BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kualitas Pelayanan - Analisis Kualitas Pelayanan dengan Menggunakan Metode LibQual+TM di Perpustakaan Umum Gunung Bungsu Sumatera Barat

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1 Kualitas Pelayanan

  Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan dapat dinilai dari tingkat baik buruknya suatu pelayanan yang diberikan. Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakan kepuasan kepada penerima layanan.

  Menurut Tjiptono (2007, 110) “konsep kualitas sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan suatu produk/jasa, yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian (conformance quality)”. Selain itu, Jasfar (2005, 47) menyatakan bahwa “kualitas jasa adalah tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi atau yang dirasakan.”

  Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Damayanti (2006, 27) menyatakan bahwa: “kualitas merupakan deskripsi dari seberapa baik produk atau jasa (layanan), terutama seberapa baik dalam hal menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan penggunanya serta terbebas dari hal yang menyebabkan ketidakpuasan pengguna.” Selain itu, menurut American Society of Quality Control yang dikutip

  Purnama (2006, 9) menyatakan bahwa “kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau layanan menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang bersifat laten.”

  Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan tanggapan pengguna terhadap pelayanan yang diperoleh. Kualitas pelayanan menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Kualitas pelayanan dapat dinilai dari baik atau buruknya pelayanan yang diberikan.

2.1.1 Perspektif Kualitas Pelayanan

  Perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kualitas suatu produk. Menurut Garvin dikutip Nasution (2001, 18) ada lima alternatif perspektif kualitas yang digunakan yaitu: 1.

  Transcendental approach (pendekatan yang sulit dipahami), menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit dioperasionalkan.

  2. Product-based approach (pendekatan berbasis produk), pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur 3. User-based approach (pendekatan berbasis pengguna), pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menggunakannya dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

  4. Manufacturing-based approach (pendekatan berbasis manufaktur), perspektif ini bersifat supplay-based dan terutama memperhatikan praktik-prakatik perekayasaan dan manufakturing, serta mendefinisikan kualitas sama dengan persyaratannya (conformance to requirements)

  5. Value-based approach (pendekatan berbasis nilai), pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Selain itu, menurut Russel yang dikutip Purnama (2006, 14) menyatakan bahwa terdapat dua perspektif terhadap kualitas yaitu:

  1. Producer’s perspective (perspektif produsen) Menurut perspektif produsen, kualitas produk dikaitkan dengan standar produk dan biaya, artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya.

  2. Consumer’s perspektif (perspektif konsumen) Menurut perspektif konsumen, kualitas produk dikaitkan dengan disain dan harga artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan harga yang ditentukan.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kualitas. Perspektif kualitas dapat digunakan untuk mewujudkan kualitas pelayanan. Perspektif kualitas mempunyai beberapa pendekatan yaitu pendekatan yang sulit dipahami, pendekatan berbasis produk, pendekatan berbasis pengguna, pendekatan berbasis manufaktur, dan pendekatan berbasis nilai.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan. Menurut Murtiningsih (2006, 2), faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:

  1. Faktor Kesadaran Faktor kesadaran berfokus pada individu yang melakukan suatu tugas atau pekerjaan, kesadaran pada kuallifikasi pekerjaan, resiko yang dihadapi, konsumen yang ditangani dan cakupan tugas penting akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.

  2. Faktor Aturan Aturan biasanya memuat hal-hal yang mengikat dan merupakan patokan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Aturan memuat cara kerja normative yang harus ditempuh suatu organisasi atau individu. Bahwa aturan yang dibuat untuk mengatur organisasi dan karena setiap aturan pada akhirnya menyangkut langsung ataupun tidak langsung kepada orang, maka masalah manusia dan sifat kemanusiaannya harus menjadi pertimbangan utama.

  3. Faktor Organisasi Organisasi pelayanan pada dasarnya berbeda dengan organisasi pada umumnya meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam penerapannya karena sasaran pelayanan ditujukan kepada manusia yang mempunyai watak dan kehendak yang multi komplek. Oleh karena itu organisasi pelayanan ini lebih banyak ditekankan kepada pengaturan dan mekanisme kerjanya yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai.

  4. Faktor Keterampilan dan Kemampuan Bahwa kuallitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh kualitas kemampuan dan keterampilan individu dalam melayani pengguna.

  Keterampilan dan kemampuan merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi seseorang dari sisi tinjau baik skill maupun fisik dapat melakukan atau pekerjaan sesuai dasar ketentuan yang berlaku.

  5. Faktor Sarana Pelayanan Bahwa kualitas pelayanan yang tinggi harus didukung oleh sarana pelayanan yang lengkap. Sarana berfungsi untuk memudahkan pelayanan, memberikan kecepatan pelayanan yang lebih tinggi, menciptakan keakuratan dan kehandalan serta kejelasan informasi yang seharusnya dicatat yang hasil akhir bermuara pada efisiensi dan efektivitas pelayanan.

  Selain itu, Moenir (2002, 88) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendukung berjalannya suatu pelayanan yang baik, yaitu:

  1. Faktor kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum

  2. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan 3.

  Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan

  4. Faktor keterampilan petugas 5.

  Faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu faktor kesadaran, faktor aturan, faktor organisasi, faktor keterampilan dan kemampuan, dan faktor sarana pelayanan.

2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan

  Untuk memperoleh pelayanan yang baik maka perlu adanya pengukuran terhadap kualitas pelayanan. Melalui pengukuran kualitas pelayanan maka akan dapat diketahui kelemahan dari pelayanan tersebut. Untuk mengukur kualitas layanan maka perlu diketahui dimensi dari mutu pelayanan. Menurut Garvin yang dikutip Yuri dan Rahmat (2013, 21), ada sepuluh dimensi kualitas jasa, yaitu: 1.

  Communication (komunikasi), yaitu hubungan antara penerima jasa dan pemberi jasa

  2. Credibility (kredibilitas), yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa

  3. Security (keamanan), yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan 4.

  Knowing the costumer (pengetahuan petugas), yaitu pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan pemakai jasa

  5. Tangibles (nyata), yaitu pemberian pelayanan kepada pelanggan harus dapat diukur atau dibuat standarnya

  6. Reliability (reabilitas), yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa memenuhi janji para penerima jasa

  7. Responsiveness (tanggapan), yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerima jasa

  8. Competence (kompetensi) kemampuan atau keterampilan pemberi jasa memberikan jasanya kepada penerima jasa

  9. Access (akses), yaitu kemudahan pemberi jasa dihubungi oleh penerima jasa

  10. Courtesy (kesopanan), yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan pada hubungan personil. Selain itu,Sviokla yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001, 146) menjelaskan kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran, yaitu :

  1. Kinerja (Performance), kinerja disini merujuk pada karakter produk inti yang meliputi merek, atribut - atribut yang dapat diukur, aspek - aspek kinerja individu.

  2. Keseragaman Produk (Features), Features suatu produk biasanya diukur secara subjektive oleh masing-masing individu yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu jasa. Dengan demikian, perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar.

  3. Kehandalan (Reliability), dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi pada suatu periode. Keadaan suatu produk yang menandakan tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam memilih produk.

  4. Kesesuaian (Conformance), dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas suatu barang adalah kesesuaian produk dengan standart dalam industrinya. Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi dan beberapa kesalahan lain.

  5. Daya Tahan/Ketahanan (Durability), ukuran ketahanan suatu produk meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis ketahanan suatu produk didefenisikan sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh oleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas.

  6. Kemampuan Pelayanan (Serviceability), dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi dengan staf, frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan produk dan pelayanan lainnya.

  7. Estetika (Aesthetics), estetika suatu produk dilihat melalui bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana tampak luar suatu produk, rasa, maupun bau. Jadi estetika merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.

  8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality), konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atribut-atribut produk dan jasa. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam mengukur kualitas pelayanan maka perlu diketahui dimensi dari mutu pelayanan. Dimensi pelayanan tersebut antara lain yaitu komunikasi, kredibilitas, keamanan, pengetahuan petugas, nyata, reabilitas, tanggapan, kompetensi, akses, kesopanan. Selain itu, dimensi pengukuran kualitas yaitu kinerja, keseragaman produk, kehandalan, kesesuaian, ketahanan, kemampuan pelayanan, estetika dan kualitas yang dipersepsikan.

2.1.4 Kualitas Pelayanan Perpustakaan

  Pelayanan yang diberikan perpustakaan tentunya pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanann dapat dirasakan pengguna jika kebutuhan informasinya terpenuhi di perpustakaan. Menurut Kotler yang dikutip Rahayuningsih (2015, 4), “kualitas layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service).”

  Selain itu, Fatmawati (2013, 51) menyatakan bahwa: kualitas layanan adalah suatu kegiatan layanan perpustakaan, produk hasil kerja dari pustakawannya, bagaimana cara pustakawannya memberikan layanan, maupun kepatuhan dalam mentaati sistem dan prosedur layanan di perpustakaan tersebut.

  Kualitas pelayanan perpustakaan dapat dirasakan pengguna jika pelayanan yang diberikan pepustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna.

  Dalam memenuhi kebutuhan pengguna, perpustakaan menyediakan berbagai jenis pelayanan informasi. Sutarno (2006, 73) menyatakan bahwa: Layanan yang ada di perpustakaan meliputi: sirkulasi (peminjaman/pengembalian), keanggotaan, referensi, bimbingan dan penyuluhan kepada pemakai, layanan pembaca, layanan unit perpustakaan keliling, layanan ekstensi, penelitian, layanan lain yang mungkin dilakukan, dan pendidikan pemakai. Selain itu, Lasa Hs (2002, 101) menyatakan bahwa “jenis-jenis pelayanan informasi antara lain pelayanan sirkulasi, pelayanan referensi, penelusuran literatur, pelayanan informasi terseleksi, bimbingan pemakai, dan pelayanan audio visual.” Sejalan dengan kedua pendapat di atas, berdasarkan Standar Nasional Indonesia 7495:2009 dalam buku yang diterbitkan Perpustakaan Nasional RI tahun 2011, ditetapkan bahwa jenis layanan yang disediakan perpustakaan umum kabupaten/kota, meliputi: 1.

  Layanan pembaca; 2. Layanan sirkulasi; 3. Layanan rujukan; 4. Layanan perpustakaan keliling; 5. Layanan penelusuran informasi; 6. Layanan bimbingan pengguna.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas layanan perpustakaan dapat dirasakan jika pelayanan yang diberikan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan informasi pengguna. Untuk menilai kualitas pelayanan dapat dilihat dari tanggapan pengguna terhadap semua jenis pelayanan yang diberikan perpustakaan. Jika semua jenis pelayanan perpustakaan dapat dilaksanakan melebihi harapan pengguna maka perpustakaan dapat dikatakan berkualitas.

2.1.5 Kriteria Kualitas Pelayanan Perpustakaan

  Kualitas pelayanan perpustakaan harus diupayakan peningkatannya agar dapat memberikan kepuasan pada pengguna. Kualitas pelayanan yang baik tentunya mempunyai beberapa kriteria. Menurut Brophy yang dikutip Fatmawati (2013, 35), kriteria kualitas perpustakaan dan contohnya yang bisa diaplikasikan pada layanan perpustakaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

  

Tabel 2.1: Kriteria Kualitas Perpustakaan

  Kriteria Kualitas Penjelasan Contoh

  Perpustakaan Kinerja layanan perpustakaan yang Membuat sumber informasi

  Performance

  sesuai menjadi tujuan yang dibutuhkan dasar Bentuk inti yang penting

  Berbagai bentuk layanan

  Features dalam memberikan

  perpustakaan layanan Konsisten terhadap

  Reability

  Tautan Web perpustakaan layanan yang digunakan Layanan yang sesuai

  Skema metadata Dublin

  Conformance dengan standar yang Core

  ditetapkan Keberlangsungan

  Dokumen jadi dalam waktu

  Durability layanan pada periode

  2 hari waktu tertentu Informasi yang up to

  Currency

  Katalog online

  date

  Tingkatan bagaimana

  Serviceability dapat membantu Layanan komplain

  pemustaka Ketertarikan secara Kondisi fisik perpustakaan,

  Aesthetics

  visual website Kegunaan/ kemudahan Struktur website, jam buka

  Usability/Accesability

  akses layanan Pengetahuan dan

  Assurance/Competence/ pengalaman yang baik

  Jawaban yang benar

  Credibility yang dimilki oleh

  pustakawan

  Courtesy/ Kesopan-santunan,

  Layanan referensi

  Responsiveness/ tanggapan pustakawan,

  Empathy fleksibilitas, dan

  keramahan pustakawan Kejelasan informasi maupun bahasa ‘jargon’ Melalui signposting di

  Communication

  yang digunakan dalam website perpustakaan layanan Kecepatan dalam Silang layan perpustakaan,

  Speed

  layanan perpustakaan service delivery Pustakawan menjaga kualitas dan memelihara Koleksi yang lengkap,

  Variety of services

  kualitas di berbagai referensi, layanan email, in

  offered

  macam layanan yang walk-in , maupun chat form ditawarkan Pandangan pemustaka

  Perceived quality Kepuasan pemustaka

  terhadap layanan Selain itu, Surtiawan (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan kualitas layanan perpustakaan yang diharapkan pemustaka, diantaranya yaitu:

  1. Pemakai pasti mengharapkan kenyamanan dalam menggunakan seluruh layanan perpustakaan

  2. Pemakai mengharapkan koleksi yang tersedia memenuhi kebutuhannya

  3. Pemakai mengharapkan sikap yang ramah, bersahabat dan responsif dari petugas

  4. Pemakai mengharapkan perpustakaan memiliki akses internet yang cepat. Sejalan dengan kedua pendapat di atas, menurut Gunawan (2012, 21), kriteria pelayanan yang efektif adalah layanan yang dapat memenuhi keinginan pemakai dalam hal: 1.

  Penyediaan informasi yang sesuai dengan keinginan pemakai.

  2. Waktu yang tepat, leluasa, memadai, dan tidak terlalu mengikat.

  3. Sikap dan prilaku petugas yang penuh perhatian, ramah, santun, bersifat membimbing, memandu, dan menguasai masalah.

  Selain pendapat di atas, Rahayuningsih (2007, 8) juga menyatakan pendapatnya bahwa karakteristik layanan perpustakaan yang berkualitas dapat dilihat dari segi :

  1. Koleksi

  a. Kuantitas, berkaitan dengan banyaknya jumlah koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan.

  b. Kualitas, berkaitan dengan mutu, kemutakhiran, kelengkapan koleksi.

  2. Fasilitas a.Kelengkapan, menyangkut lingkup layanan dan ketersediaan sarana pendukung serta layanan pelengkap lainnya. b.Kenyamanan memperoleh layanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan, petunjuk, ketersediaan informasi, kebersihan dan lain-lain.

  3. Sumber Daya Manusia a.

  Kesopanan dan keramahan petugas memberi layanan, terutama bagi petugas yang berinteraksi langsung dengan pengguna. b.Tanggung jawab dalam melayani pengguna perpustakaan.

  c.

  Empati, wajar dan adil dalam memecahkan masalah dan menangani keluhan pengguna. d.Profesional. Profesionalisme petugas perpustakaan di bagian layanan pengguna tercermin dalam diri petugas yang berjiwa smart, yaitu siap mengutamakan pelayanan, menyenangkan dan menarik, antusias/bangga dengan profesi, ramah dan menghargai pengguna jasa, tabah di tengah kesulitan.

4. Layanan Perpustakaan

  a. Ketepatan waktu layanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.

  b. Akurasi layanan, berkaitan dengan layanan yang meminimalkan kesalahan.

  c. Kemudahan mendapatkan layanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang melayani, fasilitas pendukung seperti komputer. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas perlu adanya kriteria kualitas pelayanan. Kriteria peningkatan kualitas pelayanan perpustakaan antara lain mengenai prestasi, fitur, keandalan, kesesuaian, keberlangsungan, informasi yang mutakhir, pelayanan yang baik, estetika, kemudahan akses, pengetahuan dan pengalaman yang baik yang dimilki oleh pustakawan, tanggapan, rasa peduli, komunikasi, kecepatan, menjaga kualitas dan memelihara kualitas di berbagai macam layanan. Selain itu, kriteria kualitas pelayanan dapat dilihat dari kinerja layanan, koleksi, penyediaan informasi, sumber daya manusia yang baik, dan fasilitas yang lengkap.

2.1.6 Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perpustakaan

  Kualitas pelayanan dalam memenuhi kebutuhan informasi pengguna di perpustakaan perlu diupayakan peningkatannya. Menurut Kurniawati dalam artikelnya Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi (2007, 5), ada dua metode untuk meningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan, yaitu:

  1. Melalui peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia), yakni dengan diikutsertakannya petugas dalam berbagai pendidikan, kegiatan dan keterampilan.

  2. Melalui peningkatan sarana dan prasarana, yaitu peningkatan semua barang atau perlengkapannya yang disediakan perpustakaan.

  Selain itu, Dwijati (2006, 61) menyatakan bahwa ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pengelola perpustakaan untuk meningkatkan kualitas jasa layanan di perpustakaan, antara lain: 1.

  Penambahan koleksi baru baik buku maupun jurnal dalam bentuk digital.

  2. Meningkatkan kerjasama layanan antar perpustakaan.

  3. Mengembangkan jasa layanan baru berupa paket informasi atau informasi terbaru menurut subjek tertentu.

  4. Meningkatkan kualitas SDM dengan memberikan pelatihan teknologi informasi dalam menunjang layanan.

  Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa perlu adanya upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kuallitas pelayanan perpustakaan yaitu melalui peningkatan SDM dengan memberikan pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana, penambahan koleksi, dan meningkatkan kerja sama antar perpustakaan.

2.2 Metode ServQual+™

  Kualitas pelayanan pada umumnya diukur menggunakan analisis kesenjangan antara harapan pengguna dengan layanan yang diberikan. Dalam mengukur kualitas pelayanan perpustakaan tentunya ada metode pengukuran yang digunakan. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan menggunakan instrumen survei yang dikenal dengan ServQual+™. Metode ServQual+™ dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan pada berbagai jenis pelayanan.

  Dalam mengukur kualitas pelayanan, metode ServQual+™ mempunyai beberapa dimensi pengukuran. Pada metode ServQual+™ yang dikembangkan oleh Parasuraman. yang dikutip oleh Tjiptono (2012, 198) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh dimensi yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kualitas layanan, diantaranya yaitu: 1.

   Reliabilitas, mencakup dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja (performance) dan sifat terpercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan layanannya secara benar sejak awal, memenuhi janjinya secara akurat dan andal, menyimpan data secara tepat, dan mengirimkan tagihan yang akurat.

  2. Responsivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu dan melayani pelanggan dengan segera

  3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat melayani sesuai dengan kebutuhan pelanggan

4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui

  (approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini, berarti lokasi

  fasilitas layanan mudah dijangkau, waktu mengantri atau menungu tidak terlalu lama, dan saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi (contohnya telepon, surat, fax, website dan seterusnya), dan jam operasi nyaman

  5. Kesopanan (Courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank, dan lain-lain 6. Komunikasi, artinya menyampaikan informasi kepada para pelanggan dalam bahwa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

  7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaaan, reputasi perusahaan, karekter pribadi karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan 8. Keamanan (Sekurity) yaitu bebas dari bahaya, resiko atau keragu- raguan. Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical

  safety) , keamanan financial (financial security), privasi, dan

  kerahasiaan (confidentiality) 9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler 10. Bukti fisik (Tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain)

  Diantara sepuluh dimensi kualitas layanan di atas, menurut Parasuraman, et al. yang dikutip Purnama (2006, 22) ada yang saling tumpang tindih, sehingga mereka menyodorkan lima dimensi kualitas layanan yang lebih sederhana, yaitu: 1.

  Tangibles (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditujukan oleh tampilan gedung, fasilitas fisik pendukung, perlengkapan, dan penampilan pekerja

  2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan memberikan layanan yang dijanjikan sengan segera, akurat, dan memuaskan 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja memiliki kemampuan dan bersedia membantu pelanggan dan memberi layananan dengan baik 4. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan dengan baik 5. Empathy (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan.

  Selain itu, menurut Cullen yang dikutip Damayanti (2006, 29) menyatakan bahwa: dalam model ServQual+™ kualitas bergantung pada persepsi pengguna terhadap apa yang mereka harapkan dari suatu layanan serta bagaimana layanan yang telah mereka rasakan. Penilaian kualitas layanan dengan menggunakan model ServQual ini meliputi perhitungan perbedaan antara skor persepsi (Perception) pengguna terhadap layanan dengan skor harapan (Expectation) pengguna (Skor SevQual = Skor Persepsi – Skor harapan). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa metode ServQual+™ dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan pada berbagai unit kerja.

  Salah satu unit kerja yang dapat diukur kualitasnya dengan menggunakan metode ServQual+™ yaitu perpustakaan. Dimensi pengukuran yang ada pada ServQual+™ yaitu bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati.

2.3 Metode LibQual+™

  Metode LibQual+™ merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan perpustakaan. Metode LibQual+™ dikembangkan pada tahun 1999 atas prakarsa para pakar bidang ilmu perpustakaan dan informasi yang tergabung dalam ARL (Association of Research

  

Library ) di Amerika Serikat bekerjasama dengan Texas A&M University.

  Metode LibQual+™ adalah pengembangan dari ServQual+™ yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan perpustakaan.

  Metode LibQual+™ dianggap paling mutakhir digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan perpustakaan karena dimensi pengukurn dalam metode ini lebih spesifik membahas mengenai perpustakaan. Metode ini kini digunakan oleh hampir seluruh perpustakaan di Amerika Serikat, Eropa, United Kingdom, dan Australia.

  Rahayuningsih (2015, 33) menyatakan bahwa: “Metode LibQual+™ merupakan salah satu panduan layanan yang digunakan perpustakaan untuk mengumpulkan, memetakan, memahami, dan bertindak atas pendapat pengguna perpustakaan terhadap kualitas layanan perpustakaan.” Selain itu, menurut Fatmawati (2013, 195), “LibQual+™ merupakan survey market total yang efektif untuk konteks penelitian perpustakaan untuk menilai kualitas layanan perpustakaan.”

  Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa metode LibQual+™ merupakan salah satu panduan untuk menilai kualitas pelayanan yang ada di perpustakaan.

2.3.1 Tujuan Metode LibQual+™

  Metode LibQual+™ dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan pengguna dan memfokuskan pada masalah pelayanan yang perlu ditangani.

  Dengan demikian tentunya penggunaan metode LibQual+™ yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu yang dapat meningkatkan pelayanan perpustakaan menjadi lebih baik lagi.

  Menurut Saputro (2009, 30), tujuan LibQual+™ yaitu: 1.

  Mendorong sebuah budaya unggul dalam memberikan layanan perpustakaan.

  2. Membantu pemustaka perpustakaan agar lebih memahami persepsi dari kualitas layanan perpustakaan.

  3. Mengumpulkan dan menafsirkan masukan pemustaka perpustakaan secara sistematis dari waktu ke waktu.

  4. Memberikan penilaian perpustakaan dengan informasi dari rekan lembaga lain sebagai pembanding.

  5. Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik dalam pelayanan perpustakaan.

  6. Meningkatkan analitis staf perpustakaan dan kemampuan untuk bertindak terhadap data. Selain itu, menurut Woodward yang dikutip Fatmawati (2013, 201), tujuan dari LibQual+™ apabila dilakukan dengan benar dapat berguna untuk:

  1. Mendorong sebuah budaya unggul dalam memberikan layanan perpustakaan (Foster a culture of excellence in providing library

  service ) 2.

  Membantu pustakawan agar lebih memahami persepsi dari kualitas layanan perpustakaan (Help libraries better understand user

  perceptions of library service quality ).

  3. Mengumpulkan dan menginterpretasikan umpan balik pemustaka untuk menafsirkan berbagai masukan dari pemustaka secara sistematis dari waktu ke waktu (Collect and interpret library user feedback

  systematically over time ) 4.

  Memberikan penilaian perpustakaan dengan informasi dari rekan lembaga lain sebagai pembanding (Provide libraries with comparable

  assessment information from peer institutions ) 5.

  Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik dalam pelayanan perpustakaan (Identify best practices in library service)

  6. Meningkatkan kemampuan analisis staf perpustakaan untuk menafsirkan dan bertindak terhadap data (Enhance library staff

  

member’s analytical skills for interpreting and acting on data ).

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan dari LibQual+™ yaitu untuk memberikan layanan yang unggul, meningkatkan kualitas layanan, memahami persepsi dari kualitas layanan, menafsirkan masukan pemustaka, memberikan penilaian, meningkatkan kemampuan petugas untuk bertindak dan mengumpulkan umpan balik pemustaka dari pemustaka.

2.3.2 Manfaat Metode LibQual+™

  Metode LibQual+™ dapat digunakan untuk menilai kualitas pelayanan perpustakaan. Selain mempunyai tujuan, metode LibQual+™ juga mempunyai manfaat. Menurut Association of Research Library (2010), manfaat dari LibQual+™, yaitu:

  LibQual+™ gives your library users a chance to tell you where your

  services need improvement so you can respond to and better manage their expectations. You can develop services that better meet your users' expectations by comparing your library's data with that of peer institutions and examining the practices of those libraries that are evaluated highly by their users. (LibQual+™ dapat memberikan kesempatan untuk mengetahui

  pelayanan yang perlu perbaikan sehingga harapan pengguna dapat dipenuhi. Dengan demikian perpustakaan tentunya dapat mengembangkan pelayanan yang lebih baik untuk memenuhi harapan penggun. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan data suatu perpustakaan dengan perpustakaan lain serta memeriksa kinerja petugas perpustakaan yang dapat dinilai tinggi oleh pengguna). Selain itu, Fatmawati (2013, 191) menyatakan bahwa: “metode LibQual+™ dapat memberikan kesempatan pemustaka untuk memberitahukan penilaian dimana layanan perpustakaan yang perlu perbaikan, sehingga perpustakaan dapat menanggapi dan mengelola harapan pemustaka.” Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa metode LibQual+™ bermanfaat untuk mengetahui pelayanan yang perlu perbaikan, mengembangkan pelayanan, dan memeriksa kinerja petugas yang dinilai langsung oleh pengguna sehingga perpustakaan dapat menanggapi dan mengelola harapan pemustaka dengan baik.

2.3.3 Dimensi Pengukuran Metode LibQual+™

  Metode LibQual+™ yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan perpustakaan mempunyai dimensi kualitas. Saputro (2009, 30) mengemukakan bahwa dimensi kualitas dalam LibQual+™ ada tiga, yaitu: 1.

  Affect of service, yaitu kemampuan, sikap dan mentalitas petugas perpustakaan dalam melayani pengguna, yang meliputi: a) Assurance, yaitu pengetahuan, wawasan, kemampuan dan keramahan pustakawan/petugas perpustakaan dalam melayani pengguna. Dengan pengetahuan, wawasan, kemampuan dan keramahan tersebut membuat pengguna menaruh rasa percaya kepada layanan perpustakaan. b)

  Empathy , rasa peduli dan memberi rasa penuh perhatian kepada setiap

  individu pengguna. c) Responsiveness, selalu siap/tanggap membantu pengguna yang kesulitan dan selalu membuka diri untuk membantu, dan d) Reliability, yaitu kemampuan memberikan janji dan harapan dalam pelayanan dan menepatinya secara tepat dan akurat.

  2. Information control, yaitu menyangkut tentang ketersediaan koleksi yang memadai, kekuatan koleksi yang dimiliki, cakupan isi (scope of

  content ), kemudahan akses untuk menemukan koleksi, kemudahan

  navigasi (ease of navigation), aktualitas (timeliness), waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan informasi, ketiadaan hambatan dalam mengakses informasi pada saat dibutuhkan, peralatan (equipment), kenyamanan (convenience) dan self reliance (kepercayaan diri).

  3. Library as place, yaitu perpustakaan sebagai sebuah tempat, ini diambil dari konsep tangibles dalam ServQual, yaitu kemampuan menampilkan sesuatu secara nyata berupa fasilitas fisik (physical

  fasilities ), dan bagaimana perpustakaan dalam memanfaatkan ruang (utilitarian space), sebagai simbol dan tempat perlindungan (Refuge).

  Selain itu, menurut Kyrillidou yang dikutip Rahayuningsih (2015, 34), terdapat tiga dimensi dalam LibQual+™ yang dijadikan variabel pengukuran, yaitu: 1.

   Affect of Service measures the interpersonal dimension of library service and includes spects of empathy, responsiveness, assurance and reliability (kinerja petugas dalam pelayanan dengan mengukur dimensi

  interpersonal layanan perpustakaan yang mencakup aspek empati, daya tanggap, jaminan dan keandalan)

  2. Information Control measures service quality both from the perspective of content and access to information resources measuring the scope of the content offered by a library, convenience, ease of navigation, timeliness, equipmet availability, and self-reliance;and, (

  Pengendalian informasi dengan mengukur kualitas layanan baik dari perspektif konten dan akses ke sumber daya informasi yang mengukur lingkup konten yang ditawarkan oleh perpustakaan, kenyamanan, kemudahan navigasi, ketepatan waktu, ketersediaan peralatan, dan kemandirian) 3.

   Library as Place measures how the physical environment is perceived both in pragmatic, utilitarian, and symbolic terms encompassing aspects of the library as a refuge (perpustakaan sebagai suatu tempat

  dengan mengukur lingkungan fisik yang dianggap baik dalam pragmatis, utilitarian, dan simbolik meliputi aspek perpustakaan sebagai tempat berlindung). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa metode LibQual+™ dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan perpustakaan. Metode

  LibQual+™ mempunyai dimensi pengukuran khusus mengenai kualitas perpustakaan. Dalam metode LibQual+™ ada tiga dimensi kualitas pelayanan yaitu Affect of Service (kinerja petugas dalam pelayanan), Information Control (kontrol informasi), Library as Place (perpustakaan sebagai sebuah tempat).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Pengertian Implementasi - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

0 0 15

Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Strategi Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Pada Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana (Bppkb) Di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 24

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Gaya Kepemimpinantransformasional Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirtanadi Kota Medan Kantor Cabang Padangbulan

0 0 22

BAB 2 LANDASAN TEORI - Implementasi Algoritma Levenshtein Distance dan Algoritma Knuts Morris Pratt Dalam Fitur Word Complete pada Search Engine

1 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Peranan Camat Dalam Menningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Pengaruh Pemberian Post Chlorination Terhadap Pertumbuhan Mikroba Pada Air Yang Telah Diolah

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analis Cemaran Fluorida dan Sianida pada Air Sungai Deli Secara Spektrofotometri Visibel

0 0 18

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Arsip - Evaluasi Aplikasi Sistem Informasi Arsip (SIA) pada Kantor Pusat Komputer Universitas Negeri Padang

0 0 33