Biografi karya dan pemikiran imam Al Gha

Biografi, karya dan pemikiran filsafat imam Al-Ghazali

BAB I
PENDAHULUAN
     A.    Latar Belakang Masalah
Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh
yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd,
Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan,
tidak saja karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga
karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan. Bertambah masa,
bertambah berkembanglah pemikiran manusia. Begitu pula dengan perkembangan
filsafat Islam. Pada abad ke-5, filsafat Islam mengalami perkembangan yang dapat
dikatakan merubah pola filsafat Islam yang banyak dipertentangkan. Ini dibuktikan
dengan pemikiran-pemikiran Imam Al Ghazali sebagai pionir filsafatnya yang
dominan relevan dengan konsep Islam. Dalam makalah ini, pemakalah hanya
membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorang ulama besar yang
pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur. Beliau
adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah alIslam. Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak,  mulai dari pikiran beliau
dalam bidang teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas
tentang filsafat Al-Ghazali yang berkaitan dengan biografi, hasil karya, pemikirannya
dan kritik terhadap filosof Muslim lainnya.

     B.     Rumusan Masalah
         Bagaimana sejarah singkat kehidupan imam Al-Ghazali ?
         Apa saja karya-karya yang telah dibuatnya ?

         Apa pemikiran-pemikiran filsafat imam Al-Ghazali ?
    C.    Tujuan Penulisan
         Untuk mengetahui sejarah singkat imam Al-Ghazali
         Untuk mengetahui karya-karya imam Al-Ghazali

         Untuk mengetahui pemikiran-pemikran filsafat imam Al-Ghazali

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Imam Al-Ghazali
Nama asli Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu
Hamid Ath Thusi Al-Ghazali. Lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun
450 H (1058 M). Pekerjaan ayah Imam Ghazali adalah memintal benang dan
menjualnya di pasar-pasar. Ayahnya termasuk ahli tasawuf yang hebat, sebelum
meninggal dunia, ia berwasiat kepada teman akrabnya yang bernama Ahmad bin

Muhammad Ar Rozakani agar dia mau mengasuh al-Ghazali. Maka ayah Imam
Ghazali menyerahkan hartanya kepada ar-Rozakani untuk biaya hidup dan belajar
Imam Ghazali. Ia wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H
(1111 M) dalam usianya yang ke 55 tahun. Pribadi al-Ghazali sangatlah terkenal
dikalangan ilmuan Islam. Tidak hanya dikenal ahli dalam satu cabang ilmu melainkan
meliputi sederetan cabang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali dikenal sebagai ahli
Fikih, ahli Ushul, ahli dalam Ilmu Akhlak, ahli dalam ilmu Tarbiyah dan ilmu Jiwa, ahli
ilmu  Ekonomi, bahkan juga dikenal Imam yang Salafi, dan Sufi.
Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada Syekh
Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani (teman ayahnya yang merupakan orang tua
asuh al-Ghazali), kemudian ia belajar pada Imam Abi Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan.
Setelah mempelajri beberapa ilmu di negerinya, maka ia berangkat ke Naishabur dan
belajar pada Imam Al-Haromain. Di sinilah ia mulai menampakkantanda-tanda
ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu
pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu matiq (logika), falsafah dan fiqh
madzhab Syafi’i. Karena kecerdasannya itulah Imam Al-Haromain mengatakan
bahwa al-Ghazali itu adalah ”lautan tak bertepi...”.
Setelah Imam Al-Haromain wafat, Al-Ghazali meninggalkan Naishabur untuk
menuju ke Mu’askar, ia pergi ke Mu’askar untuk melakukan kunjungan kepada
Perdana Mentri Nizam al Muluk dari pemerintahan Bani Saljuk. Sesampai di sana, ia

disambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama besar. Semuanya
mengakui akan ketinggian ilmu yang dimiliki al-Ghazali. Menteri Nizam al Muluk
akhirnya melantik al-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M. Sebagai guru besar
(profesor) pada perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada di kota Baghdad. AlGhazali kemudian mengajar di perguruan tinggi tersebut selama 4 (empat) tahun. Ia
mendapat perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik yang datang dari dekat
atau dari tempat yang jauh, sampai ia menjauhkan diri dari keramaian.
Di samping ia menjadi guru besar di perguruan tinggi Nizamiyah ia juga diangkat
sebagai konsultan (mufti) oleh para ahli hukum Islam dan oleh pemerintah dalam
menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat. Akan tetapi
kedudukan yang diperoleh di Baghdad tidak berlangsung lama akibat adanya
berbagai peristiwa atau musibah yang menimpa, baik pemerintahan pusat (Baghdad)
maupun pemerintahan Daulah Bani Saljuk, di antara musibah itu ialah: pertama, pada
tahun 484 H/1092 M, tidak lama sesudah pertemuan al-Ghazali dengan permaisuri
raja Bani Saljuk, suaminya, Raja Malik Syah yang terkenal adil dan bijaksana
meninggal dunia. Kedua, pada tahun yang sama (485 H/1092 M), perdana Menteri
Nidham Al-Muluk yang menjadi sahabat karib al-Ghazali mati dibunuh oleh seorang
pembunuh bayaran di daerah dekat Nahawand, Persi. Ketiga, dua tahun kemudian,
pada tahun 487 H/1094 M, wafat pula Khalifah Abbasiyah, Muqtadi bi Amrillah.
Ketiga orang tersebut di atas, bagi al-Ghazali, merupakan orang-orang yang


selama ini dianggapnya banyak memberi peran kepada al-Ghazali, bahkan sampai
menjadikannya sebagai ulama yang terkenal. Dalam hal ini, karena mengingat ketiga
orang ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pemerintahan bani Abbas
yang pada saat itu dikendalikan oleh daulah Bani Saljuk, meninggalnya ketiga orang
ini sangat mengguncangkan kestabilan pemerintahan bergelar Mustadhhir Billah
(dilantik tahun 487 H/1094 M). Pemerintahan menjadi sangat lemah untuk
menangani kemelut yang terjadi di mana-mana terutama dalam menghadapi teror
aliran Bathiniyah yang menjadi penggerak dalam pembunuhan secara gelap
terhadap Perdana Menteri Nidham Al-Muluk.
Dalam suasana kritis itulah, Al-Ghazali di minta oleh Khalifah Mustadhir Bilah
(Masa Bani Abbasiyah) untuk terjun dalam dunia politik dengan menggunakan
penanya. Menurutnya, tidak ada pilihan, kecuali memenuhi permintaan Khalifah
tersebut. Ia kemudian tampil dengan karangannya yang berjudul Fadha’il AlBathiniyah wa Fadha’il Al-Mustadhhiriyah (tercelanya aliran Bathiniyah dan baiknya
pemerintahan Khalifah Mustadhhir) yang disingkat dengan judul Mustadhhiry. Buku
itupun disebarluaskan di tengah masyarakat umum, shingga simapti masyarakat
terhadap pemerintahan Abbasiyah kala itu dapat direbut kembali. Kemudian
timbullah gerakan menentang aliran Bathiniyah, tetapi sebaliknya pula, gerakan
Bathiniyah ini tidak berhenti untuk menjalankan pengaruhnya untuk membuat
kekacauan. Al-Ghazali merupakan seorang yang berjiwa besar dalam memberikan
pencerahan-pencarahan dalam Islam. Ia selalu hidup berpindah-pindah untuk

mencari suasana baru, tetapi khususnya untuk mendalami pengetahuan. Dalam
kehidupannya, ia sering menerima jabatan di pemerintahan, mengenai daerah yang
pernah ia singgahi  dan terobosan yang ia lakukan antara lain :
  Ketika ia di Baghdad, ia pernah menjadi guru besar di perguruan Nidzamiyah
selama 4 (empat) tahun.

  Ia meninggalkan kota Baghdad untuk berangkat ke Syam, di Syam ia menetap
hampir 2 (dua) tahun untuk berkhalwat melatih dan berjuang keras membersihkan
diri, akhlak, dan menyucikan hati hati dengan mengingat Tuhan dan beri’tikaf di
mesjid Damaskus.

  kemudian ia menuju ke Palestina untuk mengunjungi kota Hebron dan Jerussalem,
tempat di mana para Nabi sejak dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa mendapat wahyu
pertama dari Allah.
  tidak lama kemudian ia meninggalkan Palestina dikarenakan kota tersebut di
kuasai Tentara Salib, terutama ketika jatuhnya kota Jerussalem pada tahun 492
H/1099 M, lalu iapun berangkat ke Mesir, yang merupakan pusat kedua bagi
kemajuan dan kebesaran Islam sesudah Baghdad.

  Dari Palestina (Kairo), iapun melanjutkan perjalanannya ke Iskandariyah. Dari sana

ia hendak berangkat ke Maroko untuk memenuhi undangan muridnya yang
beranama Muhammad bin Taumart (1087-1130 M), yang telah merebut
kekuasaanya  dari tangan kaum Murabithun, dan mendirikan pemerintahan baru
yang bernama Daulah Muwahhidun. Ia mengurungkan niatnya untuk pergi memenuhi
undangan ke Maroko, ia tetap tinggal di Mekkah, ia  berasalan untuk melaksanakan
kewajiban yang ke lima dalam rukun Islam, yakni melaksanakan ibadah haji,
kemudian ia menziarahi kuburan Nabi Ibrahim.

  Selanjutnya ia kembali ke Naisabur, di sana ia mendirikan Madrasah Fiqh,
madrasah ini khusus untuk mempelajari ilmu hukum, dan membangun asrama
(khanqah) untuk melatih Mahasiswa-mahasiswa dalam paham sufi di tempat
kelahirannya.
         B.    Karya-Karya Al-Ghazali
Menurut Musthafa Galab, Al-Ghazali telah meninggalkan tulisannya berupa buku dan
karyanya sebanyak 228 kitab yang terdiri dari berbagai macam ilmu pengetahuan
yang terkenal pada masanya. Kitab-kitab tersebut diantaranya :
Di Bidang Filsafat
  Maqashid al-Falasifat (The tendencies of the Philosophers: Tujuan Ilmu
Filsafat). Berisi mengenai ringkasan ilmu-ilmu filsafat, dijelaskan juga ilmu-ilmu
mantiq, fisika dan ilmu alam.

  Tahafut al-falasifat (The distruction of the Philosophers: Kerancuan pemikiran
para filosof). Berisi pertentangan (kontradiksi) yang ada dalam ajaran filsafat , serta
dijelaskannya juga ketidaksesuaiannya dengan akal.
  Al-Ma’riful ‘Aqliyah (Ilmu Pengetahuan yang Rasional). Kitab ini mengungkap asal
muasal ilmu-ilmu yang rasional dan kemudianhakikat apa yang dihasilkan serta ke
arah mana tujuan pastinya.
Di bidang Agama
  Ihya’ Ulumuddin (Revival of the Relegios Sceinces: Menghidup-hidupkan Ilmu
Agama).
  Al-munqiz min al-Dhalal ( Terlepas dari kesesatan).
  Minhaj ul’Abidin (the Path of the Devout: Jalan Mengabdi Tuhan).
  Di bidang akhlak tasawuf
  Miezan ul ‘Amal (neraca amal).
  Kitab pendamping Ihya’ yang juga berisi akhlak dan tasawuf.
  Kimiya us Da’adah (kimianya kebahagiaan). Berisi masalah etika yang dibicarakan
dari sudut pandang kepraktisannya dan hukum.
  Kitabul Arba’ien (empat puluh prinsip agama). Berisi tentang soal-soal yang
berhubungan dengan akhlak tasawuf.
  At-Tibrul Masbuk fi nashiehat el muluk(emas yang sudah ditatah untuk
menasehati para penguasa). Berisi tata karma yang berhubungan dengan

pemerintahan.
  Al-Mustashfa fil ushul (keterangan yang sudaah dipilih mengenai soal pokokpokok ilmu hukum).
  Mishkat ul Anwar (lampu yang bersinar banyak). Berisi tentang kaitan akhlak
dengan ilmu aqidah dan teologi.
   Ayyuhal Walad (wahai anakku !). Berisi nasehat kepada penguasa yang
berhubungan dengan amal perbuatan dan tingkah polah mereka dalam kehidupan
sehari-hari.
  Al-adab fi Dien(adab sopan keagamaan). Berisi perilaku manusia di dalam
hubungannya dengan etika hidup manusia.

  Ar-Risalah al-Laduniyah (risalah tentang soal-soal batin). Berisi hubungan akhlak
dengan masalah-masalah kerohanian termasuk didalamnya soal wahyu, kata hati
dan sebagainya.
                        Di bidang kenegaraan
  Mustazh hiri.
  Sir ul Alamain (rahasia dua dunia yang berbeda).
  Suluk us Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan). Buku ini memberi
tahu  pimpinan bagaimana seorang kepala Negara harus menjalankan
pemerintahannya demi kesejahteraan rakyatnya.
  Nashihat et Muluk (nasehat untuk kepala-kepala negara).

Di bidang Fiqh dan Ushul Fiqh
  Asrar al-Hajj, dalam Fiqh al-Syafi’I, terbit di Mesir.
  Al-Mustasfa fi Ilmi al-Ushul, terbit berulang kali di Kairo.
   Al-Wajiz fi al-Furu’.
        C.    Pemikiran Filsafat Imam Al-Ghazali
Metafisika
Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat
terutama karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia
mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal
ketuhanan adalah seperti mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan. AlGhazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai
ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka
(para filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat
yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang
mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun
menekuni bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya
yang mengangkatnya sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada
kesimpulan bahwa metode rasional para filsuf tidak bisa dipercaya untuk
memberikan suatu pengetahuan yang meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang
metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang fisika (thabi’iyat) yang berkenaan

dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap memberikan kepercayaan
terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.
Iradat Tuhan
Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu
berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan
sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan
ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak
merupakan zarah-zarah (atom-atom) yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarahzarah yang abstrak dengan undang-undang itulah yang merupakan dunia dan
kebiasaanya yang kita lihat ini. Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu
dan ruang, tetapi dunia yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan

dikesankan pada akal (intelek) manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu.
Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapi kemauan iradatnya
imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.
Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab
dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy’ari
berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap
bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat
tersebut.
Sebagai contoh, kertas tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti

membasahi kain. Semua ini hanya merupakan adat (kebiasaan) alam, bukan suatu
kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak
Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika
dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali dengan
menghilangkan sifat membakar dari api ituatau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim
menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.

Etika
Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori
tasawufnya dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali
adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui
pada semboyan tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah alBasyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya
adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat
ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar,
ikhlas dan sebagainya.
Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta
yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan)
bagi sekalian alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap
bahwa Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya
menunggu pendekatan diri dari manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal
keburukan sama sekali. Al-Ghazali sesuai dengan prinsip Islam, mengakui bahwa
kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang
disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.
Bagi Al-Ghazali, taswuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah dari
syari’at, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’nya yang
merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti
kewajiban agama haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat kesempurnaan.
Dalam melaksanakan haruslah dengan penuh rasa yakin dan pengertian tentang
makna-makna yang terkandung di dalamnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hakikat ilmu menurut Al-Ghazali adalah dihasilkannya salinan objek pada
mental subjek sebagaimana realitas objek itu sendiri, dinyatakan dalam bentuk
proposisi berdasarkan metode ilmiah tertentu untuk kemajuan dan kebahagiaan
manusia. Imam al-Ghazali dikenal sebagai ahli Fikih, ahli Ushul, ahli dalam Ilmu
Akhlak, ahli dalam ilmu Tarbiyah dan ilmu Jiwa, ahli ilmu  Ekonomi, bahkan juga
dikenal Imam yang Salafi, dan Sufi.
Menurut Musthafa Galab, Al-Ghazali telah meninggalkan tulisannya berupa
buku dan karyanya sebanyak 228 kitab yang terdiri dari berbagai macam ilmu
pengetahuan yang terkenal pada masanya. Diantaranya dalam bidang filsafat,
agama, kenegaraan, fiqih dan ushul fiqih.
Pemikiran filsafat Al-ghazali dapat dibagi 3 yaitu:
   Metafisika yang berarti mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan
adalah seperti mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.
   Iradat tuhan yang berarti  Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali
berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak
bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan.
   Etika yang berarti Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita
lihat pada teori tasawufnya, Maksudnya adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih,
pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.