BAB II LATAR BELAKANG KEBUDAYAAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI AJIBATA DAN TOMOK - Musik Di Kapal Penumpang Ajibata Tomok: Analisis Repertoar, Konteks dan Fungsi Sosial

BAB II LATAR BELAKANG KEBUDAYAAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI AJIBATA DAN TOMOK Pada bab ii akan dijelaskan secara singkat mengenai latar belakang

  10

  11

  kebudayaan masyarakat batak toba di Ajibata dan Tomok . Penjelasan meliputi letak geografis, mata pencaharian, bahasa, sistim realigi, kebudayaan lokal dan sejarah ringkas pelabuhan Ajibata dan Tomok. Berikut adalah uraian tersebut secara umum.

2.1 Letak Geografis

  Peta 1.1: Peta wilayah Kabupaten Samosir (Wikipedya)

  12 Ajibata adalah nama dari salah satu kecamatan dari 16 kecamatan yang 10 ada di Kabupaten Toba Samosir yakni, kecamatan Ajibata. Kecamatan Ajibata 11 Tepatnya desa Pardamean Ajibata. 12 Tepatnya desa Tomok dan desa tomok Parsaoran.

  Kecamatan Ajibata, Balige, Bonatua Lunasi, Borbor, Habincaran, Lumban Julu, Laguboti, Nassau, Pintu Pohan Meranti, Parmaksian, Siantar Narumonda, Sigumpar, Silaen, Porsea, Tampahan dan Uluan.

  13

  terdiri dari 10 desa/kelurahan. Kecamatan Ajibata terletak pada 02 ° 32’ – 02°

  40’ 46” LU dan 98° 56’ – 99° 04’ 14” BT yang terletak di atas permukaan laut 908 Meter. Kecamatan Ajibata juga merupakan kecamatan terluar dari wilayah Kabupaten Toba Samosir yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Simalungun, tepatnya Kota Parapat. Di Kecamatan Ajibata terdapat tiga desa/kelurahan yang menggunakan nama Ajibata yaitu, desa Pardamean Ajibata, Pardomuan Ajibata dan kelurahan Parsaoran Ajibata. Sedangkan pelabuhan Ajibata yang dimaksud di dalam tulisan ini tepatnya berada di desa Pardamean Ajibata. Untuk itu, latar belakang masyarakat batak toba di Ajibata yang dimaksud dalam bab ini fokusnya adalah di desa Pardamean Ajibata.

  Desa Pardamean Ajibata merupakan salah satu desa dari 10 desa/kelurahan yang ada di kecamatan Ajibata. Adapun desa Pardamean Ajibata terletak antara batasan

  • – batasan wilayah yaitu:

   Sebelah Utara: Parapat  Sebelah Selatan: Kelurahan Parsaoran Ajibata  Sebelah Barat: Danau Toba, dan  Sebelah Timur: Desa Pardomuan Ajibata.

  Berdasarkan hasil Badan Pengelolaan Statistika atau BPS T ℎ 2014,

  2

  luas wilayah Pardamean Ajibata adalah 6 . Penduduk yang berdomisili di desa ini berkisar 1.586 Jiwa dari 391 KK dengan perincian 801 pria dan 785 perempuan(Propil desa Pardamean Ajibata : 2014 )

  Tomok dalam tulisan ini meliputi dua desa yakni desa Tomok dan desa 13 Tomok Parsaoran. Kedua desa ini pada umumnya selalu disebut masyarakat

  

Desa Horsik, Sigapiton, Sirukkungon, Motung, Pardomuan Motung, Parsaoran Sibisa, Pardamean Sibisa, Pardomuan Ajibata, Pardamean Ajibatadan Kelurahan Parsaorang Ajibata. sebagai Tomok. Meskipun demikian Tomok dan Tomok Parsaoran telah terpisah secara administratif wilayah desa. Pelabuhan Tomok yang dimaksud pada tulisan

  14

  ini ada 2 yakni, Pelabuhan Tomok Tour tepatnya berada di desa Tomok dan Pelabuhan Sumber Jaya yang tepatnya berada di desa Tomok Parsaoran.

  Pelabuhan Tomok Tour adalah pelabuhan kenaikan penumpang yang ingin menyeberang menuju pelabuhan Ajibata sedangkan Pelabuhan Sumber Jaya adalah pelabuhan untuk Turunya penumpang yang datang dari Pelabuhan Ajibata.

  Peta 1.2: Kabupaten Wilayah Kabupaten Samosir(Wikipedya)

  15 Kedua desa tersebut berada di salah satu kecamatan dari 16 kecamatan

  yang ada di Kabupaten Samosir yakni, Kecamatan Simanindo. Kecamatan

  14 15 Kedua pelabuhan tersebut berjarak kurang lebih 100 m.

  

Pangururan, Simanindo, Ronggur Nihuta, Palipi, Onan Runggu, Nainggolan, Sitio-tio, Sianjur

Mula-mula dan Harian.

  16 Simanindo yang berpusat di desa Ambarita terdiri dari 21 desa/kelurahan.

  Secara geografis Kecamatan Simanindo terletak pada 2 ° 32’ – 2° 45’ LU dan 98°

  50’ BT. Tomok dan Tomok Parsaoran pada kecamatan ini merupakan pintu gerbang yang berada di sebelah Timur Pulau Samosir.

  Berdasarkan hasil pendataan Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD tahun

  2

  2014 desa Tomok memiliki luas wilayah berkisar 10,3 . Penduduk yang berdomisili di desa ini berjumlah 2859 jiwa dari 607 KK dengan perincian 1836

  2

  pria dan 1023 perempuan dengan kepadatan penduduk 275 iwa/ . Adapun desa Tomok berdasarkan Propil Desa(2014) terletak antara batasan

  • – batasan wilayah yaitu:

   Sebelah Utara: Tomok Parsaoran  Sebelah Timur: Danau Toba  Sebelah Selatan: Desa Huta Ginjang, dan  Sebelah Barat: Kecamatan Rongurni Huta

  2 Sedangkan Desa Tomok Parsaoran memiliki luas wilayah sekitar 8 .

  Penduduk yang menetap di desa ini adalah 1.399 Jiwa dari 292 KK dengan Perincian 682 Pria dan 717 Perempuan dengan kepadatan penduduk 174

  2 jiwa/ (Propil Desa Tomok Parsaoran 2014).

  Adapun desa Tomok Parsaoran berdasarkan Profil Desa terletak antara batasan-batasan wilayah yaitu:  Sebelah Utara: Kecamatan Ronggurni Huta 16  Sebelah Selatan: Desa Tomok

  

Ambarita, Tomok, Tomok Parsaoran, Simanindo, Cinta Dame, Dosroha, Garoga, Huta Ginjang,

Maduma, Marlumba, Martoba, Sihusapi, Parbalohan, Pardomuan, Parmonangan, siallagan, Pinda Raya, Simanindo Sangkal, Simarmata, Tanjungan, Unjur dan kelurahan Tuk-Tuk.

   Sebelah Timur: Danau Toba, dan  Sebelah Barat: Garoga

2.2 Mata Pencaharian Penduduk

  Menurut sekretaris desa Parsaoran Ajibata, Motjan Natal Sitio, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pedagang dan petani, sebagaian kecil karyawan

  17

  18

  swasta, PNS, ahli bangunan, sopir, buka usaha , anak buah kapal seniman atau pemusik dan ada juga yang menggantungkan hidupnya dari menangkap ikan yang ada di perairan danau toba. Beliau menambahkan bahwa tidak sedikit masyarakat, meskipun mempunyai pekerjaan menetap, yang menambah pendapatannya dari pertanian. Meskipun tidak semua masyarakatnya memiliki lahan pertanian, tetapi mereka mendapat kesempatan besar ketika Departemen Kehutanan Toba Samosir pada tahun 2007 memperbolehkan sekitar 70 Hektar lahan, tepatnya di desa Motung, untuk diolah oleh masyarakat sekecamatan Ajibata, dengan ketentuan mereka harus menanam pohon di sekitar lahan yang diolah setiap masyarakat.

  19 Berdasarkan keterangan Bapak Hotman Sidabutar dan Ibu Asima

20 Silalahi desa Pardamean Ajibata tidak jauh berbeda dengan desa Tomok dan

  Tomok Parsaoran, dimana mayoritas penduduknya adalah bertani dan berdagang dan sebagian kecil nelayan, pemusik, ahli bangunan, pengrajin soeuvenir, PNS, sopir, buka usaha, anak buah kapal karyawan swasta dan karyawan hotel. Tetapi jumlah pedagang souvenir, di desa Tomok dan Tomok parsaoran, jauh lebih

  17 18 Usaha grosir, bengkel, ponsel, rumah makan, warnet, Vlash Station Anak buah kapal adalah orang yang bekerja di kapal termasuk nahoda, kernet, agen kapal dan 19 semua pekerjaan yang memanfaatkan semua jenis kapal di dananu toba. 20 Kepala Desa Tomok Sekretaris desa Tomok Parsaoaran banyak dari jumlah yang ada di desa Pardamean Ajibata, yang kenyataannya bisa di hitung dengan jari.

  Desa Tomok dan Tomok Parsaoran dari sisi ekonomi memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Salah satu potensi yang nampak adalah masih luasnya lahan tidur khususnya di dusun III Tomok, dimana lahan ini sangat cocok dikembangkan menjadi areal pertanian terkhusus tanaman pangan dan palawija, sayur dan buah, serta tanaman coklat yang telah terbukti dapat tumbuh dan produktif. Pertanian yang dikembangkan selama ini masih pertanian tradisional seperti padi, cokelat, bawang, cabai, cengkeh, kemiri dan lain-lain. Untuk itu dibutuhkan sebuah pembaharuan dibidang pertanian untuk meningkatkan pertanian. Keterbatasan lahan dan teknologi pertanian yang ramah lingkungan mutlak diperlukan. Selain untuk pertanian lahan ini juga bisa dikembangkan untuk lahan peternakan, khususnya peternakan besar seperti Sapi, Kerbau dan Kambing (RPJM-Desa/KPMD Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir : 2014 : 16).

  21 Menurut Oppu Jipolo Silalahi , selain dari potensi pertanian salah satu

  yang sangat memungkinkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Tomok dan Tomok Parsaoran adalah potensi pariwisata. Begitu banyak orang yang ingin berwisata ke daerah Tomok ini, namun setelah melihat langsung ternyata tidak seperti yang mereka pikirkan, terutama karena dukungan infrastruktur yang belum memadai, masyarakatnya yang kurang ramah, kebersihan dan hargajasa yang sangat mahal. Beliau bahkan menegaskan: 21mengapa bali bisa dan kita tidak bisa,mengapa wisatawan khusunya turis

  Oppu Jipolo Silalahi adalah seorang tokoh masyarakat di desa Tomok Parsaoran dan merupakan Pensiunan Pemkab Samosir Kantor Dinas Tenaga Kerja Persiapan

  semakin menurun dibandigakan 30 tahun yang lalu kata Beliau dengan lantang.

  Setelah beliau mengetahui bahwa Penulis berasal dari Kecamatan Ajibata, kemudian beliau menambahkan bahwa jika daerah Tomok ini meningkat terlebih dari segi Pariwisata, otomatis Kecamatan Ajibata juga pasti meningkat karena orang yang berwisata ke Tomok ini bisa lewat Ajibata dan Tigaraja, “tergantung

  kalian lah bagaimana supaya orang lebih memilih lewat Ajibata daripada Tiga Raja

  ” tutur beliau.

2.3 Bahasa

  Berdasarkan variasi dialek bahasa, seluruh etnik toba dapat dikategorisasikan ke dalam empat wilayah, yaitu : Silindung, Humbang, Toba, dan Samosir. Mereka secara umum menggunakan bahasa batak toba dengan penekanan dan intonasi yang sedikit berbeda(Samosir 1988: 44). Variasi dialek dalam bahasa Batak Toba tersebut hanyalah mengandung sedikit perbedaan. Pada umumnya, perbedaan itu mencakup intonasi (lagu kalimat), dimana wilayah Tapanuli Utara termasuk menggunakan pemakaian bahasa batak toba yang lebih “halus”. Di wilayah Samosir, termasuk desa Tomok dan desa Tomok Parsaoran, masyarakatnya menggunakan bahasa batak toba yang kurang halus at au “sedang”. Sementara di wilayah Toba termasuk Pardamean Ajibata mengunakan bahasa batak toba yang sedikit “kasar” dengan nada yang sedikit lantang.

  Disamping itu Ajibata sebagai wilayah yang sangat mudah disentuh perkembangan jaman dan teknologi terutama bagi kaum muda banyak kata-kata yang bermunculan dan sering dugunakan dalam bahasa sehari-hari seperti, bang,

  ces, les, dek, konco, coy dan masih banyak sebutan yang lain kepada yang di anggap akrab. Kata lae pun telah jarang digunakan di Ajibata karena sebagian besar dari kaula muda beranggapan kata lae itu merupakan bahasa yang terlalu sopan dan sering digunakan oleh orang yang dewasa. Mereka lebih sering menggunakan kata bang, les, sebagai pengganti kata lae. Demikian juga penggunaan kata anggia yang sering digunakan sesama laki-lagi terhadap orang yang lebih mudah dari mereka telah berubah menjadi dek. Tidak sedikit juga dari kaum pemuda Ajibata yang telah menggunakan bahasa Indonesi sebagai bahasa sehari-hari.

  Berbeda dengan daerah Tomok sebagai daerah yang paling sering di kunjungi para wisatawan. Bahasa batak toba yang mereka gunakan sedikit lebih halus dari bahasa yang tigunakan oleh masyarakat Ajibata. Seperti penggunaan kata le, anggia, ito dan bahasa batak yang sopan masih kerab kita dengar pada masyarakat ini. Namun demikian meskipun ada pengurangan dan penambahan kata-kata yang digunakan di ketiga desa tersebut diatas, di samping perbedaan tersebut penggunaan bahasa yang halus akan kita jumpai misalnya dalam situasi sosial pada aktivitas adat istiadat.

  Terlepas dari variasi dialek bahasa, bahwasanya bahasa yang digunakan di dalam kehidupan bermasyarakat di desa Pardamean Ajibata,Tomok dan tomok Parsaoran adalah bahasa ibu, yaitu bahasa Batak Toba di samping bahasa resmi pemerintah yaitu Bahasa Indonesia. Menurut Andi Sirait Penasehat Punguan Naposo Bulung Ajibata (NBA), bahasa yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi sehari hari adalah bahasa batak toba. Bahasa Indonesia digunakan ketika ingin berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal karena dianggap sebagai orang yang hendak melakukan kunjungan wisata. Selain itu bahasa Indonesia juga banyak digunakan oleh kaum remaja yang duduk di bangku sekolah tetapi bukan berarti mereka titak tahu bahasa batak toba. Tidak jauh berbeda dengan masyarakat Tomok dan Tomok Parsaoran. Menurut Ibu D. Manurung salah satu pemilik toko souvenir di Tomok, memang bahasa sehari-hari yang digunakan sesama masyarakat setempat adalah bahasa batak toba, tetapi masyarakat tomok khususnya pemberi layanan jasa yang berkaitan denga pariwisata tentunya menggunakan bahasa Indonesia kecuali lawan bicara yang di tawarkan barang/jasa tersebut menanggapi dengan bahasa batak.

  Lae Daniel Sidabutar sebagai kernet kapal lebih memilih bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di dalam kapal. Beliau mengatakan bahwa tidak semua penumpang kapal mengetahui bahasa batak, karna bukan orang batak toba saja penumpang di kapal tersebut, apalagi jika penumpang tersebut ingin berwisata dan berasal dari etnis di luar Sumatera Utara bahkan dari Luar Negeri. Bahasa Indonesia lebih efektif digunakan karena paling tidak masyarakat Indonesia secara umum sudah mengerti bahasa Indonesia. Jadi, “meskipun bahasa Indonesia saya

  batak kali, yang penting penumpang mengerti ” tuturnya.

2.4 Sistem Religi

  Sistem kepercayaan masyarakat batak toba pada umumnya sebelum di sentuh para missionaris adalah menganut sistem Paganisme. Paganisme adalah suatu campuran dari kepercayaan realigi kepada dewa-dewa, pemujaan yang bersifat animisme terhadap roh-roh yang sudah meninggal, dan dinamisme terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib. (Vergouwen dalam Hutapea, 1995:34)

  Pada akhir tahun 1870-an dan awal tahun 1880 masyarakat Batak Toba secara besar-besaran masuk agama Kristen yang diperkenallan oleh

22 Nomensen (Hutapea, 1995:32). Perubahan secara pesat ini terjadi karena beberapa raja di tanah batak yang berpengaruh juga masuk agama Kristen.

  Dimana masyarakat batak toba adalah masyarakat yang suka mengikuti pemimpinnya dalam segala hal termasuk agama, sehingga konversi pemimpin- pemimpin oarang batak tersebut mengakibatkan konversi massa dari keluarga- keluarga dan para pengikutnya. Hal ini didukung pula oleh nilai filosofis yang terkandung pada peribahasa batak toba : eme na masak di gagat ursa (sampiran)

  Ia i na masa ba ima ni ula ( menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi ). Ada

  juga istilah dalam batak toba yang mengatakan molo suhar bulu di tait dongan ba

  suhar do taiton (mengikuti kemauan massa sesuai dengan kondisi dan situasi)

  (Sangti 1977 : 182) Seiring masuknya Kristen ke tanah batak sampai saat ini masyarakat batak toba secara umum telah menganut agama Kristen dan ada sebagian kecil

  23 menganut kepercayaan Parmalim . 22 Nomensen adalah seorang misionaris berkebangsaan Jerman yang berhasil menyebarkan 23 Agama Kristen Protestan ke tanah batak.

  

Secara historis, religi Parmalim pertama kali diprakarsai oleh seorang datu bernama Guru

Somaliang Pardede (Horsting 1914; Tichelman1937; Helbig 1935), seorang yang sangat dekat dengan Sisingamangaraja XII (raja terakhir dari dinasti Sisingamangaraja). Menurut beberapa penulis Barat, ajaran ini dijalankan oleh para pengikut Sisingamangaraja (khususnya oleh dua orang pemimpin perangnya, Guru Somaliang dan Raja Mulia Naipospos), dengan tujuan untuk melindungi kepercayaan dan kebudayaan tradisional Batak Toba dari pengaruh Kristen, Islam, dan kolonialis Belanda (Sidjabat 1983:326) Masashi Hirosue (1988:75-76) berpendapat bahwa gerakan Parmalim merupakan ‘gerakan anti mesianis-kolonial’yang ingin menghancurkan kerajaan. Sidjabat (1983:326) percaya bahwa Sisingamangaraja sendiri sebagai penemu/pendiri sekte Parmalim Sitor Situmorang (1993) menjelaskan sebuah interpretasi historis mengenai munculnya sekte Parmalim dengan sedikit berbeda. Ia (Situmorang 1993:63) mengatakan bahwa Somaliang telah datang kepada Raja Sisingamangaraja XII dan m enyatakan mengenai’visi’nya untuk mendirikan sekte Parmalim masyarakat Batak Toba.(Dalam Harahap 2000 : 30)

  Demikian halnya di desa Pardamean Ajibata, berdasarkan data yang tercantum dalam papan monografi desa Pardamean Ajibata yang didukung oleh keterangan Sekdes mayoritas peduduknya adalah beragama Kristen Protestan dan Katholik. Adapun beberapa masyarakat yang beragama Muslim adalah masyarakat pendatang. Ada 5 Gereja di desa ini yaitu : HKBP(Huria Kristen Batak Protestan), GBI(Gereja Betel Indonesia), GBIS(Gereja Betel Injil Sepenuhnya) Narwastu. GBIS dan Katholik. Namun demikian ada juga masyarakatnya yang beribadah di Gereja HKI(Huria Kristen Indonesia) dan Adven yang berada di kelurahan Parsaoran Ajibata. Masyarakat Ajibata yang beraagama Kristen Protestan tergabung dalam Gereja Lutheran seperti, HKBP 34% dari jumlah penduduk, dan HKI 27, ada juga yang tergabung dalam Gereja Kharismatik seperti, GBI 4%, GBIS Narwastu 6%, dan GBIS 6%. Lalu ada juga yang tergabung dalam Gereja Masehi yaitu gereja Adven 5% dan Gereja Katholik 15%. Sampai sejauh ini berdasarkan yang saya survei langsung dan setelah

  24

  berbincang-bincang dengan sekdes desa Pardamean Ajibata belum ada Mesjid atau Musholah di desa ini.

  Berbeda dengan masyarakat Tomok, dimana masih ada sebagian kecil masyarakat yang menganut kepercayaan Parmalim. Berdasarkan keterangan Ibu M. Manurung jumlah yang menganut kepercayaan Parmalim di desa Tomok ada

  10KK. Agama yang paling dominan pada masyarakat Tomok adalah Kristen

  25 Protestan yaitu 1873 Jiwa dan Khatolik 954 Jiwa dan Islam

  32 Jiwa. Masyarakat 24 yang menganut Kristen Protestan terdiri dari HKBP Tomok 80%, GKPI(Gereja

  

Melakukan wawancara dengan sekdes Pardamean Ajibata di kantornya Selasa 31 Februari 2015

25 dan sekaligus mensurvei ke lapangan.

  Islam yang ada di Tomok merupakan pendatang dan mereka beribadat di Musolah yang ada di Tuk-Tuk karana belum ada Musolah Di Tomok. Kristen Protestan Indonesia) Tomok 15% dan GSJA(Gereja Sidang Jemaat Allah) Tomok 5%. Demikian juga desa Tomok Parsaoran di dominasi oleh Protestan(HKBP) 653 jiwa, Khatolik 224 Jiwa, Muslim 70 Jiwa dan Budha 4 Jiwa( Propil Desa Tomok : 2014 dan Propil Desa Tomok Parsaoran : 2014)

2.5 Kebudayaan Lokal

2.5.1 Kesenian Lokal

  Untuk membicarakan kesenian lokal yang terdapat pada masyarakat batak toba di Pardamean Ajibata, Tomok, dan Tomok Parsaoran, penulis melihatnya melalui 3 cabang seni yang ada di daerah ini yaitu seni musik, seni tari dan seni ukir atau pahat.

2.5.1.1 Seni Musik

  Seni musik pada masyarakat batak toba dapat dikelompokkan ke dalam dua bahagian besar yaitu musik vokal dan musik intrumental. Berdasarkan kegunaan dan tujuan lagu, musik vokal pada masyarakat batak toba dibagi menjadi delapan jenis, yaitu : ende mandideng (menidurkan anak), ende sipaingot (nyanyian nasehat), ende pargaulan (nyanyian muda-mudi), ende tumba (nyanyian muda-mudi sambil menari), ende sibaran (nyanyian individu tenteng penderitaan), ende pasu-pasuan (nyanyian pemberkatan), ende hata (nyanyian bersajak), dan ende andung yaitu, nyanyian ratapan (Pasaribu 1986 : 27

  • – 28)

26 Menurut bapak B Sirait kedelapan jenis ende ini sudah jarang di temui di

  26 masyarakat Pardamean Ajibata. Ende mandideng yang mereka gunakan telah

  Salah satu pemusik dari desa Pardamean Ajibata berbahasa Indonesia seperti nina bobo, dan bobolah adek. Ende tumba juga telah jarang dijumpai, hanya pada saat perayaan HUT RI setiap SD masih sering membawa lagu tumba dengan tarian tumba. Keadaan ini sama halnya dengan

  27 Tomok dan Tomok Parsaoran menurut keterangan Lundu Sidabutar salah satu pemusik dari Tomok.

  Tidak bisa dipungkiri pengaruh musik populer juga sangat besar terhadap ketiga desa ini. Sejak berkembangnya musik pop daerah khusunya Trio Batak, masyarakat sangat menggemari lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Trio Batak.

  Masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis ensambel musik, yaitu

  28

  29

gondang sabangunan , gondang hasapi . Tiap ensambel memiliki alat-alat

  musik tersendiri kecuali alat musik hesek. Hal yang lain menjadi ciri dari kedua ensambel gondang ini keseluruhan komposisinya berupa musik instrumental.

  Alat-alat musik yang yang terdapat pada ensambel gondang hasapi tidak dimainkan pada ensambel gondang sabangunan, demikian pula sebaliknya (Hutajulu dan Harahap 2005: 21) (Kontradiksi dengan kalimat sebelumnya: Tiap ensambel memiliki alat musik tersendiri kecuali hesek).

  Kedua ensambel musik ini digunakan sebagai pengiring tarian seremonial, yaitu tortor. Ada perbedaan dalam formasi instrumentasi dari kedua ensambel, namun yang sangat jelas perbedaannya terletak pada karakter instrumennya, penggunaannya maupun aspek musiknya (Purba dalam Pasaribu 2004 : 62

  B.Sirait mengatakan bahwa di desa Pardamean Ajibata mengenal dua ensambel yaitu gondang sabangunan dan gondang hasapi. Gondang sabangunan 27 di desa ini biasanya digunakan pada upacara saur matua dan mengokkal holi. 28 Salah satu pemusik dari desa Tomok 29 Terdiri dari sarune bolon, tagading, gordang bolon, ogung, hesek dan odap.

  Terdiri dari sarune etek, hasapi ende, hasapi doal, garantung dan hesek. Sedangkan gondang hasapi adalah pada upacara penikahan. Namun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa ensambel gondang hasapi dengan formasi hasapi,

  sulim, sarune etek, garantung dan hesek sudah jarang dijumpai didesa ini. Hal ini

  disebabkan besarnya pengaruh musik Barat khususnya Keyboard. Oleh karena Itu formasi musik pengiring tortor khususnya dalam upacara perkawinan di dasa Pardamean Ajibata adalah Keyboard, Sulim, tagading, dan hasapi. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan desa Tomok dan Tomok Parsaoran. Perbedaannya dimana masyarakat Parmalim yang ada Tomok selalu menggunakan ensambel gondang sabangunan baik pada upacara sau matua, mangokkal holi dan pernikahan.

2.5.1.2 Seni Tari

  Seni tari yang ada pada masyarakat batak toba adalah Tortor. Tortor adalah tarian seremonial yang dapat kita jumpai pada setiap upacara batak toba yang selalu berkaitan erat dengan musik dengan gondang. Tortor tidak dapat terjadi tanpa gondang. Hati-hati di dalam menyebutkan tortor sebagai seni tari..

  Tortor bukanlah ‘seni tari’ seperti halnya kita memahami ‘tumba’, sebagai suatu seni gerak tubuh. Tortor adalah bagaian dari pelean maupun ritual, dan tortor hanya ditampilkan dengan iringan gondang, serta hanya dilakukan ketika dialog verbal tidak mampu untuk menguraikannya. Tortor adalah sebuah pernyataan ritual dan religius.

  Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dalam dari gerakan-gerakannya menunjukkan bahwa tortor adalah sebuah media komunikasi, dimana melalui gerakan-gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara paetisipan. (Purba dalam Pasaribu 2004 : 64).

  Selain tortor seremonial, masyarakat batak toba khusunya dan di tomok mengenal tortor sawan dan tortor tunggal panaluan. Namun totor yang di Ajibata tidak dapat kita jumpai lagi, tetapi kita dapat menemukannya di Tomok yaitu tortor sigale-gale .

2.5.1.3 Seni Ukir Atau Pahat

  Seni ukir atau pun pahat pada masyarakat batak toba masih dapat kita temukan khususnya di daerah Tomok dan Ajibata. Masyarakat yang rajin mengukir dan memahat disebut sebagai panggorga atau panggorit. Seni ukir dan seni pahat sangat terlihat jelas pada souvenir yang di jual sebagai cendramata yang memiliki ukiran batak atau gorga dan pahatan-pahatan pada miniatur termasuk tongkat tunggal panaluan dan kerajinan tangan masyarakat yang bersifat souvenir disekitar wilayah Ajibata dan yang paling banyak adalah di Tomok.

  Menurut kepercayaan masyarakat batak pada umumya, gorga yang ada pada bangunan rumah batak memiliki arti yang dimana tidak banyak lagi orang yang mengerti arti dari gorga yang biasanya ada di rumah batak.

2.5.2 Sistem Kekerabatan dan Adat

  Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya.

  Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan( Sidabutar : 2014) Menurut bapak Bapak O.Manurung salah satu tokoh Adat di desa

  Pardamean Ajibata menyebutkan bahwa sistem kekerabatan dan Adat masyarakat batak Toba secara keseluruhan telah terkandung di dalam adat dalihan na tolu.

  Beliau menegaskan bahwa dimana saja masyarakat batak berlandaskan pada sistem hubungan sosial dalihan na tolu termasuk di desa Pardamean Ajibata, Tomok dan Tomok Parsaoran.

  Tata cara kehidupan masyarakat Batak Toba, secara tradisional diatur dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan yang disebut dalihan na tolu. Secara harfiah, dalihan na tolu mengand ung arti “tungku yang tiga”. Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang berlandaskan pada tida pilar dasar kemasyarakatan, yakni : hula-hula (pihak keluarga pemberi istri), anak boru (pihak keluarga penerima istri), dan dongan tubu(sesama saudara semarga) ( Harahap dan Hutajulu 2005 : 7)

  Bagi masyarakat Batak Toba, hula-hula dianggap memiliki status yang tertinggi, baik di lihat dari cara bagaimana kelompok ini ditempatkan secara sosial maupun dilihat dari cara penghormatan yang diberikan oleh kedua kelompok lainnya. Hal ini tercermin dalam pepatah orang batak yang merupakan isi dari

  dalihan na tolu

  yang menyatakan: “somba mar hula-hula, adalah berikanlah sembah pada hula-hula, rukunlah diantara sesama dongan tubu, berikanlah perhatian/kasih sayang pada anak boru

  ”. Lebih dari itu, khususnya untuk hula-

  

hula , orang batak juga memberisebutan kepada kelompok tersebut sebagai debata

na tarida

  yang artinya “ Tuhan yang tampak”(Harahap dan Hutajulu 2005 : 7)

2.6 Sejarah Ringkas Pelabuhan Ajibata-Tomok

  30 Menurut keterangan Bapak L. Sirait , pelabuhan Ajibata-Tomok menjadi

  sebuah jalur transportasi air pada tahun 1974. Namun demikian, sebelum

  31

  pelabuhan Ajibata-Tomok, ternyata pelabuhan Tiga Raja

  • – Tomok sudah ada terlebiha dahulu. Sebelum tahun 1976 masyarakat Ajibata tidak bisa terhubung langsung dengan Tomok dan Tomok Parsaoran karena harus melalui Kelurahan Tiga Raja. Pelabuhan yang menghubungkan Tiga Raja dengan Tomok tersebut bersebalahan langsung dengan pusat pasar Kecamatan Girsip. Pada masa itu, karena belum ada pasar di Ajibata dan di Tomok, masyarakat sekitar Ajibata dan Tomok sekitarnya beberbelanja di Pasar Tiga Raja khusunya sembako.

  Jika dilihat dari segi pemerintahan, Tiga Raja termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten Simalungun, sedangkan Ajibata dan Tomok pada saat itu masih termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara. Jadi melihat keaadaan ini di bukalah pasar di Desa parsaoran Ajibata pada tahun 1973.

  Namun demikian pasar tersebut hanya di gunakan oleh masyarakat Ajibata sekitarnya, karena masyarakat Tomok lebih memilih Tiga Raja yang bersebelahan dengan Pelabuhan Tiga Raja dibandingkan harus menempuh jarak 2 Km lagi ke Ajibata. Oleh karena itu, untuk menghubungkan Ajibata langsung dengan Tomok dibukalah Pelabuhan Ajibata

  • – Tomok. Menurut Bapak L. Silalahi, Pelabuhan Ajibata – Tomok adalah awal dari berkembangnya daerah Ajibata. Meskipun mereka harus menggunakan berbagai
  • 30 cara agar penumpang yang menggunakan jalur Ajibata-Tomok tidak kalah imbang

      

    L. Sirait adalah seorang tokoh masyarakat yang tau kondisi desa Pardamean Ajibata lama

    31 sebelum Pelabuhan Ajibata-Tomok ada.

      

    Tiga Raja merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Girsip Kabupaten Simalungun. dengan Tiga Raja-Tomok. Para awak kapal mempertimbangkan kualitas kapal dan keindahan kapal suapaya penumpang merasa nyaman di kapal yang mereka tumpangi. Bahkan, menurut Johan Silaen, seiring berkembangnya fasilitas di kapal khususnya pemutar musik merupakan menjadi hal yang penting untuk membuat penumpang merasa nyaman di kapal. Selain dari pada itu, perkembangan tersebut didukung oleh Pelabuhan Veri yang di buka pada tahun 1981 di Ajibata. Hal ini memberikan perkembangan yang pesat terhadap kecamatan Ajibata.

      Menurut S.Sirat pemilik tanah pelabuhan Ajibata menjelaskan bahwa, dahulu pada jaman Kakek dari pada beliau yaitu sekitar tahun 70-an, sebagian besar tanah Ajibata adalah milik mereka khususnya daerah di tepi danau toba Ajibata. Beliau menjelaskan bahwasanya Pemerintah Kabupaten yang pada saat itu Ajibata masih termasuk kedalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara sudah berulang kali meminta ijin untuk membeli tanahnya untuk lahan pemerintahan karena sangat strategi untuk berbagai kondisi di kembangkan.

      Namun, beberapa kali O.Sirait kakek dari beliau selalu menolak permohonan Pemerintah Taput tersebut. Menurut penjelasan S.Sirait, pada saat itu kakek beliau ragu jika nantinya Pemerintah ingin mengambil keuntungan pribadi dimana pada saat itu yang langsung datang adalah Bupati Kabupaten Tapanuli Utara. Tetapi setelah berulang kali Bupati Taput bermohon, O.Sirait sepertinya melihat ada sebuah keseriusan dari permohonan Bupati Taput bukan ingin mengambil keuntungan pribadi tetapi ingin membangun daeah Ajibata supaya berkembang.

      Oleh karena itu sekitar tahun 1972, bapak O.Sirait pun memberikan sebidang tanah dengan gratis kepada pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara.

      Setelah O.Sirait memberikan tanahnya secara Cuma-Cuma kepada Pemerintah Taput, maka pemerintah Taput pun tidak ingin menyia-nyiakan pemberian dari pada bapak O.Sirait, dimana pemerintah langsung membangun pasar supaya masyarakat setempat tidak lagi pergi jauh ke pasar Tiga Raja. Selain itu dibangunlah akses jalan meskipun pada saat itu belum langsung jalan aspal tetapi Pemerintah mengusahakan supaya pelosok-pelosok bisau di jangkau dengan mudah. Melihat daerah Ajibata merupakan tepi danau toba maka pemerintah Tapanuli utara pun saat itu minta ijin kepada bapak O.Sirait untuk memberikan sebagian tanahnya sebagai pelabuhan supaya daerah tersebut bisa terhubung dengan beberapa darah melalui transportasi air khususnya daerah Tomok. Sejak dibukanya pelabuhan ajibata maka di si tulah awal dari perkembangan daerah Ajibata dan Tomok.

      Jadi menurut hemat S.Sirait, bahwa dengan dibukanya Pelabuhan Ajibata dengan jalur tujuan Ajibata tomok maka pada saat itulah ada Ajibata. Beliau juga mengatakan

      ” molo so alani opungku najoloani dang nalao adong Ajibata songon noaeng on. Ale ima... soadong di ingot pamarenta jasa ni opung nami najoloani

      ” kata beliau. Artinya jika bukan karena kakaek dari beliau yang dulu memberikan tanah itu kepada pemerintah maka tidak akan ada Ajibata seperti sekarang ini, tetepi meskipun demikian Pemerintah tidah pernah mengindahkan jasa dari kakek kami.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi 2.1.1 Defenisi Ergonomi - Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun 2015

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun 2015

0 0 7

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG SORTASI TEMBAKAU KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN 2015

0 1 16

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DENGAN POLA MAKAN UNTUK PENCEGAHAN ANEMIA DI SMA SWASTA BINA BERSAUDARA MEDAN TAHUN 2014

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

0 2 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

2 39 8

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DENGAN POLA MAKAN UNTUK PENCEGAHAN ANEMIA DI SMA SWASTA BINA BERSAUDARA MEDAN TAHUN 2014

1 5 15

Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan (Piper crocatum Ruiz & Pav) Yang Segar Dan Simplisia Secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sirih - Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan (Piper crocatum Ruiz & Pav) Yang Segar Dan Simplisia Secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry

0 0 15

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH HUTAN (Piper crocatum Ruiz Pav) YANG SEGAR DAN SIMPLISIA SECARA GAS CROMATOGRAPHY-MASS SPECTROPHOTOMETRY

0 1 17