BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Soci Mas Deli Serdang

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Kepemimpinan

  Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi konform dengan keinginan pemimpin. Tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh pengaruh interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya.

  Menurut Tead dalam Kartono (2005:57) menyatakan kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam buku lain menurut Davis dalam Arifin (2012:4) kepemimpinan adalah kemampuan mempersuasi orang-orang untuk mencapai tujuan yang tegas dengan gairah (leadership is the ability to persuade

  other to seek defined objectives enthusiastically ).

  Menurut Kartono (2007:34-35) pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga muncullah beberapa tipe kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe karismatis, paternalistis, militeristis, otokratis, laissez faire, populis, administratif, demokratis.

  W.J Reddin dalam artikelnya What Kind of Manager, dan disunting oleh Wahjosumidjo (Dept. P & K., Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai dalam Kartono, 2007:34-35), menentukan watak dan tipe pemimpin atas tiga pola dasar, yaitu: a.

  Berorientasi tugas (task orientation), b. Berorientasi hubungan kerja (relationship orientation), c. Berorientasi hasil yang efektif (effectivess orientation)

  Berdasarkan penonjolan ketiga orientasi tersebut, dapat ditentukan delapan tipe kepemimpinan, yaitu:

  1. Tipe deserter (pembelot) Sifatnya: bermodal rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan.

  2. Tipe birokrat.

  Sifatnya: correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma, ia adalah manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin, dan keras.

  3. Tipe misionaris (missionary).

  Sifatnya: terbuka, penolong, lembut hati, ramah-tamah.

  4. Tipe developer (pembangunan).

  Sifatnya: kreatif, dinamis, inovatif, memberikan/melimpahkan wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan pada bawahan.

  5. Tipe otokrat.

  Sifatnya: keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong, bandel.

  6. Benevolent autocrat (otokrat yang bijak).

  Sifatnya: lancer, tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri.

  7. Tipe compromiser (kompromis) Sifatnya: plintat-plintut, selalu mengikuti angin tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan, berpandangan pendek dan sempit.

  8. Tipe eksekutif.

  Sifatnya: bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh, tekun.

  Melihat fakta riil yang terjadi, ada banyak faktor yang mempengaruhi alur proses kepemimpinan terlebih fakta atau dinamika keorganisasian yang terjadi.

  Menurut Setiawan dan Muhith (2013:31-34) Ada beberapa faktor yang mempunyai relevansi atau pengaruh positif terhadap proses kepemimpinan dalam organisasi, antara lain: a) Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan memengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan; b) Harapan dan perilaku atasan; c) Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan memengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan; d) Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan memengaruhi gaya pemimpin; e) Iklim dan kebijakan organisasi memengaruhi harapan dan perilaku bawahan; dan f) Harapan dan perilaku rekan. Faktor-faktor ini jika di gambarkan dalam sebuah ilustrasi akan tampak sebagai berikut:

  

Pengharapan dan

Perilaku Atasan

(2)

Kepribadian, Pengalaman Kebutuhan

  Masa Lalu, dan Harapan Tugas (1) (4)

Efektivitas

Kepemimpinan

  Iklim dan Kebijakan Harapan dan Perilaku Organisasi Rekanan (5)

  (6)

Karakteristik, Harapan,

dan Perilaku bawahan

(3)

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepemimpinan

  Sumber: Setiawan dan Muhith (2013) Oleh sebab itu, dalam sub bab ini dalam mendeskripsikan tentang faktor- faktor dominan yang memengaruhi proses kepemimpinan dapat dipetakan atau dipolakan sebagai berikut:

  Kemampuan

  Kepemimpinan

  Jabatan Situasi

Gambar 2.2 Segitiga faktor yang mempengaruhi Kepemimpinan

  Sumber: Setiawan dan Muhith (2013) a.

  Faktor Kemampuan Individu Dalam kepemimpinan, faktor pribadi yang berupa berbagai kompetensi seorang pemimpin sangat mempengaruhi proses kepemimpinannya. Dalam hal ini, konsepsi kepemimpinan umumnya memusatkan perhatian kepada pribadi pemimpin dengan berbagai kualitas atau kemampuan yang dimilikinya.

  b.

  Faktor Jabatan Seorang pemimpin harus memiliki citra tentang perilaku kepemimpinannya yang digunakan sehingga sesuai dengan situasi yang menyertainya. Oleh karena itu, dia harus memahami konsep peranan (role

  

consept ). Selain itu, seorang pemimpin harus tanggap terhadap situasi

eksternal. Dalam hal ini berupa tuntutan perilaku yang berasal dari orang lain.

  Peristiwa ini disebut dengan “harapan peranan” (role ekspektation).

  c.

  Faktor Situasi dan Kondisi Seorang pemimpin dalam hal ini harus memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap situasi dan kondisi yang menyertai para bawahannya. Seorang pemimpin harus memahami dengan baik tipe kepemimpinan situasional

  

kontingensi . Dalam dunia pendidikan yang menjunjung tinggi profesionalitas,

  maka dalam rangka menciptakan kepemimpinan yang efektif, ketiga hal tersebut harus mendapat perhatian serius. Pemimpin yang dipilih harus orang yang benar-benar pilihan dan amanah terhadap jabatan yang diembannya. Faktor-faktor tersebut sangat selaras dengan sepuluh rekomendasi yang dikeluarkan oleh Manuel London dkk, bahwa determine organizational goals,

  current conditions, and anticipated shift in your organization and environment that influence leadership behaviors to be assessed . Hal ini berarti bahwa ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap gaya atau perilaku yang diterapkan oleh pemimpin dalam organisasi.

  Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain. Adapun indikator dari kepemimpinan menurut Bass dan Solio dalam Arif (2010) adalah: a.

  Kharisma mengarahkan pada perilaku kepemimpinan tranformasional yang mana pengikut berusaha kerja keras melebihi apa yang dibayangkan. Para pengikut khususnya mengagumi, menghormati dan percaya sebagaimana pimpinannya. Mereka mengidentifikasi pimpinan sebagai seseorang sebagaimana visi dan nilai-nilai yang mereka perjuangkan.

  b.

  Stimulasi intelektual adalah upaya memberikan dukungan kepada pengikut untuk lebih inovatif dan kreatif dimana pemimpin mendorong pengikut untuk menanyakan asumsi, memunculkan ide baru.

  c.

  Individual consideration, pemimpin transformasional memberikan perhatian khusus pada kebutuhan setiap individu untuk berprestasi dan berkembang, dengan jalan sebagai pelatih, penasehat, guru fasilitator, orang terpercaya dan konselor.

  d.

  Motivasi inspirasi dimana pimpinan menggunakan berbagai simbol untuk memfokuskan usaha atau tindakan dan mengekspresikan tujuan dengan cara- cara sederhana. Ia juga membangkitkan semangat kerja sama tim, antusiasme dan optimisme diantara rekan kerja dan bawahannya.

2.2 Budaya Organisasi

  Penggunaan istilah budaya organisasi dengan mengacu pada budaya yang berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam bentuk organisasi, yaitu kerja sama antar beberapa orang yang membentuk kelompok atau satuan kerja sama tersendiri. Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yakni

  

buddhaya sebagai bentuk jamak dari budddhi yang berarti akal. Disini tampaknya

  menekankan kepada aspek kolektif, bahwa budaya adalah hasil kerja dari sejumlah akal dan bukan hanya satu akal individual saja. Di dalamnya mencakup tiga unsur, yakni cipta, rasa, dan karsa (pikiran, perasaan dan keinginan/kehendak) (Kusdi, 2011:11).

  Menurut Sutrisno (2010:2) budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi- asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Dalam buku lain menurut Luthans dalam Lako (2004:29), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.

  Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Menurut Robbin (1996:289) riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama menangkap hakikat dari budaya suatu organisasi.

  1. Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko.

  2. Perhatian ke rincian. Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian.

  3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

  4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.

  5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.

  6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

  7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

  Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu continuum dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.

  Dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi. Pertama, budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

  

Kedua , budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

  

Keempat , budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial (Robbins

dalam Sutrisno, 2010:10).

  Dalam hubungan dengan segi sosial, budaya berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan. (Gordon dalam Sutrisno, 2010:11).

  Perkembangan dan kesinambungan suatu perusahaan akan sangat tergantung pada budaya perusahaan. Menurut Susanto dalam Sutrisno (2010:27), mengemukakan bahwa budaya suatu perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai andalan daya saing suatu perusahaan dalam menghadapi perubahan dan tantangan.

  Budaya organisasi juga dapat dijadikan sebagai rantai pengikat untuk menyamakan persepsi atau arah pandang anggota organisasi terhadap suatu permasalahan sehingga akan menjadi satu kekuatan untuk mencapai suatu tujuan.

  Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robins dalam Sutrisno (2011:27-28) sebagai berikut: 1.

  Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi.

  2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

  3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.

  4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen – komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil. Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya di dalam organisasi, sehingga nilai – nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada setiap individu organisasi.

  Menurut Miler dalam Sutrisno (2010:14-15) mengatakan bahwa masa mendatang ditandai oleh kompetisi global, dan perusahaan yang sukses ialah yang mampu mengelola budaya baru dengan nilai-nilai yang mengembangkan perilaku ke arah keberhasilan yang kompetitif. Kita sedang memasuki era baru dan peradaban baru yang bersifat global, saling tergantung, saling bersaing, yang ditandai oleh:

  1. Motivasi berdasar atas imbalan materi saja semakin tidak memadai.

  Kebutuhan-kebutuhan pribadi yang bersifat materi semakin menurun, sedangkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat rohani semakin meningkat.

  Manajer yang berhasil harus belajar semangat baru yang produktif di dalam perusahaan. Pekerjaan manajer harus membantu karyawannya dalam pencapaian harga diri mereka.

  2. Sifat-sifat pekerjaan menjadi kurang fisikal, dalam arti kurang menyadarkan pada kekuatan fisik semata-mata, melainkan lebih banyak bersifat kognitif, karena karyawan dituntut untuk lebih berpikir kreatif, belajar, dan turut ambil bagian;

  3. Pada masa sekarang karyawan mempunyai banyak pilihan yang lebih luas daripada sebelumnya. Ia dapat pindah, berlatif, dan berorganisasi. Manajemen dengan intimidasi mulai lenyap, dan manajemen dengan keterlibatan atau partisipasi serta dorongan positif mulai dilaksanakan;

  4. Jumlah manajer akan menurun drastis. Pekerja-pekerja yang berpengetahuan membutuhkan hanya sedikit pengawas apabila mereka dilatih sepenuhnya, dilibatkan, ditugasi, dan diberi imbalan yang layak. Manajer-manajer yang masih ada dan bertahan ialah para teknisi ahli yang akan memberikan konsultasi dengan seni membuat komitmen, bukan seni memerintah; 5. Persaingan dunia tidak saja dalam bidang teknologi, tetapi juga dalam bidang kemampuan manajemen. Kita sedang ditantang, bukan karena negara-negara lain sedang mengembangkan teknologinya, tetapi mereka menantang kita dalam keterampilan manajemen. Kemampuan manajemen akan menjadi penentu yang paling kritikal bagi keberhasilan perusahaan dan bangsa dalam persaingan yang baru.

  Menurut Ouchi dalam Sutrisno (2011:13) ada tujuh jenis nilai yang menjadi pengukur budaya perusahaan:

1. Komitmen pada karyawan; 2.

  Evaluasi terhadap karyawan; 3.

4. Kontrol; 5.

  Pembuatan keputusan; 6. Tanggung jawab; dan 7. Perhatian pada manusia.

2.3 Kinerja Karyawan

  Pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Teori mengenai kinerja dikemukakan oleh Miner dalam Sutrisno (2010:170), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Menurut Wibowo (2007:4) kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerja.

  Menurut Irianto dalam Sutrisno (2010:171), mengemukakan kinerja karyawan adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas.

  Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku organisasi bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam unit- unit dalam suatu organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja sama untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh organisasi. Menurut Miner dalam Sutrisno (2010:172-173) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu sebagai berikut: 1.

  Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas.

  2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan.

  3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.

  4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.

  Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi. Menurut Swanson dan Graudous dalam Sutrisno (2010:173) menjelaskan bahwa dalam sistem, berapa pun ukurannya, semua pekerjaan saling berhubungan. Hasil dari seperangkat kinerja pekerjaan adalah masukan bagi usaha kinerja lainnya. Karena saling bergantung, apa yang tampaknya merupakan perolehan kinerja yang kecil dalam suatu aspek pekerjaan dapat menghasilkan perolehan besar secara keseluruhan. Jadi, produktivitas suatu sistem bergantung pada kecermatan dan efisiensi perilaku kinerja.

  Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk suatu organisasi mempunyai kinerja yang baik, yaitu menyangkut pernyataan tentang maksud dan nilai-nilai, manajemen strategis, manajemen sumber daya manusia, pengembangan organisasi, konteks organisasi, desain kerja, fungsionalisasi, budaya, dan kerja sama.(Wibowo, 2007:67).

  Menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007:74), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

  1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

  2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

  3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

  4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

  5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

  Seperti diketahui tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi tersebut didukung oleh unit-unit kerja yang terdapat didalamnya. Terdapat beberapa cara untuk peningkatan kinerja karyawan. Menurut Stoner dalam Sutrisno (2010:184-185), mengemukakan adanya empat cara, yaitu: 1.

  Diskriminasi

  Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan yang adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia), penggajian, dan sebagainya.

  2. Pengharapan Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari organisasi. untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang tampil mengesankan dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang berhak.

  3. Pengembangan Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di atas standar, misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat terjamin keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya.

  4. Komunikasi Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para karyawan dan secara akurat mengomunikasikan penilaian yang dilakukannya. Untuk dapat melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan dan masalah apa saja yang dihadapi para karyawan dan bagaimana cara mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program pelatihan dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan.

  Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yakni memperoleh keuntungan. Organisasi perusahaan hidup karena aktivitas yang dilakukan oleh para karyawannya. Sesuai dengan unit kerja yang terdapat dalam organisasi perusahaan, maka masing-masing unit dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam unit dapat dinilai secara objektif. Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus. Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179) ada enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:

  1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

  2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan.

  3. Timeliness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.

  4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.

  5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisior untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

2.4 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan

  Pimpinan perusahaan merupakan orang yang paling berpengaruh untuk menentukan aktivitas dan kebijakan yang harus dijalankan oleh karyawan.

  Keberadaan seorang pemimpin di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor yang sangat menentukan bagi maju mundurnya organisasi. Dalam proses sosialisasi, peran pemimpin sangat diperlukan untuk memberikan dukungan dan koordinasi yang tepat bagi karyawan terutama karyawan baru untuk lebih memahami organisasinya. (Sutrisno, 2011:34).

  Menurut Wibowo (2007:66) kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat berperan dalam memengaruhi kinerja karyawan.

  Bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan pekerja; bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pekerja yang berprestasi; bagaimana mereka mengembangkan dan memberdayakan pekerjanya; sangat memengaruhi kinerja sumber daya manusia yang menjadi bawahannya. Namun, kinerja suatu organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh sumber daya manusia di dalamnya, tetapi juga oleh sumber daya lainnya seperti dana, bahan, peralatan,teknologi dan mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aditya (2010) dan Maramis (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan

  Hubungan antara budaya organisasi (organizational culture) dengan sukses-gagalnya kinerja suatu organisasi diyakini oleh para ilmuwan perilaku organisasi dan manajemen serta sejumlah peneliti akuntansi manajemen sangat erat. Budaya organisasi diyakini merupakan faktor penentu utama terhadap kesuksesan kinerja ekonomi suatu perusahaan (Kotter dan Heskett 1992, Hofstede 1991, Wilhelm 1992, Martin 1992, Mondy dan Noe 1996, Krietner dan Kinicki 1995, dan Luthans dalam Lako 2004:28). Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai (values) budaya organisasinya dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Pengelolaan secara efektif terhadap budaya organisasi dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif.

  Menurut Lako (2004:50) pembentukan budaya perusahaan yang kuat, adaptif dan transformasional diyakini Kotter dan Heskett (1992) dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja dan keunggulan perusahaan dalam jangka panjang. Budaya perusahaan yang kuat juga diyakini Smircich (1983) dapat berperan sebagai (1) variabel independen yang mempengaruhi praktik-praktik manajemen dan sikap pegawai, dan (2) sebagai variabel intern yang berperan mengkonseptualisasikan organisasi dalam proses produksi atau jasanya. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arif (2010) dan Porwani (2010) menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

  

2.6 Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Karyawan

  Dalam hubungan antara kepemimpinan dan budaya organisasi dengan kinerja terdapat pengaruh yang signifikan. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arif (2010) dan Maramis (2013) yang menunjukkan pengaruh positif kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.

2.7 Kerangka Konseptual

  Menurut Juliandi dan Irfan (2013:114) kerangka konseptual merupakan penjelasan ilmiah mengenai preposisi antarkonsep/ antar konstruk atau pertautan/ hubungan antarvariabel penelitian. Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah pengaruh dari Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Soci Mas Deli Serdang. Dengan variabel yang akan diteliti yaitu Kepemimpinan (X1) dan Budaya Organisasi (X2) sebagai variabel bebas, Kinerja Karyawan (Y) sebagai variabel terikat.

  Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka dapat digambarkan lebih lanjut sebagai berikut:

  Kepemimpinan (X1) Kinerja Karyawan Budaya

  Organisasi (X2)

Gambar : 2.3 Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat Teluk Nibung Kota TanjungBalai

0 0 29

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat Teluk Nibung Kota TanjungBalai

0 2 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntung

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Konteks Masalah - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

0 0 7

BAB II GAMBARAN UMUM PANTI ASUHAN AL-HAKIIM DI ACEH TAMIANG 1. Sejarah Aceh Tamiang - Koeksistensi Sistem Hukum Dalam Pengelolaan Pendidikan Panti Asuhan Al-Hakiim Desa Paya Kulbi Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 1 25

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Koeksistensi Sistem Hukum Dalam Pengelolaan Pendidikan Panti Asuhan Al-Hakiim Desa Paya Kulbi Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 24

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu - Strategi Pengembangan Ukm Melalui Analisis Swot Pada Bengkel Firdana Service Di Desa Tawar Sedenge, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Strategi Pengembangan Ukm Melalui Analisis Swot Pada Bengkel Firdana Service Di Desa Tawar Sedenge, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah

1 3 11

2.2 Pengertian Produk - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekuitas Merek Produk Sepatu Lari Nike (Studi Pada Pengguna Sepatu Lari Nike Di Lapangan Merdeka Medan)

0 0 21

Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Soci Mas Deli Serdang

0 0 17