Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pertanggungjawaban Koperasi Simpan Pinjam Berbadan Hukum T2 322010008 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia peran dan posisi Koperasi dalam perekonomian nasional sangatlah penting. Itulah sebabnya perkataan “Koperasi“ ada disebut di dalam Undang-undang.

Dalam Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 tegaskan

bahwa “Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi…”.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33,

implementasi pilar tersebut adalah Koperasi, Badan Usaha

Milik Swasta, dan Badan Usaha Milik Negara. Ketiga pilar tersebut sama pentingnya dalam perekonomian Indonesia.

Dari ketiga bentuk usaha tersebut, merupakan

pengejawantahan dari nilai-nilai perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dari bangsa Indonesia.

Koperasi tumbuh subur di bumi Indonesia. Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada


(2)

sistem nilai etis yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku koperasi

sebagai ekonomi.1 Ciri utama koperasi adalah kerjasama

anggota dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama.

Cita-cita Koperasi Indonesia adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Paham Koperasi Indonesia menciptakan masyarakat yang kolektif, berakar pada adat-istiadat hidup Indonesia yang asli, tetapi ditumbuhkan pada tingkat yang lebih tinggi, sesuai dengan tututan jaman modern. Semangat kolektivitas Indonesia yang

akan dihidupkan kembali dengan Koperasi yang

mengutamakan kerjasama dalam suasana kekeluargaan antar manusia pribadi, bebas dari penindasan dan paksaan. Koperasi sebagai badan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan didamaikan dalam keadaan harmonis antara

kepentingan orang seorang dengan kepentingan umum.2

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bervariasi sejalan dengan perkembangan jaman. Definisi awal pada umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah:

1 Fray dalam Asnawi Hasan, Koperasi dalam pandangan Islam, Suatu

Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), Jakarta : UI Press, 1987, hal 158

2 Ninik Widiyanti dan Sunindhia, Koperasi dan Perekonomian


(3)

Suatu perserikatan dengan persetujuan, berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian

rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan

kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan

sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.3

Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan yang dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut :

1. Undang –undang No 17 tahun 2012 menggantikan

Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.

3. Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan

Menengah Republik Indonesia Nomor:

96/KEP/M.KUKM/IX/2004 Tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam Dan Unit

Simpan PinjamKoperasi

4. Peraturan Menteri Negara Koperasi Nomor 19 tahun 2008

5. dll.

3

M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002, hal. 38-39.


(4)

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, dimana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut sisa hasil usaha atau SHU) dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

Sebagai suatu perusahaan, koperasi harus menjalankan sesuatu usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomis, koperasi harus menjalankan usahanya secara terus-menerus (kontinyu), terang-terangan, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua

kegiatan usahanya tersebut ke dalam suatu pembukuan.4

Pengelolaan koperasi harus dilaksanakan secara

produktif, efektif dan efisien. Dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan pelayanan usaha, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang

sebesar-besarnya pada anggota, dengan tetap

mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti itu, maka koperasi harus dapat berusaha secara luwes, baik yang menyangkut industri/produk hulu dan/ atau hilir tersebut. Ini berarti koperasi mempunyai kesempatan dan peluang yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya dalam melakukan kegiatan usahanya.

4 R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 101


(5)

Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja

dengan prinsip dan hukum ekonomi perusahaan,

menjalankan asas business efficiency, yaitu mengupayakan

keuntungan financial untuk menghidupi dirinya.5 Koperasi

harus pula menjalankan asas efisiensi ekonomi

(melaksanakan alokasi sumber daya) sebaik mungkin guna menunjang program kesejahteraan anggota dan pembangunan ekonomi untuk golongan lemah pada umumnya.

Dengan koperasi bekerja efiensi baik secara ekonomis maupun bisnis, koperasi akan dapat melayani kepentingan anggotanya, sekaligus koperasi dapat melayani masyarakat sekitar dengan baik. Sehingga pada akhirnya koperasi akan sangat. Menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan ekonomi lemah di suatu daerah (pedesaan) pada

khususnya dan suatu wilayah perekonomian daerah

(pedesaan) pada umumnya. Koperasi dan para pelakunya (pengurus, manajer/pengelola,dan anggotanya) harus mampu bekerja secara efisien, untuk dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (badan usaha milik swasta dan badan usaha milik negara) dalam menjalankan kegiatan usaha di segala

bidang kehidupan ekonomi, sehingga mampu untuk

meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan semakin kompleks sehingga rentang kendali antara manajemen dan pelaksaannya semakin jauh.

5 Bahri Nurdin, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha

Sebagai Alat Penunjang Pelaksaan Koperasi Mandiri, dalam

“ Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, Jakarta : UII


(6)

Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas koperasi. Jika kebijaksanaan yang diterapkan

koperasi tidak ketat, maka kemungkinan terjadinya

penyelewengan akan semakin besar, kondisi ini akan menimbulkan resiko yang sangat besar pula. Untuk itu manajemen dituntut untuk dapat menciptakan suatu struktur pengendalian intern.

Struktur pengendalian intern yang memuaskan akan sangat diperlukan dalam membantu manajemen dalam pengawasan kegiatan bawahannya sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal dengan badan pengawas yang merupakan penilaian atas keefektifan dan kecukupan struktur pengendalian intern yang ada, meliputi cara-cara pengamanan harta milik koperasi dari kemungkinan terjadinya penyelewengan, kecurangan serta hal lain yang merugikan koperasi dan jika terjadi tindakan atau kegiatan diluar batas wewenang dan tujuan yang dilimpahkan.

Ketika melihat koperasi tumbuh demikian subur dimasa sekarang tidak saja di kota penulis demikian juga di kota-kota lain mendorong penulis untuk melakukan pengamatan dan pencarian data. Agaknya ada dua kategori koperasi. Kategori pertama adalah koperasi yang masih konsisten setia pada tiga


(7)

prinsip dasar koperasi yaitu DARI, OLEH dan UNTUK anggota sebagai kategori yang pertama, di mana koperasi-koperasi ini tumbuh dan berkembang dalam satu lembaga intern dimana para anggotanya berada atapun dalam satu komunitas tertentu. Kategori kedua adalah koperasi-koperasi yang sebenarnya tidak menghimpun anggota untuk mendirikan koperasi tetapi koperasi didirikan untuk menghimpun dana layaknya bank. Inilah koperasi-koperasi yang disebut penulis sebagai koperasi yang kini nampak tumbuh subur di mana-mana dengan papan nama yang besar-besar dan keren yang

lebih dikenal dengan koperasi simpan pinjam (KSP)6.

Koperasi jenis ini mengalami perkembangan luar biasa, pada bulan Juni tahun 2002, tercatat sebanyak 1.257 unit koperasi simpan pinjam (KSP) dan 35.430 unit simpan pinjam, dengan volume usaha dan anggota sebanyak Rp. 0,650 triliun dan 576.840 anggota (nasabah) untuk KSP serta Rp. 3,902 triliun dan 9.923.777 anggota (nasabah) untuk USP. Pada tahun 2007, jumlah KSP/USP telah meningkat menjadi 1.598 KSP dan 34.458 USP peningkatan jumlah KSP atau koperasi kredit ini mengindikasikan bahwa peran koperasi sebagai lembaga keuangan dalam dasawarsa terakhir ini cenderung diminati masyarakat daripada jenis lembaga keuangan

lainnya7.

Ada keyakinan, bahwa KSP dapat menjadi penyalur pinjaman pada kelompok masyarakat tertentu (UKM) yang

6 Sri Harini, Fragmentasi Pemikiran Hukum Bisnis, BANK DALAM

TUBUH KOPERASI, 2009, Salatiga ; Widya Sari, hal. 4 7 Kantor Kementrian Koperasi dan UKM, Juli 2002,


(8)

selama ini tidak memiliki akses meperoleh pinjaman bank. Tampaknya pemerintah juga mengakui kenyataan ini, sehingga dalam menyalurkan kredit lunak pada masyarakat

pun pemerintah masih mengandalkan koperasi.8 Jadi

demikian amat berperan KSP dalam mendorong pertumbuhan usaha kecil sehingga KSP-KSP ini haruslah dijaga dengan suatu mekanisme yang baik agar tetap dapat menjalankan fungsinya yang demikian penting. Memang diakui bahwa ada KSP-KSP yang pengelolaannya unmanagemen seperti beberapa

contoh yang disinyalir dibawah ini9 :

1. Koperasi A berada tidak jauh dari sebuah perusahaan

besar di daerah Ungaran beralamat di depan persis perusahaan tersebut yang memiliki karyawan di atas tiga ribu orang. Koperasi A ini memberikan pinjaman kepada para karyawan perusahaan tersebut hingga ratusan karyawan. Penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan

di koperasi A demikian juga angsuran-angsuran

dilaksanakan di kantor koperasi A tadi, diberikan pula bukti telah mengangsur kepada para peminjam yang karyawan perusahaan tadi. Singkat cerita tiga tahun yang lalu perjanjian kredit tersebut telah lunas, dan selama tiga tahun tersebut tidak ada lagi kegiatan menyerahkan angsuran dan penagihan dari pihak koperasi A karena memang sudah lunas

Setelah tiga tahun berlalu tiba-tiba muncul tagihan kepada para karyawan perusahaan tersebut yang sudah lunas tadi

8 Widiyanti, Sinar Harapan, Kamis 27 Juni 2007 9 Sri Harini Dwiyatmi, Op.Cit, hal 5


(9)

oleh suatu BPR yang juga beralamat tidak jauh dari perusahaan tersebut diatas. Tagihan itu menyebutkan antara lain : karyawan A kurang 10 kali angsuran, karyawan B kurang 8 kali angsuran dan karyawan C kurang 11 kali angsuran. Tentu saja karyawan tersebut merasa kaget dan bertanya-tanya sebab merasa tidak pinjam uang ke BPR tersebut tiba-tiba ketika hutang-hutang mereka kepada koperasi A sudah lunas tiga tahun yang lalu datang tagihan dari BPR yang mengaku para karyawan hutang pada BPR dan belum lunas. Memang ada data perjanjian yang ditandatangani para karyawan yang berhutang pada koperasi A tadi kok bisa?

Kejadian ini mendorong beberapa karyawan yang peduli terhadap nasib karyawan tadi melakukan pencarian kepada pengurus koperasi pada saat karyawan tersebut meminjam dan mengangsur pada tiga tahun yang lalu. Pengurus koperasi A ditemukan kemudian langsung di bawa ke kepolisian dan ditahan.

2. Koperasi B di kota SL memiliki modal yang cukup besar

hingga mencapai 4 M. Dengan memberikan bunga cukup tinggi dan menggiurkan sehingga handai taulan pengurus dan manajernya turut menyimpan dana di koperasi B ini sekalipun para deposan tersebut bertempat tinggal jauh dari tempat kedudukan koperasi B ini. Suatu saat, saat seorang deposan akan mengambil uang tabungan hasil

pengembangan depositonya dan akan mencairkan


(10)

macet sehingga pada saat itu tidak ada uang. Untuk itu koperasi B meminta waktu beberapa hari untuk membayar bunga dan deposito yang hendak dicairkan. Keadaan tidak semakin baik karena setelah keinginan deposan itu dipenuhi dan deposan tidak lagi percaya ditariklah semua depositonya. Sudah lebih dari 4 bulan koperasi B tidak bisa memenuhi permintaan deposannya tersebut. Ternyata tidak hanya koperasi B di kota SL yang mengalami hal serupa ada lebih dari tiga koperasi mengalami hal tersebut colaps/tidak liquit. Ternyata ada rupa-rupa modus sebagaimana diceritakan kompas Jawa Tengah, bahwa ada banyak kegiatan yang berkedok koperasi yang ternyata sebagai sarana pengumpulan dana kemudian untuk investasi lain seperti dipraktekkan koperasi BMM yang berpusat di Surabaya. Begitu pula koperasi B ini ternyata ada aliran dana dalam bungkus kredit kepada seseorang dengan perjanjian pinjam meminjam tetapi tanpa akta

notaris dalam jumlah yang tidak rasionil dengan

pembuatan akta setiap bulan bahkan ada sebulan dua sampai tiga kali perjanjian kredit di buat untuk satu nama dengan jaminan yang sangat tidak layak.

3. Kompas Jawa Tengah tanggal 12 November 200710 yang

bertajuk PENIPUAN BERKEDOK KOPERASI bahwa dalam

kurun waktu Januari – Oktober 2007 Polda Jawa Tengah

menerima laporan 53 kasus penipuan dengan modus menghimpun dana masyarakat dalam bentuk

10

Kompas Jawa Tengah,PENIPUAN BERKEDOK KOPERASI, 12 November 2007, Hal 1


(11)

tabungan-deposito. Kerugian masyarakat sekitar 113,82 miliyar, sertifikat tanah 11 lembar dan tiga buku pemilik kendaraan (BPKB).

4. Selanjutnya dimuat pula berita tentang koperasi bernama

BMM yang berpusat di Surabaya yang merekrut anggota koperasi membuka cabang di Semarang juga di kota-kota lain, dilaporkan masyarakat Semarang berhubungan ada

dugaan penipuan dan penggelapan uang nasabah

penanggungjawabnya diburu sampai Solo rupanya

melarikan diri kini sedang dalam penyelidikan kepolisian kota Semarang.

Ada pula koperasi lain sebut saja BGR berkedudukan di Semarang memang makin besar dalam bidang simpan pinjam dikalangan pedagang kecil di pasar-pasar semarang. Sangat bermanfaat bagi pedagang kecil-kecil dipasar-pasar Semarang dan tingkat peminjaman sebesar sekitar Rp. 100.000 sampai Rp. 300.000 an setiap kali peminjaman dengan pengenaan bunga per 100 hari sebesar 10% sehingga kalau dihitung bunga satu tahunnya bisa mencapai 35%. Syarat agar bisa meminjam harus sudah menabung 3 kali dan mengajukan permohonan untuk menjadi anggota. Kehadiran koperasi BGR ini sangat-sangat menolong para bakul-bakul di pasar-pasar

Semarang11.

Keputusan Mahkamah Agung terhadap penyalahgunaan dikoperasi di Kabupaten Karanganyar atas dana yang

11


(12)

dikucurkan kementrian perumahan, menjadikan pengawas KSP di kota ini harus mempertanggungjawabkan perbuatan pengelolaan KSP-nya menjadikan tidak saja pengurus tetapi

juga mantan pengurus bahkan pengawas kini dalam penjara.12

Koperasi Simpan pinjam yang berbadan hukum modal koperasi tidak hanya berasal dari anggota koperasi tetapi juga dari non anggota koperasi. Di lihat dari struktur hukum perusahaan, koperasi simpan pinjam termasuk salah satu badan usaha yang berbadan hukum selain Perseroan Terbatas (PT) dan yayasan.

Dengan banyaknya koperasi bermasalah tersebut memang melahirkan pertanyaan bagaimana tanggungjawab organ koperasi itu.

Menurut Tri Budiono masing-masing organ memang mempunyai tugas dan tanggung jawab. Koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum, dalam melaksanakan

tanggung jawabnya masing-masing harus mengacu /

berdasarkan asas Good Corporate Governance (GCG) yang

terdiri dari 5 pilar yaitu13: transparansi (transparency),

akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility),

independensi (independency) serta kewajaran dan kesetaraan

(fairness) yang diperlukan untuk mencapai kesinambungan

usaha (sustainability).

12 Putusan MA no. 1420 K/Pid.Sus/2011

13 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, 2011, Salatiga: Griya Media, hal. 129


(13)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka thesis ini diberi judul: “Sistem Pertanggungjawaban Koperasi Simpan Pinjam Berbadan Hukum

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di

atas, maka rumusan masalah yang menjadi topik pembahasan dalam penulisan tesis ini adalah:

Bagaimana sistem pertanggungjawaban Koperasi Simpan pinjam sebagai badan hukum?

C. Tujuan Penulisan

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah:

Mengetahui sistem pertanggungjawaban masing-masing organ yang ada di Koperasi Simpan Pinjam

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini bagi pihak-pihak terkait adalah sebagai berikut:

1. Bagi Koperasi:

Untuk mengetahui bagaimana sistem

pertanggungjawaban masing-masing organ yang ada di Koperasi Simpan Pinjam

2. Bagi organ Koperasi

Untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban pada Rapat Anggota, Pengawas dan Pengurus dalam Koperasi


(14)

3. Bagi akademisi maupun mahasiswa yang tertarik untuk

memperdalam mengenai sistem pertanggungjawaban

masing-masing organ yang ada di Koperasi Simpan Pinjam

E. Metode Penelitian 1.Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan dalam tesis ini yaitu penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang akan

diteliti.14

2.Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam tesis ini, yaitu :

a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konspetual beranjak dari pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum untuk menemukan ide-ide yang melahirkan

pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep

hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

b. Pendekatan Perundang-undangan (Statute

Approach).

Oleh karena tipe penelitian yang bersifat normatif, maka pendekatan Perundang-undangan seperti ini

14

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Bayumedia Publishing: Jawa Timur, 2009, hal. 45


(15)

merupakan suatu pendekatan yang penting dalam meneliti aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dari suatu penelitian.15 Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang tersangkut paut dengan kasus

yang ditangani.16

c. Pendekatan Analitis (Analytical Appoach).

Pendekatan analisis terhadap bahan hukum seperti ini, dimaksudkan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan dalam Perundang-Undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik .

3. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah:

a.Bahan hukum Primer.

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya:

i. Undang–undang No 17 tahun 2012 menggantikan

Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi

15Ibid., hal 302.

16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 2005, Jakarta: Kencana, hal. 93


(16)

ii. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.

iii. Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha

Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 96 / KEP / M.KUKM / IX /2004 Tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan

Pinjam Dan Unit Simpan Pinjam Koperasi

iv. Peraturan Menteri Negara Koperasi Nomor 19

tahun 2008

v. peraturan-peraturan lain yang terkait.

b.Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan


(17)

bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

F. Landasan Teori

Landasan teori yang dipakai dalam tulisan ini adalah

mengenai teori yang terkait dengan sistem

pertanggungjawaban koperasi simpan pinjam:

1. Teori Penafsiran Hukum

Merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yangtidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Dalam melakukan penafsiran hukum terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak jelas,

seorang ahli hukum tidak dapat bertindak

sewenang-wenang.

Penafsiran hukum menurut R.Soeroso,SH. Adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yangdikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang.

Menurut Prof. J.H.A. Logemann “Dalam melakukan

penafsiran hukum, seorang ahli hukum diwajibkan untuk mencari maksud dan kehendak pembuat

undang-undang sedemikian rupa sehingga

menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang itu


(18)

Penafsiran sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum (rechtsvinding), berangkat dari pemikiran, bahwa pekerjaan kehakiman memiliki karakter logikal.

Menurut Sudikno Mertokusumo, interpretasi atau penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk

mengetahui makna Undang-Undang.17

2. Teori Organ (Orgaan Theorie)

Ottoo von Gierke mengemukakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan hukum yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ) yang ada padanya (pengurus). Menurut teori ini, peraturan-peraturan hukum memiliki organ yang dipandang sebagai jiwa dari badan hukum

tersebut.18

3. Teori Ultra Vires Koperasi

Ultra Vires Koperasi adalah tindakan-tindakan yang kebetulan hampir tidak ada hubungannya dengan sasaran koperasi yang dinyatakan dalam klausul

17

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Penemuan Hukum 1993. Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 13

18 P.N.H Simanjuntak,Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: 2009, Hal. 28-29.


(19)

mengenai sasaran–sasaran.19Akibat hukum dari

ultra vires adalah batal demi hukum (null and

void).20

19 Prof. Dr. Hans-H Munker, 10 Kuliah Mengenai Hukum

Koperasi,Rekadesa, 2012, hal. 116

20 Tri Budiyono, Transplatasi Hukum Harmonisasi dan Potensi


(1)

3. Bagi akademisi maupun mahasiswa yang tertarik untuk memperdalam mengenai sistem pertanggungjawaban masing-masing organ yang ada di Koperasi Simpan Pinjam

E. Metode Penelitian 1.Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan dalam tesis ini yaitu penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang akan diteliti.14

2.Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam tesis ini, yaitu :

a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) Pendekatan konspetual beranjak dari pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum untuk menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

b. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach).

Oleh karena tipe penelitian yang bersifat normatif, maka pendekatan Perundang-undangan seperti ini

14

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Bayumedia Publishing: Jawa Timur, 2009, hal. 45


(2)

merupakan suatu pendekatan yang penting dalam meneliti aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dari suatu penelitian.15 Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang tersangkut paut dengan kasus yang ditangani.16

c. Pendekatan Analitis (Analytical Appoach).

Pendekatan analisis terhadap bahan hukum seperti ini, dimaksudkan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan dalam Perundang-Undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik .

3. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah:

a.Bahan hukum Primer.

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya:

i. Undang–undang No 17 tahun 2012 menggantikan Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi

15Ibid., hal 302.

16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 2005, Jakarta: Kencana, hal. 93


(3)

ii. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.

iii. Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 96 / KEP / M.KUKM / IX /2004 Tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam Dan Unit Simpan Pinjam Koperasi

iv. Peraturan Menteri Negara Koperasi Nomor 19 tahun 2008

v. peraturan-peraturan lain yang terkait.

b.Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan


(4)

bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

F. Landasan Teori

Landasan teori yang dipakai dalam tulisan ini adalah mengenai teori yang terkait dengan sistem pertanggungjawaban koperasi simpan pinjam:

1. Teori Penafsiran Hukum

Merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yangtidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Dalam melakukan penafsiran hukum terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak jelas, seorang ahli hukum tidak dapat bertindak sewenang-wenang.

Penafsiran hukum menurut R.Soeroso,SH. Adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yangdikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang.

Menurut Prof. J.H.A. Logemann “Dalam melakukan penafsiran hukum, seorang ahli hukum diwajibkan untuk mencari maksud dan kehendak pembuat undang-undang sedemikian rupa sehingga menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang itu


(5)

Penafsiran sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum (rechtsvinding), berangkat dari pemikiran, bahwa pekerjaan kehakiman memiliki karakter logikal.

Menurut Sudikno Mertokusumo, interpretasi atau penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna Undang-Undang.17

2. Teori Organ (Orgaan Theorie)

Ottoo von Gierke mengemukakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan hukum yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ) yang ada padanya (pengurus). Menurut teori ini, peraturan-peraturan hukum memiliki organ yang dipandang sebagai jiwa dari badan hukum tersebut.18

3. Teori Ultra Vires Koperasi

Ultra Vires Koperasi adalah tindakan-tindakan yang kebetulan hampir tidak ada hubungannya dengan sasaran koperasi yang dinyatakan dalam klausul

17

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Penemuan Hukum 1993. Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 13

18 P.N.H Simanjuntak,Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: 2009, Hal. 28-29.


(6)

mengenai sasaran–sasaran.19Akibat hukum dari ultra vires adalah batal demi hukum (null and void).20

19 Prof. Dr. Hans-H Munker, 10 Kuliah Mengenai Hukum

Koperasi,Rekadesa, 2012, hal. 116

20 Tri Budiyono, Transplatasi Hukum Harmonisasi dan Potensi