengobatan TB Paru dengan program strategi DOTS masih terlaksana sebagian (66,7%). Penelitian yang dilakukan Sormin (2014) mendapatkan hasil mayoritas peran serta petugas kesehatan sudah baik dalam meningkatkan kepatuhan pasien berobat TB paru.
Penelitian ini sejalan dengan hasil yang didapat Suharyo (2013), dimana dalam penelitiannya di Puskesmas Mijen, Kota Semarang, didapat bahwa peran petugas kesehatan (Koordinator TB Paru) masih terbatas dalam melaksanakan tindakan pengobatan, penyuluhan, dan juga belum melaksanakan pencarian kasus baru secara aktif, sehingga belum terlaksana penuh dalam pengobatan TB Paru. Penelitian lain yang dilakukan Maesaroh (2009) di Kebayoran Lama, tentang peran petugas kesehatan dalam penyuluhan pengobatan TB Paru didapat hasil bahwa
mayoritas responden pernah mendapat penyuluhan tentang TB Paru (57%). Hasil ukur penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini karena peran petugas kesehatan mayoritas sudah baik, namun mengingat dikota besar seperti Jakarta masih belum maksimal peran yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan masih banyak penderita TB Paru (43%) belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit TB Paru.
Murti et al., (2010) dalam penelitiannya di Surakarta, Jawa Tengah, menemukan beberapa masalah yang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan strategi DOTS. Faktor penyebab rendahnya angka kesembuhan bisa dibagi dua yaitu pihak – penyedia pelayanan dan pengguna pelayanan (pasien). Pihak penyedia layanan termasuk peran petugas kesehatan yang masih belum maksimal dan kurang aktif, dan di pihak pengguna layanan (pasien) termasuk belum maksimal peran pengawas menelan obat yang dimilikinya (Murti et.al, 2010). Penelitian yang
(60)
dilakukan oleh Friskarini & Manalu (2009) di Kabupaten Tangerang, Banten, menyatakan bahwa peran petugas kesehatan dalam penyuluhan dan pengobatan TB paru masih belum maksimal. Banyak pasien yang drop out dari proses pengobatan karena pasien merasa tidak nyaman dengan reaksi obat yang mereka minum. Petugas kesehatan harus aktif melakukan sosialisasi kepada pasien termasuk terus memperingatkan penderita bila terjadi drop out dari proses pengobatan.
Peran petugas kesehatan, khususnya petugas P2 TB sangat penting diperhatikan dalam rangka pencapaian angka kesembuhan TB Paru. Peran petugas kesehatan yang bagus dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan yakni kesembuhan TB Paru. Penyebab utama rendahnya angka kesembuhan adalah faktor pengobatan (Xianqin et. al, 2010). Peran petugas P2 TB dalam melakukan pengobatan TB Paru tidak terlepas dari faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas itu sendiri. Menurut teori kinerja yang dikemukakan oleh Gibson bahwa tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu yaitu; faktor individu (pengetahuan), faktor organisasi (kompensasi) dan faktor psikologis (sikap dan motivasi) (Gari, 2009).
Peran petugas kesehatan khususnya petugas pemegang program TB Paru di Puskesmas – puskesmas sangat menentukan keberhasilan pengobatan TB Paru secara keseluruhan. Perlu dilakukan pengingkatan kapasitas pemegang program TB Paru sehingga dapat melaksanakan peran secara penuh kepada penderita TB Paru untuk dapat merealisasi angka kesembuhan secara maksimal. Peran – peran yang perlu ditingkatkan diantaranya peran sebagai penemu kasus baru dan peran sebagai penyuluh, untuk mendorong motivasi masyarakat untuk memeriksakan diri dan berobat ke Puskesmas bila mengalami tanda dan gejala TB Paru.
5.2.2. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO).
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden menyatakan bahwa peran Pengawas Menelan Obat (PMO) masih terlaksana sebagian. Penelitian Maesaroh (2009) tentang peran PMO dalam pengobatan TB Paru di Kebayoran Lama,
(61)
41
didapatkan hasil bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa peran PMO sudah baik (59%).
(62)
Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil yang didapat Pare (2013) pada penelitiannya di Puskesmas di Kota Makasar, dimana mayoritas responden menyatakan bahwa peran PMO masih kurang baik (51.4%). Suharyo (2013) dalam penelitiannya di Puskesmas Mijen, Semarang, menyatakan bahwa sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa PMO tidak selalu mengingatkan subyek penelitian untuk rutin melakukan pengobatan dan minum obat secara teratur, dan ini menandakan bahwa PMO belum melaksanakan peran secara maksimal.
Selanjutnya hasil penelitian Sormin (2014), didapatkan hasil dimana peran PMO dalam pengobatan TB Paru disampaikan oleh mayoritas responden adalah cukup atau sedang (58%). Murtiwi (2006) pada penelitiannya menemukan bahwa tidak semua PMO menjalankan fungsinya dengan benar yaitu mengingatkan minum obat pasien TBC paru setiap hari. Sebenarnya sesuai dengan DOTS harus observasi langsung yaitu melihat dengan pasti bahwa obat telah diminum pasien. Pada penelitian Murtiwi (2006), pasien berpendapat tidak perlu ada PMO karena keberadaan PMO selama ini tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pasien TB paru memiliki potensi untuk diberdayakan dengan memfasilitasi terbentuknya kelompok pasien TB atau self-help group.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Istiawan, Sahar & Bachtiar (2006) di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, didapatkan hasil bahwa peran Pengawas Menelan Obat (PMO) sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB pada penderita TB Paru, terutama PMO dari anggota keluarga penderita. Pengawas menelan obat merupakan faktor eksternal yang ada di lingkungan individu yang akan berpengaruh terhadap perilakunya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hubungan peran PMO keluarga dengan perilaku pencegahan klien TBC menunjukkan hubungan yang kuat. Pola hubungan yang terjadi adalah berpola positip artinya semakin tinggi peran PMO keluarga, akan semakin tinggi perilaku pencegahan klien TBC untuk melakukan pencegahan penularan.
Menurut Kemenkes RI, (2005), pengobatan TB paru juga melibatkan Pengawas Menelan Obat (PMO) yang berperan untuk menjamin kesembuhan pengobatan TB dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan. PMO akan
(63)
43
mencegah drop out (putus berobat) dan lalai dengan melakukan pengawasan menelan obat pada penderita TB dan memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala suspect TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.
Seorang PMO memiliki peran untuk mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan dan motivasi kepada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala yang dicurigai TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan, dan tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
Peran PMO dalam pengobatan TB Paru di Kota Langsa masih belum maksimal, perlu dilakukan pemberdayaan dan penyuluhan lebih detail lagi kepada PMO, agar mengetahui tugas dalam peranannya menyukseskan pengobatan penderita TB yang diawasinya. Sebagian besar PMO di Kota Langsa adalah suami atau dari penderita TB Paru (43%), namun hanya 14% penderita TB Paru yang menyatakan bahwa pelaksanaan peran PMO terlaksana penuh. Kendala lain yang dirasakan oleh petugas kesehatan adalah pasien drop – out karena penderita TB Paru berpindah tempat tinggal, khususnya penderita yang status tempat tinggalnya kontrak, dan PMO tidak melaporkan kepada petugas kesehatan, sehingga pengobatannya tidak berlanjut. Ini merupakan PR bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa untuk terus meningkatkan peran PMO dalam upaya pemberantasan penyakit TB Paru.
(64)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan di seluruh Puskesmas diwilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa, dapat disimpulkan:
1. Sebagian besar responden penderita TB Paru berusia berusia 40 – 60 tahun, berjenis kelamin laki – laki, berpendidikan SLTA, mayoritas bekerja, memiliki PMO dari suami atau isteri.
2. Sebagian besar responden mempersepsikan peran petugas kesehatan dalam pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS masih terlaksana sebagian.
3. Sebagian besar responden memperseptikan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) masih terlaksana sebagian.
6.2. Saran
6.2.1. Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi praktek keperawatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS. Peran perawat sebagai petugas kesehatan dalam pengobatan TB Paru lebih ditingkatkan khususnya di Puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa, sehingga meningkatkan angka kesembuhan penderita TB Paru.
6.2.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai peran petugas pelayanan kesehatan dan peran PMO terhadap pengobatan TB paru dengan strategi DOTS, dan menjadi salah satu sumber pustaka bagi teman – teman mahasiswa yang membutuhkan informasi tentang TB Paru.
(65)
45
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi manajemen pelayanan kesehatan khususnya pengelola program TB pada wilayah kerja Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kota Langsa untuk memantau dan meningkatkan pelayanan program penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS, memberikan penyuluhan dan meningkatkan peran pengawas minum obat (PMO).
6.2.4. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau sumber pustaka bagi peneliti dan peneliti selanjutnya, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai peran petugas pelayanan kesehatan dan peran PMO terhadap pengobatan TB paru dengan strategi DOTS dengan metode – metode penelitian yang lain.
(66)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Tuberculosis 2.1.1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobakterium tuberculosis. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa et al., 2009). Menurut Smeltzer & Bare (2001), tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis. Kemenkes RI (2011) menyatakan tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll (Aditama dkk, 2008).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
2.1.2. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 2 - 4 μm dengan tebal 0,2 - 0,6 μm. Sebagian besar komponen mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, mycobacterium
(67)
8
tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri, 2008).
Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra, 2010). Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan asam) (Herchline, 2013). Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol. Mikobakteria ini kaya akan lipid., mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang C78-C90), lilin dan fosfatida.Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang membentuk kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid merangsang nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung jawabterhadap sifat tahan-asam bakteri (Brooks, et al. 1996).
2.1.3. Gejala klinis TB paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
(68)
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2011).
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori.
1. Gejala respiratori, gejala ini sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari batuk produktif ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada.
2. Gejala sistemik, yaitu gejala yang timbul dapat berupa demam, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun (PDPI, 2011).
2.1.4. Diagnostik TB Paru
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007). Bila hanya I spesimen yang BTA positif (2 spesimen lainnya negatif), maka perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut misalnya foto rontgen dada atau pemeriksaan sputum diulang kembali, bila ada fasilitas dapat dilakukan pemeriksaan kultur (Kemenkes RI, 2011). Bila ketiga spesimen sputum hasilnya negatif, namun gejala klinisnya tetap mencurigai TB,
(69)
10
maka tersangka diberi antibiotik spektrum luas selama 1 - 2 minggu (misalnya kotrimoksasol atau ampisillin). Bila tidak ada perubahan maka tersangka perlu diperiksa lebih lanjut misalnya dengan foto rontgen thorax untuk memastikan tersangka tersebut menderita TB paru atau tidak (Kemenkes RI, 2011).
Adapun gambaran klinis TB paru adalah gejala sistemik seperti demam yang sering timbul sore dan malam hari disertai keringat yang banyak dengan suhu tinggi 40-41°C, malaise dan gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak nafas serta nyeri dada (PDPI, 2011).
Diagnosa TB paru pada anak dengan bahan pemeriksaan sputum merupakan hal yang sulit karena anak tidak mampu mengeluarkan sputumnya, sebagian besar diagnosa TB paru anak didasarkan adanya gambaran klinis, radiologis dan tuberculin test (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriumnya penderita TB paru dapat dibagi atas (Kemenkes R.I, 2011):
1.
Penderita TB Paru BTA positif: jika sekurang - kurangnya 2 dari 3 spesimen sputum hasil pemeriksaan BTA positif dan jika 1 spesimen sputum hasilnya BTA positif dan adanya kelainan yang menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif pada foto rontgen dada.2.
Penderita TB paru BTA negatif: bila pada pemeriksaan 3 spesimen sputum hasilnya BTA negatif dan tidak adanya kelainan yang menggambarkan tuberkulosis aktif pada foto rontgen dada.(70)
Skema 2.1. Alur Diagnosis TB Paru (Kemenkes RI, 2011)
2.1.5. Klasifikasi TB Paru
Berdasarkan hasil pemerikasaan sputum, TB paru dikategorikan menjadi TB Paru BTA positif dan TB Paru BTA Negatif. TB Paru BTA positif sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
(71)
12
menunjukkan BTA positif dan biakan positif. Selanjutnya, TB Paru BTA Negatif, hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan tuberkulosis positif (PDPI, 2011).
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: (1) Kasus baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). (2) Kasus kambuh (Relaps), adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). (3) Kasus setelah putus berobat (default), adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. (4) Kasus setelah gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. (5) Kasus Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. (6) Kasus lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan (Kemenkes RI, 2011).
2.1.6. Cara Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang
(72)
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2011). Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Kemenkes RI, 2011).
2.1.7. Penatalaksanaan TB paru
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011), pengobatan TB bertujuan untuk: (1) menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas, (2) mencegah kematian, (3) mencegah kekambuhan, (4) mengurangi penularan, (5) mencegah terjadinya resistensi obat.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: (1) obat anti tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi), pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. (2) untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Kemenkes, 2011).
Menurut Kemenkes RI (2011), OAT diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu: (1) Tahap
(73)
14
Awal (Intensif), pada tahap ini penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi (kekebalan).Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. (2) Tahap lanjutan, pada tahap ini penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Kemenkes RI, 2011). Menurut Kemenkes RI (2011), paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk penderita dalam satu masa pengobatan. Program Nasional Penaggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT: (1) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) (2HRZE), kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita baru TB Paru BTA positif , TB Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat, dan TBC Ekstra paru berat. (2) Kategori 2 (2HRZE/HRZE/5H3R3E3), tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan Streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan dengan 1 bulan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali seminggu.Perlu diperhatikan bahwa suntikan Streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh (relaps), gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
(74)
Kategori selanjutnya yaitu: (3) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3), tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan yang diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan pada penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan serta penderita Ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfademitis), pleuritis eksudativa unilateral , TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. (4) OAT Sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pen gobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama satu bulan.Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat -obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan.
Tabel 2.1. Pengelompokan OAT (Kemenkes RI, 2011)
(75)
16 2.1.8. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB 2.1.8. 1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu specimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut. Tindak lanjut hasil pemriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel 2.3 (Kemenkes RI, 2011).
Tabel 2.3 Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak (Kemenkes RI, 2011)
(76)
2.1.8.2. Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur
Penatalaksanaan pengobatan pada pasien yang berobat tidak teratur seperti yang terlihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur (Kemenkes RI, 2011)
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhirpengobatan harus diperiksa dahak.
(1)
vi
8. Seluruh Kepala Puskesmas di Kota Langsa beserta jajarannya yang sudah mengizinkan pengambilan data untuk skripsi / penelitian ini.
9. Ayahanda dan ibunda atas semua support yang telah diberikan serta terus memotivasi dan memberi semangat kepada ananda untuk menyelesaikan pendidikan ini.
10.Isteri tercinta beserta anak-anak tersayang yang selalu memberi dukungan dan motivasi dengan penuh kesabaran, sehingga menambah semangat dan energi peneliti dalam menyelesaikan pendidikan ini.
11.Teman-teman Prodi S1 Ektensi Fakultas Keperawatan Angkatan 2014, atas dukungan dan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi karya ilmiah ini.
Kiranya Allah SWT yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang telah menolong peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Juni 2015 Peneliti
(Deddi Saputra)
(2)
vii DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
PRAKATA ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR SKEMA ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Tuberculosis ... 7
2.1.1. Pengertian ... 7
2.1.2. Etiologi ... 7
2.1.3. Gejala klinis TB paru ... 8
2.1.4. Diagnostik TB Paru ... 9
2.1.5. Klasifikasi TB Paru ... 11
2.1.6. Cara Penularan TB Paru ... 12
2.1.7. Penatalaksanaan Tuberkulosis ... 13
2.1.8. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB ... 15
2.1.9. Strategi DOTS ... 18
2.2. Peran petugas kesehatan ... 19
2.3. Pengawas Menelan Obat (PMO). ... 23
2.3.1. Pengertian ... 23
2.3.2. Tujuan Penggunaan Pengawas Menelan Obat ... 23
2.3.3. Persyaratan Pengawas Menelan Obat ... 23
2.3.4. Peran Pengawas Menelan Obat ... 24
BAB 3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ... 26
3.1. Kerangka Konsep ... 26
3.2. Definisi Operasional Variabel ... 27
Halaman
(3)
viii
BAB 4. METODE PENELITIAN ... 29
4.1. Desain Penelitian ... 29
4.2. Populasi dan Sampel ... 29
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 30
4.4. Pertimbangan Etik ... 30
4.5. Instrumen Penelitian ... 30
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32
4.7. Prosedur Pengumpulan Data ... 33
4.8. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 34
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
5.1. Hasil Penelitian ... 36
5.2. Pembahasan ... 39
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
6.1. Kesimpulan ... 43
6.2. Saran... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
(4)
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Pengelompokan OAT ... 15
Tabel 2.2. Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama ... 15
Tabel 2.3. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak ...16
Tabel 2.4. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur ... 17
Tabel 5.1. Gambaran distribusi karakteristik responden ... 37
Tabel 5.2. Peran Petugas Kesehatan dalam pengobatan TB Paru ...38
(5)
x
DAFTAR SKEMA
Halaman Skema 2.1. Alur Diagnosis TB Paru ...11 Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ...26
(6)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Instrumen penelitian. ... 50 Lampiran 2. Hasil pengolahan data SPSS. ...57 Lampiran 3 Izin Penelitian ...72
Lampiran 4 Dan Lain – lain 82