BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.Suara Pernapasan - Reduksi Noise Dari Rekaman Suara Pernapasan Menggunakan Wavelet Transform Based Filter
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.Suara Pernapasan
Menurut Sovijärvi et al. (2000), suara pernapasan adalah semua suara yang berhubungan dengan pernapasan termasuk suara napas, suara adventif, suara batuk, suara dengkur, suara bersin, dan suara dari otot pernapasan. Sebagai catatan bahwa suara yang timbul saat bernafas tidak termasuk dalam suara pernapasan.
Menurut Baydar (2003), suara pernapasan dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok seperti suara napas dan suara adventif (abnormal). Suara napas yang terdengar dari dada subyek yang sehat disebut suara napas normal. Suara napas normal keduanya yaitu inspirasi dan ekspirasi. Keduanya terjadi ketika udara bergerak masuk dan keluar selama siklus pernapasan reguler. Suara adventif merupakan suara pernapasan tambahan dalam suara napas. Suara ini terjadi tanpa terduga selama siklus pernapasan reguler. Variabilitas yang cukup besar dalam karakteristik struktur suara pernapasan di antara individu, terkadang membuat sulit untuk memastikan keabnormalan suatu suara.
Gavriely & Cugell (1995) membagi suara adventif menjadi dua jenis utama. Yang pertama yaitu suara adventif kontinu, yang dinamakan, wheeze, rhonchi, dan
stridor . Yang kedua yaitu suara adventif diskontinu, yang dinamakan, crackle dan
. Kehadiran suara adventif diskontinu biasanya mengindikasi penyakit paru. squawkMenurut Matondang et al. (2003) suara napas dasar terdiri dari beberapa bagian yaitu: a.
Suara napas vesikular Adalah suara napas normal yang terjadi karena udara masuk dan keluar melalui jalan napas suara inspirasi lebih keras dan lebih panjang daripada suara ekspirasi dan terdengar seperti membunyikan „fff‟ dan „www‟. Suara napas abnormal akan melemah karena terjadi penyempitan bronkus (bronkostenois) dan setiap keadaan yang menyebabkan ventilasi berkurang atau bertambahnya hambatan konduksi suara, atau keduanya. Keadaan tersebut terdapat pada pasien yang menderita pneunomia, edema paru, pneumotoraks atau emfisema.
b.
Suara napas bronkial Pada suara ini terdengar inspirasi keras yang disusul oleh ekspirasi yang lebih keras, dapat disamaka n seperti bunyi „khkhkh‟. Dalam keadaan normal, suara napas bronkial hanya terdengar pada bronkus bear kanan dan kiri, di daerah parasternal atas di dada depan dan di daerah interskapular di belakang. Bila suara napas bronkial terdengar di tempat lain, berarti terdapat konsolidasi yang luas misalnya pada pneumonia lobaris.
c.
Suara napas amforik Suara napas ini menyerupai bunyi tiupan di atas mulut botol kosong, dapat didengar pada kaverne.
d.
Cog-wheel breath sound Menyatakan terdapatnya suara napas terputus-putus, tidak kontinu, baik pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi.
e.
Metamorphosing breath sound Suara napas ini dimulai dengan suara yang halus kemudian mengeras, atau dimulai dengan vesikular kemudian berubah menjadi bronkial.
Sedangkan suara napas tambahan pada auskultasi terdiri dari: a.
Ronki basah dan ronki kering Ronki basah adalah suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus (tidak kontinu) akibat getaran yang terjadi karena cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronki kering adalah suara kontinu yang terjadi karena udara melalui jalan napas yang menyempit akibat faktor intraluminar maupun faktor ekstraluminar. Ronki kering lebih jelas terdengar pada fase ekspirasi daripada fase inspirasi.
b.
Krepitasi Adalah suara alveoli. Krepitasi normal dapat terdengar di belakang bawah dan samping pada waktu inspirasi sesudah istirahat dalam keadaan telentang dalam beberapa waktu.
c.
Bunyi gesekan pleura (pleural fiction rub) Terdapat pada pleuritis fibrinosa suara yang terdengar adalah suara gesekan kasar seolah-olah dekat dengan telinga, baik pada fase inspirasi maupun ekspirasi.
d.
Sukusio Hippocrates Terdapat pada seropneumotoraks, yakni kalau dada digerak-gerakkan akan terdengar suara kocokan, suara ini jarang terdengar pada anak-anak. Pada keadaan ini biasanya dinding perut bagian atas tampak amat cekung.
2.2.Suara Napas Abnormal
Menurut Schriber (2011), ada beberapa jenis suara napas abnormal. Empat jenis yang paling umum adalah:
1. Rales (Crackles) Merupakan suara yang mengklik kecil, menggelegak, atau gemeretak suara di paru-paru. Diyakini terjadi ketika udara membuka ruang udara tertutup. Rales dapat dibagi lagi lebih lanjut sebagai moist, dry, fine, dan coarse.
2. Ronki Merupakan suara yang menyerupai mendengkur. Terjadi ketika udara diblokir atau menjadi kasar melalui saluran udara besar.
3. Wheezing Merupakan suara bernada tinggi yang dihasilkan oleh penyempitan saluran udara. Dapat didengar ketika seseorang bernafas keluar (menghembuskan).
Wheezing dan suara abnormal lainnya terkadang dapat terdengar tanpa stetoskop.
4. Stridor Merupakan suara seperti Wheezing yang didengar ketika seseorang bernafas.
Biasanya terjadi adalah karena penyumbatan aliran udara dalam pipa udara (trakea) atau di bagian belakang tenggorokan.
2.3.Karakteristik Suara Paru-paru dan Noise
Menurut Sukresno et al. (2009), puncak suara paru-paru normal biasanya terdapat pada frekuensi di bawah 100 Hz. Energi suara paru-paru menurun dengan tajam antara 100 - 200 Hz, tetapi masih dapat dideteksi pada atau di atas 800 Hz dengan alat sensitif.
Menurut Earis & Cheetham (2000), noise atau gangguan sinyal seperti suara otot pernapasan, suara gerak dada, suara jantung, dan suara frekuensi rendah lain, terdapat diantara frekuensi 50 sampai dengan 150 Hz.
2.4.WAVE
Format berkas WAVE merupakan bagian kecil dari spesifikasi RIFF Microsoft untuk penyimpanan berkas multimedia. Sebuah berkas RIFF dimulai dengan header berkas diikuti dengan urutan data chunk (Wilson, 2003).
Gambar 2.1 Format file WAVE Penjelasan mengenai gambar 2.1 dapat dilihat pada tabel 2.1.Tabel 2.1 Deskripsi format berkas WAVE Offset Ukuran Nama Deskripsi4 ChunkID “RIFF” dalam bentuk ASCII (0x52494646 big endian form)
4
4 ChunkSize (36 + Subchunk2Size) atau (4 + (8 + Subchunk1Size) + (8 + Subchunk2Size))
8
4 Format “WAVE” (0x57415645 big endian form)
12
4 Subchunk1ID “fmt” (0x666d7420 big endian form)
16
4 Subchunk1Size 16 untuk PCM
Tabel 2.1 Deskripsi format berkas WAVE (lanjutan) Offset Ukuran Nama Deskripsi20
2 AudioFormat PCM = 1 Nilai lebih dari 1 mengindikasi beberapa bentuk kompresi
22
2 NumChannels Mono = 1, Stereo = 2, dll
24
4 SampleRate 8000, 44100, dll
28
4 ByteRate SampleRate * NumChannels * BitsPerSample/8
32
2 BlockAlign NumChannels * BitsPerSample/8
34
2 BitsPerSample 8 bits = 8, 16 bits = 16, dll
36
4 Subchunk2ID “data” (0x64617461 big-endian form)
40
4 Subchunk2Size NumSamples * NumChannels * BitsPerSample/8
44 Data Data aktual suara *
2.5.Wavelet Transform
Walker & Foo (2003) menyatakan bahwa metode fourier hanya merinci konten spektral sebuah sinyal dalam domain frekuensi. Informasi domain waktu untuk kejadian tertentu menghilang selama transformasi fourier karena preservasi dari kejadian waktu tidak dianggap. Kondisi ini dapat diabaikan jika sinyal stasioner. Namun, untuk sinyal stasioner seperti ucapan, waktu dan informasi domain frekuensi penting untuk menghindari hilangnya informasi yang signifikan dalam sinyal. Walker & Foo (2003) mengajukan analisis wavelet sebagai metode alternatif untuk mengatasi masalah pada Fourier. Wavelet menggunakan konsep analisis multiresolusi (contohnya representasi waktu dan skala frekuensi) untuk memproduksi dekomposisi yang presisi dari sinyal sehingga didapatkan representasi sinyal yang akurat. Detil karakteristik seperti diskontinuitas kecil, kesamaan, dan bahkan derivasi orde tinggi yang dapat disembunyikan oleh analisis fourier konvensional dapat terungkap.
Wavelet merupakan keluarga dari fungsi a,b (t) diturunkan dari sebuah base ψ
wavelet ψ(t), disebut dengan “mother wavelet”, oleh dilatasi dan translasi (Cohen &
Kovačeviċ 1996), sebagai contoh pada persamaan (2.1).(2.1) ( )
( )
√ Dimana a adalah parameter dilatasi (skala) dan b adalah parameter translasi.
), dimana
Continuous wavelet transform dari satu dimensi (1-D) fungsi f(t) L2(
L2( ) menunjuk vector space yang dapat diukur, square-integrable 1-D fungsi f(t), didefinisikan dalam Hilbert space, sebagai proyeksi fungsi di atas wavelet set a,b (t) ,
ψ sebagai contoh pada persamaan (2.2).
(2.2) ( ) 〈 ( )
〉 ∫ ( )
√
Dimana * merepresentasikan konjugasi kompleks. Oleh karena set a,b (t)
ψ
merentang space berisikan f(t), rekonstruksi f(t) dapat dicapai melalui inverse wavelet transform (IWT), didefinisikan pada persamaan (2.3).
(2.3) ( )
∫ ∫ ( ) ( ) Dimana didefinisikan pada persamaan (2.4) dan
̂( ) adalah fourier
transform (FT) dari ψ(t).
| ̂( )|
(2.4) ∫
| |
2.6.Analisis Multiresolusi
Analisis dengan wavelet transform dilakukan dalam basis multi dimensi. Sehingga dapat dilakukan suatu dekomposisi pada suatu sinyal dalam beberapa tingkat (level), dimana tiap tingkat merepresentasikan suatu informasi yang terkandung dalam suatu sinyal. Secara skematis, tahapan untuk melakukan multiresolution decomposition dapat dilihat pada gambar 2.2.
D 1 g[n] ↓2 ↓2
D 2 x[n] g[n] ↓2
↓2 A 1 D 3 h[n] g[n] ↓2
↓2 ↓2
↓2 A 2 h[n]
↓2 ↓2
A 3 h[n] ↓2 ...
↓2
Gambar 2.2 Penerapan dekomposisi pada Discrete Wavelet Transform; dimana g[n]adalah high pass filter; h[n] adalah low pass filter Analisis wavelet pada dasarnya merupakan pergeseran dan penskalaan suatu bentuk energi terbatas yang disebut mother wavelet
ψ(t) terhadap sinyal yang
diinginkan. Sehingga transformasi wavelet diskrit dapat dituliskan pada persamaan (2.5).
⁄
(2.5) ( )
( ) Dimana j adalah parameter perluasan (penskalaan) dan k adalah parameter pergeseran. Dalam praktisnya, transformasi wavelet yang diwujudkan dalam dekomposisi sinyal masukan, terbagi menjadi dua bentuk gelombang berdasarkan jenis filter yang digunakan. Low pass filter menghasilkan suatu bentuk gelombang yang disebut aproksimasi dan high pass filter menghasilkan bentuk gelombang acak yang disebut detail. Pembentukan kedua gelombang tersebut menggunakan pendekatan analisis resolusi jamak terhadap frekuensi yang berbeda. Yang dimaksud dengan resolusi adalah pemisahan dari setiap sinyal yang berubah-ubah menjadi bobot (skala) deret cuplikan yang digeser. Jadi, analisis resolusi jamak berhubungan dengan penskalaan wavelet. Gelombang yang dihasilkan dari pemfilteran low pass yaitu aproksimasi, akan diperluas oleh satu fungsi translasi yang disebut father wavelet atau fungsi penskalaan yang dapat ditulis pada persamaan (2.6).
⁄
(2.6) ( ) ( ) Adapun gelombang yang dihasilkan dari filtrasi high pass yaitu detail akan diperluas oleh suatu fungsi translasi dengan parameter penskalaan tertentu yang disebut mother wavelet atau fungsi wavelet yang dapat dituliskan pada persamaan (2.7).
⁄
(2.7) ( )
( ) Sehingga hubungan fungsi wavelet dan fungsi penskalaan untuk sinyal masukan s dapat dituliskan pada persamaan (2.8).
(2.8) ∑
( ) ∑ ( ) ∑ Dalam perluasan ini, koefisien-koefisien C ditunjukkan sebagai koefisien-
k
koefisien aproksimasi pada skala J . Adapun koefisien-koefisien d j,k merepresentasikan detail sinyal pada skala yang berbeda. Hubungan koefisien- koefisien wavelet terhadap sinyal masukan dapat ditulis dalam persamaan (2.9) dan persamaan (2.10).
(2.9) ( ) ( )
(2.10) ( )
( )
2.7. Denoising
Prinsip kerja proses menghilangkan gangguan sinyal atau noise menggunakan transformasi wavelet diskrit pada dasarnya dibagi menjadi tiga proses (Fahruzi, 2012), yaitu: 1.
Proses dekomposisi sinyal suara menjadi band-band frekuensi. Dekomposisi yang dilakukan pada sinyal suara sampai level 8 dengan menggunakan
Daubechies (db4) sebagai mother wavelet-nya.
2. Detail koefisien pada proses dekomposisi digunakan untuk menemukan nilai standar untuk proses denoising sinyal suara.
3. Hasil proses threshold terhadap detail koefisien. Sinyal suara selanjutnya direkonstruksi secara up sampling untuk menghasilkan sebuah sinyal suara yang bersih dari noise.
2.8.Threshold
Ada dua jenis teknik dalam melakukan threshold, yaitu soft thresholding dan hard
thresholding (Mertins, 1999). Soft thresholding ditunjukkan dalam persamaan non-
linier (2.11). Hard thresholding ditunjukkan dalam persamaan non-linier (2.12).( ) ( )
(2.11) ̂( ) { ( )
( ) | ( )|
( ) ( ) (2.12)
̂( ) { ( ) ( )
| ( )|
2.9.Signal-to-Noise Ratio (SNR)
Signal-to-noise ratio secara umum dapat didefinisikan sebagai rasio berdimensi power
sinyal dengan power noise yang terkandung dalam sebuah rekaman (Johnson, 2006).(2.13) ( ) dimana:
signal = power rata-rata sinyal
P
noise = power rata-rata noise
P
signal = root mean square (RMS) amplitudo sinyal
A = root mean square (RMS) amplitudo noise A noise
Jika terdapat sebuah set n {x
1 , x 2 , ..., x n }, maka RMS dapat didefinisikan seperti pada persamaan (2.14).
(2.14) √ )
( SNR dapat disajikan dalam desibel seperti pada persamaan (2.15).
(2.15) ) ] ( )
[( Semakin besar nilai SNR, menunjukkan perbaikan terhadap sinyal. Sebaliknya semakin kecil nilai SNR, menunjukkan bahwa sinyal mengalami penurunan kualitas atau mengalami kerusakan (Sukresno et al. 2009).
2.10.Penelitian Terdahulu
Di bagian ini akan dijabarkan beberapa penelitian terdahulu. Pada tabel 2.2 akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik ini.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Metode yang KeteranganDigunakan
1 Hadjileontiadis 1997 Wavelet Transform Mengombinasikan & Panas Based Stationary- multiresolution analysis
Nonstationary Filter dengan hard thresholding
2 Hadjileontiadis 1998 Wavelet Transform Memisahkan bagian suara & Panas Based Stationary- jantung dan suara paru- Nonstationary Filter paru.
3 Hossain & 2003 Wavelet Transform Mereduksi suara jantung Moussavi Based Filter pada sinyal suara paru- paru yang telah direkam pada laju aliran rendah dan menengah.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu (lanjutan) No. Peneliti Tahun Metode yangDigunakan Keterangan
4 Falk & Chan 2008 Spectro-Temporal Representation
Filter modulasi bandpass & bandstop dirancang untuk memisahkan sinyal suara jantung & sinyal suara paru-paru dari rekaman suara napas
5 Riella et al. 2009 High Pass Filtering Eliminasi suara jantung dan suara adventif kontinu jenis lain seperti ronki.
6 Sukresno et al. 2009 Filter Adaptif Filter adaptif dirancang sebagai noise cancellar dengan algoritma
recursive least square
(RLS) untuk mereduksi suara jantung dari rekaman paru-paru.