Perbandingan Efek Air Perasan Daun Blustru (Luffa cylindrica (L.)Roem) dan Air Perasan Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L) Dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Insisi Mencit Swiss Webster.

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEK AIR PERASAN DAUN BLUSTRU (Luffa cylindrica (L.) Roem) DAN AIR PERASAN DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L) DALAM MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA

INSISI MENCIT Swiss Webster

Velicia Irene Kesuma, 2015 Pembimbing : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes Dr. Savitri R. Wardhani, dr. SpKK

Manusia dalam kehidupan sehari-hari rentan mengalami luka. Ada berbagai cara untuk pengobatannya baik dengan pengobatan modern dan tradisional. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa efek air perasan daun blustru (APDB) dan air perasaan daun tempuyung (APDT) serta perbandingan potensinya dalam mempercepat durasi penyembuhan luka.

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Enam kelompok mencit (n=5) dibuat luka sayat sepanjang 2 cm. Pengobatan dan pengukuran panjang luka dilakukan setiap hari secara topikal. Kelompok I diberi APDB 10%, kelompok II diberi APDB 20%, kelompok III diberi APDT 10%, kelompok IV diberi APDT 20%, kelompok kontrol diberi air akuades, dan kelompok pembanding diberi povidone iodine 10%. Data yang diamati adalah durasi penyembuhan luka (hari) hingga kedua tepi luka saling bertautan. Analisis data menggunakan uji non parametrik Kruskal- Wallis dilanjutkan uji Mann- Whitney dengan α = 0,05 menggunakan program komputer.

Hasil penelitian menunjukan rerata durasi penyembuhan luka dalam hitungan hari kelompok APDB 10% (8,4), APDB 20% (7,4), APDT 10% (10,4), APDT 20% (9,2) berbeda sangat bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (11,6) dengan p = 0,007 ; 0,005 ; 0,009 ; 0,007. Apabila antar kelompok dibandingkan, maka perbandingan kelompok APDB 20% terhadap APDT 20% menunjukkan hasil bermakna dengan p = 0,014. Perbandingan kelompok APDB 10% dengan APDT 10% menunjukkan hasil yang tidak bermakna dengan p = 0,093%.

Kesimpulan adalah APDB 10%, APDB 20%, APDT 10, dan APDT 20% berefek dalam mempercepat penyembuhan luka. APDB mempunyai potensi yang lebih kuat daripada APDT.


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT COMPARISON OF SPONGE GOURD JUICE (Luffa cylindrica (L.) Roem) AND SOW THISTLE JUICE (Sonchus arvensis L) IN

ACCELERATING INCISIONS WOUND HEALING OF Swiss Webster’s MICE

Velicia Irene Kesuma, 2015 Tutor : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes Dr. Savitri R. Wardhani, dr. SpKK

Wound is a very common thing that can be happened to people. We can treat wounds by using modern medicine and herbs medicine, such as sponge gourd (Luffa cylindrica (L.) Roem) and sow thistle (Sonchus arvensis L). The purpose of this research is to analyze the comparison effect of sponge gourd juice (APDB) and sow thistle juice (APDT) in accelerate healing of mice incision wound and compare it potency.

In this study, we use a laboratoric experimental. Six groups of mice were made cut along 2 cm. We observed and treated the length of the wound done topically everyday. Group I treated with the sponge gourd juice in 10% concentration, group II treated with the sponge gourd juice in 20% concentration, group III treated with the sow thistle juice in 10% concentration, group IV treated with the sow thistle juice in 20% concentration, control group given aquadest, and standard group treated with povidone iodine 10%. The measured data was the duration of wound healing process (day) until the both wound edges interlocked. Non parametric Kruskal- Wallis method was used to analyzed the data with α = 0,05 using computer program.

From the research, it is shown the average time needed to heal perfectly, group APDB 10% (8,4 days), APDB 20% (7,4 days), APDT 10% (10,4 days), APDT 20% (9,2 days) differed highly significant from group control (11,6 days) with p = 0,007 ; 0,005 ; 0,009 ; 0,007. APDB 20% and APDT 20% is significant different with p = 0,014. APDB 10% and APDT 10% is not significant different with p = 0,093.

It is concluded that APDB 10%, APDB 20%, APDT 10, and APDT 20% can accelerate of wound healing process. APDB have a stronger potency than APDT.


(3)

DAFTAR ISI

JUDUL... ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan... ... 3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian 1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Kulit ... 6

2.1.1 Lapisan Epidermis ... 6

2.1.2 Lapisan Dermis ... 8


(4)

2.2.4 Adneksa Kulit ... 10

2.2.2 Vaskularisasi Kulit ... 10

2.2 Fisiologi Kulit ... 11

2.3 Luka dan Penyembuhan Luka ... 12

2.3.1 Jenis-Jenis Luka ... 12

2.3.2 Patofisiologi Penyembuhan Luka ... 14

2.3.3 Klasifikasi Penyembuhan Luka ………16

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ... 18

2.4 Komplikasi Luka ... 20

2.5 Blustru (Luffa cylindrical [L.] Roem) ... 22

2.5.1 Morfologi Tanaman Blustru ... 22

2.5.2 Taksonomi ... 23

2.7.3 Kandungan Blustru ... 24

2.7.4 Khasiat Blustru ... 24

2.6 Tempuyung (Sonchus arvensis L) ... 25

2.6.1 Morfologi Tanaman Tempuyung ... 25

2.6.2 Taksonomi ... 26

2.6.3 Kandungan Tempuyung ... 26

2.6.4 Khasiat Tempuyung ... 26

2.7 Povidone iodine ... 27

BAB III BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 28

3.2 Subjek Penelitian ... 29

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Metode Penelitian ... 29


(5)

3.4.2 Variabel Penelitian ... 29

3.4.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 29

3.4.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 30

3.4.3 Penentuan Besar Sampel ... 31

3.5 Prosedur Kerja ... 31

3.5.1 Pengumpulan dan Persiapan Bahan Uji ... 31

3.5.2 Persiapan Hewan Coba ... 32

3.5.3 Prosedur Penelitian ... 32

3.6 Metode Analisis ... 34

3.7 Aspek Etik Penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 35

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian…... ... 40

4.2.1 Hipotesis Penelitian I ... 40

4.2.2 Hipotesis Penelitian II ... 40

4.2.3 Hipotesis Penelitian III ... 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan………42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 46


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambara histologis kulit tebal….………...…….…………..8

Gambar 2.2 Lapisan dermis kulit……….…....…………...……....…………9

Gambar 2.3 Lapisan subkutan kulit…………..……….………....…………10

Gambar 2.4 Fase penyembuhan luka…………...……….….……….….…....…14

Gambar 2.5 Proses penyembuhan luka……….………….………...……….16

Gambar 2.6 Klasifikasi penyembuhan luka………...18

Gambar 2.7 Blustru - Luffa cylindrica [L.] Roem……….…………22

Gambar 2.8 Tempuyung - Sonchus arvensis L……….………...……25


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Durasi Penyembuhan Luka Dalam Hari ... 35 Tabel 4.2 Uji Mann- Whitney Kelompok Bahan Uji Terhadap Kelompok

Negatif ...36 Tabel 4.3 Uji Mann- Whitney Antara Kelompok Bahan Uji...37 Tabel 4.4 Uji Mann- Whitney Pada Kelompok Bahan Uji Terhadap Kontrol


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat keputusan komisi etik penelitian ... 46 Lampiran 2 Hasil uji determinasi tumbuhan ... 47 Lampiran 3 Daftar tabel proses penyembuhan luka menggunakan air perasan

daun blustru (Luffa cylindrica (L) Roem) dalam dua variasi dosis ... 49 Lampiran 4 Daftar tabel proses penyembuhan luka menggunakan air perasaan

daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) dalam dua variasi dosis...50 Lampiran 5 Daftar tabel proses penyembuhan luka dengan kontrol positif

menggunakan povidone iodine 10%...52 Lampiran 6 Daftar tabel proses penyembuhan luka dengan kontrol negatif

menggunakan akuades……….…....53 Lampiran 7 Uji Shapiro- Wilk ... 54 Lampiran 8 Uji Krussal Wallis ... 55 Lampiran 9 Uji Mann- Whitney kelompok bahan uji terhadap kontrol negatif .... 56 Lampiran 10 Uji Mann- Whitney antara kelompok bahan uji ... 57 Lampiran 11 Uji Mann- Whitney kelompok bahan uji terhadap kontrol positif ... 59 Lampiran 12 Dukumentasi ... 61


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sebagai organ tubuh paling luar, kulit yang berhubungan dengan dunia luar, sangat rentan mengalami luka. Luka adalah rusaknya komponen jaringan, ditandai dengan adanya substansi jaringan yang hilang atau rusak (Irman, 2007). Manusia dalam kehidupan sehari-hari rentan mengalami luka. Hal tersebut antara lain karena meningkatnya mobilitas manusia yang salah satunya disebabkan adanya kemajuan pesat dari bidang transportasi. Hal ini diperberat dengan banyaknya penggunaan teknologi mesin dalam membantu pekerjaan manusia.

Data kesehatan mudik lebaran pada tanggal 27 Juli 2014 menunjukkan jumah kecelakaan lalu lintas mencapai 1146. Sebanyak 351 orang mengalami luka berat dan 1376 orang mengalami luka ringan. Jumlah korban yang meninggal tercatat sebanyak 263 orang. Dari data tersebut diketahui bahwa kasus korban kecelakaan lalu lintas yang ditangani di puskesmas dan rumah sakit terbanyak, adalah korban luka robek dan luka lecet (Aditama TY, 2014).

Tipe kecelakaan terbanyak yang dialami tenaga kerja Indonesia adalah kecelakaan akibat benda tajam atau benda keras yang menyebabkan luka gores, terpotong, dan tertusuk. Pada tahun 2014, frekuensi tipe kecelakaan ini menurut data yang didapatkan cukup tinggi, yaitu mencapai 14.529 kasus. Sementara jumlah kasus kecelakaan kerja akibat teknologi mesin di Indonesia, pada tahun 2014 mencapai 3.986 kasus (Aditama TY, 2014).

Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu, seperti luka insisi pada operasi atau luka yang tidak disengaja seperti, luka gores atau luka iris. Luka yang tidak mendapatkan perhatian dan perawatan yang baik terkadang dapat mengancam nyawa. Luka meskipun kecil dapat menjadi “pintu” bagi bakteri untuk dapat berkolonisasi dan masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan infeksi dan komplikasi (Irman, 2007). Contohnya adalah kasus


(10)

infeksi pasca operasi caesar di South London Hospital. Pada pascaoperasi ternyata luka operasi terbuka dan tidak sembuh sempurna karena terinfeksi bakteri MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) yang resisten terhadap antibiotik. Luka terus membesar sampai membentuk lubang sebesar 10 inci, terasa nyeri, dan mengeluarkan bau tidak sedap (Hodgekiss, 2013). Sebenarnya hal ini dapat dikurangi dengan melakukan tindakan preventif serta penanganan secara cepat dan tepat.

Penanganan luka biasanya menggunakan povidone iodine. Akan tetapi, penanganan dengan cara tersebut memiliki efek samping berupa iritasi kulit dan beberapa reaksi alergi yang berat seperti rash, gatal, bengkak di mulut, wajah, bibir, dan lidah (MIMS, 2013). Upaya untuk menghindari efek samping yang ditimbulkan, digunakan tanaman obat sebagai pengganti povidone iodine. Tanaman obat sendiri memperoleh sorotan yang besar dari masyarakat Indonesia dalam penyembuhan luka. Selain mudah didapat, harganya relatif murah, khasiatnya juga tidak kalah dibandingkan dengan pengobatan modern. Efek samping yang relatif kecil juga menambah keunggulan pengobatan dengan tanaman obat (Matoa, 2011).

Di Amerika sejak tahun 1991, herbal banyak digunakan secara luas dalam berbagai pengobatan. Pengobatannya pun tergolong unggul karena bahan pengobatannya mudah didapatkan. Bahkan diberbagai tempat, pengobatan secara herbal merupakan satu-satunya langkah terapi suatu penyakit (Jucket, 2004).

Obat tradisional merupakan bahan alami yang digunakan secara turun-temurun dalam satu keluarga. Tanaman obat yang dapat digunakan dalam pengobatan luka adalah blustru (Luffa cylindrica (L) Roem), tempuyung (Sonchus

arvensis L), brotowali (Tinospora crispa (L) Miers.), rosella (Hibiscus sabdariffa

L), meniran (Phyllanthus urinaria linn.), dan binahong (Anredera cordifolia). Selain bermanfaat dalam menyembuhkan luka, daun tersebut juga berkhasiat sebagai antiinflamasi, antimikroba, dan mengatasi haid yang tidak teratur (Setiawan Dalimartha S, 2004; Ervinal et al., 2012).

Efektifitas dari daun blustru (Luffa cylindrica (L) Roem) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) didapatkan dari kandungan bahan kimia yang


(11)

terdapat pada daun. Daun blustru (Luffa cylindrica (L) Roem) mengandung saponin, tanin, vitamin B, dan C sedangkan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) mengandung inositol dan flavonoid (Setiawan Dalimartha S, 1999; Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011).

Daun tempuyung dan daun blustru dikenal masyarakat sebagai salah satu terapi alternatif dalam penyembuhan luka. Hal ini disebabkan karena khasiat daun yang baik dalam penyembuhan luka, efek samping yang relatif kecil, dan tanaman obat tersebut tumbuh banyak di Indonesia. Penggunaan khasiat dari tanaman obat tersebut hanya dilakukan secara empiris dan belum banyak dibuktikan melalui penelitian klinis. Maka dari itu, penulis tertarik untuk meneliti salah satu khasiat tanaman obat tersebut dalam mempercepat durasi penyembuhan luka.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas identifikasi masalah yang didapat adalah 1.2.1 Apakah air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) berefek

mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.2.2 Apakah air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.2.3 Apakah air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) memiliki potensi lebih kuat daripada air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L).

1.3Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah menjadikan air perasan daun blustru (Luffa

cylindrica (L.) Roem) dan air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L)


(12)

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Menganalisa efek air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dalam mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster. 1.3.2 Menganalisa efek air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) dalam

mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.3.3 Menganalisa air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) memiliki potensi lebih kuat daripada air perasan daun tempuyung

(Sonchus arvensis L).

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah

Manfaat akademis yaitu dapat memberikan informasi farmakologi tanaman obat khususnya mengenai perbandingan efek air perasan daun blustru (Luffa

cylindrica (L.) Roem) dan air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L)

dalam mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

Manfaat praktis yaitu daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) dapat digunakan masyarakat sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan luka.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Luka adalah rusaknya komponen jaringan, ditandai dengan adanya substansi jaringan yang hilang atau rusak (Irman, 2007). Proses penyembuhan luka terjadi dalam tiga fase yaitu fase peradangan (dini dan lanjut), fase pembentukan jaringan granulasi dan reepitelisasi, dan pengendapan Extracellular Matrix (ECM), fase kontraksi luka, dan remodeling. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah kemotaksis monosit, migrasi fibroblas, proliferasi fibroblas, angiogenesis, sintetsis kolagen, dan sekresi kolagenase (Robbins & Cotran, 2009).


(13)

Daun blustru sebagai tanaman obat mengandung saponin, tanin, vitamin B, dan C (Setiawan Dalimartha, 2000). Saponin berperan sebagai antiseptik, dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat mempercepat fase pertama dari proses penyembuhan luka. Tanin bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba, dan astringent dapat mempercepat fase pertama dan ketiga dalam proses penyembuhan luka (Mills, 2000; Nani Ayu Lestari, 2014). Vitamin C dalam jaringan memiliki fungsi utama untuk sintesis kolagen. Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin dalam sintesis kolagen pada fase kedua dan ketiga proses penyembuhan luka. Vitamin B dari daun blustru juga berperan serta dalam fase tersebut sehingga penyembuhan luka dapat berlangsung dengan baik (Bruneton, 1999; Mills, 2000).

Daun tempuyung sebagai tanaman obat mengandung flavonoid dan inositol (Setiawan Dalimartha S, 1999; Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011). Flavonoid pada fase pertama penyembuhan luka berperan sebagai antiinflamasi, antialergi, antivirus, dan antioksidan yang dapat membantu menetralisir dan menstabilkan radikal bebas berlebih sehingga tidak lagi merusak sel-sel dan jaringan sehat (Bruneton, 1999). Inositol yang juga dikenal sebagai vitamin B sangat diperlukan bagi kulit dalam proses regenerasi. Inositol akan mempengaruhi aktivitas RNA dan DNA sehingga proses regenerasi pada fase kedua dan ketiga dalam proses penyembuhan luka dapat terus berlangsung dengan baik (Mills, 2000; Sulaksono, 2013).

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1.5.2.1Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.5.2.2 Air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.5.2.3Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) memiliki potensi lebih kuat daripada air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L).


(14)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

 Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) berefek mempercepat penyebuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

 Air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

 Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) memiliki potensi lebih kuat daripada air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah:  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek daun blustru dan

tempuyung terhadap penyembuhan luka dengan dosis bervariasi.

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek gabungan dari daun blustru dan tempuyung terhadap penyembuhan luka.

 Perlu dilakukan isolasi zat aktif agar dapat diketahui efeknya secara langsung.  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping dan efek toksik yang ditimbulkan pemakaian daun blustru dan daun tempuyung pada hewan coba dan manusia.

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba dan sediaan yang lain.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY. 2014. Arus Mudik Natal 2014 & Tahun Baru 2015.

http://www.litbang.depkes.go.id/node/619. 8 Januari 2015.

_______. 2014. Data Kesehatan Mudik Lebaran 2014.

http://www.litbang.depkes.go.id/node/431. 8 Januari 2015.

Braun S, Ulrich AK, Heike S, Sabine W. 2004. Fibroblast Growth Factor Activity. http://www.biomicrodermabrasion.com/ glycobiology/. 15 Juli 2015.

Bruneton J. 1999. Pharmacognosy Phytochemistry Medical Plants. France : Lavoisier publishing Inc. h 309–330.

Devi GS, A. Kottai Muthu, D Satheesh Kumar, S Rekha, Indhumathy, R Nandhihi. 2009. Studies on The Antibacterial and Antifungal Activities of The Ethanolic Extracts of Luffa Cylindrica (Linn) Fruit. Int.J.Drug Dev & Res, 105 (1) : 1-5.

Enoch S. 2013. Wound Bed Preparation: The Science Behind the Removal of Barriers to Healing. http://www.medscape.com/viewarticle/459733_1. 15 Juli 2015.

Ervinal AM Zuhud, Sumarto, Haryati E, Felanesa L, Nur RC. 2012. Khasiat 15 Tanaman Obat Unggulan Kampung Gunung Leutik. Bogor : Gedung SEAFAST Center. h 4-22.

Hana Rizmadewi Agustina. 2009. Perawatan Luka Modern.

http://www.keperawatan-online.blogspot.com/2009/01/perawatan-luka%20 modern.html. 15 Juli 2015.

Hodgekiss, A. 2013. New Mother Left With 10-Inch Hole In Her Stomach After Getting MRSA From C-Section Wound - And Says She Only Survived Because Of COPPER-Infused Pyjamas. http://www.dailymail.co.uk/health/ article-2516801/New-mother-left-10-inch-hole-stomach-getting-MRSA-C-section-wound--says-survived-COPPER-infused-pyjamas.html . 16 Januari 2015.


(16)

Irman. 2007. Perawatan Luka. http://www.fkep.unpad.ac.id/2007/07/perawatan-luka/. 15 Desember 2014.

Jucket, G. 2004. Modern Pharmacology with Clinical Application Sixth Edition. Philadephia : Lippincott Williams & Wikins. h 786.

Kapten. 2012. Tindakan Aseptik. http://bedahminor.com/index.php/main/show_ page/ 217. 15 Juli 2015.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Lestari NA. 2014. Makalah Farmakognosi – Tanin. http://www.academia.edu/ 7268353/Makalah_Farmakognosi_-_Tanin. 15 Desember 2014.

Mann FE. Gheorghe MC. Hun YY. 2011. Fundamental of Small Animal Surgery. UK : Blackwell publishing. h 75.

Matoa. 2011. Kekurangan dan Kelebihan Herbal. http://matoa.org/kekurangan-dan-kelebihan-herbal/. 10 Januari 2015.

Mills S, Bone K. 2000. Principles and Practice of Phytotherapy Modern Herbal Medicine. USA : Merck & Co.,Inc. h 60-66.

MIMS. 2013. Mims Bahasa Indonesia Edisi 14. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer (Kelompok gramedia). h 439.

Robbins SL, Cotran RS. 2009. Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta : EGC. h 115– 119.

Seahaand MD. 2014. Selamat Dari Gergaji Maut. http://video.liputan6.com/tv/ selamat-dari-gergaji-maut-2031998. 16 Januari 2015.

Setiawan Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 1. Jakarta : Trubus Agriwidya. h 158 – 160.

_______. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta : Trubus Agriwidya. h 17 – 22.


(17)

Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC. h. 84-89. Slomianka L. 2009. Integumentary System. http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/

mb140/corepages/integumentary/integum.htm. 12 Juli 2015.

Storey M. 2015. Sonchus arvensis L. http://www.discoverlife.org/20/q?search= Sonchus +arvensis. 12 Juli 2015.

Sulaksono. 2013. Manfaat Vitamin B Kompleks Bagi Kesehatan Kita.

http://www.carakhasiatmanfaat.com/artikel/manfaat-vitamin-b-kompleks-bagi-kesehatan-kita.html . 15 Desember 2014.

Sunil KP, Raja BP, Jagadish RG, Uttam A. 2012. Povidone Iodine – Revisited. NACD, 146 (3) : 1-6.

Syarif M Wasitaatmadja. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. h 3-8.

Yohana Arisandi, Yovita Andriani. 2011. Khasiat Berbagai Tanaman Untuk Pengobatan. Jakarta : Eska Media. h 463–466.

Yusrotul Fariah. 2010. Pengaruh Ekstrak Daun Tempuyung (Sonchus arvensis) Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri Shigella dysenteriae Dan Escherichia coli Secara In Vitro. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/biologi/article/view/9366.


(1)

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Menganalisa efek air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dalam mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster. 1.3.2 Menganalisa efek air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) dalam

mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.3.3 Menganalisa air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) memiliki potensi lebih kuat daripada air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L).

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah

Manfaat akademis yaitu dapat memberikan informasi farmakologi tanaman obat khususnya mengenai perbandingan efek air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) dalam mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

Manfaat praktis yaitu daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) dapat digunakan masyarakat sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan luka.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Luka adalah rusaknya komponen jaringan, ditandai dengan adanya substansi jaringan yang hilang atau rusak (Irman, 2007). Proses penyembuhan luka terjadi dalam tiga fase yaitu fase peradangan (dini dan lanjut), fase pembentukan jaringan granulasi dan reepitelisasi, dan pengendapan Extracellular Matrix (ECM), fase kontraksi luka, dan remodeling. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah kemotaksis monosit, migrasi fibroblas, proliferasi fibroblas, angiogenesis, sintetsis kolagen, dan sekresi kolagenase (Robbins & Cotran, 2009).


(2)

Daun blustru sebagai tanaman obat mengandung saponin, tanin, vitamin B, dan C (Setiawan Dalimartha, 2000). Saponin berperan sebagai antiseptik, dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat mempercepat fase pertama dari proses penyembuhan luka. Tanin bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba, dan astringent dapat mempercepat fase pertama dan ketiga dalam proses penyembuhan luka (Mills, 2000; Nani Ayu Lestari, 2014). Vitamin C dalam jaringan memiliki fungsi utama untuk sintesis kolagen. Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin dalam sintesis kolagen pada fase kedua dan ketiga proses penyembuhan luka. Vitamin B dari daun blustru juga berperan serta dalam fase tersebut sehingga penyembuhan luka dapat berlangsung dengan baik (Bruneton, 1999; Mills, 2000).

Daun tempuyung sebagai tanaman obat mengandung flavonoid dan inositol (Setiawan Dalimartha S, 1999; Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011). Flavonoid pada fase pertama penyembuhan luka berperan sebagai antiinflamasi, antialergi, antivirus, dan antioksidan yang dapat membantu menetralisir dan menstabilkan radikal bebas berlebih sehingga tidak lagi merusak sel-sel dan jaringan sehat (Bruneton, 1999). Inositol yang juga dikenal sebagai vitamin B sangat diperlukan bagi kulit dalam proses regenerasi. Inositol akan mempengaruhi aktivitas RNA dan DNA sehingga proses regenerasi pada fase kedua dan ketiga dalam proses penyembuhan luka dapat terus berlangsung dengan baik (Mills, 2000; Sulaksono, 2013).

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1.5.2.1Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

1.5.2.2 Air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

 Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) berefek mempercepat penyebuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

 Air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L) berefek mempercepat penyembuhan luka insisi mencit Swiss Webster.

 Air perasan daun blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) memiliki potensi lebih kuat daripada air perasan daun tempuyung (Sonchus arvensis L).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah:  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek daun blustru dan

tempuyung terhadap penyembuhan luka dengan dosis bervariasi.

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek gabungan dari daun blustru dan tempuyung terhadap penyembuhan luka.

 Perlu dilakukan isolasi zat aktif agar dapat diketahui efeknya secara langsung.  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping dan efek toksik yang ditimbulkan pemakaian daun blustru dan daun tempuyung pada hewan coba dan manusia.

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba dan sediaan yang lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY. 2014. Arus Mudik Natal 2014 & Tahun Baru 2015.

http://www.litbang.depkes.go.id/node/619. 8 Januari 2015.

_______. 2014. Data Kesehatan Mudik Lebaran 2014.

http://www.litbang.depkes.go.id/node/431. 8 Januari 2015.

Braun S, Ulrich AK, Heike S, Sabine W. 2004. Fibroblast Growth Factor

Activity. http://www.biomicrodermabrasion.com/ glycobiology/. 15 Juli 2015.

Bruneton J. 1999. Pharmacognosy Phytochemistry Medical Plants. France :

Lavoisier publishing Inc. h 309–330.

Devi GS, A. Kottai Muthu, D Satheesh Kumar, S Rekha, Indhumathy, R Nandhihi. 2009. Studies on The Antibacterial and Antifungal Activities of The

Ethanolic Extracts of Luffa Cylindrica (Linn) Fruit. Int.J.Drug Dev & Res,

105 (1) : 1-5.

Enoch S. 2013. Wound Bed Preparation: The Science Behind the Removal of

Barriers to Healing. http://www.medscape.com/viewarticle/459733_1. 15 Juli 2015.

Ervinal AM Zuhud, Sumarto, Haryati E, Felanesa L, Nur RC. 2012. Khasiat 15

Tanaman Obat Unggulan Kampung Gunung Leutik. Bogor : Gedung SEAFAST Center. h 4-22.

Hana Rizmadewi Agustina. 2009. Perawatan Luka Modern.

http://www.keperawatan-online.blogspot.com/2009/01/perawatan-luka%20 modern.html. 15 Juli 2015.

Hodgekiss, A. 2013. New Mother Left With 10-Inch Hole In Her Stomach After

Getting MRSA From C-Section Wound - And Says She Only Survived Because Of COPPER-Infused Pyjamas. http://www.dailymail.co.uk/health/


(5)

article-2516801/New-mother-left-10-inch-hole-stomach-getting-MRSA-C-Irman. 2007. Perawatan Luka. http://www.fkep.unpad.ac.id/2007/07/perawatan-luka/. 15 Desember 2014.

Jucket, G. 2004. Modern Pharmacology with Clinical Application Sixth Edition.

Philadephia : Lippincott Williams & Wikins. h 786.

Kapten. 2012. Tindakan Aseptik. http://bedahminor.com/index.php/main/show_

page/ 217. 15 Juli 2015.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikasi. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Lestari NA. 2014. Makalah Farmakognosi – Tanin. http://www.academia.edu/

7268353/Makalah_Farmakognosi_-_Tanin. 15 Desember 2014.

Mann FE. Gheorghe MC. Hun YY. 2011. Fundamental of Small Animal Surgery.

UK : Blackwell publishing. h 75.

Matoa. 2011. Kekurangan dan Kelebihan Herbal.

http://matoa.org/kekurangan-dan-kelebihan-herbal/. 10 Januari 2015.

Mills S, Bone K. 2000. Principles and Practice of Phytotherapy Modern Herbal

Medicine. USA : Merck & Co.,Inc.h 60-66.

MIMS. 2013. Mims Bahasa Indonesia Edisi 14. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer

(Kelompok gramedia). h 439.

Robbins SL, Cotran RS. 2009. Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta : EGC. h

115– 119.

Seahaand MD. 2014. Selamat Dari Gergaji Maut. http://video.liputan6.com/tv/

selamat-dari-gergaji-maut-2031998. 16 Januari 2015.

Setiawan Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 1. Jakarta : Trubus

Agriwidya. h 158 – 160.

_______. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta : Trubus


(6)

Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC. h. 84-89.

Slomianka L. 2009. Integumentary System. http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/

mb140/corepages/integumentary/integum.htm. 12 Juli 2015.

Storey M. 2015. Sonchus arvensis L. http://www.discoverlife.org/20/q?search=

Sonchus +arvensis. 12 Juli 2015.

Sulaksono. 2013. Manfaat Vitamin B Kompleks Bagi Kesehatan Kita.

http://www.carakhasiatmanfaat.com/artikel/manfaat-vitamin-b-kompleks-bagi-kesehatan-kita.html . 15 Desember 2014.

Sunil KP, Raja BP, Jagadish RG, Uttam A. 2012. Povidone Iodine – Revisited.

NACD, 146 (3) : 1-6.

Syarif M Wasitaatmadja. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 5. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI. h 3-8.

Yohana Arisandi, Yovita Andriani. 2011. Khasiat Berbagai Tanaman Untuk

Pengobatan. Jakarta : Eska Media. h 463–466.

Yusrotul Fariah. 2010. Pengaruh Ekstrak Daun Tempuyung (Sonchus arvensis)

Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri Shigella dysenteriae Dan Escherichia coli Secara In Vitro. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/biologi/article/view/9366.


Dokumen yang terkait

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster.

0 2 11

Perbandingan Efek Air Perasan Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas Lamk.) dan Air Persan Daun Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Dalam Memepercepat Penyembuhan Luka Insisi Mencit Swiss Webster.

2 10 27

Air Perasan Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) dan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon (Musa paradisaca, L.forma sapientum, L.) Mempercepat Penyembuhan Luka Insisi pada Mencit Swiss webster.

0 0 13

Perbandingan Efek Air Perasan Buah Blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Pada Penyembuhan Luka Insisi Mencit Swiss Webster.

0 3 21

Perbandingan Efek Air Perasan Daun Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) dan Air Perasan Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Insisi Mencit Swiss Webster.

9 32 18

Perbandingan Efek Air Perasan Daun Blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan Air Perasan Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Insisi Mencit Swiss Webster.

0 0 17

Efek Air Perasan Daun Beluntas (Pluchea indica (L.)Less) Dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Insisi Mencit Swiss Webster Jantan.

1 2 27

Efek Air Perasan Buah Nanas (Ananas comosus (L)Merr.) Dalam Mempersingkat Lama Penyembuhan Luka Mencit Swiss Webster Jantan.

0 3 24

Pengaruh Air Perasan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dalam Mempercepat Durasi Penyembuhan Luka Pada Mencit Swiss Webster Jantan.

0 1 28

Pengaruh Air Perasan Daun Sendok (Plantago major,Linn) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Pada Mencit Galur Swiss Webster Betina.

0 3 29