dokumen perencanaan skpd Bab (11)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian

2.1.1

Kompetensi
Kompetensi

auditor

adalah auditor

yang dengan pengetahuan

dan

pengalamanannya yang cukup dan ekplisit dapat melakukan audit secara objektif,

cerat dan seksama.
Menurut Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek
pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja
superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku,
sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Menurut Susanto (2000) definisi
tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang
mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengen pekerjaan,
serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman
(Mayangsari, 2003).
Sawyer (2005) menjelaskan prinsip-prinsip dan aturan etika, yaitu
Kompetensi merupakan auditor internal menggunakan pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman yang dibutuhkan dalam kinerja audit internal. Auditor internal harus
secara terus menerus meningkatkan keahlian dan efektivitas serta kualitas jasa
mereka.
Menurut Moller and Witt (2003:5-16), kemahiran profesional yang harus
diperoleh meliputi:
1. Kepegawaian (Staffing)

2. Pengetahuan, keterampilan dan displin (Knowledge, skill and discipline)

9

10

3. Pengawasan (Supervision)
4. Kepatuhan terhadap standar perilaku (Compliance with standart of
conduct)

5. Hubungan manusia dan komunikasi (Human relation and communication)
6. Pendidikan lanjutan (Continuing education)
7. Perawatan profesional (Due professional care)

Hal tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Kepegawaian (Staffing)
Mengacu pada persyaratan bahwa bagian audit internal harus memberikan
jaminan mengenai keahlian dan latar belakang pendidikan audit internal yang
memadai, yang akan berperan sebagai audit internal dalam perusahaan.
2. Pengetahuan, keterampilan dan displin (Knowledge, skill and discipline)

Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus mempunyai pengetahuan,
keahlian dan disiplin yang tinggi yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung
jawab auditnya.
3. Pengawasan (Supervision)
Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus menyediakan jaminan bahwa
audit internal harus diawasi sebagimana mestinya.
4. Kepatuhan terhadap standar perilaku (Compliance with standart of conduct)
Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus memenuhi standar-standar
pelaksanaan profesional dalam melakukan audit.
5. Hubungan manusia dan Komunikasi (Human relation and communication)
Mensyaratkan bahwa auditor internal harus terlatih dalam berhubungan dengan
pihak lain dan melakukan komunikasi secara objektif.
6. Pendidikan lanjutan (Continuing education)
Mensyaratkan bahwa auditor internal harus memelihara kompetensi pekerjaan
melalui pendidikan lanjutan.

11

7. Perawatan profesional (Due professional care)
Mensyaratkan bahwa auditor internal harus melatih keahlian profesionalnya

dengan berusaha mendapatkan pendidikan lanjutan untuk melaksanakan audit
internal.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9) menyatakan
bahwa:
“Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan
profesional:
1. Keahlian
Auditor internal harus memiliki pengertahuan, keterampilan dan kompetensi
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi
audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung
jawabnya.
2. Kecermatan profesional
Auditor internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang
layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang bijaksana dan
kompeten.
3. Program jaminan dan peningkatan kualitas fungsi audit internal
Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara
periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini dirancang
untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan

meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi
audit internal telah sesuai dengan standar dan kode etik Audit Internal”.
2.1.2

Independensi
Menurut Mayangsari (2003:6) disebutkan bahwa independensi adalah sikap

yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi
dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan
objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan objektifitas dalam tugas
profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang
bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur,
tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada.

12

Definisi independensi merupakan suatu standar auditing yang penting karena
opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan
yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen, maka opini

tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993:246).
Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah
sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai
kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) (2004:8)
dikatakan bahwa fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus
obyektif dalam melaksanakan pekerjaannya.
Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik
untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Oleh karena itu, cukuplah
beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap
independen dari auditor. Karena jika auditor kehilangan independensinya maka
laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Agar seorang auditor internal efektif melaksanakan tugasnya, auditor harus
independen atau bebas dari pengaruh-pengaruh objek yang akan diauditnya. Hal ini
dapat tercapai jika ia diberikan kedudukan yang disyaratkan dalam organisasi dan
memiliki tingkat objektivitas yang diperlukan seperti yang dikemukakan oleh The
Institute of Internal Auditor‟s (2001:51), sebagai berikut:
“Internal auditing should be independent of the activities they audit.

Independen is achieved through organizational status and objectivity.
Objectivity is an independent mental attitude which internal auditors should
maintain in performing audits. Performing such activities is presumed to
impair audit objectivity”
Dengan adanya independensi dan objektivitas yang dimiliki auditor internal
untuk dapat melakukan pekerjaannya secara bebas dan objektif yang memungkinkan
auditor membuat pertimbangan penting secara mental dan tidak menyimpangan.

13

Independensi menyangkut dua aspek:
1. Status Organisasi (Independensi Organisasi)
Status organisasi audit internal harus berperan sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta harus mendapat dukungan
dan pimpinan tingkat atas. Status yang dikehendaki adalah bahwa bagian audit
internal harus bertanggung jawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang
cukup untuk menjamin jangkauan audit yang luas, pertimbangan dan tindakan
yang efektif atas temuan audit dan perbaikan saran.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:8) menyatakan
bahwa:

“Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan
fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan
meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang
memadai terhadap pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”
Status audit internal dalam organisasi atau perusahaan terbagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Auditor internal memiliki hubungan langsung dan bertanggungjawab kepada
komaris untuk menyampaikan hasil audit sedangkan dengan direksi hanya
bersifat koordinatif.
b. Auditor internal berhubungan langsung dan bertanggung jawab kepada direksi
sedangkan dengan komisaris hanya bersifat koordinatif.
c. Auditor internal berhubungan langsung dan bertanggung jawab kepada
komisaris dan direksi.
Kriteria untuk melihat status internal auditing yang baik yaitu:
a. Independen
b. Fokus terhadap seluruh aktivitas organisasi
c. Pelayanan terhadap seluruh unit organisasi

14


2. Objektivitas Auditor Internal
Seorang auditor internal dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya
harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan meghindari
kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Agar
dapat mempertahankan sikap tersebut hendaknya auditor internal dibebaskan dari
tanggung jawab operasi organisasi atau perusahaan.
Oleh karenanya, independensi sangat penting bagi seorang auditor internal
dalam melaksanakan tugasnya. Selain independensi, auditor internal juga harus
memiliki keahlian dan kecermatan profesi. Keberhasilan fungsi audit internal
tidak cukup hanya independensi dan memiliki keahlian dan kecermatan profesi
saja, tetapi juga harus ada dukungan dari pihak manajemen dalam menjalankan
fungsinya. Dengan demikian merupakan hal penting untuk mendukung
kedudukannya didalam organisasi atau perusahaan sehingga auditor internal dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik.

2.1.3

Kualitas Audit
Penerapan standar profesional para auditor diatur dan dipengaruhi oleh


lingkungan tempat audit internal melaksanakan kewajiban yang ditugaskan
terhadapnya. Kesesuaian dengan konsep-konsep yang telah dinyatakan dalam standar
ini sangatlah penting apabila para profesional auditor ingin memenuhi tanggung
jawabnya. Oleh karena itu, auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas
sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan yang terjadi. Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika
memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu.
Menurut Christiawan (2000) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan
oleh 2 hal yaitu kompetensi (keahlian) dan independensi. Kedua hal tersebut
berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Lebih lanjut, persepsi pengguna
laporan keuangan atas kualitas audit merupakan fungsi dari persepsi mereka atas
independensi dan keahlian auditor”.

15

Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai bagaimana dan apa
kualitas audit yang baik itu. Tidak mudah untuk menggambarkan dan mengukur
kualitas jasa secara obyektif dengan beberapa indikator. Hal ini dikarenakan, kualitas
jasa adalah sebuah konsep yang sulit dipahami dan kabur sehingga kerap kali terdapat
kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya (Nurchasanah dan Rahmanti

(2003:49)). Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan dimensi
kualitas jasa dengan cara yang berbeda-beda. Menurut Nurchasanah dan Rahmanti
(2003:49) menyatakan bahwa penelitian terhadap kualitas jasa tetap penting
mengingat meningkatnya tuntutan konsumen terhadap kualitas jasa yang mereka beli.
Sedangkan menurut Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas audit
sebagai kemungkinan (probablility) dimana auditor akan menemukan dan
melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi. Adapun kemampuan
untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan perusahaan
bergantung dari kompetensi auditor sedangkan kemauan untuk melaporkan temuan
salah saji tersebut bergantung pada independensinya.
Ratnawati (2005) menyatakan bahwa kunci untuk mempertahankan kualitas
antara lain: reliability, tangibles, emphaty, dan responsiveness. Dan menurut Kartika
Widhi (2006:7) menyatakan bahwa tidak adanya definisi yang pasti mengenai
kualitas audit disebabkan belum adanya pemahaman umum mengenai faktor
penyusun kualitas dan sering terjadinya konflik peran antara berbagai pengguna
laporan audit.
Dari pengertian tentang kualitas audit diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat
mengaudit laporan keuangan dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam
standar akuntansi keuangan dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan,
dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar
auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.
Sehingga berdasarkan definisi di atas dapat terlihat bahwa auditor dituntut
untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan

16

oleh perusahaan dan untuk menjalankan kewajibannya ada 3 komponen yang harus
dimiliki oleh auditor yaitu kompetensi (keahlian), independensi dan perawatan
profesional (due professional care). Tetapi dalam menjalankan fungsinya, auditor
sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen
ingin operasi perusahaan atau kinerja tampak berhasil, salah satunya tergambar
melalui laba yang tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan.
Auditor intern dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip
profesi. Hiro Tugiman (2008:12-13) dalam menerapkan standar profesi audit
internal, hal-hal berikut harus diperhatikan:
1. Dewan Direksi akan dianggap bertanggung jawab atas kecukupan dan keefektifan
sistem pengendalian intern organisasinya serta kualitas pelaksanaanya;
2. Para anggota manajemen mengendalikan pemeriksaan internal (internal auditing)
sebagai alat penyaji hasil analisis yang objektif, penilaian-penilaian, rekomendasirekomendasi, saran dan informasi dalam mengendalikan serta pelaksanaan
kegiatan organisasinya;
3. Para auditor internal (eksternal auditor) akan mempergunakan hasil-hasil audit
internal untuk melengkapi pekerjaannya bila para auditor internal telah
menyediakan bukti-bukti yang tepat dan mencukupi bukti yang telah diperoleh
secara mandiri bebas dalam pelaksanan pekerjaan pemeriksaan secara profesional.
Banyak pihak dewasa ini semakin mengandalkan peran auditor internal dalam
mengembangkan dan menjaga efektivitas sistem pengendalian intern, pengelolaan
risiko, dan coporate governance. Telah banyak peraturan perundang-undangan, baik
di Indonesia maupun tingkat internasional yang mencerminkan kepercayaan dan
kebutuhan masyarakat terhadap peran audit internal dan sistem pengendalian intern
dalam menjaga efektivitas organisasi, untuk menghindari krisis serta kegagalan
organisasi.
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) terdiri atas Standar Atribut, Standar
Kinerja, dan Standar Implementasi. Standar Atribut berkenaan dengan karakteristik
organisasi, individu, dan pihak-pihak yang melakukan kegiatan audit internal. Standar

17

Kinerja menjelaskan sifat dari kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas
pekerjaan audit. Standar Kinerja memberikan praktik-praktik terbaik pelaksanaan
audit mulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Standar
Atribut dan Standar Kinerja berlaku untuk semua jenis penugasan audit internal.
Standar Profesi Audit

Internal (SPAI) (2004:10) dikatakan bahwa

penanggungjawab fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara
program jaminan dan peningkatan kualitas yang mencakup seluruh aspek dari fungsi
audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya.
Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara
periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang
untuk membantu fungsi audit internal dalam menjawab nilai dan meningkatkan
operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah
sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.
1. Penilaian terhadap program jaminan dan peningkatan kualitas. Fungsi audit
internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai
efektivitas Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas secara keseluruhan.
Proses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal.
Penilaian internal oleh fungsi audit internal harus mencakup:
a. Review yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit
internal, dan
b. Review berkala yang dilakukan melalui Self Assessment atau oleh pihak lain
dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktik
audit internal.
Penilaian Eksternal, seperti Quality Assurance Reviews harus dilakukan
sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun oleh pihak luar perusahaan yang
independen dan kompeten. Penanggungjawab fungsi audit internal harus melaporkan
hasil review dari pihak ekternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan

18

bahwa aktivitasnya „dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal‟.
Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program jaminan kualitas.
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap Standar Profesi Audit Internal
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang
lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus
diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) (2004:6-7), penentapan kode etik ini
memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar
perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik audit
internal. Para auditor internal wajib menjalankan tanggungjawab profesinya dengan
bijaksana, penuh martabat, dan kehormatan. Dalam menerapkan Kode Etik ini auditor
internal harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas auditor internal harus mengikuti standar perilaku
auditor internal, dimana indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:
1. Auditor internal harus mewujudkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau
terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh
secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar
hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tidakan atau kegiatan yang
dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendeskreditkan organisasinya.
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat
menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan
yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk
dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.
5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari
karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya,
sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

19

6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi
Standar Profesi Audit Internal (SPAI).
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan
informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak
boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
(ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap organisasinya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan
semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak
diungkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang diriviu, atau (ii) menutupi
adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan
kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan
profesional berkelanjutan.

2.2

Kerangka Pemikiran
Pada prinsipnya audit merupakan kegiatan yang membandingkan kondisi

yang ada dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kondisi yang dimaksud disini
merupakan keadaan yang sebenarnya dan sekaligus merupakan informasi yang dapat
diverifikasi.
Pada perusahaan yang kegiatan operasinya relatif besar diperlukan fungsi
audit intern karena dalam perusahaan ini pimpinan perusahaan membentuk banyak
departemen. Kegiatan audit internal merupakan suatu fungsi penilaian independen
dalam suatu organisasi.
Definisi baru mengenai Audit Internal menurut Konsorsium Organisasi
Profesi Audit Internal (2004:5) adalah:

20

”Audit internal adalah kegitan assurance dan konsultasi yang independen dan
objektif yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan
kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistemastis dan teratur
untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan risiko,
pengendalian dan proses governance”.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditing
merupakan:
1. Suatu aktivitas independen dan objektif;
2. Aktivitas pemberian jaminan dan konsultasi;
3. Dirancang untuk memberikan nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi
organisasi;
4. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya;
5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan
meningkatkan suatu keefektifan manajemen risiko, pengendalian proses peraturan
dan pengelolaan organisasi.
Kualitas audit didefinisikan sebagai kemungkinan (joint probability) dimana
seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam
sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji
tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan
melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Kualitas audit ini sangat
penting karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Untuk mengukur kualitas audit internal digunakan indikator kualitas audit
yang dikemukakan oleh Standar Profesi Audit Internal (SPAI) (2004:6-7) yaitu
sebagai berikut:
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.
2.

Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau
terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh

21

secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar
hukum.
3.

Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan
yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan
organisasinya.

4.

Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat
menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya, atau kegiatan-kegiatan
yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk
dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesi secara objektif.

5.

Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari
karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya,
sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
7.

Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi
Standar Profesi Audit Internal.

8.

Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan
informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak
boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
(ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap organisasinya.

9.

Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan
semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak
diungkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang diriviu, atau (ii) menutupi
adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.

10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan
kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan
profesional berkelanjutan.

22

Menurut Ali Mansouri dan Reza Pirayesh (2009):
“The audit should be performed and the report prepared with due
professional care by persons who have adequate training, experience and
competence in auditing.”
Audit harus dilakukan dan dilaporkan dengan cara dipersiapkan profesional
karena seorang audit harus memiliki pengalaman pelatihan yang memadai dan
kompetensi dalam audit.
Moeller and Witt (2005) mengatakan bahwa kompetensi merupakan
kemahiran profesional yang harus diperoleh meliputi:
1. Kepegawaian (Staffing)
Mengacu pada persyaratan bahwa bagian audit internal harus memberikan
jaminan mengenai keahlian dan latar belakang pendidikan audit internal yang
memadai, yang akan berperan sebagai audit internal dalam perusahaan.
2. Pengetahuan, keterampilan dan disiplin (Knowledge, skill and discipline)
Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus mempunyai pengetahuan,
keahlian dan disiplin yang tinggi yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung
jawab auditnya.
3. Pengawasan (Supervision)
Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus menyediakan jaminan bahwa
audit internal harus diawasi sebagimana mestinya.
4. Kepatuhan terhadap standar perilaku (Compliance with standard of conduct)
Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus memenuhi standar-standar
pelaksanaan profesional dalam melakukan audit.
5. Hubungan manusia dan komunikasi (Human relation and communication)
Mensyaratkan bahwa auditor internal harus terlatih dalam berhubungan dengan
pihak lain dan melakukan komunikasi secara objektif.
6. Pendidikan lanjutan (Continuing education)
Mensyaratkan bahwa auditor internal harus memelihara kompetensi pekerjaan
melalui pendidikan lanjutan.

23

7. Perawatan profesional (Due professional care)
Mensyaratkan bahwa auditor internal harus melatih keahlian profesionalnya
dengan berusaha mendapatkan pendidikan lanjutan untuk melaksanakan audit
internal.
Menurut Mayangsari (2003:6) disebutkan bahwa independensi adalah sikap
yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi
dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan
objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan objektifitas dalam tugas
profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang
bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur,
tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada.
The Institute of Internal Auditor’s (2001:51) menyatakan:
“Internal auditing should be independent of the activities they audit.
Independence is achieved through organizational status and objectivity.
Objektivity is an independent mental attitude which auditors should maintain
in performing audits. Performing such activities is presumed to impair audit
objektivity”
Adanya independensi dan objektifitas yang dimiliki auditor internal untuk
dapat melakukan pekerjaannya secara bebas dan objektif yang memungkinkan auditor
membuat pertimbangan penting secara mental dan tidak menyimpang.
Independensi menyangkut dua aspek:
1. Status Organisasi (Independensi Organisasi)
Status organisasi audit internal harus berperan sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta harus mendapat dukungan
dari pimpinan tingkat atas. Status yang dikehendaki adalah bahwa bagian audit
internal harus bertanggung jawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang
cukup untuk menjamin jangkauan audit yang luas, pertimbangan dan tindakan
yang efektif atas temuan dan perbaikan saran.

24

2. Objektivitas Auditor Internal
Seorang auditor internal dalam melaksankan fungsi dan tanggungjawabnya
harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari
kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Agar
dapat mempertahankan sikap tersebut hendaknya auditor internal dibebaskan dari
tanggung jawab operasi organisasi/perusahaan.
Berbagai

penelitian

tentang

kualitas

audit

yang

pernah

dilakukan

menghasilkan temuan yang berbeda mengenai faktor pembentuk kualitas audit.
Namun secara umum menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang
berkualitas, seorang akuntan publik yang bekerja dalam suatu tim audit dituntut untuk
memiliki kompetensi yang cukup dan independensi yang baik.
1. Pengaruh Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit.
Kompetensi

auditor

adalah

auditor

yang

dengan

pengetahuan

dan

pengalamanannya yang cukup dan ekplisit dapat melakukan audit secara objektif,
cerat dan seksama.
Menurut Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek
pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja
superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku,
sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Menurut Susanto (2000) definisi
tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang
mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengen pekerjaan,
serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman
(Mayangsari, 2003).
Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor
pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang
terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan

25

auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada
standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) (2004:9) dikatakan bahwa penugasan
harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional.
Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki keahlian atau
kompetensi yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah
secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang
semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya.
2.

Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit.
Definisi independensi merupakan suatu standar auditing yang penting karena

opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan
yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen, maka opini
tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993:246).
Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah
sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai
kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Dalam Standar Profesi Audit Internsl (SPAI) (2004:8)
dikatakan bahwa fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus
obyektif dalam melaksanakan pekerjaannya.
Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik
untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Oleh karena itu, cukuplah beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang
berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena jika auditor kehilangan
independensinya maka laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
3. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit.
Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi
(Christiawan, 2002). De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai

26

probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada
sistem akuntansi klien. Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probablilitas
untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan
probabilitas melaporkan pelanggaran pada independensi auditor.
Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas
pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh
manajemen telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan
organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta
menentukan kualitas informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Kualitas jasa auditor internal dalam proses pelaksanaan pemeriksaan intern sangat
ditentukan oleh kemampuan auditor internal menerapkan norma pemeriksaan intern
dalam menjalankan tugasnya.
Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) (2004:11) dikatakan bahwa
dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa
aktivitasnya „dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal‟. Pernyataan
ini harus didukung dengan hasil penilaian program jaminan kualitas.
Institute of Internal Auditors menurut Boyntin and Kell (1996) telah

menetapkan lima standar praktik pemeriksaan yang mengikat anggota-anggotanya,
yang

meliputi

pemeriksaan,

masalah

independensi,

pelaksanaan

pekerjaan

keahlian

pemeriksaan,

profesional,
dan

lingkup

pengelolaan

kerja
bagian

pemeriksaan intern. Norma Pemeriksaan intern tersebut merupakan indikator yang
menentukan kualitas jasa auditor internal dalam melaksanakan praktik pemeriksaan.
Apabila dikaitkan dengan tugas auditor internal yang melakukan penilaian atas
efektivitas pengendalian intern perusahaan, semakin lengkap indikator tersebut
dipatuhi oleh auditor internal, semakin berkualitaslah hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh auditor internal dan semakin meningkatlah pengendalian intern yang
berlaku dalam perusahaan.
Dalam Kode Etik Akuntan tahun 1994 yang dikutip dari artikel Mayangsari
(2003:6) disebutkan bahwa indepedensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang

27

auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya,
yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus
memelihara integritas dan objektivitas dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor
harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau berpengaruh yang
tidak layak. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi
merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan
temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada.
Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang
dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Dalam melaksanakan
audit, auditor internal harus bertindak sebagai seorang yang ahli di bidang akuntansi
dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang
selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, auditor
internal harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang mencakup aspek teknis
maupun pendidikan umum. Auditor internal untuk mencapai kompetensinya harus
memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan
review atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman. Auditor internal

harus secara terus menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan
profesinya. Auditor internal harus mempelajari, memahami dan menerapkan
ketentuan-ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang
ditetapkan organisasi profesi.
Kualitas audit menurut Chistiawan (2002:83) ditentukan oleh dua hal yaitu
kompetensi dan independensi, seperti yang dikutip sebagai berikut:
”Good quality audits require both competence (expertise) and independence.
These qualities hae direct effect on actual audit quality, as well as potential
interactive effects. In addition, financial statement users’ perception of audit
quality are a function of their perceptions of both auditor independence and
expertise”.
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) (2004:8-9) dikatakan bahwa fungsi
audit internal harus independen dan auditor internal harus obyektif dalam
melaksanakan

pekerjaannya,

serta

penugasan

harus

dilaksanakan

dengan

28

memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional. Berdasarkan Standar Profesi
Audit Internal (SPAI) audit yang dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika
memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup independen
dan obyektif, dan keahlian dan kecermatan profesional.
Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan
pengalaman yang baik karena dengan kedua hal itu auditor menjadi lebih mampu
memahami kondisi keuangan dan laporan keuangan kliennya. Kemudian dengan
sikap independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laporan auditan jika
terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.
Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Taufiq Efendy (Januari, 2010) tentang
pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit aparat
inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah (Studi Empiris pada Pemerintah
Kota Gorontalo) menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit, sedangkan variabel independensi tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kualitas audit. Implikasi temuan penelitian ini bagi upaya
terwujudnya audit yang berkualitas adalah perlunya peningkatan kompetensi melalui
pelatihan.

29

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Kompetensi, dapat dicapai
dengan:
1. Kepegawaian
2. Pengetahuan,
keterampilan, displin
3. Pengawasan
4. Kepatuhan
terhadap
standar perilaku
5. Hubungan manusia dan
komunikasi
6. Pendidikan lanjutan
7. Perawatan profesional

Independensi, dapat dicapai
dengan:
1. Status
Organisasi
(independensi Organisasi)
2. Objektivitas
Auditor
Internal

Kualitas Audit, dapat dicapai
dengan:
1. Kejujuran, objektivitas, dan
kesungguhan
2. Loyalitas
3. Tidak
terlibat
dalam
tindakan atau kegiatan yang
dapat
mendeskreditkan
profesi
4. Menahan diri dari kegiatankegiatan
yang
dapat
menimbulkan konflik
5. Tidak
boleh
menerima
imbalan
6. Melakukan jasa-jasa sesuai
kompetensi profesional
7. Memenuhi SPAI
8. Bersikap
hati-hati
dan
bijaksana
dalam
menggunakan informasi
9. Auditor
internal
harus
mengungkapkan
semua
fakta-fakta penting yang
diketahuinya
10. Meningkatkan keahlian serta
efektivitas dan kualitas

30

2.3

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil hipotesis

sebagai berikut :
1. Kompetensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
2. Independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
3. Kompetensi dan Independensi Auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
Kualitas Audit.