TRADISI KENDURI KUBURAN (KEUNURIE JEURAT) PADA MASYARAKAT ACEH DI DESA PULO TENGAH KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA ACEH.

(1)

PERKAWINAN ENDOGAMI DI KALANGAN KELOMPOK

ETNIK PUNJABI PENGANUT AGAMA SIKH

DI KOTA MEDAN

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Sosial

Antropologi Sosial

Oleh :

DEDI ANDRIANSYAH NIM : 8136152003

PROGRAM PASCASARJANA

ANTROPOLOGI SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2015


(2)

(3)

(4)

INTI SARI

Penelitian ini mengenai sistem perkawinan endogami etnik Punjabi di kota Medan. Dalam penentuan calon pasangan hidupnya, etnik Punjabi dianjurkan untuk memilih seseorang yang “berhidung mancung”. Pemaknaan“berhidung mancung” merupakan penunjukkan identitas fisik pada etnik Punjabi yang memiliki ciri fisik berhidung mancung. Hal ini memiliki arti bahwa terdapat ketentuan dari orang tua dan keluarga kepada anak-anak mereka untuk memilih pasangan hidup haruslah dari kalangan etnik Punjabi juga (perkawinan endogami).

Sistem perkawinan endogami etnik Punjabi ini kemudian dicermati melalui penelitian dengan fokus penelitian, (1) apa latar belakang dilaksanakannya sistem perkawinan endogami oleh kelompok etnik Punjabi penganut agama Sikh di Kota Medan, (2) bagaimana strategi yang dilakukan oleh kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh dalam menjaga keberlangsungan sistem perkawinan endogami di Kota Medan, (3) bagaimana bentuk perubahan yang terjadi saat ini pada perkawinan endogami kelompok etnik Punjabi penganut agama Sikh di Kota Medan.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan penulisan etnografi. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan life history. Pendekatan life history dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur yang mendalam mengenai pengalaman informan. Informan kunci terdiri dari beberapa keluarga etnik Punjabi yang melakukan perkawinan endogami dan yang tidak melakukan perkawinan endogami. Kemudian Kepala Sekolah Medan Sikh Community Education Centre, Giani (pendeta), pemuka agama Sikh, Pengurus Perhimpunan Pemuda Sikh, Pengurus Gurdwara Sri Arjun Dev Ji, serta beberapa keluarga etnik Punjabi lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latarbelakang dilaksanakannya perkawinan endogami adalah sebagai wujud menjaga nama baik orang tua dan pengabdian pada ajaran Waheguru (ajaran ketuhanan yang dibawa Nabi-nabi umat Sikh) serta sebagai usaha pengakuan identitas keagamaan Sikh di masyarakat. Bentuk strategi yang dilakukan dalam menjaga keberlangsungan sistem perkawinan endogami adalah dengan penguatan peran orang tua dalam pengaturan sistem perjodohan, melakukan penguatan nilai budaya Punjabi dan ajaran agama Sikh melalui sekolah Medan Sikh Community Education Centre, lalu melakukan rutinitas beribadah ke Gurdwara. Kemudian saat ini telah terjadi perubahan sikap pada etnik Punjabi yang memilih melakukan sistem perkawinan non endogami (eksogami) dengan etnik lain seperti Etnik Jawa, Batak, Bugis, dan Minangkabau. Sehingga memberikan dampak di hapuskannya dari keanggotaan keluarga dan tidak lagi diikut sertakan dalam acara keluarga.


(5)

ABSTRACT

This research is about the system of endogamy marriage of Punjabi ethnic in the city of Medan. In determining the prospective spouse, Punjabi ethnic recommended to choose someone who is "nosed". Making of "sharp-nosed" is the appointment of a physical identity in Punjabi ethnic who has the physical characteristics nosed. It means that there are provisions of the parents and families for their children to choose a life partner should be among the Punjabi ethnic too (endogamy marriage). Then, the system of endogamy marriage of Punjabi ethnic focused to, (1) what the background of the implementation of the system of endogamy marriage of Punjabi ethnic as a Sikhism in Medan, (2) how the strategy of Punjabi ethnic as a Sikhism in maintaining the continuity of the endogamy marriage system in Medan, (3) how the form changes that occur at this time in the system of endogamy marriage of Punjabi ethnic as a sikhism in the city of Medan.

This study is a qualitative approach to the writing of ethnography. This study also uses life-history approach. Life history approach interviews conducted with unstructured in-depth interview. Key informants consisted of several Punjabi ethnic families who do marriage of endogamy and who do not perform the marriage of endogamy. Then Principal of Medan Sikh Community Education Centre, Giani, the leaders of Sikhism, the organization of Sikh Youth Association, association of Sri Arjun Dev Ji Gurdwara, as well as some other Punjabi ethnic families.

The results of this research showed that the background of the implementation of endogamy marriage is a form of keeping the names of both parents and devotion to the teachings of Waheguru (teachings of the divine Prophets brought Sikhism) as well as the recognition of Sikhism identity in society. The form of strategies undertaken in maintaining the continuity of the system of endogamy marriage in Punjabi ethnic is by strengthening the role of parents in the regulation of the matchmaking system, strengthening cultural values Punjabi and Sikhism teachings through Sikh Community Education Centre school, and then perform a routine of worship to the Gurdwara. Then, today there has been a change in attitude on the Punjabi ethnic who choose to do the marriage system of non endogamy (exogamy) with another ethnic such as Javanese, Bataknese, Bugis, and Minangkabau. So the impact of this exogamy marriage system is be deleted from membership of family and not included in every family events.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang maha Agung, karena berkat nikmat dan karunia-Nya yang tiada terhingga, akhirnya karya tulis saya yang berjudul Perkawinan Endogami di Kalangan Kelompok Etnik

Punjabi Penganut Agama Sikh di Kota Medan ini dapat terselesaikan. Saya menyadari bahwa selesainya karya tulis ini bukanlah karena kemampuan cerdas saya, melainkan karena kebaikan Allah SWT yang maha pemberi rahmat dan pertolongan pada setiap kemudahan dan penyelesaian dalam hal tak terduga lainnya, Sungguh Engkau yang Maha kuasa ya Rabb. Shalawat dan salam juga tidak pernah lupa saya sampaikan kepada sang suri tauladan umat islam yakni Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya, semoga saya kelak mendapatkan safaat dari beliau (Allahumma shalli ‘ ala muhammad wa ali muhammad)

Saya sampaikan terima kasih kepada Dr.Phil.Ichwan Azhari, MS selaku ketua Prodi Antropologi Sosial Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan sekaligus Pembimbing I dalam tulisan ini. Rutinitas yang sangat padat didalam dan luar kota tidak membuat bapak berhenti untuk terus membantu menertibkan pikiran-pikiran saya yang berantakan mengenai fokus yang ingin saya teliti, mengumpulkan data, mengejar informasi dan menyusun laporan akhir tulisan ini. Pertanyaan-pertanyaan bapak mengenai kapan saya memulai penelitian, apalagi yang menghambat saya menyusun proposal penelitian dan kendala yang saya hadapi, ternyata sangat ampuh menjadi sebuah kritik membangun bagi saya dan membuat saya memahami cara membimbing bapak yang fleksibel dan dengan segenap diskusi referensi menjadi salah satu alasan penunjang selesainya tulisan ini

Terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. Usman Pelly, M.A, Ph.D, selaku Dosen pembimbing II yang selalu saat saya kunjungi untuk berdiskusi pasti berada di singgasana perpustakaan pribadi dengan bertemankan ribuan buku dan juga sebuah lampu mungil. Tawa bapak yang khas menjadi teman dalam diskusi dan bimbingan


(7)

selesainya tulisan ini. Obrolan penuh humor namun kadang menunjukkan kesedihan bapak mengenai permasalahan di Indonesia yang tidak pernah usai menunjukkan pada saya bahwa ilmu Antropologi adalah ilmu yang memeluk negeri namun sering tidak diharagai, terima kasih banyak Prof.

Terima kasih untuk Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si dan Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd yang saling silih berganti menjadi pimpinan tertinggi Universitas Negeri Medan dan rela bersusah payah demi membangun Universitas Negeri Medan menjadi universitas yang lebih berkarakter dan bermartabat.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada Direktur Pascasarjana, Prof.Dr.Abdul Muin Sibuea, telah membantu kelancaran administrasi penunjang selesainya tulisan ini, terima kasih juga untuk personil biro pascasarjana yang dipimpin oleh pak Kadar Chan, terima kasih untuk sikap yang hangat dan pertemanannya.

Untuk Prof.Dr.Robert Sibarani, M.Si selaku salah satu narasumber dan penguji dalam tulisan ini. Arahan yang sangat fokus dan obrolan menarik yang hangat selalu menjadi hadiah disaat saya bercengkrama dengan bapak seorang berilmu tinggi, berwibawa namun tetap menunjukkan kerendahan hati yang menjadi ciri khas bapak, Sehat selalu dan sukses untuk buku barunya yang akan terbit pak.

Untuk Dr.Hidayat,M.Si selaku narasumber dan penguji dalam tulisan ini. Arahan dan sentilan kritis bapak yang santai namun sangat membangun baiknya karya tulis ini menunjukkan masih kurangnya saya dalam membaca berbagai buku dan sumber lainnya.

Untuk Dr.Fikarwin Zuska, M.Ant, selaku narasumber penguji pada tulisan ini. Bercengkarama dan bertukar pikiran mengenai keilmuan Antropologi selalu membuat hari berjalan terasa sangat cepat dan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengobrol akan hal itu. Figur berwibawa yang seperti kumpulan perpustakaan berjalan yang penuh dengan berbagai ilmu pengetahuan Antropologi dan Etnografi.


(8)

Sehingga siapapun yang bertukar pikiran denganmu pasti akan setuju jika pemahamanmu membuat ilmu Antropologi terasa sangat hebat dan begitu sederhana untuk dipahami.

Selanjutnya, terima kasih saya ucapkan untuk seluruh personil Ansos B 2013, Bang Edo, Bang Koko, Pak Ridlo, Kak Sumiyati, Kak Anis Amalia, Kak Fitri, Bang Daud, Yosi, Eka dan Elva yang semua sudah seperti keluarga, terima kasih untuk pertemanan yang hangat, diskusi yang nikmat dan ajaran-ajaran baiknya, semoga kesehatan dan kesuksesan selalu menyertai kita.

Terima kasih juga untuk Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen Prodi Pendidikan Antropologi yang selalu memberi semangat untuk cepat menyelesaikan studi saya. Untuk kerabat-kerabat Prodi Antropologi, teman seperjuangan Fitriadi, Riadi Syahputra, Yudi Rahmadani, Melamsel Simarmata, Ewin Haloho, Evans Siregar, Shafwan Mahmuddin terima kasih untuk semua obrolan dan candaan yang sebenarnya sangat memberikan manfaat, adik-adik Antro yang selalu heboh dengan tingkah-tingkahnya Henwit Alan Syahrial, Abdian Sapta, Wawan Dermawan, Joe, Ahmad Johansyah, Marcel, Lucky, Ivan, Yunda, Tika, Muqni Kartika, Leo, Safri Lubis, dan personil lainnya teman-teman antro 2008 yang sudah dengan jalan hidupnya masing-masing, adik Antro 2009 diah, nanda, nurul, ica, desi, adik-adik Antro 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015, maaf jika tidak bisa abang tuliskan nama kalian satu persatu, kalian adalah keluarga kecil antro yang telah menunjukkan bahwa abang punya ratusan adik-adik yang baik.

Teristimewa untuk adinda abang yang selalu bisa menjadi partner hebat, Ayu Febryani beserta keluarga, terima kasih untuk segala doa indah, kebaikan, cinta dan hal istimewa yang sangat banyak sehingga tidak bisa abang tuliskan satu persatu, yang mengingatkan abang untuk bersegera menyelesaikan studi ini. semoga kesehatan dan kesuksesan juga menyertai adek, dan keluarga, semoga yang kita rencanakan dapat terlaksana, amin.


(9)

Ucapan terima kasih yang sebenarnya tidak cukup dan pelukan hangat untuk kalian orang tua hebat saya, ayahandaku Adi Muhammad Syafii dan ibundaku Anisah. Orang tua hebat yang selalu menanamkan tetap bersekolah tinggi meskipun keadaan ekonomi kita tidak terlalu baik. Rela saling terpisah jarak untuk sementara waktu demi baiknya sekolah anak-anakmu, orang tua hebat yang dahulu karena keterbatasan ekonomi tidak bisa melanjutkan sekolah tinggi, namun tetap menanamkan pada anaknya untuk tidak berfikir menghentikan impian bersekolah tinggi karena alasan apapun. Kerja keras, rasa sulit, dan pengorbanan besar yang kurasakan dan kulakukan untuk selesainya studi ini pastinya tidak sebanding dengan yang telah kalian lakukan, maka dari itu Studi ini kupersembahkan untuk hadiah ulang tahun dan kado pernikahan ayah dan mamak yang tidak pernah anak-anakmu beri, semua tidak terlepas karena kebingungan anakmu ini ingin memberi kado hebat apa, karena barang-barang apapun sepertinya tidak akan cukup untuk membalas semua pengorbanan dan kehebatan kalian dalam membangun keluarga ini.

Untuk terakhir, pelukan hangat dan rasa cinta yang penuh kebaikan untuk senyum-senyum indah lilin-lilin kecil abang, M.Syuheri, M.Irwan Syahputra, M.Indra Gunawan, Rahmi Rahmadani, dan Lia Chairani. Belum banyak yang bisa abang berikan untuk kalian, tapi inilah yang bisa abang lakukan, semoga bisa menjadi contoh baik bagi kalian untuk tetap berimpian sekolah tinggi dan sama-sama membangun keadaan yang baik untuk keluarga mungil yang kita cintai ini.

Medan, September 2015


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL………... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat dan Kontribusi ... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 9

2.1. Teori dan Konsep ... 9

2.1.1 Kebudayaan dan Sistem Kekerabatan ... 9

2.1.2 Keluarga dan Perkawinan ... 13

2.1.3 Agen, Agensi dan Habitus ... 17

2.1.4 Perubahan Sosio Kultural ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Metodologi ... 20

3.1.1. Lokasi Penelitian ... 21

3.1.2. Pendekatan ... 21


(11)

3.1.4 Pengumpulan dan Analisis Data ... 23

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 24

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 24

4.1.1 Sejarah Kota Medan ... 24

4.1.2 Keadaan Geografis ... 27

4.1.3 Komposisi Penduduk ... 28

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur . . 30

4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 32

4.2 Gambaran Umum Rumah Ibadah Umat Sikh (Gurdwara) ... 33

4.2.1 Yayasan Gurdwara Sri Arjun Dev Ji ... 36

4.2.2. Yayasan Missi Gurdwara Medan dan Gurdwara Shree Guru Tegh Bahadur ... 41

4.3 Pembahasan ... 44

4.3.1 Etnik Punjabi Penganut Agama Sikh ... 44

4.3.1.1 Migrasi Etnik Punjabi ... 51

4.3.1.2 Agama Sikh dan Ajarannya ... 59

4.3.2 Latar belakang dilaksanakannya perkawinan endogami Pada Etnik punjabi Penganut Agama Sikh ... 66

4.3.2.1 Perkawinan Endogami Sebagai Wujud Pengabdian pada Waheguru dan penguat Identitas Punjabi di Kota Medan ... 69


(12)

4.3.3 Bentuk strategi yang dilakukan oleh etnik Punjabi dalam menjaga

keberlangsungan perkawinan endogami ... 77

4.3.4 Bentuk perubahan yang terjadi saat ini pada perkawinan endogami

etnik Punjabi penganut Agama Sikh... 93

4.3.4.1 Perubahan sikap dan pandangan mengenai perkawinan endogami .. 94

4.3.4.2 Latarbelakang beberapa etnik Punjabi melakukan perkawinan non

endogami (Perkawinan eksogami) ... 101

4.3.4.3 Dampak dari Keputusan Memilih perkawinan non endogami.. ... 106

BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 5.1 Kesimpulan .. ... 110

5.2 Saran .. ... 111 Daftar Kepustakaan


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan

Tahun 2005 – 2009...28 Tabel 2 : Kepadatan penduduk Kota Medan menurut kecamatan

tahun 2006 – 2009...28 Tabel 3 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin

Tahun 2009...30 Tabel 4 : Jumlah Penduduk Kota Medan menurut jenis kelamin

tahun 2000 – 2009...31 Tabel 5 : Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Agama

pada tahun 2010...32 Tabel 6 : Sepuluh nama Guru pembawa agama Sikh...61


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

“Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan penentuan terakhir mengenai pasangan pernikahan.: (Goode, 2004 : 64) Perkawinan merupakan sebuah fase yang terpenting dalam masa peralihan pada diri manusia dari tingkat remaja sampai pada tingkat berkeluarga. Sehingga ketika masa peralihan ini dilangsungkan, maka sangat banyak terlihat dilaksanakannya kegiatan-kegiatan di setiap keluarga. Dimulai dari kegiatan pada masa menjelang perkawinan, pada saat perkawinan dan bahkan juga pada saat setelah selesainya perkawinan. Sehingga tidak jarang upacara perkawinan ini dilakukan sampai berhari-hari.

Perkawinan merupakan sebuah masa peralihan yang paling dinanti didalam sebuah keluarga inti. Sehingga seorang ayah dan ibu kemudian turut mengundang seluruh saudara, teman, kerabat dan juga masyarakat disekitar lingkungan tempat tinggalnya untuk juga merasakan apa yang sedang mereka rasakan. Kemudian beberapa kerabat dan juga teman saling tolong menolong dalam mensukseskan perayaan tersebut.

Perkawinan juga sebenarnya menjadi sebuah upacara peralihan yang sarat dengan makna, bahkan tidak jarang perkawinan juga bisa menjadi sebuah ajang

prestisius oleh sebuah keluarga. Sehingga tampilan-tampilan mewah sering


(15)

Penelitian ini berangkat dari apa yang disampaikan di atas oleh Goode (2004) mengenai “perkawinan” yang sebenarnya bukan hanya sebatas pelaksanaan tradisi ritual untuk menyambut sebuah peralihan baru, bukan hanya sebatas tatanan untuk perkembangan garis keturunan, dan bukan juga sebatas pengikat hubungan baru antara dua keluarga besar. Di dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Keluarga, Goode ingin menunjukkan banyak cerita lain yang sarat dengan makna pada saat sebelum berlangsungnya perayaan perkawinan. Terutama dalam pemilihan pasangan hidup dan alasan lain terlaksananya sebuah perkawinan.

Dalam bukunya yang berjudul Perkawinan Antar Agama dalam Teori dan

Praktek, Eoh (1996) menjelaskan bahwa ada tiga tujuan dalam sebuah

perkawinan, yaitu; (1) untuk membentuk sebuah keluarga menurut ketentuan hukum agama,(2) untuk memperoleh keturunan, serta (3) pada prinsipnya menghendaki perkawinan agar bersifat kekal dan tidak berakhir dengan perceraian. Akan tetapi sepertinya tujuan dari perkawinan tersebut tidak selamanya dapat tercapai dan barangkali terdapat tujuan lainnya selain yang disampaikan diatas.

Ketika saya berbincang dan berdiskusi mengenai fenomena perkawinan pada salah satu teman yang merupakan keturunan etnik Punjabi di Kota Medan, terdapat sebuah fenomena pada bentuk perkawinan etnik tersebut. Dalam penentuan pasangan hidupnya, kelompok etnik ini dianjurkan untuk memilih pasangan hidup yang “berhidung Mancung” sama seperti mereka. Kemudian saya memahami bahwa sebenarnya, “berhidung mancung” merupakan pemaknaan yang menunjukkan identitas fisik etnik Punjabi yang memiliki ciri fisik berhidung mancung.


(16)

Secara tidak langsung, dalam pengertian kata-kata tersebut pihak orang tua dan keluarga menganjurkan kepada anak-anak mereka hendaknya memilih pasangan hidup haruslah dari kalangan etnik mereka juga. Sehingga dalam perkawinan nantinya, mereka akan menikah dengan sesama etnik Punjabi. Perkawinan seperti ini di dalam kajian antropologis biasa dikenal dengan sebutan perkawinan endogami.

Meskipun tidak ada dokumentasi tertulis yang menceritakan migrasi etnik Punjabi sampai ke Sumatera Utara secara mendetail, namun dari beberapa penelitian mengenai etnik ini sedikit banyaknya telah memaparkan perjalanan migrasi etnik Punjabi hingga sampai ke Sumatera Utara dan khususnya Kota Medan.

Penelitian Semanpreet Kaur (2012) menjelaskan bahwa dari hasil wawancaranya dengan salah satu tokoh besar Etnik Punjabi penganut agama Sikh ini, yaitu Bapak Pritam Singh menjelaskan bahwa etnik Punjabi berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan Punjab-India Utara. Etnik Punjabi sudah menyebar dibeberapa daerah di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara pada abad ke-18 yang didatangkan oleh Pemerintahan Belanda di Indonesia melalui wilayah Sabang (Aceh) dengan tujuan berternak lembu (majiwali). Hal ini dikarenakan Pemerintahan Belanda di Indonesia telah mengetahui baiknya penggunaan susu lembu.

Pada umumnya masyarakat kota Medan ataupun masyarakat Indonesia sering menyamakan orang-orang Punjabi dengan etnik Tamil, padahal mereka sangat berbeda. Perbedaan tersebut dapat dikenali dari tampilan fisik etnik Punjabi yang masih tetap mengikuti aturan budaya mereka.


(17)

Terdapat 5 (lima) aturan pada etnik ini, yaitu berambut ataupun berjenggot panjang (Kesh), menggunakan sisir (Kangha), menggunakan gelang putih (Kara), menggunakan celana pendek (Khacera) dan pedang (Kirpan). Selain itu juga karena terdapat aturan untuk tidak diperbolehkan memotong rambut mereka, maka rata-rata rambut para lelaki Punjabi sangatlah panjang, maka dari itu mereka harus menggunakan “sorban” untuk merapikan rambut mereka,(Kaur. 2012 : 40)

Hal ini menjadi sebuah cara untuk menandai budaya mereka agar dapat diperhatikan (eksis). Fredrik Barth (1988) menyebut hal seperti ini sebagai batas budaya yang terbagi menjadi dua macam, yaitu (1) tanda atau gejala yang tampak (bentuk budaya yang bersifat membedakan yang biasanya digunakan untuk menenttukan identitas, dan (2) nilai-nilai dasar (Barth. 1988 : 15).

Dalam berbagai hasil penelitian kebudayaan, perkawinan endogami adalah salah satu bentuk perkawinan yang sudah dilakukan oleh berbagai etnik di Indonesia sejak dahulunya. Perkawinan endogami adalah perkawinan yang pemilihan pasangannya berasal dari klan, etnik, warga kampunga ataupun warga desa yang sama (berasal dari satu kampung atau satu desa). Sistem perkawinan endogami tentu saja memiliki maksud dan tujuan pada masing-masing etnik tersebut.

Contohnya Pada etnik Karo. bentuk perkawinan endogami pada etnik Karo dari dahulunya telah dikenal dengan sebutan perkawinan antar impal. Hal ini tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai oleh etnik tersebut. Perkawinan antar impal ini ternyata bertujuan untuk melindungi harta warisan, agar harta warisan tersebut tidak terlepas dari kalangan mereka sendiri atau tidak jatuh pada kalangan etnik lain (Darwan. 2004 : 35)


(18)

Hasil Penelitian lain yang dilakukan oleh Koentjaraningrat (2007) juga menunjukkan pola perkawinan endogami masih bertahan pada tahun 1966 di Mentawai. Pihak laki-laki yang masih muda yaitu antara usia 16 sampai 20 tahun dibiarkan bergaul intim dengan para gadis di dalam desa tersebut, bahkan adakalanya pergaulan intim tersebut sampai membuat si gadis melahirkan anak yang kemudian anak tersebut dipelihara oleh orang tuanya. Hal ini lambat laun membuat seorang pemuda mengembangkan hubungan yang tetap pada gadis tersebut dan si pemuda kemudian dengan sopan akan memberitahukan kepada orang tua si gadis bahwa mereka akan hidup bersama (Koentjaraningrat. 2007: 59-61).

Penelitian terbaru mengenai perkawinan endogami pada etnik lain juga dilakukan oleh Rizkiati (2012). Penelitian mengenai perkawinan endogami pada masyarakat keturunan Arab di kampung Arab Al Munawar Kecamatan Seberang Ulu II Kota Palembang juga menjelaskan sistem kepercayaan yang kuat dan juga alasan untuk menjaga harta agar tidak jatuh ke tangan orang lain, menjadi alasan dilaksanakannya perkawinan endogami tersebut.

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Pelras (2006) pada masyarakat Bugis. Pelras memang tidak membahas secara mendalam mengenai perkawinan endogami pada masyarakat Bugis, hal ini dikarenakan Pelras ingin menceritakan secara kompleks seluruh kebudayan yang ada pada etnik Bugis. Walaupun demikian, Pelras menjelaskan bahwa perkawinan endogami pada etnik Bugis bukanlah sekedar penyatuan dua mempelai semata, akan tetapi juga suatu upacara penyatuan dan persekutuan dua keluarga yang biasanya telah memiliki hubungan sebelumnya (ma’pasideppe’ mabela-e atau mendekatkan yang sudah jauh), hal


(19)

ini juga sering ditempuh dua sahabat atau mitra usaha yang bersepakat menikahkan turunan mereka, atau menjodohkan anak mereka sejak kecil (Pelras. 2006 : 178)

Pada masyarakat Bali ternyata perkawinan endogami juga masih dipertahankan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan Kabupaten Karangasem. Bagi masyarakat adat desa ini, perkawinan haruslah memenuhi sistem yang sudah ditentukan. Yang harus dipenuhi adalah perkawinan harus dilaksanakan antara

teruna (lelaki dewasa) dan seorang deha (perempuan dewasa) yang berasal dari

desa Pegringsingan ini. Sehingga setelah memasuki bahtera perkawinan akan bisa menjadi anggota krama desa, dan apabila dilanggar maka akan dikenakan sanksi yaitu diasingkan dari desa tersebut (Karnitawati Made. 2013 : 15)

Seiring berkembangnya kehidupan bermasyarakat dan semakin saling mudahnya bersosialisasi dengan etnik lainnya, meskipun banyak etnik yang masih tetap mempertahankan sistem perkawinan endogami tersebut, namun tentu saja secara perlahan akan terdapat perubahan yang terjadi pada sistem perkawinan mereka jikalau etnik-etnik tersebut tidak memiliki strategi tertentu dalam mempertahankannya.

Mudahnya persinggungan yang terjadi antar etnik yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat mungkin saja akan membuat perkawinan endogami ditinggalkan. Hal ini barangkali bentuk perkawinan endogami dianggap membatasi ruang gerak seseorang dalam memilih pasangan hidupnya. Karena sistem perkawinan endogami juga sering menyertakan sistem perjodohan didalamnya. Menurut hipotesa peneliti, Barangkali hal seperti itu juga akan terjadi pada etnik Punjabi Penganut Agama Sikh di Kota Medan.


(20)

Berdasarkan keseluruhan penjelasan diatas, beberapa hal menarik mengenai perkawinan endogami yang telah dipaparkan menjadi alasan peneliti untuk ingin melakukan penelitian mengenai perkawinan endogami pada kelompok etnik Punjabi Penganut Agama Sikh di Kota Medan.

1.2 Fokus Penelitian

Adapun beberapa hal yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah :

1. Apa latar belakang dilaksanakannya sistem perkawinan endogami oleh kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan?

2. Bagaimana strategi yang dilakukan oleh kelompok etnik Punjabi dalam

menjaga keberlangsungan sistem perkawinan endogami pada kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan?

3. Bagaimana bentuk perubahan yang terjadi saat ini pada perkawinan endogami kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun beberapa hal yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang dilaksanakannya sistem perkawinan endogami oleh kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan.

2. Untuk bentuk usaha yang dilakukan oleh kelompok etnik Punjabi dalam

menjaga keberlangsungan perkawinan endogami kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan?


(21)

3. Untuk menganalisis bentuk perubahan yang telah terjadi pada perkawinan endogami kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan

1.4 Manfaat dan Kontribusi

Penelitian ini saya harapkan dapat berguna bagi saya untuk memulai sebuah studi etnografi khususnya mengenai sistem kekerabatan melalui perkawinan. Kemudian saya harapkan secara teoritis dapat memberikan penjelasan teoritis mengenai perkawinan endogami pada kelompok etnik Punjabi Penganut Agama Sikh di Kota Medan.

Selain itu juga hasil penelitian ini saya harapkan dapat berkontribusi dalam kepustakaan Antropologi Sosial di lingkup Universitas Negeri Medan, sebagai sebuah tema studi lain yang menambah wawasan pengetahuan mengenai sebuah sistem perkawinan kelompok Etnik Punjabi di Kota Medan.


(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan seluruh pihak

yang sangat memahami mengenai fokus penelitian ini, maka peneliti kemudian

merumuskan beberapa hal yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini, yakni :

1. latar belakang dilaksanakannya sistem perkawinan endogami oleh kelompok

etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan adalah tidak terlepas dari

sebuah wujud menjaga nama baik orang tua serta pengabdian kepada

ajaran-ajaran Waheguru yang dipercayai oleh umat Sikh. Selain itu juga perkawinan

endogami menjadi sebuah wujud penguatan untuk pengakuan identitas etnik

Punjabi di kota Medan. Apabila perkawinan endogami terus terlaksana dan

jumlah etnik Punjabi semakin banyak di Kota Medan, maka dengan sendirinya

pengakuan terhadap agama Sikh juga akan tercipta.

2. Bentuk usaha yang dilakukan oleh kelompok etnik Punjabi dalam menjaga

keberlangsungan perkawinan endogami adalah dengan melakukan sistem

perjodohan pada anak-anak mereka, memberikan pendidikan nilai dan

norma-norma agama Sikh dengan menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan

informal Medan Sikh Community Education Centre, selain itu juga dibarengi

dengan selalu menciptakan rutinitas beribadah ke gurdwara dan memberikan

pemahaman mengenai ajaran Waheguru

3. Perubahan telah terjadi pada sistem perkawinan kelompok etnik Punjabi


(23)

endogami tetap dilaksanakan di beberapa keluarga, namun perkawinan dengan

agama lain seperti Islam, Kristen dan Hindu (eksogami Agama) serta dengan

suku lain seperti Jawa, Minangkabau, Cina, Batak (eksogami suku) juga tidak

dapat dihindari. Pihak yang melakukan perkawinan endogami biasanya akan

mendapatkan konsekuensi tidak direstuinya perkawinan oleh pihak orang tua,

di keluarkan dari keanggotaan keluarga dan juga tidak lagi di libatkan dalam

acara keluarga.

1.2 Saran

Adapun saran yang dapat peneliti berikan ialah :

1. Kelompok etnik Punjabi hendaknya lebih memikirkan cara-cara lain yang

menguatkan terciptanya perkawinan endogami, menjaga dengan baik

cara-cara yang telah ada dan juga lebih mencari solusi terbaik terkait

permasalahan dalam keberlangsungan perkawinan endogami apabila ingin

tetap mempertahankan sistem perkawinan endogami tersebut.

2. Perhimpunan etnik Punjabi Indonesia juga peneliti harapkan untuk lebih

agresif dalam melakukan dorongan-dorongan kreatifitas terhadap

pemerintah agar legalitas perkawinan etnik Punjabi penganut agama Sikh

juga mendapatkan hal yang sebanding dengan legalitas perkawinan agama

lain di Indonesia. Selain itu juga dapat menjadi wadah penyelesaian


(24)

113

Daftar Kepustakaan

Barth Fredrick. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta : Universitas IndonesiaPress

Bungin,Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif – Aktualisasi

Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta :

Grafindo

Darwan prinst,. 2004. Adat Karo .Medan : Bina media printis

Duvall, E.M & Miller. B. C (1985) Marriage and Family Development. New York : Harper & Row

Eoh. O.S. 1996. Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : PT. RajaGrafindo

Giddens, Anthony. 2010. Teori Strukturasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Goode.J.William. 2004. Sosiologi Keluarga. jakarta : Bumi Aksara

Geertz Clifford-. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : KANISIUS. ---.1989. Abangan, Santri dan Priyayi. Jakarta : Pustaka jaya Iskandar. 2009. Metodologi Penulisan Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada. Jenkins, Richard. Membaca Wacana Pierre Bourdieu. Yogyakarta : Kreasi

Wacana

Khairuddin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta : Liberty

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Yogyakarta : PT Dian Rakyat.

---2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan

---.2007. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia

Lauer. H. Robert. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Rineka Cipta


(25)

114

Mutahir Arizal. 2011. Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu. Yogyakarta : Kreasi Wacana

Pelras Cristian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta : Nalar

Pendit, Nyoman S., Guru Nanak dan Agama Sikh, Jakarta: Yayasan Sikh Gurdwara Mission: 1988

Ramstedt Martin, Thufail Ibnu Fadjar. 2011. Kegalauan Identitas. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia

Ritzer George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan berparadigma Ganda. Jakarta : Rajawali Press

---. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana

Simanjutak, B.A. 2008. Tradisi, Agama, dan Akseptasi Modernisasi pada Masyarakat Pedesaan. Medan : Bina Media Perintis.

Spradley, James. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Storey Jhon. 2008. Culture Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta : Jalasutra

Kaur, Semanpreet. 2012. Kelas Sosial dan Interaksi Sosial pada Komunitas Agama Sikh di Kota Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Karnitawati Made. 1996. Sistem perkawinan di Desa Adat Tenganan

Pegringsingan Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem.

Tugas Akhir (tidak diterbitkan) : STKIP Singaraja.

Kristina Surya Nababan. 2011. Sistem Perkawinan Suku Punjabi (Studi Deskriptif Mengenai Sistem Perkawinan Punjabi “Anand Karj” di

Karang Sari Medan Polonia). Skripsi. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Rizkiati Kurnia. 2012. Perkawinan Endogami Pada Masyarakat Keturunan Arab (Studi di Kampung Arab Al Munawar Kelurahan 13 Ulu

Kecamatan Seberang Ulu II Kota Palembang. Skripsi. Palembang

:Jurusan Sosiologi Universitas Sriwijaya

Nababan, Nehemia Herwinka. 2012. Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual dan Melodi: Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara


(26)

115

Mayaratu, Thari. 2011. Ajaran Ketuhanan dalam Agama Sikh: Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Lubis, Dina Fachria. 2002. Kajian Etnografi tentang Peternak Sapi Perah Suku Punjabi di Sumatera Utara.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Veneta. 1998. Toko Sport Orang Punjabi; Suatu Studi Antropologi tentang Budaya Korporasi Bisnis Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Jurnal dan artikel

---.2009. Basic Sikh Knowledge. Medan Sikh Community Education Centre : Tidak diterbitkan.

Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian awal tentang komunitas Tamil dan Punjabi di Medan. Jurnal Antropologi Sosial Budaya Etnovisi. Vol 1. No 3. Universitas Sumatera Utara.

Lubis, Dina Fachria. 2002. Kajian Etnografi tentang Peternak Sapi Perah Suku Punjabi di Sumatera Utara.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(1)

perkawinan endogami kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan

1.4 Manfaat dan Kontribusi

Penelitian ini saya harapkan dapat berguna bagi saya untuk memulai sebuah studi etnografi khususnya mengenai sistem kekerabatan melalui perkawinan. Kemudian saya harapkan secara teoritis dapat memberikan penjelasan teoritis mengenai perkawinan endogami pada kelompok etnik Punjabi Penganut Agama Sikh di Kota Medan.

Selain itu juga hasil penelitian ini saya harapkan dapat berkontribusi dalam kepustakaan Antropologi Sosial di lingkup Universitas Negeri Medan, sebagai sebuah tema studi lain yang menambah wawasan pengetahuan mengenai sebuah sistem perkawinan kelompok Etnik Punjabi di Kota Medan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan seluruh pihak yang sangat memahami mengenai fokus penelitian ini, maka peneliti kemudian merumuskan beberapa hal yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini, yakni : 1. latar belakang dilaksanakannya sistem perkawinan endogami oleh kelompok

etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan adalah tidak terlepas dari sebuah wujud menjaga nama baik orang tua serta pengabdian kepada ajaran-ajaran Waheguru yang dipercayai oleh umat Sikh. Selain itu juga perkawinan endogami menjadi sebuah wujud penguatan untuk pengakuan identitas etnik Punjabi di kota Medan. Apabila perkawinan endogami terus terlaksana dan jumlah etnik Punjabi semakin banyak di Kota Medan, maka dengan sendirinya pengakuan terhadap agama Sikh juga akan tercipta.

2. Bentuk usaha yang dilakukan oleh kelompok etnik Punjabi dalam menjaga keberlangsungan perkawinan endogami adalah dengan melakukan sistem perjodohan pada anak-anak mereka, memberikan pendidikan nilai dan norma-norma agama Sikh dengan menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan informal Medan Sikh Community Education Centre, selain itu juga dibarengi dengan selalu menciptakan rutinitas beribadah ke gurdwara dan memberikan pemahaman mengenai ajaran Waheguru

3. Perubahan telah terjadi pada sistem perkawinan kelompok etnik Punjabi penganut Agama Sikh di Kota Medan. Meskipun penguatan untuk perkawinan


(3)

agama lain seperti Islam, Kristen dan Hindu (eksogami Agama) serta dengan suku lain seperti Jawa, Minangkabau, Cina, Batak (eksogami suku) juga tidak dapat dihindari. Pihak yang melakukan perkawinan endogami biasanya akan mendapatkan konsekuensi tidak direstuinya perkawinan oleh pihak orang tua, di keluarkan dari keanggotaan keluarga dan juga tidak lagi di libatkan dalam acara keluarga.

1.2 Saran

Adapun saran yang dapat peneliti berikan ialah :

1. Kelompok etnik Punjabi hendaknya lebih memikirkan cara-cara lain yang menguatkan terciptanya perkawinan endogami, menjaga dengan baik cara-cara yang telah ada dan juga lebih mencari solusi terbaik terkait permasalahan dalam keberlangsungan perkawinan endogami apabila ingin tetap mempertahankan sistem perkawinan endogami tersebut.

2. Perhimpunan etnik Punjabi Indonesia juga peneliti harapkan untuk lebih agresif dalam melakukan dorongan-dorongan kreatifitas terhadap pemerintah agar legalitas perkawinan etnik Punjabi penganut agama Sikh juga mendapatkan hal yang sebanding dengan legalitas perkawinan agama lain di Indonesia. Selain itu juga dapat menjadi wadah penyelesaian permasalahan perkawinan non endogami.


(4)

113

Daftar Kepustakaan

Barth Fredrick. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta : Universitas IndonesiaPress

Bungin,Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif – Aktualisasi

Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta :

Grafindo

Darwan prinst,. 2004. Adat Karo .Medan : Bina media printis

Duvall, E.M & Miller. B. C (1985) Marriage and Family Development. New York : Harper & Row

Eoh. O.S. 1996. Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : PT. RajaGrafindo

Giddens, Anthony. 2010. Teori Strukturasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Goode.J.William. 2004. Sosiologi Keluarga. jakarta : Bumi Aksara

Geertz Clifford-. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : KANISIUS. ---.1989. Abangan, Santri dan Priyayi. Jakarta : Pustaka jaya Iskandar. 2009. Metodologi Penulisan Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada. Jenkins, Richard. Membaca Wacana Pierre Bourdieu. Yogyakarta : Kreasi

Wacana

Khairuddin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta : Liberty

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Yogyakarta : PT Dian Rakyat.

---2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan

---.2007. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia

Lauer. H. Robert. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Rineka Cipta


(5)

Mutahir Arizal. 2011. Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu. Yogyakarta : Kreasi Wacana

Pelras Cristian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta : Nalar

Pendit, Nyoman S., Guru Nanak dan Agama Sikh, Jakarta: Yayasan Sikh Gurdwara Mission: 1988

Ramstedt Martin, Thufail Ibnu Fadjar. 2011. Kegalauan Identitas. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia

Ritzer George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan berparadigma Ganda. Jakarta : Rajawali Press

---. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana

Simanjutak, B.A. 2008. Tradisi, Agama, dan Akseptasi Modernisasi pada Masyarakat Pedesaan. Medan : Bina Media Perintis.

Spradley, James. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Storey Jhon. 2008. Culture Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta : Jalasutra

Kaur, Semanpreet. 2012. Kelas Sosial dan Interaksi Sosial pada Komunitas Agama Sikh di Kota Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Karnitawati Made. 1996. Sistem perkawinan di Desa Adat Tenganan

Pegringsingan Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem.

Tugas Akhir (tidak diterbitkan) : STKIP Singaraja.

Kristina Surya Nababan. 2011. Sistem Perkawinan Suku Punjabi (Studi Deskriptif Mengenai Sistem Perkawinan Punjabi “Anand Karj” di

Karang Sari Medan Polonia). Skripsi. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Rizkiati Kurnia. 2012. Perkawinan Endogami Pada Masyarakat Keturunan Arab (Studi di Kampung Arab Al Munawar Kelurahan 13 Ulu

Kecamatan Seberang Ulu II Kota Palembang. Skripsi. Palembang

:Jurusan Sosiologi Universitas Sriwijaya

Nababan, Nehemia Herwinka. 2012. Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual dan Melodi: Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara


(6)

115

Mayaratu, Thari. 2011. Ajaran Ketuhanan dalam Agama Sikh: Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Lubis, Dina Fachria. 2002. Kajian Etnografi tentang Peternak Sapi Perah Suku Punjabi di Sumatera Utara.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Veneta. 1998. Toko Sport Orang Punjabi; Suatu Studi Antropologi tentang Budaya Korporasi Bisnis Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Jurnal dan artikel

---.2009. Basic Sikh Knowledge. Medan Sikh Community Education Centre : Tidak diterbitkan.

Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian awal tentang komunitas Tamil dan Punjabi di Medan. Jurnal Antropologi Sosial Budaya Etnovisi. Vol 1. No 3. Universitas Sumatera Utara.

Lubis, Dina Fachria. 2002. Kajian Etnografi tentang Peternak Sapi Perah Suku Punjabi di Sumatera Utara.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.