BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Pengertian Implementasi - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

2.1.1 Pengertian Implementasi

  Implementasi dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi dan menyelesaikan. Implementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to

  

carry out, accomplish, fullfil, produce, complete ” maksudnya: membawa,

menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Wahab, 2002: 95).

  Implementasi dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil.

  Dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan. Pengertian implementasi dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab dalam bukunya Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke

  

Implementasi Kebijaksanaan Negara yaitu: “Implementasi adalah tindakan-

  tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat-pejabat kelompok- kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Wahab, 2002:65). telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Winarno 2002:101)

  Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan

  Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi) , mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan

  Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut di antaranya: 1) Kondisi lingkungan Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosio kultural serta keterlibatan penerima program. 2) Hubungan antar organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. 3) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program

  (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non human resources). 4) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. (Subarsono, 2005:101).

  Menurut Sobana (Wahab 2002: 84) implementasi kebijakan merupakan suatu sistem pengendalian untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi pada prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta, serta badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu.

  Implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, tetapi mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana

  

Good Governance telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada

Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah . Elemen tersebut antara lain mencakup:

  a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

  b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

  c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

  4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

  5. Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif) (Winarno, 2002: 16).

2.1.2 Tahap Implementasi

  Pembuatan suatu sistem pasti ada tahap implementasi. yang dimaksud dengan implementasi adalah merupakan realisasi sistem yang berdasarkan pada desain yang telah dibuat. tahapan implementasi dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sebagai berikut

  1. Membuat dan menguji basis data & jaringan Pada tahap ini adalah tahap dimana menguji basis data dan jaringan yang telah ada pada sistem dan harus diimplementasikan sebelum pemasangan program komputer.

  2. Membuat dan menguji program. rencana yang telah ada dikembangkan lagi menjadi lebih rinci dan dilakukan pengujian terhadap program tersebut.

  3. Memasang dan menguji sistem baru. Pada tahapan yang ketiga ini dilakukan uji coba terhadap sistem baru tersebut, untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut sudah terpenuhi.

  4. Mengirim sistem baru kedalam sistem operasi. Tahapan yang keempat atau tahapan yang terakhir adalah untuk menggantikan sistem yang lama dengan sistem baru yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.

  Tahap ini menunjukkan bahwa sistem sudah siap untuk dioperasikan.

2.2. Program Pembinaan

2.2.1 Pengertian Program Pembinaan

  Menurut Stoner dalam (Ketaren, 2009:114) program secara harfiah diartikan sebagai rencana aktifitas atau rencana kegiatan dalam suatu wadah tertentu. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stoner tersebut maka program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas dimana program ini memperlihatkan: a.

  Langkah utama diperlukan untuk mencapai tujuan b. Unit atau anggota yang bertanggung jawab untuk setiap langkah.

  c.

  Ukuran atau pengaturan dari setiap langkah.

  Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan terhadap program dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu: 1.

  Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

  2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan (Siagian dan Suriadi, 2012:117-118).

  Penyusunan program tidak semudah yang diperkirakan banyak orang, karena memerlukan waktu, uang dan pemikiran. Tidak saja dari orang-orang yang membuatnya tetapi juga dari pihak-pihak yang akanterlibat dalam pelaksanaannya kelak dikemudian hari. Suatu program tidak hanya diuraikan tentang kegiatan apa, tetapi juga mengenai mengapa dilakukan kegiatan tersebut. Pembuatan penyusunan program perlu diperhatikan azas-azas di bawah ini: a.

  Disusun berdasarkan analisa dan waktu.

  b.

  Dipilih masalah-masalah berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan.

  c.

  Ditentukan tujuan-tujuan dan cara-cara pemecahannya yang akan memberikan kepuasan kepada semua pihak.

  d.

  Mempunyai kekekalan tetapi luwes (fleksibel).

  e.

  Mempunyai keseimbangan-keseimbangan untuk keseluruhan masyarakat tetapi dengan mengutamakan yang terpenting.

  f.

  Ada rencana kerja yang jelas dan tetap.

  Merupakan suatu proses yang terus-menerus.

  h.

  Merupakan suatu proses pengajaran dan pembimbingan. i.

  Merupakan suatu proses koordinasi. j.

  Memberikan kesempatan untuk penilaian (evaluasi) hasil-hasil pekerjaan (Wiriaatmadja, 1998: 69).

  Menurut (Mangunhardjana, 1999: 37) pembinaan adalah menekankan pada pengembangan manusia dari segi praktis, yaitu pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Mangunhardjana mengatakan bahwa dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan, tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi pengetahuan tetapi pengetahuan untuk dijalankan.

  Orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap dan kecakapan. Pembinaan dapat diartikan proses belajar untuk melepaskan hal-hal yang dianggap sudah tidak berguna dan menggantinya dengan mempelajari pengetahuan dan praktek baru.

  Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan berfungsi untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan, merubah dan mengembangkan sikap, memberikan latihan, mengembangkan kecakapan dan keterampilan. Pembinaan akan berjalan dengan baik apabila seseorang telah mengikuti pembinaan yang memiliki kemampuan untuk: a.

  Melihat diri dan pelaksanaan hidup serta kerjanya.

  b.

  Menganalisa situasi kehidupan dan kerjanya dari segi positif dan negatif.

  Menemukan masalah-masalah dalam kehidupan serta berusaha mengatasinya.

  d.

  Menemukan hal-hal yang sebaiknya diubah atau diperbaiki.

  e.

  Merenungkan sasaran yang ingin dicapai dalam hidup setelah mengikuti pembinaan (Mangunhardjana, 1999: 16).

2.2.2 Sasaran Program Pembinaan

  Seminar advokasi anak jalanan yang dikutip oleh (Soedijar, 2004: 29) mengatakan bahwa sasaran pembinaan anak jalanan : a.

  Melindungi dan berusaha mengangkat derajat anak jalanan b. Memberikan pelayanan secara teliti sehingga kesehatan dan gizi mereka tetap terjamin.

  c.

  Menumbuhkan rasa sadar diri, semangat kerja dan mengangkat derejat hidup mereka sendiri bahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

  d.

  Memberikan pengarahan pada waktu bermain, rekreasi dan pada saat waktu luangnya.

  Isi dari program pembinaan harus sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, dengan demikian sasaran tersebut akan menjadi jawaban dari permasalahan yang dihadapi para anak jalanan. Suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasaran yang jelas dapat mengandung bahaya yang besar karena kegiatan itu tidak akan memiliki arah dan tujuan. Sulit untuk dinilai berhasil atau tidaknya program bila sasaran tidak dirumuskan. Sasaran perlu dirumuskan dengan jelas dan tegas dan sasaran harus ada hubungannya dengan minat dan kebutuhan yang dibina.

  Program pembinaan memerlukan integritas dari seluruh program pembinaan, maka: Perlu dijaga agar dalam seluruh program diciptakan variasi, metode dalam mengolah kegiatan agar program berjalan lancar, memikat dan tidak monoton serta membosankan.

  b.

  Perlu diketrahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam bidang pembinaan. Sikap Pembina sangat menentukan cara pelaksanaan program.

  (Soedijra, 2004: 29)

2.3 Keberadaan Anak Jalanan

2.3.1 Pengertian Anak

  Secara biologis, anak merupakan hasil dari pertemuan antara sel telur seorang perempuan yang disebut ovum dengan benih dari seorang laki-laki yang disebut spermatozoa, yang kemudian menyatu menjadi zigot, lalu tumbuh menjadi

  

janin dan pada akhirnya terlahir ke dunia sebagai seorang manusia (bayi) yang

  utuh. Tidaklah mungkin seorang anak terlahir ke dunia tanpa ada peran dari seorang laki-laki yang telah menanamkan benih keturunan di rahim seorang perempuan, sehingga secara alami anak terlahir atas perantaraan ayah dan ibu kandungnya. Namun tidak demikian dalam pandangan hukum, bisa saja terjadi seorang anak yang lahir tanpa keberadaan ayah secara yuridis, bahkan tanpa kedua orangtua sama sekali. Idealnya, seorang anak yang dilahirkan ke dunia secara otomatis akan mendapatkan seorang laki-laki sebagai ayahnya dan seorang perempuan sebagai ibunya, baik secara biologis maupun hukum (yuridis), karena dengan memiliki orangtua yang lengkap akan mendukung kesempurnaan bagi si anak dalam menjalani masa pertumbuhannya.

  Anak merupakan insan pribadi (persoon) yang memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya, dimana selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya kelak. Anak adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang akan datang, sehingga tidak berlebihan jika Negara memberikan suatu perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa depannya (Witanto, 2012:4-6).

  Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah.

  

Convention onThe Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi

  pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 19).

  Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Konvensi Hak Anak (KHA), mendefinisikan anak secara umum sebagai yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm Perundangan Nasional (UNICEF, 2003: 3&21). perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa (Huraerah, 2006: 24).

2.3.2 Hak-Hak Anak

  Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain.

  Tujuan Hak-hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka dan berpartisipasi secara aktif di masyarakat. Sedangkan Konvensi Hak-Hak Anak adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh perserikatan bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989.

  Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak dan karena itu mempunyai komitmen menurut hukum nasional Indonesia. Agar terwujud, maka pemerintah dan seluruh dunia harus dapat menghormati dan menjunjung tinggi Hak-hak anak, melalui undang-undang yang mereka kembangkan di tingkat nasional. Namun demikian, agar anak-anak dapat menikmati hak-hak mereka, secara penuh konvensi itu harus dihormati dan dipromosikan oleh semua anggota masyarakat mulai dari orangtua untuk mendidik kepada anak-anak sendiri. Prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak:

  1. Non-diskriminasi dan kesempatan yang sama.

  Semua anak memiliki hak yang sama. Konvensi ini berlaku untuk semua anak, apapun latar belakang etnis, agama, bahasa, budaya atau jenis kelamin. Tidak perduli darimana mereka dating atau dimana mereka tinggal, apa pekerjaan orangtua mereka, apakah mereka cacat, atau mereka kaya atau miskin. Semua anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai potensi mereka sepenuhnya.

  2. Kepentingan terbaik dari anak.

  Kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama ketika membuat keputusan yang mungkin berdampak pada anak. Ketika orang dewasa membuat keputusan, mereka harus berfikir bagaimana keputusan mereka itu berdampak pada anak-anak.

  3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.

  Anak mempunyai hak untuk hidup. Anak harus memperoleh perawatan yang diperlukan untuk menjamin kesehatan fisik, mental, dan emosi mereka serta juga perkembangan intelektual, sosial dan kultural. Partisipasi anak.

  Anak mempunyai hak untuk mengekspresikan diri dan didengar. Mereka harus memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat tentang keputusan yang berdampak pada mereka dan pandangan mereka harus dipertimbangkan. Berkaitan dengan ini, usia anak, tingkat kematangan, dan kepentingan mereka yang terbaik harus selalu diingat bila mempertimbangkan idea atau gagasan anak (Joni dan Zulchaina, 1999:33-46).

  Secara internasional, diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Hak Anak PBB yang telah diratifikasi dengan KEPRES No.36/1990, dimana dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan- kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindingi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Adapun Hak Anak menurut KEPRES tersebut adalah:

  1. Hak untuk hidup yang layak.

  Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan.

  2. Hak untuk berkembang.

  Setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, bebas mengeluarkan yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.

  3. Hak untuk dilindungi.

  Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuasaan, ketidakpedulian dan eksploitasi.

  4. Hak untuk berperan serta.

  Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

  5. Hak untuk memperoleh pendidikan.

  Setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak.

  Undang-undang memberikan beberapa pandangan tentang terminologi anak berdasarkan fungsi dan kedudukannya antara lain sebagai berikut: a.

  UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

  b.

  UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak: Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakan oleh generasi sebelumnya.

  c.

  UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak: Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

  d.

  PP Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak: Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

2.3.3 Kategori Masalah Anak

  Dalam Konvensi Hak Anak telah ditegaskan sejumlah hak-hak anak yang kemudian diterapkan ke dalam hukum nasional mengenai hukum anak, baik di bidang hukum perdata, hukum pidana dan hukum di bidang kesehatan, kesejahteraan anak, jaminan sosial, ketenagakerjaan, pendidikan dan lain-lain.

  Masalah yang menyangkut hak-hak anak bukan hanya bagaimana mengintegrasikan hak-hak anak ke dalam hukum nasional Negara peserta hak-hak anak dan hukum anak dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari.

  Hak-hak anak sebagaimana dituangkan dalam Konvensi Hak Anak bukan pula sekedar hak-hak anak dalam keadaan yang sulit dan tertindas sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga memasuki wilayah kesejahteraan anak yang lebih luas baik secara sosial, ekonomi sosial dan budaya bahkan politik. Hak anak untuk terjamin kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh informasi merupakan wujud perluasan hak-hak anak yang lebih maju (progressive rights).

  Akan tetapi, dalam kenyataan keseharian, masalah anak-anak yang paling mendesak dilakukan langkah intervensi dan intervensi itupun dilakukan secara khusus adalah terhadap kategori anak-anak yang berada dalam situasi sulit. Berdasarkan bentuk dan bobot pelanggaran hak-hak anak yang berada dalam situasi sulit itu dapat dikualifikasi sebagai berikut: A.

  Anak-anak yang berada dalam keadaan diskriminatif, yakni: 1)

  Larangan perlakukan diskriminasi anak; 2)

  Nama dan kewarganegaraan anak; 3)

  Anak cacat (disabled); 4)

  Anak suku terasing (children of indegeneous people); B. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni:

  1) Anak yang terpisah dengan keluarganya;

  2) Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri;

  3) Anak yang terganggu privasinya;

  4) Anak korban kekerasan dan penelantaran;

  5) Anak tanpa keluarga;

  Anak yang diadopsi; 7)

  Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara berkala; 8)

  Buruh anak; 9)

  Anak korban eksploitasi seksual; penculikan anak;

10) Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan anak.

  12) Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan; C.

  Anak-anak dalam situasi darurat dan kritis, yakni: 1)

  Anak-anak yang perlu dipertemukan kembali dengan keluarganya; 2)

  Pengungsi anak-anak; 3)

  Anak yang terlibat dalm konflik bersenjata dan serdadu anak; 4)

  11) Anak yang dieksploitasi dalam lain-lain bentuk;

  Anak terlantar; 2)

  Anak yang tidak mampu; 3)

  Anak cacat; 4)

  Anak yang terpaksa bekerja (pekerja anak); 5)

  Anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak; 6)

  Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya; 7)

  Kewarganegaraan; 8)

  Perwalian;

  Anak yang ditempatkan yang harus ditinjau secara berkala; Sementara itu dalam pandangan lain menyebutkan bahwa masalah anak- anak dapat dikualifikasi berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri, dikualifikasi sebagai berikut: 1) Pengangkatan anak; 10) Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan. 11)

  Perlindungan terhadap penculikan; 12)

  Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan; 13)

  Resosialisasi eks narapidana anak; 14)

  Pewarisan; 15)

  Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai; 16)

  Anak luar kawin; 17)

  Alimentasi; 18)

  Penyalahgunaan seksual; 19) Anak putus sekolah (Joni dan Zulchaina, 1999:109-111).

2.3.4 Pengertian Anak Jalanan

  Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Mereka pada mumnya bekerja sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak. Anak jalanan sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Resistensinyaterhadap permasalahan di jalanan cukup tinggi (Batubara, 2010: 15).

  Departemen Sosial mengatakan seseorang akan dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu. UNICEF memberikan definisi tentang anak jalanan, yaitu street child

  

are those who have abandoned their homes, school and immediate communities

before they are sixteen years of age, and have drifted into nomadic street life (anak

  jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah16 tahun yang sudah melepaskan kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).

  Menurut Johanes dalam (Huraerah, 2006: 80) pada seminar tentang pemberdayaan anak jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung (STKS) menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga.

  Tulisan Shalahuddin dan KHA (Konvensi Hak Anak) yang dikutip dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) memberikan pengertian anak jalanan sebagai satu kelompok anak yang berada dalam kesulitan khusus (children

  

inespecially difficultcircumtance ) yang menjadi prioritas untuk segera ditangani.

  Berbeda dengan pandangan Sudijar dalam (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003:65) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak usia 7-21 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketertiban dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya, yang pada umumnya bekerja sebagai pengamen, penjual koran, penyemir sepatu, pedagang asongan dan pemulung.

2.3.5 Karakteristik Anak Jalanan

  Menurut data Departemen Sosial tahun 2014, karakteristik anak jalanan terbagi dalam dua kategori yaitu ciri fisik dan psikis. Ciri fisik anak jalanan adalah anak jalanan yang mempunyai warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus dan berpakaian kotor. Ciri psikis mereka adalah mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, atau berani menanggung resiko. Seorang anak dikatakan anak jalanan bilamana mempunyai indikasi sebagai berikut:

  1. Usia di bawah 18 tahun.

  2. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka: a.

  Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya.

  b.

  Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu sekali setiap hari.

  c.

  Masih ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur.

  3. Orientasi waktu Mereka tidak mempunyai orientasi mendatang. Orientasi waktunya adalah masa kini. Dan waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya.

  4. Orientasi tempat tinggal a.

  Tinggal bersama orang tuanya.

  b.

  Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya.

  c.

  Tidak mempunyai tempat tinggal, tidur disembarang tempat.

  5. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh, kotor, banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang, misalkan; pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan atau jalan raya, di kendaraan umum atau mengamen dan tempat pembuangan sampah.

  6. Orientasi aktifitas pekerjaan. kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk menyambung hidup, seperti; menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran/majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut dan menjadi penghubung penjual jasa.

  7. Pendanaan dalam aktifitasnya a.

  Modal sendiri b.

  Modal kelompok c. Modal majikan d.

  Bantuan 8. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

  a.

  Korban eksploitasi seks b.

  Dikejar-kejar aparat.

  c.

  Terlibat kriminal.

  d.

  Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok e. Potensi kecelakaan lalu lintas f. Ditolak masyarakat.

  9. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan.

  a.

  Haus kasih sayang.

  b.

  Rasa aman c. Kebutuhan sandang, pangan (gizi), kesehatan d.

  Kebutuhan pendidikan e. Bimbingan keterampilan f. Bantuan usaha

  Harmonisasi hubungan sosial dengan keluarga, orang tua dan masyarakat.

  Berdasarkan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang dikutip dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) terdapat 3 (tiga) kategori dalam menilai seorang anak apakah anak jalanan atau tidak, yaitu: a.

  Anak-anak jalanan yang betul-betul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari orang tuanya. Mereka ini pada umumnya dianggap gelandangan.

  b.

  Anak-anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali kepada orang tuanya.

  Anak jalanan seperti ini umumnya lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah.

  c.

  Anak-anak jalanan yang lain, yang tinggal jauh dari orang tuanya. Mereka ini kehilangan kontak sama sekali dengan orang tuanya.

  Yayasan KKSP(Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) juga memberikan karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah: a.

  Terlihat kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian b. Memandang orang lain, yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat dimintai uang.

  c.

  Mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama dalam hal tempat tidur dan makan.

  d.

  Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi dan berbicara dengan siapapun selama di jalanan.

  e.

  Malas untuk melakukan kegiatan anak rumahan misalnya jadwal tidur selalu tidak beraturan, mandi, membersihkan badan, gosok gigi, menyisir rambut, pada tanggal 14 Februari, pukul 17.04 WIB.

2.3.6 Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

  Penyebab sebagian anak jalanan bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima, menurut Farid dalam (Sularto, 2000: 54), tantangan kehidupan yang mereka hadapi pada umumnya berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Terdapat banyak kasus anak jalanan sering hidup berkembang di bawah tekanan dan stigma atau dicap sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial keterasingan mereka dalammasyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka dan justru perilaku mereka sebenarnya mencerminkan cara masyarakat memperlakukan mereka sebagai kelompok masyarakat yang terpinggirkan.

  Terdapat banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan dijalanan, seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orangtua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orangtua. Kombinasi dari faktor-faktor ini sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri dijalanan. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orangtuanya (Bagong, 2005: 48). jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni sebagai berikut : 1.

  Tingkat Mikro (Immudiate Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro ini yang biasa diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga biasa berdiri sendiri, yakni : a.

  Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus sekolah, berpetualangan, bermain-main atau diajak teman.

  b.

  Sebab dari keluarga terlantar. Ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga, tetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial.

  2. Tingkat Messo (Underlying Cause), yaitu faktor di masyarakat. Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi meliputi : a.

  Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan keluarga, anak-anak diajakan bekerja yang mengakibatkan drop out dari sekolah.

  b.

  Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti.

  c.

  Penolakan mayarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal.

  3. Tingkat Makro (Basic Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro.Pada struktur makro, sebab yang dapat diidentifikasi adalah :

  Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi.

  b.

  Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang deskriminati dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang mengalahkan kesempatanbelajar.

2.4 Kesejahteraan Anak

  Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan nya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Peraturan anak ini diaturdalam Undang-Undang Dasar tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Anak sebagai bagiaan dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Undang-undang yang mengatur hal tersebut memiliki hak sebagai berikut: a.

  Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang di dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar.

  b.

  Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

  c.

  Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

  Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar (Ramadhani, 2014: 32).

2.5 Kerangka Pemikiran

  Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penyebab munculnya anak jalanan. Permasalahan tersebut merupakan kenyataan sosial kemasyarakatan yang juga disebabkan oleh berbagai faktor seperti modernisasi, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, masalah disorganisasi keluarga. lingkungan dari tempat tinggal, kebodohan, urbanisasi, ketiadaan lapangan pekerjaan dan sulitnya mendapatkan pelayanan pendidikan. Anak jalanan bekerja dengan cara yang mudah yaitu sebagai pengamen, penjual rokok & koran, penyemir sepatu, pengasong dan sebagainya.Anak-anak yang bekerja dijalanan dapat membantu keluarga dalam perekonomiannya dan kematangan pribadi. Anak yang bekerja dijalanan juga mempunyai efek samping, yaitu terjadinya kemunduran fisik, anak putus sekolah dan juga kemerosotan moral.

  Berdasarkan program yang telah disusun tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis maka pemerintah daerah yang dimaksud penulis dalam melaksanakan peraturan daerah tersebut adalah aparatur yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program. Salah satu instansi atau bagian yang berwewenang dalam hal ini yaitu Dinas Sosial Kota Medan yang telah membuat program pembinaan anak jalanan guna untuk meminimalisasikan keberadaan anak jalanan di Kota Medan.

  Tujuan utama penyelengaraan pemerintah daerah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat, maka dari itu Dinas Sosial Kota Medan membuat menegaskan ada beberapa pembinaan yang dilakukan dalam mengurangi pertumbuhan jumlah anak jalanan di Kota Medan, yaitu:

  1. Program Penertiban. Program Penertiban yang dimaksud yaitu program yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak lain yang terlibat untuk melakukan razia di tempat-tempat umum anak jalanan bekerja dan berkeliaran.

  2. Program Pembinaan Lanjutan, yaitu program pembinaan yang memberikan pengarahan dan pengajaran pada anak jalanan. Program ini mempunyai beberapa kegiatan yaitu melakukan bimbingan sosial, mental, rohani, motivasi dan fisik dan pada setiap bimbingan terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan para anak jalanan.

  3. Program Pelatihan Keterampilan. Program ini dilakukan dengan pemberian keterampilan kepada anak jalanan berupa kerajinan tangan dan pekerjaan lain yang bisa meningkatkan bakat dan minat anak untuk bisa berkarya.

  4. Program Pemberdayaan. Program ini ditujukan pada keluarga/orangtua anak jalanan yang merupakan proses penguatan keluarga yang dilakuan secara terencana dan terarah

  Berbicara tentang bagaimana implementasi suatu kebijakan dapat berjalan efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penulis mengaitkan keefektifan suatu implementasi kebijakan dengan faktor-faktor sebagai berikut (Wahab: 2002: 54) : 1.

  Faktor Pendukung Faktor pendukung yang dimaksud disini adalah segala hal yang sifatnya membantu tersosialisasinya kebijakan pemerintah daerah dalam hal telah ditentukan.

2. Faktor Penghambat

  Faktor Penghambat sendiri disini merupakan segala sesuatu yang menjadi pengganjal atau yang menghalangi terselenggaranya pembinaan anak jalanan di Kota Medan yang sesuai dengan peratuaran yang telah ditetapkan. pemikiran yaitu sebagi berikut : Bagan 2.1

  Bagan Kerangka Pemikiran Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan

  Kota Medan Anak Jalanan

  Program Pembinaan Anak Jalanan, meliputi: 1.

  Program Penertiban 2. Program Pembinaan Lanjutan 3. Program Pelatihan

  Keterampilan 4. Program Pemberdayaan

  Implementasi Progam Pembinaan Anak Jalanan

   Definisi Konsep dan Defini Operasional

2.6.1 Definisi Konsep

  Definisi konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan diteliti untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitaian. Penulis berupaya membawa para pembaca hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai yang diinginkan dan dimaksudkan oleh penulis. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

  Memahami pengertian mengenaikonsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan dengan penjelasan sebagai berikut: a.

  Implemementasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan aturan yang lebih difokuskan lagi sebagai kebijakan pemerintah. Implementasi juga bertujuan untuk mencapai dan mangukur tingkat keberhasilan aturan atau program pemerintah tersebut dapat berjalan.

  b.

  Anak Jalanan Kota Medan yaitu anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari, mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan termasuk di lingkungan pasar dan pusat-pusat keramaian lainnya di Kota Medan, berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu.

  c.

  Program pembinaan adalah prosedur yang disediakan sebagai landasan untuk menentukan isi dan urutan kegiatan pembinaan.Program Pembinaan anak jalanan meliputi:

  Program Penertiban. Program Penertiban yang dimaksud yaitu program yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak lain yang terlibat untuk melakukan razia di tempat-tempat umum anak jalanan bekerja dan berkeliaran.

  2. Program Pembinaan Lanjutan, yaitu program pembinaan yang memberikan pengarahan dan pengajaran pada anak jalanan. Program ini mempunyai beberapa kegiatan yaitu melakukan bimbingan sosial, mental, rohani, motivasi dan fisik dan pada setiap bimbingan terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan para anak jalanan.

  3. Program Pelatihan Keterampilan. Program ini dilakukan dengan pemberian keterampilan kepada anak jalanan berupa kerajinan tangan dan pekerjaan lain yang bisa meningkatkan bakat dan minat anak untuk bisa berkarya.

  4. Program Pemberdayaan. Program ini ditujukan pada keluarga/orangtua anak jalanan yang merupakan proses penguatan keluarga yang dilakuan secara terencana dan terarah.

2.6.2 Definisi Operasional

  Definisi operasional adalah langkah lanjutan dalam perumusan definisi konsep. Definisi operasional dibutuhkan untuk mengukur konsep yang masih mempersoalkan hal-hal abstrak. Tahapan dalam penelitian sosial menjadi penting dalam hal ini karena konsep yang berbentuk variabel itu perlu dioperasionalisasikan untuk memperoleh kejelasan dalam pengukuran secara empiris. Unsur penelitian memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. variabel tunggal, yaitu program pembinaan anak jalanan di Kota Medan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Indikator pada implementasi program pembinaan Dinas Sosial terhadap anak jalanan di Kota Medan, penulis mengangkat gagasan dari Grindle yang mengidentifikasi bahwa ada dua hal yang sangat menentukan keberhasilan dari implementasi dan kemudian lebih disederhanakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah pelaksanaan penelitian tanpa mengurangi kebenaran data yang diperoleh nantinya.

  Indikator-indikator yang dimaksud pada penelitian iniadalah program pembinaan yang dilakukan pada anak jalanan yaitu:

1. Program Penertiban,kegiatan yang dilakukan yaitu: a.

  Pendataan b.

  Penampungan sementara c. Pengungkapan dan pemahaman masalah d.

  Sosialisasi 2. Program Pembinaan Lanjutan, kegiatan yang dilaksanakan:

  a. Bimbingan mental spiritual/rohani

  b. Bimbingan fisik

  c. Bimbingan sosial

  d. Bimbingan motivasi

  3. Program Pelatihan Keterampilan, kegiatan yang dilakukan:

  a. Bimbingan pelatihan dan keterampilan

  b. Materi pengajaran tentang kerajinan tangan a.

  Bimbingan lanjut pada orang tua b. Pelatihan keterampilan berbasis rumah tangga

  b. Pelatihan kewirausahaan

  d. Pemberian bantuan modal usaha ekonomi produktif (UEP)

Dokumen yang terkait

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Peranan Gaya Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Pada Pt. Asam Jawa Medan

0 0 16

BAB II PROFIL INSTANSI 2.1. Sejarah Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara 2.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara - Tugas Akhir dengan judul Peranan Sekretaris dalam Perjalanan Dinas Staf Ahli Gubernur pada Sekretariat Staf Ahl

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Tugas Akhir dengan judul Peranan Sekretaris dalam Perjalanan Dinas Staf Ahli Gubernur pada Sekretariat Staf Ahli Gubernur di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

0 1 9

BAB II PROFIL DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara - Etiket Kerja Sekretaris Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Tamu Di Dinas Pendapatan Provinsi Sumat

0 0 20

BAB III PEMBAHASAN A. Tempat dan Waktu Penelitian - Pelaksanaan Manajemen Perkantoran Pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

0 0 13

Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 8

Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 11