Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan dan Keanekaragaman Bulu Babi di Pulau Saonek, Kabupaten Raja Ampat T2 422012114 BAB IV
IV.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan bulu
babi di stasion 3 paling tinggi (30,6 individu/m2), sedangkan
yang paling rendah di temukan pada stasion 4 ( 3,7
individu/m2).
Keseluruhan
data
jumlah
individu
setiap
stasion disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Kepadatan bulu babi di lokasi penelitian Pulau Saonek
Plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jml. Individu
Kepadatan
(ind./m2)
stasion
1
14
25
24
20
16
18
22
16
14
26
195
19,5
Individu/ stasion
stasion stasion stasion
2
3
4
14
42
4
9
54
2
8
43
8
11
28
6
4
22
4
7
9
1
5
32
3
3
24
2
8
16
1
12
36
6
81
306
37
8,1
30,6
3,7
17
Dari
hasil
tingkat
kelimpahan
dan
keragaman
berdasarkan data individu pada tabel 2, diketahui bahwa
jenis bulu babi yang ditemukan di empat stasion penelitian
adalah Diadema setosum, D. antillarum, dan Echinometra
mathaei. Jenis D. setosum dan D. antillarum hanya ditemukan
di stasion 1 dan 3, sedangkan E. mathaei ditemukan di
stasion 2 dan 4. Kelimpahan bulu babi tertinggi adalah D.
antillarum.
Perbedaan
kerapatan,
kelimpahan,
dan
keanekaragaman bulu babi setiap jenis di sajikan pada
gambar 2.
Tabel 2. Analisis kelimpahan dan keanekaragaman bulu
babi Pulau Saonek
Jenis Bulu babi
Stasion
1
2
3
4
Jumlah individu
Kerapatan (D) (%)
Kelimpahan (Pi)
Keanekaragaman
(H)
Diadema
setosum
104
0
128
0
232
23,2
0,375
Diadema
antillarum
91
0
178
0
269
26,9
0,435
Echinometra
mathaei
0
81
0
37
118
11,8
0,191
0,368
0,362
0,316
18
Jumlah
Total
individ
u
195
81
306
37
619
Kerapatan, kelimpahan dan keanekaragaman
stasion
Gambar2. grafik kerapatan,kelimpahan dan keanekaragaman
jenis bulu babi
B. Pembahasan
3.2.1 Kepadatan bulu babi
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kepadatan bulu babi
di empat stasion
menunjukan perbedaan yang signifikan.
Kepadatan tertinggi pada stasion 3 (30,6 ind./m2), sedangkan
yang
tertendah
di
stasion
4
(3,7
ind./m2).
Perbedaan
kepadatan bulu babi di setiap stasion, disebabkan perbedaan
habitat.
Di stasion 3 kepadatannya tertinggi karena kondisi pantai
berpasir, berkarang, pasang surut rendah
gelombang laut. Sedangkan
di
dan sedikit
stasion 4 kepadatan paling
rendah karena, kondisi habitat berpasir, berlumpur, berbatu,
19
sedikit lamun, dan gelombang lautnya besar. Kondisi habitat
di stasion 1 sama
dengan stasion 3, dan stasion 2 sama
dengan stasion 4, tetapi memiliki perbedaan kepadatan.
Jika dibandingkan dengan kepadatan populasi bulu babi di
daerah lain, seperti yang dilaporkan
Arbi (2012), di Pulau
Pari Kepulauan Seribu, dan di laporkan Yusron (2006), di
Perairan Morotai bagian Selatan, Maluku Utara bahwa
kepadatan bulu babi di Pulau Saonek tergolong tinggi.
3.2.2 Kelimpahan dan keanekaragaman bulu babi
Dari hasil pengamatan dan analisi data yang dilakukan di
empat station ditemuan 3 jenis bulu babi yaitu D. setosum,
D. antillarum, dan Echinometra mathaei. Kelimpahan bulu
babi tertinggi adalah spesies D. antillarum. Kelimpahan dan
keanekaragaman bulu babi setiap stasion terdapat perbedaan
yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh kondisi pantai Pulau
Saonek
dari
4
stasion
berbeda.
Kelimpahan
dan
keanekaragaman bulu babi juga dipengaruhi faktor habitat,
suhu, kadar garam, makanan dan predator.
Dari 4 stasion
pengamatan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan spesies di setiap stasion. Perbedaan juga terjadi
pada kelimpahan bulu babi. Hal ini disebabkan perbedaan
habitat. Habitat
yang disenangi setiap spesies bulu babi
berbeda, misalnya D. setosum dan D. antillarum lebih suka
hidup di karang, sedangkan E. mathaei lebih suka hidup di
karang batu dan lamun.
20
Kelimpahan jenis D. setosum dan D. antillarum
banyak ditemukan pada habitat terumbu karang, hal ini
disebabkan terumbu karang sebagai tempat berlindung dan
penyedia sumber makanan bagi bulu babi jenis ini. Bulu babi
jenis ini berperan dalam rantai makanan, sebagai pemakan
detritus dan sebagai herbivore ( Birkeland 1989 dalam Yusron
2006).
Kelimpahan dan keanekaragaman
bulu babi di
Pulau Saonek tergolong rendah, tingkat kelimpahan dan
keanekaragaman di bawah 0,
daerah lainnya.
dilakukan
Jika dibandingkan dengan penelitian yang
Yusron
Echinodermata
jika dibandingkan dengan
(2006)
,tentang
keanekaragaman
di perairan Morotai bagian selatan, Maluku
utara terdapat 6 jenis bulu babi, Yusron (2009), tentang
keanekaragaman jenis Echinodermata di perairan teluk Kuta,
Nusa Tenggara Barat terdapat 7 jenis bulu babi, Yusron
(2010),
tentang
keaneragaman
jenis
Echinodermata
di
perairan Likupang Minahasa Utara, Sulawesi Utara terdapat 9
jenis bulu babi ,Supono dan Arbi (2012), tentang kelimpahan
dan keaneragaman Echinodermata di Pulau Pari Kepulauan
Seribu terdapat 5 jenis bulu babi, sehingga keaneragaman
bulu babi di Pulau Saonek, Kabupaten Raja Ampat masih
tergolong
rendah, hal ini disebabkan karena kondisi pantai,
arus laut, terumbu karang padang lamun dan penyebaran
bulu babi.
21
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan bulu
babi di stasion 3 paling tinggi (30,6 individu/m2), sedangkan
yang paling rendah di temukan pada stasion 4 ( 3,7
individu/m2).
Keseluruhan
data
jumlah
individu
setiap
stasion disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Kepadatan bulu babi di lokasi penelitian Pulau Saonek
Plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jml. Individu
Kepadatan
(ind./m2)
stasion
1
14
25
24
20
16
18
22
16
14
26
195
19,5
Individu/ stasion
stasion stasion stasion
2
3
4
14
42
4
9
54
2
8
43
8
11
28
6
4
22
4
7
9
1
5
32
3
3
24
2
8
16
1
12
36
6
81
306
37
8,1
30,6
3,7
17
Dari
hasil
tingkat
kelimpahan
dan
keragaman
berdasarkan data individu pada tabel 2, diketahui bahwa
jenis bulu babi yang ditemukan di empat stasion penelitian
adalah Diadema setosum, D. antillarum, dan Echinometra
mathaei. Jenis D. setosum dan D. antillarum hanya ditemukan
di stasion 1 dan 3, sedangkan E. mathaei ditemukan di
stasion 2 dan 4. Kelimpahan bulu babi tertinggi adalah D.
antillarum.
Perbedaan
kerapatan,
kelimpahan,
dan
keanekaragaman bulu babi setiap jenis di sajikan pada
gambar 2.
Tabel 2. Analisis kelimpahan dan keanekaragaman bulu
babi Pulau Saonek
Jenis Bulu babi
Stasion
1
2
3
4
Jumlah individu
Kerapatan (D) (%)
Kelimpahan (Pi)
Keanekaragaman
(H)
Diadema
setosum
104
0
128
0
232
23,2
0,375
Diadema
antillarum
91
0
178
0
269
26,9
0,435
Echinometra
mathaei
0
81
0
37
118
11,8
0,191
0,368
0,362
0,316
18
Jumlah
Total
individ
u
195
81
306
37
619
Kerapatan, kelimpahan dan keanekaragaman
stasion
Gambar2. grafik kerapatan,kelimpahan dan keanekaragaman
jenis bulu babi
B. Pembahasan
3.2.1 Kepadatan bulu babi
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kepadatan bulu babi
di empat stasion
menunjukan perbedaan yang signifikan.
Kepadatan tertinggi pada stasion 3 (30,6 ind./m2), sedangkan
yang
tertendah
di
stasion
4
(3,7
ind./m2).
Perbedaan
kepadatan bulu babi di setiap stasion, disebabkan perbedaan
habitat.
Di stasion 3 kepadatannya tertinggi karena kondisi pantai
berpasir, berkarang, pasang surut rendah
gelombang laut. Sedangkan
di
dan sedikit
stasion 4 kepadatan paling
rendah karena, kondisi habitat berpasir, berlumpur, berbatu,
19
sedikit lamun, dan gelombang lautnya besar. Kondisi habitat
di stasion 1 sama
dengan stasion 3, dan stasion 2 sama
dengan stasion 4, tetapi memiliki perbedaan kepadatan.
Jika dibandingkan dengan kepadatan populasi bulu babi di
daerah lain, seperti yang dilaporkan
Arbi (2012), di Pulau
Pari Kepulauan Seribu, dan di laporkan Yusron (2006), di
Perairan Morotai bagian Selatan, Maluku Utara bahwa
kepadatan bulu babi di Pulau Saonek tergolong tinggi.
3.2.2 Kelimpahan dan keanekaragaman bulu babi
Dari hasil pengamatan dan analisi data yang dilakukan di
empat station ditemuan 3 jenis bulu babi yaitu D. setosum,
D. antillarum, dan Echinometra mathaei. Kelimpahan bulu
babi tertinggi adalah spesies D. antillarum. Kelimpahan dan
keanekaragaman bulu babi setiap stasion terdapat perbedaan
yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh kondisi pantai Pulau
Saonek
dari
4
stasion
berbeda.
Kelimpahan
dan
keanekaragaman bulu babi juga dipengaruhi faktor habitat,
suhu, kadar garam, makanan dan predator.
Dari 4 stasion
pengamatan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan spesies di setiap stasion. Perbedaan juga terjadi
pada kelimpahan bulu babi. Hal ini disebabkan perbedaan
habitat. Habitat
yang disenangi setiap spesies bulu babi
berbeda, misalnya D. setosum dan D. antillarum lebih suka
hidup di karang, sedangkan E. mathaei lebih suka hidup di
karang batu dan lamun.
20
Kelimpahan jenis D. setosum dan D. antillarum
banyak ditemukan pada habitat terumbu karang, hal ini
disebabkan terumbu karang sebagai tempat berlindung dan
penyedia sumber makanan bagi bulu babi jenis ini. Bulu babi
jenis ini berperan dalam rantai makanan, sebagai pemakan
detritus dan sebagai herbivore ( Birkeland 1989 dalam Yusron
2006).
Kelimpahan dan keanekaragaman
bulu babi di
Pulau Saonek tergolong rendah, tingkat kelimpahan dan
keanekaragaman di bawah 0,
daerah lainnya.
dilakukan
Jika dibandingkan dengan penelitian yang
Yusron
Echinodermata
jika dibandingkan dengan
(2006)
,tentang
keanekaragaman
di perairan Morotai bagian selatan, Maluku
utara terdapat 6 jenis bulu babi, Yusron (2009), tentang
keanekaragaman jenis Echinodermata di perairan teluk Kuta,
Nusa Tenggara Barat terdapat 7 jenis bulu babi, Yusron
(2010),
tentang
keaneragaman
jenis
Echinodermata
di
perairan Likupang Minahasa Utara, Sulawesi Utara terdapat 9
jenis bulu babi ,Supono dan Arbi (2012), tentang kelimpahan
dan keaneragaman Echinodermata di Pulau Pari Kepulauan
Seribu terdapat 5 jenis bulu babi, sehingga keaneragaman
bulu babi di Pulau Saonek, Kabupaten Raja Ampat masih
tergolong
rendah, hal ini disebabkan karena kondisi pantai,
arus laut, terumbu karang padang lamun dan penyebaran
bulu babi.
21