BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Audit - Pengaruh Profitabilitas, Capital Adequacy Ratio, Dan Leverage Terhadap Opini Audit Going-Concern Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Audit Audit berasal dari bahasa latin audire yang berarti mendengarkan. Mendengarkan dalam hal ini berarti memperhatikan dan mengamati bukti-

  bukti keuangan suatu entitas usaha untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi dengan kriteria yang ditetapkan umum.

  Definisi auditing menurut Konrath (2002:5) adalah, “Auditing, as

  used within the context of this textbook may be defined as a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users.”

  Pengertian auditing tersebut maksudnya adalah sebuah proses sistematik yang diperoleh secara objektif dan evaluasi bukti-bukti yang berhubungan dengan pelaporan tentang kegiatan ekonomi dan kejadian untuk memastikan tingkat korespondensi antara kedua pelaporan tersebut dan membangun kriteria dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pengguna yang bersangkutan.

  Auditor yang telah melakukan proses auditing terhadap suatu entitas usaha memiliki kewajiban untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen sehingga investor dan

  

shareholders dapat mempercayai kondisi keuangan yang digambarkan

  dalam laporan keuangan. Di samping memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan, auditor juga harus memberikan opini mengenai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usaha (going-concern).

  Konrath (2002:586) menyatakan beberapa jenis opini audit yang dapat ditetapkan auditor menyelesaikan audit lapangan kerja sebagai berikut:

  Jika sebuah opini tidak dapat diberikan, auditor harus dengan jelas tidak memberikan pendapat dan memberikan alasan untuk tidak memberikan pendapat. Jika sebuah opini dapat diberikan, auditor harus menentukan apakah akan mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar dengan pengecualian, atau pendapat tidak wajar.

  Situasi tertentu menyebabkan pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan tetapi penjelasan yang diberikan berbeda karena keadaan- keadaan yang dapat mengharuskan auditor menyimpang dari laporan auditor bentuk baku. Berikut adalah beberapa tipe pendapat akuntan menurut PSA No 29 SA Seksi 508 (IAI, 2001) dalam setiap keadaan yang dijelaskan:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian.

  Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku seperti yang diuraikan dalam paragraph 08.

  2. Bahasa penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku.

  Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraph penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan auditnya.

  3. Pendapat wajar dengan pengecualian.

  Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

  4. Pendapat tidak wajar.

  Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

  5. Pernyataan tidak memberikan pendapat.

  Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan Arens, Elder, dan Beasley (2003:49) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab penting yang menyebabkan perlunya tambahan paragraf penjelasan adalah keraguan substansial tentang kemampuan perusahaan untuk going-concern.

2.1.2. Opini Audit Going-Concern

  Laporan keuangan suatu entitas perusahaan disajikan pihak manajemen dengan dasar going-concern kecuali manajemen memiliki niat untuk melikuidasi entitas atau berhenti melanjutkan usaha, atau tidak memiliki pilihan selain itu. Dengan asumsi going-concern, suatu entitas dianggap sebagai bisnis yang berkelanjutan.

  International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB, 2010) dalam ISA 570 mengenai going-concern menyatakan bahwa,

  “Tanggung jawab auditor adalah untuk mendapatkan bukti audit yang cukup mengenai ketepatan penggunaan asumsi going-concern manajemen dalam mempersiapkan laporan keuangan dan menyimpulkan apakah ada keraguan yang bersifat material mengenai kemampuan entitas untuk berlanjut sebagai going-concern.” Hal ini berlaku bahkan jika penyajian laporan keuangan tidak mengharuskan manajemen untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap kemampuan entitas untuk melanjutkan usaha sebagai going-concern.

  Auditor harus melakukan penilaian terhadap ada tidaknya keraguan yang substansial terhadap kemampuan suatu entitas bisnis dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going-concern) selama periode waktu yang layak atau tidak melebihi satu tahun dari tanggal laporan keuangan.

  Penelitian Geiger dan Rama (2006) menyatakan, SAS No. 59 mengenai standar pelaporan yang relevan dengan

  going-concern , mewajibkan auditor untuk mengevaluasi

  kelangsungan hidup setiap klien untuk periode satu tahun dari tanggal laporan keuangan diaudit. Jika setelah mempertimbangkan rencana pihak manajemen untuk memperbaiki keadaan auditor mempunyai keraguan mengenai kemampuan entitas untuk melanjutkan usaha maka opini audit harus menjelaskan ketidakpastian tersebut. Pada saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going-

  

concern , auditor dapat memilih untuk mengeluarkan pendapat wajar tanpa

  pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language ).

  PSA No. 30 SA Seksi 341 nomor 6 (IAI, 2001) menyatakan, Auditor wajib melakukan identifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas. Salah satu kondisi dan peristiwa yang signifikan adalah trend negatif, sebagai contoh rasio keuangan penting yang jelek. Penelitian ini ingin melihat apakah rasio-rasio yang digunakan dalam variabel termasuk rasio keuangan yang penting dan signifikan terhadap pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going- concern .

2.1.3. Agency Theory (Teori Keagenan)

  Menurut Jensen dan Meckling (1976),

  We define an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent. If both parties to the relationship are utility maximizers, there is good reason to believe that the agent will not always act in the best interests of the principal.

  Pengertian tersebut maksudnya adalah bahwa Jensen dan Meckling mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak di mana satu atau lebih orang (yang merupakan prinsipal) berhubungan dengan orang lain (yang merupakan agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa kewenangan pemberian keputusan kepada agen. Jika kedua pihak dalam hubungan ini merupakan pemaksimal manfaat, ada alasan yang baik untuk mempercayai bahwa agen tidak akan selalu bertindak demi keuntungan prinsipal.

  Agency theory (teori keagenan) mengimplikasikan adanya asimetri

  antara manajer sebagai agen dengan investor dan shareholders sebagai prinsipal sehingga ada alasan untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan prinsipal. Penelitian Siller-Pagaza, Otalora dan Cobas-Flores (2006) mengimplikasikan bahwa informasi mengenai nilai perusahaan merupakan suatu hal yang penting baik bagi manajer perusahaan maupun investor. Informasi ini akan lebih dulu diketahui manajer perusahaan atau agen, kemudian dalam bentuk yang lebih sederhana disampaikan pada investor atau prinsipal. Karena agen bekerja untuk prinsipal, prinsipal akan mengetahui hanya aspek yang relevan mengenai proyek sehingga dalam prosesnya banyak informasi menjadi terlewatkan.

  Konflik yang timbul karena asimetri informasi inilah merupakan salah satu alasan dibutuhkan pihak ketiga untuk menjadi perantara kedua pihak yaitu auditor. Laporan keuangan disusun manajemen kemudian diaudit oleh auditor independen sesuai Standar Akuntansi Keuangan sebelum dipublikasikan untuk umum. Auditor akan memberi opini atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen dan kemampuan perusahaan untuk melangsungkan usahanya dan dengan demikian prinsipal dapat mempercayai kondisi keuangan yang digambarkan dalam laporan keuangan.

2.1.4. Signalling Theory (Teori Sinyal)

   Signalling Theory atau teori sinyal berkaitan erat dengan asimetri

  informasi yang dijelaskan pada teori keagenan di mana pihak manajemen perusahaan mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi perusahaan sehingga perilaku manajer dalam menyusun laporan keuangan bisa dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar yaitu investor dan

  shareholders .

  Menurut Horner (2006), “Signalling refers to any activity by a

  

party whose purpose is to influence the perception and thereby the actions

of other parties. This presupposes that one market participant holds

private information that for some reason cannot be verifiably disclosed,

and which affects the other participants’ incentives.”

  Pengertian tersebut maksudnya signalling merupakan aktivitas apapun oleh satu pihak yang bertujuan untuk mempengaruhi pandangan dan kemudian tindakan dari pihak lain. Anggapan awal bahwa satu pihak partisipan dalam pasar memegang informasi pribadi yang untuk alasan tertentu tidak dapat diungkapkan secara pasti dan yang mempengaruhi insentif partisipan lain.

  Penelitian Myers dan Majluf (1984) menyatakan, Pilihan keuangan mempengaruhi kebijakan perusahaan jika perusahaan memiliki informasi lebih dibandingkan investor. Investor yang merasa mempunyai informasi sedikit akan berusaha menginterpretasikan perilaku manajemen. Kurangnya informasi ke pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan pihak investor mengidentifikasi adanya masalah dalam perusahaan sehingga mereka akan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan.

  Stiglitz (1975) menyebut proses pemilihan individu menurut kualitas yang diidentifikasi sebagai screening.

  Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan yaitu dengan menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dilakukan manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal positif dapat diberikan perusahaan guna menarik minat para investor dengan informasi yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain dan perusahaan tersebut mampu bertahan hidup dalam jangka panjang.

  Teori sinyal juga menjelaskan bagaimana nilai rasio laporan keuangan yang disajikan pihak manajemen merupakan sinyal yang dapat mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini auditnya karena seorang auditor wajib mempertimbangkan peristiwa dan kondisi yang signifikan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk melangsungkan usahanya yang salah satunya adalah rasio keuangan yang penting, sehingga nilai rasio yang tercantum dalam laporan keuangan dapat menjadi sinyal yang positif maupun negatif bagi auditor dalam mempertimbangkan going-concern perusahaan.

2.1.5. Profitabilitas

  Laporan keuangan dapat digunakan semua pihak yang berkepentingan untuk membuat keputusan ekonomi karena berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan dapat diambil informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, permodalan, aliran kas, kinerja keuangan dan informasi lain yang mempunyai relevansi dengan laporan keuangan perusahaan. Profitabilitas keuangan tercermin dalam laporan laba rugi dalam laporan keuangan perusahaan oleh sebab itu perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangannya untuk mengukur profitabilitas keuangan perusahaan.

  Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011:1351) menjelaskan, “Rasio profitabilitas adalah pengukuran tingkat kesuksesan atau kegagalan suatu perusahaan tertentu untuk periode tertentu.” Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perkembangan yang terjadi. Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen perusahaan selama ini apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak.

  Profitabilitas mempunyai arti penting bagi suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan tingkat kesuksesan ataupun kegagalan perusahaan dalam periode tertentu sehingga profitabilitas dapat dijadikan indikator apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang.

2.1.5.1. Return On Asset (ROA)

  Indikator yang dipilih penulis untuk mengukur profitabilitas pada perusahaan perbankan adalah return on asset (ROA). Kupiec dan Lee (2012) menyatakan, “ROA merupakan statistik yang berguna untuk membandingkan profitabilitas antar bank karena ROA menghindari distorsi yang terjadi dalam leverage keuangan dan komplikasi dalam hukum perpajakan.”

  Menurut Kieso, et al. (2011:586), “The rate of return a

  company achieves through use of its assets is the rate of return on assets (ROA). Rather than using the profit margin on sales we can

compute it directly by dividing net income by average total assets.

  Pengertian tersebut maksudnya adalah rasio pendapatan suatu perusahaan yang diperoleh melalui asetnya adalah rasio return on

  

assets (ROA). Daripada menggunakan margin laba terhadap penjualan

  kita dapat menghitungnya secara langsung dengan membagikan net income terhadap average total assets.

  = 2.1.6.

   Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan salah satu

  indikator untuk mengetahui kesehatan dan permodalan bank. Bank Indonesia menetapkan rasio kecukupan modal minimum sebesar minimal 8%.

  Penelitian yang dilakukan Olalekan dan Adeyinka (2013) menyatakan, “Capital adequacy dapat berupa persentase rasio modal primer suatu institusi keuangan terhadap asetnya (pinjaman dan investasi), yang digunakan sebagai pengukur kekuatan dan kestabilan keuangan institusi tersebut.”

  Pada perusahaan perbankan, tujuan penetapan kewajiban penyediaan modal minimum adalah untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian sampai batas tertentu sebelum insolven dan dana deposan hilang. Bank yang insolven dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan, kemudian dapat menimbulkan masalah keuangan bagi bank lain dan mungkin mengancam kelancaran pasar. Modal bank berperan sebagai fungsi asuransi bagi bank. Ketika bank mengalami kerugian yang tak terduga maka modal akan digunakan untuk menyerap kerugian tersebut. Berbeda dengan rasio leverage tradisional CAR mengenali perbedaan tingkat risiko pada aset bank.

  Menurut peraturan Bank Indonesia (BI, 2013), Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum ada tiga jenis risiko aset bank, yaitu: 1.

  Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank.

  2. Risiko Pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk perubahan harga option.

  3. Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian- kejadian eksternal yang mempengaruhi operasi bank.

  Peraturan Nomor 15/12/PBI/2013 pasal 2 ayat (3) (BI, 2013) menetapkan penyediaan modal minimum paling rendah sebagai berikut: a.

  8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1 (satu); b.

  9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2 (dua); c.

  10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3 (tiga); atau d.

  11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 (empat) atau peringkat 5 (lima).

  Modal yang cukup pada perusahaan perbankan adalah penunjang kepercayaan bagi pelanggan, publik dan pihak yang bersangkutan dengan bank dalam kelangsungan kepastian keuangan bank. Kepercayaan pada deposan bahwa uang mereka aman, pada publik bahwa bank berada dalam posisi yang aman, dan pada pihak yang bersangkutan dengan bank bahwa bank mampu dan akan terus melangsungkan usaha (going-concern).

  =

2.1.7. Leverage

  Harahap (2011:306) mendefinisikan rasio leverage sebagai berikut, Rasio leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Perusahaan yang baik mestinya memiliki komposisi modal yang lebih besar dari utang.

  Leverage juga dapat diartikan sebagai pendongkrak kinerja

  perusahaan yang erat hubungannya dengan hutang. Semakin tinggi

  

leverage maka semakin besar risiko kegagalan perusahaan. Sebaliknya,

  semakin rendah leverage perusahaan maka semakin tinggi peringkat yang diberikan pada perusahaan. Leverage tinggi mengindikasi bahwa sebagian besar dari aset didanai dari hutang. Kondisi ini menyebabkan perusahaan dihadapkan pada default risk. Ketika suatu perusahaan perbankan berada pada kondisi default berarti bank tersebut insolven dan tidak dapat melanjutkan usahanya (non going-concern).

  Rasio leverage biasanya disebut juga sebagai Debt to Equity Ratio (DER). DER merupakan perbandingan antara hutang terhadap modal dalam pendanaan perusahaan. Menurut Malz (2011:449), “Penentu modal pada perhitungan leverage tergantung pada jenis entitas dan tujuan analisis. Untuk perusahaan perantara seperti bank atau broker-dealer, modal yang dimaksud dapat berupa nilai buku atau nilai pasar dari perusahaan.”

  Berikut adalah rumus menghitung debt to equity ratio (DER):

  = 2.2.

   Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Penelitian ini merupakan replikasi dengan modifikasi dari penelitian Islahuzzaman (2013) yang berjudul “The Correlations Between Banking Ratio

  

(BR), Return On Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR) with Going

Concern in Audit Opinion (Explanatory Paragraph) ” pada 2 nd International

Conference of Management, Economics and Finance (ICMEF 2013)

Proceeding . Penelitian Islahuzzaman ini bertujuan untuk memampukan pelaku

  bisnis untuk mempertahankan peran mereka sebagai perusahaan keuangan dan menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going-concern dengan mengumpulkan bukti empiris mengenai hubungan antara banking

  

ratio , return on assets, dan capital adequacy ratio dengan opini audit going

concern pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Sampel penelitian ini

  berjumlah 18 bank yang terdaftar di BEI dari tahun 2005 sampai 2009. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Banking Ratio (BR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going concern. Return On Asset (ROA) tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going concern. Capital Adequacy

  

Ratio (CAR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going

concern . BR, ROA, dan CAR secara simultan tidak berpengaruh secara

  signifikan terhadap opini audit going concern.

  Siregar (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Rasio Likuiditas, Profitabilitas Dan Solvabilitas Bank Terhadap Opini Audit Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.” Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh rasio likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas terhadap opini audit going-concern pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Sampel penelitian in berjumlah 39 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama 2007 hingga 2009. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi logistik dengan kesimpulan rasio solvabilitas yang menggunakan capital adequacy ratio (CAR) sebagai indikator secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going-concern dan rasio profitabilitas dengan menggunakan return on

  

assets (ROA) sebagai indikator secara parsial berpengaruh tidak signifikan

terhadap opini audit going-concern.

  Christary dan Haris (2011) melakukan penelitian berjudul “The Financial

  

and Non Financial Determinants Of Going Concern Opinion of Indonesia’s

Listed Banks in 2004-2008 .” Penelitian ini bertujuan untuk menentukan

  faktor-faktor yang menentukan pemberian opini audit going concern pada bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2004 hingga 2008.

  Metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio solvabilitas yang menggunakan capital adequacy

  

ratio (CAR) dan rasio profitabilitas yang menggunakan return on asset (ROA)

tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern.

  Rahman dan Siregar (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going

  

Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek

  Indonesia.” Penelitian ini bertujuan menyediakan investigasi terhadap penerimaan opini audit going concern yang dapat dilakukan dengan meneliti kondisi internal perusahaan seperti kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan debt to equity ratio. Sampel penelitian berjumlah 185 amatan dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006 sampai 2010. Regresi logistik digunakan untuk mengukur faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going

  

concern . Hasil penelitian ini menemukan indikasi bahwa debt to equity ratio

  memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern .

  Muthahiroh dan Chayonowati (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Opini Audit Going

  

Concern Oleh Auditor Pada Auditee.” Penelitian ini bertujuan untuk

  menganalisis dan menyediakan bukti empiris pengaruh litigasi, audit tenure, reputasi auditor, disclosure, ukuran perusahaan, opini audit sebelumnya dan audit lag dalam pemberian opini going concern oleh auditor. Penelitian in menggunakan 450 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2006 hingga 2011. Analisis data dilakukan dengan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio

  (DER) memiliki pengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern .

2.3. Kerangka Konseptual

  Kelangsungan usaha (going-concern) perusahaan merupakan tujuan utama suatu usaha didirikan, terutama pada perusahaan perbankan. Hal ini dikarenakan bank yang tidak mampu melangsungkan usahanya lagi dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan, kemudian dapat menimbulkan masalah keuangan bagi bank lain dan mungkin mengancam kelancaran pasar. Setiap tahun manajemen perusahaan menyiapkan laporan keuangan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dalam laporan tahunan. Kondisi keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sangat menentukan keputusan investor dalam berinvestasi. Adanya asimetri informasi antara pembuat laporan keuangan dan pengguna laporan keuangan menyebabkan dibutuhkan pihak ketiga yaitu auditor independen yang bertugas mengaudit laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan sesuai Standar Akuntansi Keuangan sebelum dipublikasikan untuk umum.

  Penelitian yang dilakukan Geiger dan Rama (2006) mengimplikasikan bahwa SAS No 59 mewajibkan auditor untuk mengevaluasi kelangsungan hidup setiap klien untuk periode satu tahun dari tanggal laporan keuangan diaudit. Jika setelah mempertimbangkan rencana pihak manajemen untuk memperbaiki keadaan auditor mempunyai keraguan mengenai kemampuan entitas untuk melanjutkan usaha maka opini audit harus menjelaskan ketidakpastian tersebut.

  Seorang auditor perlu memperhatikan kondisi dan peristiwa yang signifikan dalam mengevaluasi kelangsungan hidup perusahaan kliennya. PSA No. 30 SA Seksi 341 nomor 6 (IAI, 2001) menyatakan bahwa salah satu satu kondisi dan peristiwa yang signifikan adalah rasio keuangan penting yang jelek. Teori sinyal mengimplikasikan bahwa nilai rasio yang tertera dalam laporan keuangan dapat menjadi sinyal yang menunjukkan kemampuan atau ketidakmampuan perusahaan untuk going-concern bagi auditor dalam memberikan opininya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah rasio- rasio yang digunakan dalam variabel termasuk rasio keuangan yang penting dan signifikan terhadap pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit

  going-concern .

  Kieso, et al. (2012:1351) menjelaskan bahwa “Rasio profitabilitas adalah pengukuran tingkat kesuksesan atau kegagalan suatu perusahaan tertentu untuk periode tertentu.” Kupiec dan Lee (2012) menyatakan, “ROA merupakan statistik yang berguna untuk membandingkan profitabilitas antar bank karena ROA menghindari distorsi yang terjadi dalam leverage keuangan dan komplikasi dalam hukum perpajakan”. Profitabilitas mempunyai arti penting bagi suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan tingkat kesuksesan ataupun kegagalan perusahaan dalam periode tertentu sehingga profitabilitas dapat dijadikan indikator apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Semakin tinggi nilai ROA maka kondisi keuangan dan prospek masa datang perusahaan baik sehingga auditor tidak memberikan opini audit going-concern, sebaliknya jika nilai ROA rendah maka auditor akan cenderung memberikan opini audit going-concern.

  Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan salah satu indikator untuk

  mengetahui kesehatan dan permodalan bank. Bank Indonesia menetapkan rasio kecukupan modal minimum sebesar minimal 8%. Pada perusahaan perbankan, tujuan penetapan kewajiban penyediaan modal minimum adalah untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian sampai batas tertentu sebelum insolven dan dana deposan hilang. Modal yang cukup pada perusahaan perbankan adalah penunjang kepercayaan bagi pelanggan, publik dan pihak yang bersangkutan dengan bank dalam kelangsungan kepastian keuangan bank. Penelitian yang dilakukan Islahuzaman (2013) menemukan indikasi bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going concern.

  Harahap (2011) mengungkapkan, “Perusahaan yang baik mestinya memiliki komposisi modal yang lebih besar dari utang.” Hal ini dikarenakan

  

leverage tinggi mengindikasi bahwa sebagian besar dari aset didanai dari

  hutang yang menyebabkan perusahaan dihadapkan pada default risk. Semakin tinggi leverage maka semakin besar risiko kegagalan perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah leverage perusahaan maka semakin tinggi peringkat yang diberikan pada perusahaan. Rasio leverage biasanya disebut juga sebagai Debt

  

to Equity Ratio (DER). DER merupakan perbandingan antara hutang terhadap modal dalam pendanaan perusahaan. Malz (2011:449), “Penentu modal pada perhitungan leverage tergantung pada jenis entitas dan tujuan analisis. Untuk perusahaan perantara seperti bank atau broker-dealer, modal yang dimaksud dapat berupa nilai buku atau nilai pasar dari perusahaan.” Hasil penelitian yang dilakukan Rahman dan Siregar (2012) menemukan indikasi bahwa debt

  

to equity ratio memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern.

  Profitabilitas (X 1 ) Opini Audit Going- Concern (Y) Capital Adequacy

  Ratio (X 2 ) Leverage (X ) 3 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan kerangka konseptual yang telah digambarkan di atas maka penelitian ini membahas pengaruh profitabilitas, capital adequacy ratio, dan

  

leverage terhadap opini audit going-concern pada perusahaan perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2.4. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka konseptual, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

  1. Profitabilitas secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going-concern pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  2. Capital Adequacy Ratio secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap opini audit going-concern pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  3. Leverage secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap opini audit going-concern pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  4. Profitabilitas, capital adequacy ratio, dan leverage secara simultan berpengaruh signifikan terhadap opini audit going-concern pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Media Tanam dan Panjang Slip Bahan Tanaman Terhadap Pembibitan Tanaman Vetiver (Vetiveria zizanoides (L.) Nash)

0 0 7

Pengaruh Media Tanam dan Panjang Slip Bahan Tanaman Terhadap Pembibitan Tanaman Vetiver (Vetiveria zizanoides (L.) Nash)

0 5 12

Respons Pertumbuhan Vegetatif Tiga Varietas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Limbah

0 0 19

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

0 0 7

Respons Pertumbuhan Vegetatif Tiga Varietas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Limbah

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Berbagai ukuran geostatik memang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah lautnya mencapai 5,8 km - Analisis Faktor-Faktor Yangmempengaruhi Pendapatan Serta Perseps

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Rancang Bangun Mesin Pendingin Ruangan Dengan Menggunakan Energi Surya Dan Campuran Air, Garam,Dan Es Sebagai Media Pendingin

0 1 17

RANCANG BANGUN MESIN PENDINGIN RUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI SURYA DAN CAMPURAN AIR, GARAM, DAN ES SEBAGAI MEDIA PENDINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

0 0 19

Penerapan Metode Fuzzy ANP dan COPRAS Pada Pemilihan Merek Mesin Injection Molding Di PT. Mewah Indah Jaya

0 6 16

Pengaruh Profitabilitas, Capital Adequacy Ratio, Dan Leverage Terhadap Opini Audit Going-Concern Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

0 0 7