PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI PUPUK
ORGANIK

OLEH:
Khoiriyyah Al-Adawiyyah
D1B014074

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Ir. Hj. Rosyani, MS
NIP. 196208171988032003

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik”

Makalah ini ditulis guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan tugas matakuliah
Ekonomi Sumber Daya Alam & Lingkungan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Ir.
Hj. Rosyani, M.S. selaku dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan
dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar proposal ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata penulis
berharap kerangka acuan proposal skripsi ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penulis pada
khususnya.

Jambi, 10 Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
BAB IPENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................1-2
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3
2.1.Kelapa Sawit.............................................................................................. 3-4
2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit.....................................................................4-6
2.2. Pupuk Organik...........................................................................................6-7
BAB III ISI................................................................................................................. 8
3.1. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik................. 8-12
BAB IV PENUTUP................................................................................................. 13
4.1. Kesimpulan........................................................................................... 13-14
4.2. Saran............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1


Latar Belakang
Pembangunan perkebunan kelapa sawitpada masa pemerintahan
Orde Baru diarahkan dalam rangka untuk menciptakan kesempatan kerja,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa
negara. Pada saat itu pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru
untuk perkebunan dan sampai tahun 1980, luas lahan perkebunan
mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO(Crude Palm Oil) sebesar
721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia
berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Pemilihan komoditas sawit
untuk menjadi

komoditas andalan baru dari subsektor perkebunan

disamping komoditas lain yang telah lama diusahakan seperti karet, lada,
kelapa, kakao dan kopi adalah berdasarkan pertimbangan besarnya
manfaat yang diharapkan dapat diperoleh daerah dari komoditas ini.
Peluang pasar permintaan akan CPO di dunia terus meningkat dari tahun
ke tahun. Data BPS (2016) menyebutkan bahwa ekspor minyak sawit
Indonesia tahun pada tahun 2008 hingga 2016 terus meningkat dari 19,2

juta ton hingga 27 juta ton pada tahun 2016.
Dengan meningkatnya jumlah ekspor CPO Indonesia, maka timbul
permasalahan lain mengenai CPO, yaitu permasalahan limbah pabrik
kelapa sawit(PKS). Pada umumnya, hampir semua PKS memiliki
permasalahan mengenai pengelolaan limbah, baik limbah padat maupun
limbah cairnya. Pada umumnya, Effluent (hasil akhir yang dibuang ke
alam) oleh PKS yang terdapat di Indonesia belum memenuhi kriteria yang
berlaku misalnya, BOD (> 100 ppm), COD (> 150 ppm), pH(< 5),
amoniak bebas (> 1,0 ppm), padatan terlarut (> 350 ppm), padatan
tersuspensi (> 100 ppm). Limbah padat pabrik kelapa sawit berasal dari
proses pengolahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang atau
tempurung, serabut atau serat, lumpur dan bungkil. Sedangkan limbah cair
dari pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi),

proses klarifikasi dan buangan hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair
industri kelapa sawit ini berpotensi mencemari air tanah dan badan air.
Namun, limbah ini masih banyak mengandung unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya

dapat


digunakan sebagai alternatif pupuk organik di lahan perkebunan kelapa
sawit yang bernilai ekonomi serta ramah lingkungan. Dengan melihat
kondisi ini maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul
“Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik”
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemafaatan limbah kelapa sawit sebagai pupuk organik?

1.3

Tujuan
1. Untuk megetahui pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pupuk
organik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1


Kelapa Sawit
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya
Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman
hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang
bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi
Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat
perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan
Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura". Pada tahun 1911, kelapa
sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan
perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang
lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di
Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai
5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di
Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau
Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan
pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor
menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Baru semenjak era
Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan

sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus
berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak
nabati meningkat sebagai energi alternatif. (Wikipedia)
Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq) adalah salah satu jenis
tanaman dari famili palma yang menghasilkan minyak nabati yang dapat
dimakan (edible oil). Selain dari kelapa sawit, minyak nabati juga dapat
diperoleh dari tanaman kelapa, kacang kedelai, bunga matahari, kacang
tanah, dan lainnya. Dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan

minyak dan lemak, kelapa sawit adalah tanaman yang produktifitas
menghasilkan minyak

tertinggi,

dimana

tanaman

kelapa


hanya

menghasilkan sepertiga (700-1000 kg daging buah kelapa/ha) dari
produksi kelapa sawit (2000/3000 kg TBS/ha).Tanaman kelapa sawit dapat
hidup dengan baik pada daerah 15"LU-15"LS, yaitu dekat daerah edar
garis katulistiwa. Ketinggian lahan yang ideal adalah pada ketinggian 0500 m dpl. Curah hujan yang sesuai adalah 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu
optimum adalah 29-30"C. Intensitas penyinaran

adalah

5-7

jam/hari.

Kelembaban yang ideal adalah 80-90%. Kelapa sawit dapat tumbuh
dengan baik pada jenis tanah Podsolik, Latosil, Hidromorfik kelabu,
Alluvial atau Regosol. Nilai pH optimum adalah 5-5,5. Perkebunan kelapa
sawit baik dibangun pada tanah yang gembur, subur, datar (tidak lebih dari
15", berdrainase yang baik, dengan lapisan solum yang dalam.
2.2


Limbah Kelapa Sawit
Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen
penyebab pencemaran terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai
kegunaan

lagi

bagi

masyarakat.

Limbah

industri

kebanyakan

menghasilkan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih kaya
dengan zat organik yang mudah mengalami peruraian. Kebanyakan

industri yang ada membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga
dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat
terjadinya fermentasi limbah.Secara umum limbah kelapa sawit terbagi
atas dua jenis yaitu limbah padat dan limbah cair. Jenis limbah kelapa
sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan
kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah cair terjadi
pada in house keeping.
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk
samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari
proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath),
dan air pencucian pabrik. LCPKS mengandung berbagai senyawa terlarut
termasuk serat-serat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam

organik bebas dan campuran mineral-mineral.Limbah cair dari pabrik
minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi 70-80oC, berwarna
kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa
koloiddan residu minyak dengan BOD (biological oxygen demand) dan
COD (chemical oxygen demand) yang tinggi. Apabila limbah cair ini
langsung dibuang ke perairan dapat mencemari lingkungan. Jika limbah
tersebut langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap,

terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan
kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem
perairan. Limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya akan
senyawa organik dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik
oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan biogas. Jika gas-gas tersebut
tidak dikelola dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi
salah satu penyebab pemanasan global karena gas metan dan karbon
dioksida yang dilepaskan. adalah termasuk gas rumah kaca yang disebutsebut sebagai sumber pemanasan global saat ini. Emisi gas metan 21 kali
lebih berbahaya dari CO2 dan metan merupakan salah satu penyumbang
gas rumah kaca terbesar (Sumirat dan Solehudin, 2009).
Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan
menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang
berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari
proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS),
cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan
bungkil. TKKS dan

lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau

busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan
air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair
berupa

lumpur

aktif

yang

terbawa

oleh

hasil

pengolahan

air

limbahDiketahui, untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan
limbah berupa tandan kosong kelapa sawit sebanyak 23% atau 230 kg,
limbah cangkang (shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid
(lumpur sawit) 4 % atau 40 kg, serabut (fiber) 13% atau 130 kg serta
limbah cair sebanyak 50% (Mandiri, 2012). TKKS mengandung berbagai

unsur hara makro dan mikro yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman, antara lain: 42,8% C, 2,9% K2O, 0,8% N, 0,22% P2O5, 0,30%
MgO, 23 ppm Cu, dan 51 ppm Zn (Singh dkk., 1989). Cangkang sawit
merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa
sawit (Padil, 2010). Cangkang sawit merupakan limbah dari hasil
pengolahan minyak kelapa sawit yang belum termanfaatkan secara optimal
(Yarman, 2006). Sabut kelapa sawit mengandung nutrient, fosfor (P),
kalsium (ca), magnesium (Mg), dan karbon (C), sehingga limbah ini
dapat menjadi sumber pertumbuhan bakteri, dimana bakteri dapat juga
digunakan dalam proses pengolahan limbah (Wikipedia, 2011).
2.3

Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk
hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk
organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik
mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber
bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa
panen (jerami, brangkasan,

tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut

kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan
pertanian, dan limbah kota. Berbagai hasil penelitian mengindikasikan
bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya
dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat
rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal
untuk memperoleh

produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik

sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi
pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.
Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan
untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan
kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari
penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi.

Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia
biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam
tanah akan engalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme
tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber
energi dan makanan mikroba tanah sehingga

dapat

meningkatkan

aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Penambahan
bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai
sumber energi dan hara bagi mikroba. Bahan

dasar pupuk organik

yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya.
Penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai
bahan dasar kompos berbahaya karena banyak mengandung logam berat
dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses
pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi
produk akhir pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi

dalam

bahan dasar kompos

yang mengandung bahan-bahanberbahaya dan beracun (B3). Pupuk
organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butir
sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini memengaruhi
penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik
dengan karbon dan nitrogen yangbanyak, seperti jerami atau sekam lebih
besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan
bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos.

Pupuk

memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyediaan
(nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur)

hara
dan

organik
makro
mikro

seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun
jumlahnya relatif sedikit. (Wikipedia, 2011)



BAB III
ISI

3.1

Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik
Industri kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dilihat dari Harga minyak
sawit di pasaran internasional juga cenderung membaik. Hal ini
menyebabkan industri minyak sawit dapat menjadi andalan devisa di masa
mendatang. Dengan adanya peningkatan pada industri kelapa sawit maka
terjadi pula pada peningkatan produksi kelapa sawit itu sendiri. Dapat
diketahui bahwa semakin tinggi produksi kelapa sawit maka semakin
banyak limbah kelapa sawit yang dihasilkan, karena itu diperlukan suatu
teknologi tepat guna yang dapat mengolah limbah kelapa sawit ini menjadi
sesuatu yang berguna atau bermanfaat dan memiliki nilai komersil.
Pengelolaan limbah industri kelapa sawit sebaiknya menggunakan
konsep zero emissions. Konsep zero emissions adalah konsep yang
menerapkan sistem bahwa proses industri seharusnya tidak menghasilkan
limbah dalam bentuk apapun karena limbah tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku bagi industri lain. Melalui proses penerapankonsep ini
maka proses-proses industri akan menghemat sumber daya alam,
memperbanyak jenis produk, menciptakan lapangan kerja lebih banyak
serta mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.Konsep zero
emissions merupakan konsep yang harus mengeliminasi limbah agar
industri menjadi zero waste. Hal ini merupakan perubahan revolusioner
konsep industri yang dapat menjaga ekosistem. Dari sudut lingkungan,
konsep zero emissions merupakan solusi akhir dari permasalahan
pencemaran yang mengancam ekosistem baik skala kecil maupun skala
besar. Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang dipakai dan
sumber-sumber

yang

terperbaharui

(renewable)

menghasilkan

keberlanjutan

(sustainable)

penggunaan

sumber

daya

alam

dan

penghematan (efisiensi) terutama bagi limbah yang mempunyai nilai
ekonomi. Dengan menggunakan konsep zero emissions pada industri
kelapa sawit maka dapat meningkatkan daya saing dan efisiensi kelapa
sawit itu sendiri karena sumber daya digunakan secara maksimal yaitu
memproduksi lebih banyak dengan bahan baku yang lebih sedikit.Salah
satu pemanfaatan limbah pada industri kelapa sawit adalah pemanfaatan
limbah sebagai land application. Land application atau aplikasi lahan
adalah pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk atau bahan penyubur tanah
bagi tanaman kelapa sawit itu sendiri. Hal ini dikarenakan limbah cair
tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah seperti
nitrogen, phosphor, dan kalium. Jumlah kalium dan nitrogen dalam limbah
tersebut sangat besar sehingga dapat digunakan sebagai nutrisi bagi
tanaman kelapa sawit.
Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses
pengukusan

(sterilisasi),

hidrosiklon.Limbah

proses

klarifikasi

dan

buangan

dari

cair dapat digunakan dalam land application.Limbah

cair yang digunakan sebagai land application adalah limbah cair yang
telah diproses sedemikian rupa sehingga kadar BODnya berkisar antara
3500

mg/l hingga 5000 mg/l. Limbah cair yang kaya akan unsur N, P

dan K tersebut akan dapat menggantikan peran pupuk anorganik yang
selama ini digunakan. Maka, secara tidak langsung akan menghemat
pengeluaran

perusahaan

dalam

proses

pemupukan

tanamansekaligusberfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa
sawit. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengolahan
limbah cair akan menurun sekitar 50-60%.
Metode aplikasi limbahcair yang umumdigunakanadalah sistem
flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak
distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder (flatbed).Sistem ini
digunakan di lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi
diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat
mengalirkan

limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu.

Sistem ini dibangun

mengikuti kemiringan tanah. Teknik aplikasi limbah

adalah dengan mengalirkan limbah (kadar BOD 3.500-5.000 mg/l), dari
kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi, berukuran 4m x 4m x
1m, ke parit

sekunder (flatbed) berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m, yang

dibuat setiap 2 baris tanaman.Flatbed dibangun dengan kedalaman yang
cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasi dipompakan melalui
pipa ke atas atau ke

dalam bak distribusi. Setelah penuh, lalu dibiarkan

mengalir ke bawah dan masing-masing teras atau flatbed diisi sampai ke
tempat yang paling rendah. Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6 mm
ekuivalen curah hujan (ECH)/Ha/bulan atau 126 m3/Ha/bulan. Kandungan
hara pada I m3 limbah cairsetara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg
MOP, dan 1,2 kg kieserit. Pabrik kelapa sawitdengan kapasitas 30
ton/jam akan menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga
areal yang dapat diaplikasi dengan limbah cair ini sekitar 100-120 Ha.

Ditjen PPHP, Dit. Pengolahan hasil Pertanian subdit Pengelolaan
lingkungan menganjurkan teknik aplikasi limbah cair dapat berupa Teknik
penyemprotan/ sprinkler, dimana limbah cair yang sudah diolah dengan

PBAn dengan WPH selama 75-80 hari diaplikasikan ke areal tanaman
kelapa sawit dengan penyemprotan/ sprinkler berputar atau dengan arah
penyemprotan yang tetap. Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau
sedikit bergelombang, untuk mengurangi aliran permukaan dari limbah
cair yang digunakan. Setelah penyaringan limbah kemudian dialirkan ke
dalam bak air yang dilengkapi dengan pompa setrifugal yang dapat
memompakan lumpur dan mengalirkannya ke areal melalui pipa PVC
diameter 3”. Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya nozzle
sprinkler oeh lumpur yang dikandung limbah cair tersebut.
Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya
yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan
produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga
meningkat. Menurut Hidayanto (2003) Aplikasi limbah cair 12,6 mm
ECH/Ha/bulan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/Ha. Di
samping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan
limbah. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyakdigunakan di
perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan
swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS 1660%. Limbahcair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap
kapasitas air tanah di sekitar areal aplikasinya
Selain pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk organik, limbah
padat dari kelapa sawit juga dapat

dimanfaatkan

sebagai

kompos.

Teknologi produksi kompos dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
merupakan satu teknologi pengolahan limbah yang sekaligus dapat
mengatasi masalah limbah padat PKS. Penerapan teknologi ini
memungkinkan PKS untuk menerapkan konsep zero emissions yang
berarti tidak ada lagi limbah padat dan cair yang dibuang. Proses
pengomposan TKKS dimulai dengan pencacahan TKKS dengan mesin
pencacah. TKKS yang telah dicacah ditumpuk di atas lantai semen pada
udara terbuka atau di bawah atap. Tumpukan dibalik 3 - 5 kali seminggu
dengan mesin pembalik BAKHUS dan disiram denganyang berlangsung
limbah cair PKS. Pada akhir pengomposanselama 6-8 minggu,

komposdiayak

dan

dikemas.

Menurut

Hidayanto

(2003)

Total

biayainvestasi produksi kompos dari TKS berkisar Rp. 4 miliar untuk PKS
dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. Dengan asumsi produksi kompos per
hari 60 ton, maka biaya produksi kompos adalah Rp. 150/kg. Dengan
harga jual kompos bulk Rp. 400/kg, keuntungan langsung yang diperoleh
sebesar Rp. 366/kg atau sekitar Rp. 2,28 miliar/tahun sebelum pajak .

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Limbah yang ditimbulkan dari pengolahan kelapa sawit oleh pabrik
kelapa sawit (PKS) dapat digunakan menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Salah satunya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik dan kompos,
baik itu dari limbah cair maupun limbah padat kelapa sawit. Pemanfaatan
kedua limbah kelapa sawit ini bertujuann untuk mengurangi dampak buruk
yang ditimbulkan. Hal ini sesusai dengan konsep zero emsisions, dimana
Konsep zero emissions merupakan konsep yang menerapkan sistem bahwa
proses industri seharusnya tidak menghasilkan limbah dalam bentuk
apapun karena limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
bagi industri lain maupun industri itu sendiri. Jika

dilihat

dari

sudut

lingkungan, pemanfaatan limbah kelapa sawit dengan konsep zero
emissions merupakan solusi akhir dari permasalahan pencemaran yang
mengancam ekosistem lingkungan disekitar industri sawit baikskala kecil
maupun skala besar. Sedangkan dari sudut ekonomi, pemanfaatan limbah
kelapa sawit ini mampu menekan biaya perusahaan dalam hal pemupukan
kelapa sawit itu sendiri
Salah satu pemanfaatan limbah pada industri kelapa sawit adalah
pemanfaatan limbah sebagai land application. Land application atau
aplikasi lahan adalah pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk atau bahan
penyubur tanah bagi tanaman kelapa sawit itu sendiri. Metode aplikasi
limbah cair yang dapat digunakan adalahsistem flatbed dan Teknik
penyemprotan/ sprinkler. Selain pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk
organik, limbah padat dari kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai
kompos. Teknologi produksi kompos dari tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) merupakan satu teknologi pengolahan limbah yang sekaligus
dapat mengatasi masalah limbah padat PKS. Penerapan teknologi ini

memungkinkan PKS untuk

menerapkan konsep zero emmisions yang

berarti tidak ada lagi limbah padat dan cair yang dibuang.
4.2

Saran
Dalam pemanfaatan limbah cair dan limbah padatkelapa sawit
perlu diadakannya kajian dan penelitian lebih lanjut agar dalam
pemanfaatannya lebih optimal. Selain itu meningkatnya permintaan
produk yang ramah

lingkungan seharusnya memacu perusahaan untuk

berupaya meningkatkan kuantitas serta kualitas produk. Oleh karena itu,
kepedulian pelaku usaha terhadap lingkungan menjadi modal penting
selain tetap mengupayakan juga teknologi tepat guna dalam pengelolaan
limbah cair dan limbah padat kelapa sawit demi kelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

“Budidaya

Kelapa

Sawit”

http://mencoba-tuk-

berbuah.blogspot.co.id/2013/01/tentang-kelapa-sawit.html

(Diakses:

9

Maret

2017)
Anonim.

“Cara

Pengolahan

Limbah

Kelapa

Sawit”

http://www.mesinpks.com/cara-pengolahan-limbah-kelapa-sawit-menjadi-pupukorganik-sebagai-pemanfaatan-limbah-secara-maksimal (Diakses: 10 Maret 2017)
Ardila,

Yan

“Pemanfaatan

Limbah

Kelapa

Sawit”

online-

journal.ugm.ac.id/index.php/JES/article/download/1882/pd. (Diakses: 9 Maret
2017)
Haryanti, Andi. “Studi Pemanfaatan Limbah Padat Kelapa Sawit”. Konversi,
Volume 3 No. 2, Oktober 2014. http://konversijournal.net/journal/65naive.htm.
(Diakses: 9 Maret 2017)
Hidayanto, “M. Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik dan Pakan Ternak”
online-journal.ugm.ac.id/index.php/JES/article/download/1882/pd. (Diakses: 10
Maret 2017)
Kelapa sawit. https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit (Diakses: 9 Maret 2017)
Pupuk Organik https://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik (Diakses: 9 Maret
2017)
Wibisono,

Anom.

“Pengolahan

Limbah

Cair

Kelapa

Sawit”

https://anomwibisono.blogspot.co.id/2013/05/pengolahan-limbah-cair-pabrikkelapa.html (Diakses: 9 Maret 2017)