BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh - Gambaran Pola Asuh Orang Tua Pada Remaja di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh

  1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama – sama untuk mengasuh anak (Darling, 1999). Pengasuhan berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma – norma yang ada di dalam masyarakat. Dalam pengasuhan dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar – dasar prilaku bagi anaknya. Sikap, prilaku dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai dan ditiru oleh anaknya, karna faktor orang tua sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak.

  Menurut Baumrind (1991, dalam Darling 1999) pola pengasuhan orang tua adalah suatu pola pengasuhan yang diciptakan untuk mengontrol tingkah laku anak. Pola asuh adalah bentuk – bentuk yang diterapkan dalam rangka merawat, memelihara, membimbing dan melatih, dan memberikan pengaruh terhadap anak.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah proses yang mempengaruhi seseorang, dimana orang tua menanamkan nilai – nilai yang dipercayai dapat mendidik dan mengontrol tingkah laku anak.

  1.2 Gaya Pengasuhan Menurut Baumrind (1971, dalam Santrock, 1991) menjelaskan ada tiga jenis gaya pengasuhan yaitu :

  5

  1.2.1 Pola Asuh Authoritarian (Otoriter) Pengasuhan otoritarian adalah gaya yang membatasi dan menghukum, kurang kasih sayang dan simpatik, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dan menghormati pekerjaan.

  Menurut Stewart & Koch (1983, dalam Aisyah, 2010) orang tua otoriter sering mengekang keinginan anak dan jarang memberikan pujian, orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri sehingga anak sering menunggu dan menyerahkan segala – galanya kepada pengasuhnya.

  Orang tua otoriter sering menerapkan batasan dan kendali yang tegas pada anak, meminimalisir perdebatan verbal, sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya dan menunjukan amarah pada anak (Shochib, 1998) dan Menurut Hong, (2012)orang tua otoriter tidak memberikan hak anak – anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaannya. Orang tua yang kasar dan keras, perilaku orang tua yang menyimpang, dinginnya hubungan antara anak dengan orang tua dapat mempengaruhi prilaku agresif dan mudah putus asa pada anak.

  Anak dari orang tua otoriter sering sekali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktifitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah, mengurangi rasa nilai pribadi dan tanggung jawab, selain itu tingginya tekanan orang tua sering dapat mengurangi motivasi dalam diri dan dapat mengalami kesulitan dalam hubungan sosial anak yang menyebabkan mereka menjadi tergantung pada sumber – sumber ekstrinsik, sehingga merusak proses pembelajaran. Pola pengasuhan seperti ini, anak diharuskan disiplin karena semua keputusan ada ditangan orang tua.

  1.2.2 Pola Asuh Authoritative (Demokratis) Pengasuhan otoritatif mendorong anak untuk mandiri namun masihmenerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima, dimungkinkan orang tua bersikap hangat dan penyayang kepada anak. Orang tua otoritatif merangkul anak dengan mesra, menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap prilaku konstruktif anak. Mereka mengharapkan prilaku anak yang dewasa, mandiri dan sesuai dengan usianya. Mereka membuat aturan – aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktifitas anak. Sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan (Shochib, 1998).

  Orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan – keluhan anak. Keluarga yang diasuh dengan pola asuh demokratis hubungan anak dengan orang tuanya harmonis, mempunyai sifat terbuka dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain, sehinga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan baik. Polaasuh demokratis paling baik memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Anak yang memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi, mereka cenderung mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerjasama dengan orang dewasa dan bisa mengatasi stres dengan baik (Santrock, 1998).

  1.2.3 Pola Asuh Permissive Pola asuh permisif terbagi dua yaitu : (a) Pengasuhan yang mengabaikan. Pola pengasuhan mengabaikan dimana orang tua tidak sangat terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain dalam kehidupan orang tua lebih penting dari pada mereka. Anak – anak ini cenderung tidak memiliki sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Anak yang memiliki orang tua permisif sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukan sikap suka membolos dan nakal. (b) Pengasuhan yang menuruti. Polapengasuhan menuruti adalah dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang anak inginkan. Hasilnya anak tidak pernah belajar mengendalikan prilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginanya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan prilakunya.

  1.3Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terbagi atas empatyaitu :

  1.3.1 Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu sangat erat hubungannya dengan pola asuh ataupun sikap orang tua biasanya mendidik anaknya, dimana orang tua lebih cenderung mengulangi sikap ataupun pola asuh orang tua mereka dahulu apabila hal tersebut dirasakan manfaatnya.Sebaliknya mereka lebih cenderung untuk tidak mengulangi sikap ataupun pola asuh orang tua mereka bila tidak dirasakan manfaatnya (Gunarsa, 2008).

  1.3.2 Lingkungan sosial dan fisik Pola pengasuhan suatu keluarga dipengaruhi oleh tempat dimana keluarga itu tinggal.Apabila satu keluarga tinggal diotoritas penduduknya berpendidikan rendah serta tingkat sopan santun yang rendah, maka anak dapat mudah juga ikut terpengaruh (Shochib, 1998).

  1.3.3 Perubahan budaya Sekarang ini banyak ibu yang bekerja diluar rumah sebagai wanita karir untuk menambah penghasilan dalam keluarga ataupun sebagai suatu bentuk kepuasan. Hal ini disebabkan urusan pengasuhan anak diserahkan kepada orang lain, dan pada akhirnya pengasuhan anak tidak sesuai dengan pengharapan orang tua (Santrock, 2007).

  1.3.4 Tingkat pendidikan Orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi berbeda pola pengasuhannya dengan orang tua yang hanya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah (Hurlock,1999).

2 Peran Orang Tua

  2.1 Definisi Peran adalah suatu karakter yang harus dimainkan seseorang sesuai dengan kedudukan dan status yang dimiliki seseorang. Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan – harapan (Setiadi, 2008). Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah dapat membentuk sebuah keluarga (Friedman, 1998). Orang tua memberikan perhatian kepada anak – anaknya dan menanamkan kepada anak – anaknya akan nilai dan tujuan pendidikan.

  Orang tua juga berupaya mengetahui perkembangan anak mereka untuk mengetahui situasi dan lingkungan anak. Peran orang tua adalah memandang orang tua sebagai manajer kehidupan anak. Peran manajerial terutama penting dalam perkembangan sosio emosional anak. Sebagai manejer, orang tua boleh mengatur kesempatan anak untuk melakukan kontak sosial dengan teman sebaya, teman dan orang dewasa. Orang tua memainkan peran penting dalam membantu perkembangan anak dengan memulai kontak antara anak dengan teman bermainnya yang potensial. Peran manejerial adalah pemantauan efektif atas anak. Hal ini sangat penting ketika anak memasuki masa – masa dewasa. Pemantauan meliputi mengawasi pilihan anak tentang tempat sosial, aktifitas dan teman (Santrock, 2007).

  2.3 Peran Ibu Orang tua merupakan pengambil peran utama dalam mengasuh anak – anaknya, terutama kedekatan anak terhadap ibu, karena ibu lebih cenderung melakukan peran manajerial dalam pengasuhan dari pada ayah (Santrock, 2007) dan ibu juga yang mendukung, melahirkan dan menyusui secara psikologis mempunyai ikatan yang lebih dalam (Apriastuti, 2013). Menurut Friedman (1998) ibu yang idealis adalah seorang ibu yang lembut, penuh perhatian, dan memiliki tanggung jawab terhadap suami dan anak – anak. Peran ibu dalam keluarga sangat penting dalam memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis, artinya kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral untuk melaksanakan kehidupan. Ibu memenuhi kebutuhan sosial, psikis yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan suasana keluarga menjadi tidak optimal. Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar dan konsisten, artinya ibu mempertahankan hubungan – hubungan dalam keluarga. Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak yang mampu mengatur dan mengendalikan anak, artinya ibu berperan penting dalam mendidik dan mengembangkan kepribadian anak. Pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu (Setiadi, 2008). Ibu biasanya berpusat pada aktifitas perawatan anak seperti memberi makan, mengganti popok, memandikan, dan lainnya.

  2.4 Peran Ayah Peran ayah dalam keluarga sangat penting dalam pengajaran moral dan disiplin serta memberikan bimbingan dan nilai, khususnya tentang agama.

  Menurut Friedman (1998) salah satu ciri khas dari seorang ayah adalah sebagai pencari nafkah dan sebagai penyedia kebutuhan yang baik bagi keluarga serta pelindung dan pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga (Setiadi, 2008). Ayah juga mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan identitas anak. Interaksi ayah lebih cenderung dalam hal bermain dan jumlah keterlibatan ayah dalam mengasuh anak adalah sepertiga dari jumlah waktu yang dihabiskan ibu bersama anak (Santrock, 2007).

3 Remaja

  3.1 Definisi Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004).Menurut Undang-undang No. 4179 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah, sedangkan menurut WHO remaja adalah masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sampai menjapai kematangan seksual, dimana WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja.Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia.Masa remaja sering digambarkan sebagai masa paling indah dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan tantangan.Namun masa remaja juga identik dengan pemberontakan karena banyaknya goncangan-goncangan dan perubahan- perubahan yang cukup radikal dari masa sebelumnya.Masa remaja dianggap sebagai masa yang sangat sulit secara emosional.Karena pada masa ini remaja merasa tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak termasuk juga golongan orang dewasa. Status orang dewasa sebagai status primer, artinya status itu diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri dan status anak adalah status yang diperoleh, yaitu tergantung dari apa yang diberikan orang tua dan masyarakat, sedangkan remaja berada dalam status interem sebagai akibat dari posisi yang yang sebagian diberikan oleh orang tua dan masyarakat serta sebagian melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberi prestise tertentu bagi dirinya (Soetjiningsih, 2004).

  Secara umun menurut Agustiani (2006) masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

  1. Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan mulai berusaha mengembangkan diri sebgai individu yang unik.

  2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan perkembangan kemampuan berpikir yang baru dan mulai mengembangkan kematengan tingkah laku dan membuat keputusan

  3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

  Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.Selama priode ini remaja berusaha menetapkan tujuan vokasional dan mengembangkan identitas diri.

  3.2 Perkembangan Remaja Perkembangan adalah aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif (Poter & Perry, 2005). Setiap tahap perkembangan akan mengalami perubahan, menurut Soetjiningsih (2004) terbagi dua yaitu:

  a. Kebebasan dan ketergantungan Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dan orang tuanya.Pada saat ini ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tuanya, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan aktifitas.Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya dapat menimbulkan konflik diantara mereka.

  Dalam masa perkembangannya menuju kedewasaan, remaja berangsur-angsur mengalami perubahan yang membutuhkan kebebasan dan ketergantungan.Pada akhir masa remaja perjuangan remaja dalam mencapai identitas diri. Bila tahap awal dan pertengahan remaja dapat dilalui dengan baik, yaitu pada keluarga dan kelompok sebaya yang suportif maka remaja akan mempunyai kesiapan untuk mampu mengatasi tugas dan tanggung jawab sebagai orang dewasa.

  b. Pembentukan identitas diri

  Proses pembentukan identitas diri merupakan proses yang panjang dan membutuhkan kontinuitas masa lalu, sekarang dan yang akan datang dari kehidupan individu dan hal ini akan membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan perilaku ke dalam bidang kehidupan. Dengan demikian individu dapat menerima dan menyatukan kecenderungan pribadi, bakat dan peran-peran yang diberikan oleh orang tua, teman sebaya maupun masyarakat dan pada akhirnya dapat memberikan arah tujuan dan arti dalam kehidupan mendatang.

  Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja.Setelah orang tua, saudara kandung dan posisi anak dalam keluarga juga berpengaruh bagi remaja.Pola asuh yang ditetapkan orang tua juga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap anak, misalnya pola asuh otoriter, demokratik ataupun permisif memberikan dampak yang berbeda bagi remaja.Orang tua yang menetapkan pola asuh otoriter membuat remaja menjadi frustasi, sedangkan pola asuh permisif membuat anak mengalami kesulitan dalam mengendalikan keinginanya dan pola asuh demokratik yang sangat menguntungkan bagi remaja, karna salain memberikan kebebasan kepada anak juga serta adanya kontrol dari orang tua.

Dokumen yang terkait

BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Stres - Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 0 7

Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 1 13

Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor yang Memengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil - Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Motivasi - Hubungan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Keperwatan Universitas Sumatera Utara

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Rumah Tangga 2.1.1 Definisi Limbah Rumah Tangga - Fitoremediasi Limbah Rumah Tangga oleh Tanaman Wlingen (Scirpus grossus), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Teratai (Nymphea firecrest)

0 1 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota - Fitoremediasi Limbah Rumah Tangga oleh Tanaman Wlingen (Scirpus grossus), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Teratai (Nymphea firecrest)

0 0 8

Gambaran Pola Asuh Orang Tua Pada Remaja di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan

0 0 44