Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Netizen dan Online Activism (Studi Online Reaction Pemberitaan Skandal Bullying Idol Group T-Ara) T1 362009012 BAB V

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan penelitian yang penulis lakukan terhadap jenis/bentuk reaksi
Netizen di dalam aktivitas online yang dilakukan sehubungan dengan pemberitaan
dalam new media internet, penulis berkesimpulan bahwa;
Reaksi online yang dilakukan Netizen sebagai wujud tindakan komunikatif dalam
aktivitas online di dunia maya merupakan upaya masing-masing pribadi Netizen
dalam membangun wacana. Mereka membangun dan menciptakan wacana untuk
menyampaikan gagasan serta pengalamannya kepada orang lain. Entah itu untuk
kepentingan idealistik maupun untuk tujuan yang lebih pragmatis. Netizen
menggunakan wacana untuk mempengaruhi khalayak pembacanya.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan analisis Van Dijk yang penulis
lakukan terkait dengan proses pembentukan bentuk-bentuk reaksi/respon Netizen
terhadap pemberitaan situs Korean Chingu, penulis mendapati jika pemilihan dan
penggunaan tata bahasa dari bentuk-bentuk reaksi Netizen ini cenderung lugas,
terbuka, dan juga disertai dengan berbagai macam diksi/majas yang cenderung
mengarah ke sarkasme. Pemilihan serta penggunaan tata bahasa maupun kata tersebut
sebenarnya

merupakan


tindakan

strategi

Netizen

dalam

memperjuangkan

kepentingan-kepentingan mereka. Selain itu, tidak menutup kemungkinan jika hal
tersebut merupakan upaya Netizen dalam mengekspresikan kondisi internal dirinya
terhadap pemberitaan tersebut.
Dari analisis Van Dijk, berbagai pemilihan kata maupun bentuk kalimat yang
digunakan dalam bentuk respon Netizen ini dimaksudkan untuk memberi efek sesuai
yang masing-masing Netizen inginkan/harapkan. Penulis juga mendapati adanya
1

kecenderungan manufacturing consent dari bentuk-bentuk reaksi/respon Netizen

yang diberikan dalam pemberitaan situs Korean Chingu. Kecenderungan Netizen
yang melakukan manufacturing consent (atau terjemahan bebasnya adalah
“persetujuan

yang direkaya”), bertujuan untuk kepentingan masing-masing

kelompok. Maka tak heran apabila adanya pemberian reaksi Netizen yang demikian
dalam dunia maya, menjadi suatu pembuktian bahwa internet memang memiliki
potensi yang besar untuk mendukung, memfasilitasi dan bahkan membangkitkan aksi
kolektif yang bertujuan untuk kepentingan masing-masing kelompok.
Aksi kolektif yang penulis dapatkan dari analisis teks reaksi Netizen ini
menunjukkan indikator posisi Netizen yang pro maupun kontra terhadap T-Ara. Hal
ini dapat dibuktikan melalui berbagai kalimat reaksi Netizen yang muncul dalam situs
pemberitaan ini. Dalam penelitian ini didapati jika kelompok Netizen yang kontra
terhadap T-Ara, akan mengkonstruksikan T-Ara sebagai pihak yang tidak mereka
sukai, dengan menggunakan tata bahasa dan pemilihan diski/majas yang cenderung
sarkasme maupun ekslamasio serta menjelek-jelekan T-Ara selaku pihak yang
mereka benci itu. Sementara bagi Netizen yang pro terhadap T-Ara, mereka akan
merespon Netizen lain (khususnya Netizen yang kontra terhadap T-Ara) dengan
kalimat-kalimat yang cenderung mengandung diksi sarkasme, antitesis, simile,

maupun totem pro parte. Mereka menggunakan pemilihan bahasa maupun kata-kata
tersebut untuk menunjukkan rasa benci/kesalnya terhadap para Netizen yang dirasa
telah memberikan opini publik yang negatif dan dapat merusak citra idol group T-Ara
Maka dari itu, penulis menyimpulkan jika pemakaian bahasa maupun kata
menjadi perhatian dalam analisis Van Dijk. Penggunaan dan pemilihan bahasa/kata
dalam bentuk-bentuk respon/reaksi Netizen ini menempati peranan yang sentral.
Bahasa dalam analisis wacana ini tidak lagi sebagai alat yang semata untuk
mengkonstruksikan realitas, namun bahasa juga telah menentukan gambaran (citra)

2

mengenai suatu realitas yang akan muncul di benak khalayak/publik/pembaca
lainnya.
Sementara itu, dari hasil penelitian penulis mengenai bentuk-bentuk reaksi
Netizen sebagai wujud tindakan komunikatif terhadap pemberitaan situs Korean
Chingu, terdapat ketidakselarasan teori ruang publik yang diidealkan/dicita-citakan
Habermas dalam interaksi Netizen di dalam aktivitas online dunia maya. Kenyataan
yang

didapati


penulis

dari

analisis

wacana

teks

ini,

dari

keseluruhan

pendapat/pernyataan yang diberikan Netizen cenderung mengungkapkan berbagai
bentuk reaksinya secara “kebablasan” tanpa menyertakan filter dan melandaskan
norma-norma sosial yang berlaku. Munculnya diksi dalam kalimat-kalimat reaksi

yang didominasi sarkasme, secara implisit menunjukkan kedalaman perhatian,
penerimaan, dan status Netizen terhadap pemberitaan ini. Netizen yang didominasi
oleh para kaum muda pecinta K-Pop cenderung menerima dan merespon berbagai
macam informasi mengenai idol K-Pop secara hiperbolis, tanpa menyertakan sikap
kritisnya terhadap media dan pemberitaan.
Hal inilah yang pada akhirnya menjadi bukti bagi penulis jika dari berbagai
bentuk reaksi yang diberikan Netizen sehubungan dengan pemberitaan ini, Netizen
cenderung menerima langsung informasi dari pemberitaan yang diposting Korean
Chingu sebagai sebuah kebenaran/fakta. Tanpa menyelidiki kebenaran/kepastian
pemberitaan mengenai kontroversi skandal bullying T-Ara, Netizen memberikan
reaksinya tanpa menyertakan sikap kritis dalam kalimat-kalimat reaksi yang
diberikannya. Bahkan dari kalimat-kalimat reaksi yang penulis analisis, Netizen
cenderung memberikan pernyataannya secara subjektif negatif terhadap T-Ara.
Terdapat

penilaian

tersendiri

dalam


benak

Netizen

sebelum

memberikan

pernyataaan/reaksinya terhadap pemberitaan tersebut. Jadi, jauh sebelum pemberitaan
ini muncul, Netizen sudah memiliki mind set tersendiri terhadap sosok idol T-Ara.
Maka dari itu, ketika berita ini muncul dalam komunitas dunia maya, Netizen
3

menggunakan mind set pemikirannya sebagai pembenaran atas pemberitaan tersebut.
Maka tak heran, apabila dari keseluruhan bentuk reaksi Netizen yang dianalisis,
penulis mendapati jika teks kalimat yang digunakan didominasi oleh diksi-diksi
sarkasme yang merepresentasikan kondisi internal netizen terhadap T-Ara.
Melalui hal inilah, secara keseluruhan penulis menyimpulkan jika Netizen belum
dapat menjalankan perannya sebagai civil society yang kritis dan bijaksana terhadap

kekuasaan media, lantaran Netizen cenderung menggunakan sifat spontannya dalam
merespon suatu pemberitaan, dari pada menggunakan sikap kritisnya. Memang secara
peran dan kedudukannya dalam era demokratis ini, Netizen telah menjalankan
perannya sebagai masyarakat yang aktif. Namun dari bentuk-bentuk reaksi yang
diberikan Netizen ini menggambarkan jika interaksi serta aktivitas komunikasi yang
dilakukannya dalam ruang publik dunia maya masih jauh dari idealisme ruang publik
yang dicita-citakan Habermas. Bentuk reaksi yang cenderung spontan menunjukkan
tidak adanya perdebatan kritis yang menimbang kebenaran maupun orisionalitas serta
„membuahkan‟ kesepakatan bersama dalam aktivitas ruang publik di dunia maya.
Belum lagi dengan

adanya tata bahasa maupun kata yang digunakan Netizen,

merepresentasikan jika media internet yang tengah bergerak dalam ranah publik
menjadi kehilangan daya kritisnya karena rasionalitas yang berkembang didominasi
oleh rasionalitas instrumental (rasio bertujuan) yang mengabaikan rasionalitas moral
dan rasionalitas estetika.
Dengan adanya aktivitas ruang publik dalam dunia maya, internet hadir sebagai
bagian dari artefak teknologi dengan cara yang spesifik bagi umat manusia
(Lim;2005). Internet sebagai perwujudan dari new media secara aktif membentuk

hubungan-hubungan yang melibatkan manusia, dunia, beserta dengan aktivitasaktivitas sosial yang melingkupinya dengan cara mentransformasikan pengalaman
dan tindakan (Verbeek dalam Lim;2005).

4

The Internet is part of technological artifact that apprears to be more
than”a functional instrument”;when functioning, it apprears “to be
present for human beings in a specific way. The Internet can be
situated between social activists (individuals and groups) and the
world. The internet actively shapes “these relations by transforming
both experience and action”. By doing so, the Internet coshapes both
the way social activists are present in their world (global, national,
and local), and the world is present for these social activists.

Namun sebagai masyarakat yang tengah digiring menjadi masyarakat yang
independen dan demokratis dalam sebuah perkembangan media, Netizen perlu
menggunakan internet sebagai media di dalam mereka berwacana, menggungkapkan
apa yang menjadi gagasan maupun ideologinya secara bebas, terbuka, namun tetap
mengutamakan sikap kritis di dalam setiap aktivitasya. Karena dengan demikian
Netizen dapat menempatkan diri sebagai civil socety pemilik power media.


5.2 Saran
Melalui penelitian ini, penulis memberikan saran kepada unit-unit analisis yang
terlibat, yang kepadanya diantaranya;
1.) Bagi penulis selanjutnya
Meskipun hanya meneliti analisis wacana teks dari bentuk-bentuk reaksi yang
diberikan Netizen terhadap pemberitaan dalam internet, namun tidak menutup
kemungkinan jika model analisis wacana kritis Van Dijk dapat dipakai dan
dikembangkan untuk penelitian yang lebih mendalam. Adanya temuan baru
penulis terkait dengan Netizen dan tindakan komunikatif dalam ruang publik
dunia,

juga

dapat

menjadi

„jembatan‟


bagi

peneliti

lain

untuk

mengembangkan penelitian tersebut. Maka dari itu sangat dimungkinkan
apabila terdapat upaya penelitian lanjutan yang dapat digali melalui objek5

objek penelitian lain, yang tentunya disesuaikan dengan teori-teori
komunikasi yang ada. Khususnya yang dapat menunjang serta berkaitan
dengan Netizen maupun new media. Hal ini dimaksudkan untuk membongkar
praktik ideologi Netizen dalam berwacana.

2.) Bagi Netizen
Berkaitan dengan penelitian ini, disarankan bagi Netizen sebagai masyarakat
internet yang menempatkan diri sebagai „aktor‟ wacana, harus dapat berpikir
kritis dan bersikap bijak terhadap berbagai terpaan informasi yang ada. Perlu

adanya suatu diskusi-diskusi dalam aktivitas yang mereka lakukan di ruang
publik dunia maya untuk melatih/mengasah kualitas Netizen, sebagai Netizen
yang tidak saja berperan aktif terhadap perkembangan dan terpaan media,
namun juga kritis, peka, membedah kedalaman fenomena-fenomena sosial
yang ada dalam intreraksi sosial kita, agar dapat menjadi civil society pemilik
power dari media. Jangan sampai internet sebagai artefak teknologi yang
memberi kemudahan untuk bertindak demokratis dan menciptakan aksi
kolektif ini justru menjadi media „adu domba‟ bagi setiap warga internet
untuk

berperang

wacana,

pemikiran/pandangan

maupun

mengungkapkan
ideologi

apa

masing-masing

yang

menjadi

pribadi

tanpa

melandaskan daya kritisnya, maupun rasionalitas dan norma yang ada
sebagaimana mestinya.

3.) Bagi Korean Chingu
Walaupun media memiliki kecenderungan untuk tidak bersikap netral dalam
setiap pemberitaannya, serta membawa nilai maupun ideologi yang dirasa
mampu membuatnya bertahan, akan lebih baik apabila situs Korean Chingu
dapat tetap menjaga netralistasnya dalam setiap pemberitaan yang
diberikannya. Meskipun dalam pemberitaan ini penulis mendapati jika Korean
6

Chingu sudah „berusaha‟ bersikap netral melalui kalimat akhir “Entah ini
benar atau tidak, ikuti terus perkembangan selanjutnya!”, yang disampaikan
dalam pemberitaan kontroversi skandal bullying T-Ara, tetap diperlukan
ketegasan sikap dari Korean Chingu selaku aktor pemberi/pembuat teks
berita. Hal ini lantaran setiap pemberitaan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik. Apalagi penulis menjumpai jika pemberitaan yang dituliskan
oleh Korean Chingu bersumber/diuduh dari Money Today via Naver.
Diperlukan kroscek terlebih dahulu dari aktor pembuat/penulis teks berita
Korean Chingu mengenai kebenaran/kepastian pemberitaan tersebut, supaya
Korean Chingu sebagai situs berita entertaint K-Pop yang tengah berkembang
dapat menjaga profesionalitas serta proporsional mereka. Saran ini juga
melihat dari pertimbangan Netizen yang mengunjungi situs Korean Chingu,
yang didominasi oleh para kaum muda pecinta K-Pop yang cenderung
menerima dan merespon atas segala sesuatu yang berhubungan dengan
selebritas K-Pop, khususnya idola mereka secara fanatik dan hiperbolik.

7

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepercayaan, Kepuasan dan Kesetiaan Konsumen Online Shop T1 362010029 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Netizen dan Online Activism (Studi Online Reaction Pemberitaan Skandal Bullying Idol Group T-Ara) T1 362009012 BAB I

0 2 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Netizen dan Online Activism (Studi Online Reaction Pemberitaan Skandal Bullying Idol Group T-Ara) T1 362009012 BAB II

1 1 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Netizen dan Online Activism (Studi Online Reaction Pemberitaan Skandal Bullying Idol Group T-Ara) T1 362009012 BAB IV

0 0 115

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Netizen dan Online Activism (Studi Online Reaction Pemberitaan Skandal Bullying Idol Group T-Ara)

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Netizen dan Online Activism (Studi Online Reaction Pemberitaan Skandal Bullying Idol Group T-Ara)

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Online Booking pada Pariwisata Ambarawa (Studi Kasus Ambarawa Tour and Traveling) T1 682004718 BAB V

0 0 1

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Absensi SekolahBimbel Menggunakan Sidik Jari dan Online Message Gateway T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persidangan Kematian Mirna Salihin dalam Bingkai Media Online: detik.comompas.com T1 BAB V

1 2 76

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Ahok dalam Konstruksi Media Online: Framing dalam Republika.co.id dan Kompas.com T1 BAB V

0 0 17