STUDI BENTUK RUMAH TRADISIONAL (RUMAH GODANG) KUANTAN SINGINGI STUDI KASUS KAMPUNG TOAR KECEMATAN GUNUNG TOAR

  

STUDI BENTUK RUMAH TRADISIONAL

(RUMAH GODANG) KUANTAN SINGINGI

STUDI KASUS KAMPUNG TOAR

KECEMATAN GUNUNG TOAR

ARTIKEL

  

Hendra, ST

0910018322013

  

Program Sudi Magister Teknik Arsitektur

PROGRAM PASCA SARJANA ARSITEKTUR

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

  

2013

  

STUDI BENTUK RUMAH TRADISIONAL

(RUMAH GODANG) KUANTAN SINGINGI

(STUDI KASUS KAMPUNG BARU TOAR)

(KECAMATAN GUNUNG TOAR)

  Hendra¹, Syansul Asri¹, Sudirman²

  ¹Architecture Program, Postgraduate Of Bung Hatta University ² Architecture Program, Postgraduate Of Bung Hatta University

  Email:

  

Abstract

Rumah Gadang (Minangkabau Traditional House) in the regency of Kuantan

  Singingi precesely at the village of Toar in Gunung Toar district also had the same with Minangakbau Traditional House, from the history of Kuantan Singingi regency was more clearly the house had already appeared before the Dutch come to Kuantan Singingi. Like the existing Rumah Gadang in Minangakbau, the roof of the house also had six sides by “Joglo: model (storey building) from the original roof was

  

“ijuk”, however as the development of era the roof of this house to be changed by

  using zincs. The building used the pole ranged 16

  • – 18 units. The raw material of this house 100% came from the local wood provided one gateway in the front of the house and average had four windows, the wall was made from standing particles provided with ornaments and exclusive motifs refer to the typical sign of tripe’s house and the parts wall was painted and other maintain in the original condition.

  Rumah gadang

  at the village of Toar was built by existing tripe’s and used as the place of meeting in the fiesta day of Idul Fitri and utilized as the reorganization place among member of local custom and if being the new member who want to enter into the tripe, although the era had been changed was more sophisticated, the culture of Rumah Gadang had been forgotten, To be expected to young generation in order not to be ignored the rich culture especially to young generation of Kuantan Singingi Regency. By being this thesis, the writer expected that it can be reference for the local government to protect the original cultural heritage from generation to generation in Kuantan Singingi forward. Method of this study used descriptive analysis model, it describes the object was studied in the real condition without fictive and supported by documentation with several pictures and interview. Key words: Form, Forming Elements, Trip and Traditional House (Rumah Adat) A.

  pertumbuhan suatu suku bangsa Latar Belakang

  Indonesia adalah sebuah negara ataupun bangsa. Oleh karena itu

kepulauan yang kaya akan budaya, arsitektur tradisional merupakan salah

salah satu budaya yang cukup terkenal satu identitas dari suatu pendukung

adalah arsitektur tradisional. Arsitektur kebudayaan. Dalam arsitektur

tradisional adalah satu unsur tradisional secara individu terkandung

kebudayaan yang tumbuh dan wujud ideal, wujud sosial dan wujud

berkembang bersama dengan material suatu kebudayaan, maka lahirlah rasa bangga dan rasa cinta terhadap arsitek tradisionalan itu.

  Pergeseran kebudayaan di Indonesia, khususnya di pedesaan, telah menyebabkan pergeseran wujud-wujud kebudayaan yang terkandung dalam arsitektur tradisional. Pembangunan yang giat dilakukan dewasa ini, pada hakekatnya adalah merupakan proses pembaharuan disegala bidang dan pendorong utama terjadinya pergeseran-pergeseran dalam bidang kebudayaan, khususnya dibidang tradisional pergeseraan ini cepat atau lambat akan merobah bentuk. Dengan adanya perubahan bentuk dan fungsi dari arsitektur tradisional, maka hal ini akan menjurus kearah berobah atau punahnya arsitektur tradisional itu dalam suatu masyarakat. (Arsitektur Tradisional : 1998: 12) .

  Karena masyarakat indonesia yang kental dengan keanekaragam kebudayaannya maka invantarisasi dan dokumentasi tentang arsitektur tradisional tidak mungkin di lakukan bangsa saja. Untuk memperoleh gambaran yang mendekati kenyataan mengenai arsitektur tradisional sehingga dapat dikenal atau pun dipahami oleh masyarakat itu sendiri, maka harus dilakukan inventarisasi dan dokumentasi di seluruh wilayah indonesia mau pun didaerah-daerah termasuk arsitektur tradisional daerah Riau terutama daerah Kabupaten Kuantan Singingi ini.

  Kebudayaan menurut Koentjarangingrat (2000: 56) ialah suatu yang menyeluruh sifatnya, dan meliputi seluruh aktivitas manusia baik berupa fikiran ataupun hasil ciptaan manusia yang tidak berfikir pada naluri. Oleh karena itu agar budaya tidak punah maka perlu diadakan pelestarian budaya itu sendiri dari generasi kegenerasi berikutnya.

  Belum adanya data dan informasi tentang arsitektur tradisional Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu masalah yang mendorong perlu adanya inventaris dan dokumentasi ini. Data dan informasi itu akan menjadi bahan utama dalam pembinaan dan pengembangan kebudayaan pada umumnya, arsitektur tradisional pada khususnya.

  Kabupaten Kuantan Singingi merupakan daerah yang baru berkembang sebagai ibukota saat sekarang ini adalah Teluk Kuantan, jika tidak diiringi dengan adanya upaya untuk melestarikan arsitektur tradisonal yang telah ditinggalkan selama ini, maka semua itu akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari pada Kabupaten Kuantan Singingi itu sendiri. Terutama pada arsitektur rumah tradisional yang telah ada saat ini yang salah satunya terletak di Kecamatan Gunung Toar Rumah tradisional yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi, Kecamatan Gunung Toar memiliki kriteria bentuk rumah yang memiliki ciri khas tersendiri yang menarik dan unik untuk di lestarikan dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:  Pada bagian atap rumah memiliki sudut atap yang tinggi dan bentuk atap Joglo (bertingkat, melengkung atau lontiak).

   Kontruksi rumah tidak mamakai sistem paku tetapi dipasak.  Bagian pintu masuk rumah berbeda- beda padahal bentuk rumah sama  Pada bagian tampak depan rumah terdapat banyak ukiran disertai warna cat berbagai warna sedangkan tampak belakang tidak ada ukiran dan dinding tidak dikasih cat warna sama sekali.  Jendela terdapat pada bagian dinding depan saja  Tiang kolong bangunan berdiri miring dengan jumlah tidak sama.

   Bangunan rumah tahan terhadap gempa bumi.

  1.1. Rumusan Permasalahan

  Dari ciri-ciri rumah tradisional Kuantan Singingi yang telah di uraikan, belum diketemukan dari mana bentuk arsitektur yang sebetulnya, sehingga sulit untuk bisa menerangkan kepada orang lain bentuk arsitektur apakah itu sebenarnya. Oleh sebab itu masalah ini perlu adanya kajian lebih lanjut untuk mengidentifikasi terhadap bangunan- bangunan rumah tradisional Kuantan Singingi ini.

  1.2 Pertanyaan Penelitian

  Dari Pemahaman Latar Belakang diatas, maka timbul pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:  Bagaimana bentuk Rumah Tradisional (Rumah Godang) di Desa Toar.

   Komponen-komponen apa saja yang menentukan bentuk Rumah Tradisional di Desa Toar.

  Berdasarkan dari judul yang diteliti, yaitu “Studi Bentuk Rumah Tradisional (Rumah Godang) Kuantan Singingi (Studi Kasus Kampung Baru Toar Kecamatan Gunung Toar)

  ” Beberapa sumber yang menjadi dasar inspirasi dari Tesis ini adalah beberapa penelitian terdahulu. Adapun Penelitian tersebut adalah: Penelitian yang dilakukan oleh Maifadal Muin, S.Sos (2002) dengan judul Adat persukuan daerah Kabupaten Kuantan Singingi, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara terpadu. Penelitian ini memperkenalkan suku-suku serta adat istiadat yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi, penelitian ini bertujuan untuk memotivasi khususnya bagi generasi penerus Kabupaten Kuantan Singingi agar mampu mempertahankan dan melestarikan kebudayaan yang ada di Kuantan Singingi.

  Penelitian ini dilakukan oleh Bapak Ambrin Sabrin, BA (2003) dengan judul penelitian

  ’’Bentuk Ornamen-Ornamen Daera h Riau’’ Temuan penulis dari penelitian ini adalah yang berkaitan dengan kemiripan ornamen, arsitektur rumah tradisional yang ada di daerah Riau dengan daerah lainnya, dalam tulisannya penulis menguraikan tentang ornamen-ornamen yang ada di daerah Propinsi Riau umumnya termasuk Kabupaten Kuantan Singingi dengan tahun 2003, ia juga mempelajari bentuk ornamen Kabupaten Kampar yang hampir sama bentuknya atau memiliki kemiripan dengan rumah tradisional yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi, tetapi hakikatnya tetap mempunyai perbedaan dan cirri khas masing-masing.

I.3 Keasilan Penelitian

  Lalu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Bapak Nursyam. S. (1984) dengan judul

  Arsitektur Rumah Tradisional Daerah Riau”.

  Dalam penelitian ini penulis memperkenalkan berbagai arsitektur rumah tradisional Melayu Daratan dan arsitektur rumah tradisional Melayu Kepulauan dimana keduanya memiliki berbagai kesamaan namun tetap memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri dengan keunikan dan kehasan daerah masing-masing.

  Dari kumpulan teori yang ada, maka disusunlah teori tersebut untuk membentuk suatu analisa dalam membahas data yang diperoleh dari lapangan. Sehingga dapat membuat kerangka berfikir didalam metodologi penelitian menjadi lebih teratur dan terarah dalam merumuskan suatu kesimpulan.

  Tinjuan Khusus untuk menciptakan kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi serta menyadari betapa tinggi nilai-nilai yang terkandung di dalam Rumah tradisional Kuantan Singingi, sehingga akan tumbuh rasa ikut memiliki, bertanggung jawab memelihara dan melindungi.

1.4 Manfaat Penelitian

   Untuk Memelihara tradisi lama yang baik dan relevan dan mengolahnya menjadi formula baru yang lebih flexsibel dalam sebuah format gerakan kebudayaan yang modern dan terbuka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan kata lain mampu merawat dan mengembangkan tradisi dengan tata cara yang tidak tradisional.

  I.5 Tujuan Penelitian

  Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk menyelamatkan atau memelihara warisan budaya bangsa serta Mengembangkan dengan tujuan untuk dapat mengkaji semangat budaya Nasional.

   Dapat mengikuti perubahan zaman sehingga nilai nilai luhur yang terkandung di dalamnya dapat dipakai sebagai acuan dalam berpikir, berperilaku dan menyikapi kehidupan modern dalam dinamika gobal.

  I.5 1.

  6 Lingkup dan Batasan Penelitian Dalam ruang lingkup invetarisasi dan dokumentasi arsitektur tradisional telah di rumuskan semacam batasan kerja yang berbunyi sebagai berikut: Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan, yang berbentuk, struktur, fungsi, ragam hias dan diwariskan turun menurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang. ( Navis, A.A., 1987: 3)

  Adapun manfaat penelitian ini diantaranya adalah:  Untuk menggali mengumpulkan, memelihara serta mengekalkan berbagai kekayaan seni dan budaya yang masih berlaku di masyarakat maupun yang pernah ada di masa lampau sebagai dokumentasi sejarah seni dan budaya.

  Toar, persamaan bentuk serta perbedaannya.

  2. Menelusuri

  komponen-komponen yang membentuk Rumah Tradisional di Desa Toar

  Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi.

  B. Kajian Teoritis

  2.1 Pengertian Rumah Tradisional (Rumah Godang)

  Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat diyang merupakan Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan

  Sementara Lingkup Penelitian yaitu: Menelusuri Tradisional di Kecamatan Gunung

  Rumah dengan jenis seperti ini juga banyak dijumpai di Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau didirikan rumah ini hanya dikawasan darat (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagaija Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau. (Insklopedia, 1988: 22)

  Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar ruangnya terdiri berjumlah ganjil antara tiga sampai sebelas. Rumah Godang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwariskan kepada perempuan pada kaum tersebut (Graves, Elizabeth E : 2007)

  Di halaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunandigunakan untuk menyimpanRumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang (Bahasa Minang:

  anjuang

  ) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang.

  Anjuang pada kelarasan Bodi- Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjuang yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang atau Rumah Baanjuang tersebut biasanya juga dibangun sebuahum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah (Dawson, Barry; Gillow, John: 1994).

  dengan bentuk puncak dan dapat tahan sampai puluhan tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.

  Menurut A.A Navis (Navis, A.A., 1987) rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang .

  Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan, dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari olehyang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat. Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan. Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding. Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahanPapan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberisehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatanukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang. (Marsden, William, 2008)

  Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk dan juga sambung menyambung.

  Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motifrsegi tiga, empat dan genjang. Motif dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran. Rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena fisiknya yang besar, melainkan karena fungsinya (Tenas Effendy, tt).

  Dalam nyanyian atau pidato dilukiskan juga fungsi rumah gadang antara lain sebagai berikut.

  Selain sebagai tempat kediaman, fungsi rumah gadang juga sebagai lambang kehadiran suatu kaum serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan, seperti tempat bermufakat dan melaksanakan berbagai upacara. Bahkan juga sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit. Sebagai tempat tinggal bersama, rumah gadang mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Setiap perempuan yang bersuami memperoleh sebuah kamar. Perempuan yang termuda memperoleh kamar yang terujung. Pada gilirannya ia akan berpindah ke tengah jika seorang gadis memperoleh suami pula. Perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Sedangkan gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang lain. Sedangkan laki-laki tua, duda, dan bujangan tidur di surau milik kaum atau sukunya masing-masing. (Prancis D.K. Ching, 1985)

  Penempatan pasangan suami istri baru di kamar yang terujung, ialah agar suasana

  Sebagai tempat merawat keluarga, rumah gadang berperan pula sebagai rumah sakit setiap laki-laki Seorang laki-laki yang diperkirakan ajalnya akan sampai akan dibawa ke rumah gadang atau ke rumah tempat ia dilahirkan. Dan rumah itulah ia akan dilepas ke pandam (tanah) pekuburan bila ia meninggal. Hal ini akan menjadi sangat berfaedah, apabila laki-laki itu mempunyai istri lebih dari seorang, sehingga terhindarlah persengketaan antara istri-istrinya. Umumnya rumah gadang didiami nenek, ibu, dan anak- anak perempuan. (Prancis D.K. Ching, 1985)

  Di Kabupaten Kuantan Singingi dan lebih khususnya di Kecamatan Gunung Toar Rumah gadang dinamakan juga rumah tradisional atau yang lebih dikenal dengan rumah godang yaitu sebuah rumah yang dibangun oleh setiap atau masing- masing suku yang ada di daerah tersebut dengan tujan untuk berkumpul atau untuk bertemu muka antara pemimpin suku atau yang lebih dikenal dengan istilah ninik mamak dengan para keluarga besar disuku tersebut yang lebih dikenal dengan istilah anak, cucu dan kemenakan.

  Acara berkumpul ini diadakan setiap setahun dua kali yaitu tepatnya pada bulan Syawal dan bulan Dzulhijjah yaitu setiap lebaran Idul fitri dan Idul Adha tepatnya hari kedua di dua hari raya tersebut dengan tujuan untuk saling mengenal anggota suku, keluarga dekat, bertemu ramah beserta pemberian petuah atau nasehat kepada para anak cucu dan yang lebih penting adalah untuk para muda-mudi agar jangan sampai terjadi perkawinan “satu

  suku” dan mampu melestarikan rasa

  persaudaraan antara sesama suku tersebut.

  Kebiasaan ini biasanya diteruskan hingga hari ini dan dijadikan suku untuk dayang berkunjung dan duduk bersama didalam rumah godang tersebut dengan tujuan saling bersilaturrahim antara sesama anggota suku tersebut. Adat ini terus dipertahankan sehingga menjadi suatu ciri khasa bagi setiap suku yang ada di desa Kampung Baru Toar untuk tetap datang secara rutin ke rumah godang setiap tahun terutama bagi anak cucu kemenakan yang sudah bekeluarga dan sudah menginjak usia remaja agar mereka saling kenal antara satu dengan yang lainnya agar terjalin rasa kekeluargaan dan kekerabatan sesama satu suku.

  Semua acara tersebut diatas dipimpin oleh kepala suku yang biasanya disebut penghulu adat atau monti serta istilah lainnya adalah

  “mamak soko” yang memang ditugaskan untuk memimpin acara rapat suku tersebut serta diberikan kewenangan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi disuku tersebut selama satu tahun hidup bermasyarakat.

  (Tjandronegoro, Sediono MP).

  2.3 Fungsi Bagian Rumah Godang

  Rumah gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masing mempunai fungsi khusus. Seluruh bagian dalam merupakan ruangan lepas, terkecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga, dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara

  Lanjar yang terletak pada bagian dinding sebelah belakang biasa digunakan untuk kamar-kamar. Jumlah kamar tergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Kamar itu umumnya kecil, sekadar berisi sebuah tempat tidur, lemari atau peti dan sedikit ruangan untuk bergerak. Kamar memang digunakan untuk tidur dan berganti pakaian saja. Kamar itu tidak mungkin dapat digunakan untuk keperluan lain, karena keperluan lain harus menggunakan ruang atau tempat yang terbuka. Atau dapat diartikan bahwa dalam kehidupan yang komunalistis tidak ada suatu tempat untuk menyendiri yang memberikan kesempatan pengembangan kehidupan yang individual. (Prancis D.K. Ching, 1985) Lanjar kedua merupakan bagian yang digunakan sebagai tempat khusus penghuni kamar. Misalnya, tempat mereka makan dan menanti tamu masing masing. Luasnya seluas lanjar dan satu ruang yang berada tepat di hadapan kamar mereka. Lanjar ketiga merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar empat dan merupakan lanjar tepi pada rumah belanjar tiga. Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu penghuni kamar masing-masing yang berada di ruang itu. Kalau tamu itu dijamu makan, di sanalah mereka ditempatkan. Tamu akan makan bersama dengan penghuni kamar serta ditemani seorang dua perempuan tua yang memimpin rumah tangga itu. Perempuan lain yang menjadi ahli rumah tidak ikut makan. Mereka hanya duduk-duduk di lanjar kedua menemani dengan senda gurau. (Capra: 1999)

  Kalau di antara tamu itu ada sebelah bagian dinding depannya, di sebelah bagian ujung rumah. Sedangkan ahli rumah laki-laki yang menemaninya berada di bagian pangkal rumah. Pengertian ujung rumah di sini ialah kedua ujung rumah. Pangkal rumah ialah di bagian tengah, sesuai dengan letak tiang tua, yang lazimnya menupakan tiang yang paling tengah. Lanjar tepi, yaitu yang terletak di bagian depan dinding depan, merupakan lanjar terhormat yang lazimnya digunakan sebagai tempat tamu laki-laki bila diadakan perjamuan.

  Ruang rumah godang pada umumnya terdiri dari tiga sampai sebelas lanjar. Fungsinya selain untuk menentukan kamar tidur dengan wilayahnya juga sebagai pembagi atas tiga bagian, yakni bagian tengah, bagian kiri, dan bagian kanan, apabila rumah gadang itu mempunyai tangga di tengah, baik yang terletak di belakang maupun di depan. Bagian tengah digunakan untuk tempat jalan dari depan ke belakang sementara bagian kiri atau kanan digunakan sebagai tempat duduk dan makan, baik pada waktu sehari-hari maupun pada waktu ada penjamuan atau tamu. Ruang rumah godang surambi papek yang tangganya di sebuah sisi rumah terbagi dua, yakni ruang ujung atau ruang di ujung dan ruang pangka (pangka = pangkal). Dalam bertamu atau perjamuan, ruang di ujung tempat tamu, sedangkan ruang di pangkal tempat ahli rumah beserta kerabatnya yang menjadi si pangkal (tuan rumah). Kolong rumah gadang sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian dan atau juga tempat perempuan bertenun. Seluruh kolong ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

  Bentuk merupakan bagian bangunan dalam arsitektur yang paling mudah untuk dilihat adalah bagian wajah bangunan atau yang lebih kenal dengan sebutan facade bangunan. Bagian facade banguan ini juga sering disebut tampak kulit luar ataupun tampang bangunan, karena facade bangunan ini merupakan yang sering deberi penilaian oleh para pengamat tanpa memeriksa terlebih dahulu keseluruhan bangunan baik di keseluruahan sisi luar bangunan, maupun pada bagian dalam bangunan. Penilaian tersebut tidak hanya dilakukan oleh para arsitek tetapi juga masyarakat awam ( Prijotomo 1987 )

  Komposisi suatu facade, dengan mempertimbangkan semua persyaratan fungsionalnya (jendela, pintu, sun shading, bidang atap) pada prinsipnya dilakukan dengan menciptakan kesatuan yang harmonis dengan mengunakan komposisi yang proposional, unsur vertikal dan horisontal yang tertruktur, meterial, warna dam elemen-elemen dekoratif. Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk mendapatkan perhatian yang lebih adalah proporsi bukaan-bukaan, tinggi bagunan, prisip perulangan, keseimbangan komposisi yang baik, serta tema yang tercakup ke dalam veriasi (Krier, 1988)

  Menurut Krier (1988) elemen- elemen arsitektur pendukung facade, yaitu sebagai berikut: 1)

  Penataan dinding juga dapat diperlakukan sebagai seni pahat sebuah bangunan. Bagian khusus dari suatu bangunan dapat diekspos dengan latar depan dan latar belakang dapat ditentukan. Pada bagian dinding biasanya di buat ukiran dengan makna tertentu atau sesuai dengan perkembangan ukiran saat itu yang melambangkan kebesaran. 5)

  C. Metode Penelitian

  sekaligus merupakan komponen- komponen yang mempengarui facade bangunan adalah atap, dinding, lantai dan tiang sebagai penyanggah bangunan.

  facade dari sebuah bangunan yang

  Menurut Lippsmeier (1980) elemen

  Facade beradaptasi dengan cuaca karena adanya ornamen di atas dinding.

  Sun shading

  Atap Atap merupakan mahkota bangunan yang disangga bahan bangunan yaitu dinding. Atap merupakan komponen penting yang turut memperindah bentuk bangunan dan atap diibaratkan mahkota bangunan. 6)

  4) Dinding

  Tiang Merupakan komponen utama tempat berdirinya bangunan yang dibuat dari kayu yang keras agar tahan lama dan tidak mudah lapuk untuk penyanggah bangunan agar tetap berdiri dengan kokoh, jumlah tiang ini bergantung kebutuhan atau besaran tiang.

  dapat dipertegas;  Atau bahkan dihilangkan;  Jendela dapat bergabung dalam kelompok-kelompok kecil atau membagi facade;  Dengan elemen-elemen yang hampir terpisah dan bentuk terpisah dan membentuk simbol tertentu.

  facade, salah satu efek tertentu

   Kerena distribusi jendela pada

   Proporsi geometris facade;  Penataan komposisi;  Memperhatikan keharmonisan proporsi geometri;

  facade , yaitu sebagai berikut :

  Jendela Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penataan jendela

  Pintu memainkan peranan yang menentukan dalam menghasilkan arah dan makna yang tepat pada suatu ruang. Ukuran pintu selalu memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran pendek untuk musuk ke dalam ruangan yang lebih privat. 3)

  2) Pintu

  Metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriftif analitis, yaitu menggambarkan objek yang diteliti dengan keadaan yang sebenarnya atau apa adanya tanpa rekayasa sedikitpun yang didukung dengan dokumentasi berupa foto dan semi wawancara, kemudian dianalisis dengan kajian pustaka yang sesuai dengan pembahasan dan dibantu dengan observasi lapangan.

  3.1.1 Perumusan Masalah

  Merupakan persiapan awal yaitu pengumpulan data berupa bangunan tradisional (rumah godang) yang ada di Kecamatan Gunung Toar tepatnya di desa Kampung Baru Toar pada bulan Oktober sampai Desember tahun Setelah dilakukan observasi kemudian dibuat klasifikasi dalam bentuk tabel dengan menyimpulkan keadaan serta kondisi bangunan yang sebenarnya.

  Bangunan yang diteliti adalah seluruh rumah tradisional atau rumah godang yang ada di desa Kampung Baru Toar Kecamatan Gunung Toar yang terdiri dari 16 (enambelas) rumah rumah godang di desa tersebut. Lalu dijelaskan secara spesifik bentuk bangunan rumah godang tersebut secara lebih terperinci baik kesamaan maupun perbedaan diantara rumah- rumah godang yang ada.

  3.1.2 Cara Penelitian

  Penelitian ini adalah murni penelitian lapangan yaitu kegiatan secara langsung dilaksanakan sepenuhnya dilapangan yaitu dengan cara: a.

  Observasi pendahuluan, dilakukan dengan pengamatan secara langsung kelokasi penelitian dengan cara melihat langsung kondisi bangunan yang ada kelokasi penelitian.

  b.

  Pengambilan data primer melalui observasi dan semi wawancara dengan responden.

  1. Observasi lapangan Penelitian ini menggunakan paradigma fenomenologi, yaitu pelaksanaan langsung mengumpulkan data ke lapangan sesuai dengan keadaan atau kenyataan yang ada, karena penelitia terjun langsung kelokasi, mengukur dan mengidentifikasi serta menggambarkan secara jelas bentuk-bentuk bangunan rumah godang di Kampung Baru Toar, lalu digambarkan hasil pengamatan sesuai dengan keadaan aslinya. Maka kajisn pengamatan dilaksanakan secara eksplorasi dengan observasi lapangan terhadap aspek fisik serta non fisik serta unsur-unsur pendukung lainnya.

3.1 Langkah-langkah Penelitian

  2. Wawancara Wawancara tak terstruktur dilakukan penulis sebagai upaya untuk mendukung penyelesaian penelitian yakni sebagai informasi tambahan yang akan dapat melengkapi serta upaya pelestarian buadaya daerah.

  3.1.3 Penelitian Kepustakaan

  Hal ini dimulai dengan sejarah singkat berdirinya Kabupaten Kuantan Singingi serta dimekarkannya Kecamatan Gunung Toar serta beberapa teori pendukung tentang bentuk rumah serta struktur bangunan rumah godang sebagai upaya keaslian data yang diperoleh dilapangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

  3.1.4 Identifikasi Kajian Data

  Adapun data-data yang digunakan adalah dengan cara: Pada saat melakukan penelitian langsung di lapangan, penelitian menggunakan alat-alat penelitian yang dapat berfungsi dan mandukung dalam memperoleh data-data yang diharapkan yang berhubungan dengan Rumah Tradisional. Untuk mendapatkan gambaran situasi fisik bangunan Rumah Tradisional pada saat penelitian, penelitian mengunakan alat berupa handycam sebagai upaya untuk memperoleh data visual dalam wujud tiga dimensi.

  Selanjutnya juga dilakukan pengukuran bangunan dengan cara survai lapangan sehingga data di peroleh betul-betul terukur dan dipindahkan ke kumputer, sedangkan untuk memperoleh data secara dua dimensi digunakan kemera digital, serta seketsa lapangan dilakukan saat survai lapangan.

  Analisa data penelitian mengunakan analisa data kualitatif pendekatan rasionalistik yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah di tetepkan serta mencari esensi penelitiannya Arsitektur Tradisional Daerah Riau ( Nursyam. S, 1984)

  Analisa dilakukan dengan mengaji aspek fisik dan non fisik untuk mendapatkan studi bentuk Rumah tradisional dengan rincian sebagai berikut:  Sebelum terjun kelapangan lebih dahulu dilakukan tinjauan pustaka, sehingga didapatkan teori yang dibawa kelapangan.

   Dengan mengadakan survey awal di lapangan dengan secara sepintas untuk melihat kembali lokasi penelitian sebagai objek.

   Setelah dilakukan survey awal kemudain dilakukan objek penelitian dengan pertimbangan faktor-faktor yang telah ditentukan.

   Setelah dilakukan pengumpulan data-data fisik dan non fisik dengan setiap tahapan bangunan yang telah dianalisa awal, dengan faktor-faktor yang telah dilakukan pada saat setelah survey awal.

   Data yang telah diperoleh digambarkan sesuai keadaan yang sebenarnya kemudian dipresentasekan.

   3.1.6 Kesimpulan

  Dari hasil penelitian akan diperoleh jawaban tentang bentuk rumah tradisional (rumah godang) yang ada di Kecamatan Gunung Toar berdasarkan kenyataan yang sebenarnya serta berbagai perbedaan yang ada diantara bangunan-bangunan tersebut.

3.1.5 Analisis

  D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

  4.4. Identifikasi Bentuk Rumah Godang Gunung Toar

  4.4.1 Struktur Organisasi Adat Rumah Godang

  Dalam sistem pemerintahan adat atau organisasi rumah gadang setiap suku memiliki rentetan atau tingkat pemerintahan yang sama yang berfungsi untuk memimpin suku dan mengatasi permasalahan apabila ada salah seorang anggota suku mengalami masalah baik itu berupa perselisihan, perkelahian yang harus diganti kerugian maupun terjadi pernikahan satu suku, maka para pemimpin adat inilah yang harus menyelesaikannya. Jika ia berhalangan maka titah itu diberikan kepada jenjang berikutnya sebagaimana struktur pemerintahan adat di rumah godang Kecamatan Gunung Toar berikut ini: Dari struktur organisasi pemerintahan adat di Rumah godang Kecamatran Gunung Toar terlihat bahwa Penghulu adat adalah pemimpin yang biasa disebut Ninik Mamak dan yang menjadi penasehatnya adalah para alim ulama (tokoh agama) serta cerdik pandai (orang berpendidikan/tokoh adat), hal ini dimaksudkan apabila penghulu adat khilaf atau sedikit maupun kebijakan dan keputusan yang diambilnya, maka para alim ulama dan tokoh adatlah yang akan menasehati atau memberikan pandangan sekaligua meluruskannya. Berikut uraian tingkatan pemerintahan Rumah Godang di Kecamatan Gunung Toar.

  1. Penghulu adalah pimpinan adat yang didampingi oleh tokoh alim ualam dan cerdik pandai sebagai badan penasehatnya.

  2. Menti adalah tokoh yang merupakan khusus juru bicara atau juru runding yang akan menyelesaikan pertikaian antara anak cucu kemenakan yang bertikai dengan suku lain atau sesama suku, orang ini pandai berbicara dan bijaksana dan didampingi oleh dubalang yang merupakan orang kuat atau orang jagoan yang khusus untuk mengantisipasi jika ada kekerasan (diibaratkan bodyguard) tetapi mereka juga bijaksana.

  3. Tangganai adalah pemilik rumah atau yang kedudukannya sejajar dengan ninik mamak dari anak cucu kemenakan yang berarti membawahi suku masing-masing yang akan mengadukan kepada ninik mamak jika ada keluarga yang bermasalah atau bertikai.

  4. Masyarakat maksudnya adalah anggota suku atau lebih dikenal dengan anak cucu kemenakan.

  Jadi terlihat secara jelas betapa rapi susunan pemerintahan interen dalam setiap suku pada Rumah Godang di Kampung Baru Toar Kecamatan Gunung Toar sehingga stabilitas keamanan kehidupan bermasyarakat tetap terjamin dengan aman, nyaman dan tentram sehingga mampu mewujudkan masyarakat madani dikampung tersebut.

  

ALIM ULAMA PENGHULU ADAT CERDIK PANDAI

MENTI DUBALANG

TUNGGANAI TUNGGANAI

MASYARAKAT

TUNGGANAI TUNGGANAI

Struktur pemerintahan dalam adat rumah godang

Kecamatan Gunung Toar

4.4.2 Analisa Bentuk Rumah

   Tiang 15 batang dengan hiasan

  Godang

  berupa ukiran Dari identifikasi penulis yang C.

  Suku Piliang Lowe (Suku Nan dilaksanakan secara observasi Sambilan) lapangan, berikut ada beberapa bentuk

  1. Rumah Godang Datuak Jopang Rumah Godang di Gunung Toar

  Hulu berdasarkan 5 suku terbesar yang  Bentuk atap rumah joglo diantaranya adalah:

  (lontiak) dan bertingkat A. Suku Piliang Kociak (Pulau Koto)

   Dinding bangunan di cat, ada diantaranya: motif ukiran dan disusun secara 1. Rumah Godang Datuak Sunguik vertical

  Ome  Memiliki 3 buah jendela yang Rumah godang ini memiliki ciri-ciri dibuat persegi panjang yang sebagai berikut: berada disebelah depan

   Bentuk atap rumah joglo bangunan.

  (lontiak) dan bertingkat  Memiliki satu pintu masuk

   Dinding bangunan tidak di cat disamping kanan bangunan dan dan disusun secara vertical ditambah tangga yang terbuat  Memiliki 4 buah jendela yang dari kayu. dibuat persegi panjang yang

   Tiang 12 batang dengan hiasan berada disebelah depan berupa ukiran bangunan.

  D.

  Suku Piliang Tongah (Suku kan bangunan teras  Memiliki Tongah)

  (pelantar) dan memiliki satu 1.

  Rumah Godang Datuak Bolang pintu masuk disamping kanan  Bentuk atap rumah joglo bangunan

  (lontiak) dan tidak bertingkat  Tiang 15 batang dengan hiasan

   Dinding bangunan tidak di cat, berupa ukiran tidak ada motif ukiran dan disusun secara vertical B. Suku Piliang Soni (Suku Nan Limo)

   Memiliki 3 buah jendela yang 1. Rumah Godang Datuak Maruangso dibuat persegi panjang yang

  (Tukang Obang) berada disebelah depan  Bentuk atap rumah joglo bangunan.

  (lontiak) dan bertingkat  Memiliki satu pintu masuk

   Dinding bangunan tidak di cat disamping kanan bangunan dan serta diberi motif berupa ukiran ditambah tangga yang terbuat dan disusun secara vertical dari kayu.  Memiliki 4 buah jendela yang

   Tiang 15 batang dengan hiasan dibuat persegi panjang yang berupa ukiran berada disebelah depan E. Suku Piliang bangunan.

  1. Rumah Godang Datuak Paduko bangunan teras  Memiliki  Bentuk atap rumah joglo

  (pelantar) dan memiliki satu (lontiak) dan bertingkat pintu masuk disamping kanan  Dinding bangunan tidak di cat, bangunan dan tangga yang tidak ada motif ukiran dan terbuat dari Beton. disusun secara vertical

  5.2 Kesimpulan

   Memiliki 3 buah jendela yang Dilihat dari hasil temuan dibuat persegi panjang yang berada di sebelah depan penelitian yang telah dilakukan pada studi bentuk Rumah Tradisional di bangunan. kawasan Kabupaten Kuantan Singingi,

   Memiliki satu pintu masuk dapat disimpulkan sebagai berikut: disamping kanan bangunan dan Bentuk Rumah Tradisional ditambah tangga yang terbuat

  Kuantan Singingi di Desa Toar yaitu dari kayu.

   Bentuk atap rumah tradisional  Tiang 15 batang dengan hiasan yang mempunyai atap bertingkat berupa ukiran

  (Joglo) dan melengkung (lontiak)

E. Kesimpulan Dan Saran bangunan rumah

   Bentuk tradisional adalah persegi

   Jawaban Pertanyaan Penelitiaan

  panjang 1. Bentuk rumah Tradisional (rumah

  Godang) Desa Toar adalah Rumah  Bangunan mempunyai tiang Panggung memiliki tiang rata-rata induk (Minang = tonggak tuo) 12 tiang dengan bentuk rumah sebagai acuan untuk mendirikan persegi panjang, memiliki satu pintu rumah yang rata-rata berjumlah masuk (dibagian depan saja), 12 batang tiang. memiliki empat jendela juga  Ruang kamar terdapat posisi kiri dibagian depan saja dan bentuk atap dan ada beberapa ruang lainnya bertingkat (joglo) serta melengkung yang berfungsi untuk tempat

  (lontiak) duduk para urang godang, anak

  2. cucu dan kemenakan serta urang

  Komponen-komponen pembentuk rumah tradisional di Toar adalah : sumando.

  a.

  Bangunan rumah godang pada  Bentuk struktur bangunan adalah umumnya memiliki ketinggian struktur panggung yang tidak rata-rata 6 s/d 7 meter dan memakai sistem paku tetapi memiliki teras (pelantar) yang hanya memakai sistem pasak ukuran lebarnya 3 s / d 4 meter. untuk penyambungan antara kayu b.

  Sebagian bangunan ada yang satu dengan kayu lainnya. tidak mempunyai teras, tetapi rumah memiliki

   Bangunan hanya memiliki tangga sebagai kesamaan dengan rumah godang tempat tanjakan untuk naik ke yang ada di Sumatera Barat, dalam rumah. tetapi tetap memiliki kekhasan c. Sebagian bangunan dindingnya masing-masing dan terdapat memiliki ukiran dengan motif banyak perbedaan antara tertentu dan sebagian lagi tidak keduanya. memiliki ukiran, pada didinding

   Salah satu perbedaannya adalah papan dipasang secara tegak atap, atap bangunan rumah (vertikal) dan sebagain lagi godang di Sumatera Barat adalah mendatar (horizontal) memakai atap Ijuk sementara d.

  Sebagian bangunan memiliki atap rumah godang di Kuantan bentuk atap bertingkat (joglo)

  Singingi adalah memakai atap sebagian lagi atapnya tidak seng. bertingkat.

5.3 Saran

  Sumatra . Jakarta: Komunitas Bambu.

  Maifadal Muin, S.Sos (2002) Adat persukuan daerah Kabupaten Kuantan Singingi, (Tesis, tidak di terbitkan)

  Penelitian ini adalah merupakan awal dari mengkaji studi bentuk rumah tradisional yang cekal bakal untuk perkembangan kebudayaan di Kabupaten Kuantan Singingi, karena penelitian ini mengenai rumah tradisional Kuantan siangingi belum ada sehingga penelitian ini belum adapembanding.

  Penelitian menyarankan untuk penelitian yang selanjutnya bisa dilakukan terhadap beberapa tahap penelitian seperti:

  1987

  Sumatera Barat 3 , Grasindo

  Navis, A.A., Cerita Rakyat dari

   Sebagian dinding dari rumah godang mempunyai motif /ukiran dan dicat tetapi sebagaian lagi tidak ada ukiran dan tidak dicat.

  Marsden, William. 2008. Sejarah

  Graves, Elizabeth E., (2007), Asal-usul

  elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX , Jakarta:

  Yayasan Obor Indonesia Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

  Jakarta. PT. Gramedia

  • . 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafitipers.

  , 1988, Jld 3 (M-Q), Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

  Silfia Hanani. 2007. “Rekonstruksi dan Upaya Penyelamatan Budaya Lokal Postsentralisme di Indonesia”.

   Bentuk arsitektur rumah tradisional Kuantan Singingi  Makna dari simbol yang ada pada bangunan  Sistem konsep pada bangunan rumah tradisional

  Hias Pada Rumah Melayu Riau”, Sebati Riau Art Gallery, PT. Caltex Indonesia, Riau

  LP3ES Tenas Effendy, H, Kadir Emy, “Ragam

  Ilmu Sosial di Asia Tenggara Dari Partikularisme ke Universalisme. Jakarta.

  Tjandronegoro, Sediono MP. “ Agenda Ilmu Sosial Indonesia Tinjauan pribadi dalam Nordholt Nico G (ed)

  SKIMX UKM- UNPAD . UKM. Bangi

  Dinas Kebudayaan , Kesenian dan Pariwisata, Unri Press, Pekanbaru

  Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu

  & Susunannya.”, Erlangga, 1985. Mustian, ”Alam Melayu”,

  Prancis D.K. Ching, “Arsitektur: Bentuk, Ruang

  S. (1984) “ Arsitektur Rumah Tradisional Daerah Riau”. (Tesis, tidak di terbitkan)

  Nursyam.

  Dengan demikian bisa didapatkan bentuk arsitektur yang lebih dalam dan luas pada bangunan rumah tradisional ini di harapkan dapat dilestarikan sehingga bentuk arsitektur rumah tradisional Kabupaten Kuantan Singingi ini tidak hilang dan menjadi pendoman untuk bangunan pemerintahan Kuantan singingi sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

  Ambrin Sabrin, BA (2003)’’Bentuk Ornamen-Ornamen Daerah Riau’’ (Tesis, tidak di terbitkan)

  Arsitektur Tradisional Daerah Riau, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Riau.