The Influence of Desiccation Level of Preservation Aloe Vera

The Influence of Desiccation Level of Preservation
Aloe Vera
Doddy Irawan
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Pontianak

ABSTRACT
Aloe Gel a contained in the leaves, colerless with 99.5% of water content and
0.5% solid content. This high water content empowers the chemical reaction and
some microorganism activities to take place. Therefore, we loaked into some pratical
process so that the Aloe Gel can stay fresh longer. The efforts were concentrated on
the drying process of the leaves. A too high drying temperature will damage the gel
components, so the right temperature should be found to minimize the damages.
A lab built cabinet dryer was used for convenient control of temperature and
easy air circulation control and timing to preserve the good nutrition and texture
characteristics. The optimal combination of drying time and temperature was the
expected result of our research.
Five time periods were selected, which one 10, 15, 20, 25, and 30 minutes,
with varying temperatures. We found out that the best time was between 25 and 30
minutes and temperatures between 700 and 800C. The resulting water contents
between 97 and 99.5%, while the consumers gave the grade 4, which meant good for
the dried gel.

Keywords : Drying ,Cabinet Dryer, Preservation

PENDAHULUAN
Salah satu fokus kebijaksanaan pembangunan nasional yang tercantum dalam
GBHN 1999-2004 adalah mengembangkan yang berorientasi global dengan
membangun keunggulan komperatif produk-produk daerah berdasarkan kompetensi
dan unggulan komperatif Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia
(SDM) daerah.
Perekonomian Indonesia saat ini berusaha menggeliat untuk dapat bangkit
kembali setelah terpuruk atau krisis ekonomi dan sosial sejak tahun 1978 yang lalu.
Melepaskan diri dari keterpurukan ekonomi memang tidak mudah, apalagi bila
dibayang-bayangi oleh ancaman kemungkinan terjadinya krisis ekonomi jilid ke-2 di
Asia yang menjadi kekhawatiran para menteri keuangan negara-negara Asia yang
bertemu pada pertengahan bulan Mei 2007 di Jepang.
Kekhawatiran terjadi kembali krisis ekonomi merupakan peringatan dini yang
harus ditindaklanjuti untuk menangkalnya, baik secara sendiri-sendiri maupun

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

47


bersama oleh negara-negara di Asia. Kebersaman antar negara Asia dalam kontek
globalisasi untuk mencegah krisis berikutnya akan sangat membantu dalam hal ini
Ohmae (2005) mengatakan bahwa ada empat faktor kunci kehidupan bisnis dunia
yang telah meraih posisi yang secara efektif tanpa adanya batas, yaitu: komunikasi,
modal, korporasi dan konsumen. Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa khusus
untuk Indonesia diperlukan sesegera mungkin melakukan upaya menggerakkan
kegiatan sektor riil secara terencana dan berkesinambungan. Ini artinya bahwa
keberadaan institusi yang baik dan kuat akan berdampak positif bagi pengembangan
sektor ekonomi riil.
Laporan World Bank (2006) menyebutkan bahwa ada petunjuk yang
mendukung pandangan bahwa institusi yang lemah dan tidak setara, memiliki
pengaruh kausatif atas instabilitas ekonomi. Karena upaya tersebut dipercaya akan
dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai lapangan usaha dan wilayah,
sehingga menjadi barier bagi terjadinya krisis ekonomi jilid ke-2. Salah satu bukti
empiris adalah bahwa walaupun banyak hambatan, sejak awal krisis ekonomi
sepuluh tahun yang lalu sampai dengan saat ini roda perekonomian Indonesia lebih
banyak digerakkan oleh konsumsi masyarakat dan ketangguhan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM). Oleh karena itu, upaya pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah terutama yang banyak mengandalkan sumberdaya lokal dan didukung

oleh adanya institusi yang handal, merupakan tumpuan dalam upaya memperbaiki
kondisi sosial dan ekonomi negara di masa mendatang.
Usaha Kecil dan Menengah yang umumnya melibatkan banyak orang, baik
sebagai pemilik usaha maupun tenaga kerja, tampaknya dipercaya banyak pihak
dapat menjadi solusi untuk mengerakkan aktivitas ekonomi riil di Indonesia. Kendala
yang dihadapi oleh UKM di Indonesia dalam mengemban usahanya pada umumnya
masih merupakan kendala klasik, seperti keterbatasan akses terhadap sumber
pendanaan dan pemasaran. Namun demikian, dibalik kesulitan dana bagi
pengembangan UKM terutama UKM pemula (start-up), ternyata banyak diantara
mereka yang produknya mempunyai keunggulan komparatif. Salah satu komiditi
yang dimaksud adalah produk olahan dari lidah buaya (Aloe vera). Tanaman lidah
buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut sekitar khatulistiwa dapat
dijadikan sebagai komoditas unggulan mengingat manfaat dan nilai ekonomis yang

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

48

cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan
komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal.

Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan
dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke negara tetangga, seperti
Singapura, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor
dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan
diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri
sebagai bahan baku industri lanjutan. Industri lanjutan yang berbahan baku tanaman
lidah buaya antara lain industri farmasi dan kosmetika. Sebagai bahan baku, tanaman
lidah buaya tidak bisa digunakan secara langsung dalam bentuk pelepah segar, tetapi
harus diolah dahulu menjadi gel (aloe gel) atau tepung (aloe powder). Rasio
kebutuhan pelepah segar terhadap produk olahan seperti tepung lidah buaya sangat
besar, bahkan perbandingan untuk tepung lidah buaya dengan kualitas sangat baik
dapat mencapai 150 : 1. Tepung dengan kualitas tersebut dengan berat yang sama
nilai rupiahnya bisa mencapai seribu empat ratus kali lipat dari bahan bakunya. Ini
artinya adalah bahwa dari sisi bisnis, komoditas tersebut sangat berpotensi untuk
dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan pelaku industri
pengolahannya, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada peningkatan
ekonomi wilayah. Oleh karena itu, apabila komoditi tersebut akan dikembangkan
pengusahaannya, maka sebaiknya industri yang memproduksi gel ataupun tepung
harus memiliki kontinuitas ketersediaan bahan baku (pelepah segar). Kondisi
tersebut dapat tercapai jika industri dan budidaya terkait secara langsung dalam suatu

klaster bisnis.
Pontianak termasuk kota yang berada tepat digaris Khatulistiwa, mempunyai
ciri yang sangat spesifik terhadap komoditas pertanian unggulan dan andalan yang
dihasilkan. Diantaranya adalah komoditi Lidah Buaya (Aloe Vera) yang saat ini
sudah menjadi komoditas ekspor dan dikenal lebih baik dari produk lidah buaya
daerah lain karena mengandung fiber (serat) lebih tinggi dengan ukuran daunnya
lebih besar karena letak Kota Pontianak yang tepat digaris Khatulistiwa sehingga
mendapat intesitas sinar matahari yang cukup tinggi sepanjang hari.
Hingga saat ini luas tanaman lidah buaya di Kalimantan Barat mencapai
19.950 ha, yang sebagian besar ditanam petani di Kotamadya Pontianak, sedangkan

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

49

luas potensi wilayah pengembangan adalah 1.680.700 ha (Sumber: Potensi Investasi
Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura di Propinsi Kalimantan Barat, Disperta,
2000).
Pada umumnya proses pengolahan lidah buaya dilakukan dengan metode
perebusan. Dalam penelitian ini peneliti mencoba dengan metode pengeringan dalam

pembuatan aloe vera. Secara teori dengan metode perebusan lebih beresiko merusak
gel lidah buaya. Ini dapat menurunkan kualitas produk. Banyak yang belum
mengetahui cara pengolahan lidah buaya yang benar. Sehingga

mempengaruhi

kandungan gizi gel lidah buaya. Maka dari itu peneliti mencoba menguji dengan
metode pengeringan untuk meneliti, apakah dengan metode pengeringan lebih baik
daripada metode perebusan terhadap.

PERMASALAHAN
Permasalahan yang akan dihadapai dalam penelitian ini adalah :
1.

bagaimana mengukur waktu saat pengeringan gel lidah buaya

2.

bagaimana mendapatkan waktu pengeringan yang lebih efektif dan efisien
sehingga tidak merusak lidah buaya


3.

bagaimana menentukan lama pengawetan lidah buaya sesudah proses
pengeringan

4.

dan merancang suatu alat pengeringan yang secara optimal untuk skala industri
kecil

TINJAUAN PUSTAKA
Lidah Buaya (Aloe Vera)
Penelitan tentang lidah buaya sudah banyak dilakukan.

Sebagai dasar

kosmetik lidah buaya mengandung Zn, K, Fe, Vitamin A , Asam Folat dan kholin.
Selain itu vitamin B1, B2, B3, B12, C, E, Choline, Inositol, dan Folic Acid.
Sedangkan kandungan mineral pada lidah buaya terdiri atas: Calcium, Potasium,

Sodium, dan Chromium. Untuk enzim yang terkandung adalah: Amylase, Catalase,
Carboxypepidae, Carboxyhelolase, dan Braddylinase.
Asam amino yang terkandung adalah: Arginine Asparagin, Aspartat Acid,
Anline, Serine, Valine, Glutamat, Treonine, Glycyne, Lycine, Iron, Zine, Proline,

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

50

Histidine, Leucine, dan Isoliucine. Informasi terakhir dari hasil analisis diperoleh
bahwa daun pelepah lidah buaya mengandung sekitar 20 jenis asam amino yang
berkhasiat untuk obat cacing, obat luka, peluruh dahak (obat batuk), peluruh haid,
pencahar, penghenti pendarahan, perawatan dan penyubur rambut, stress, pegobatan
kanker, kecanduan, arthritis,

hepatitis, feline, leukimia, lupus, diabetes, dan

skeloderma. Untuk bahan dasar kosmetika, lidah buaya mengandung Zn (untuk
kesehatan kulit dan kuku), K (untuk pemeliharaan muka dan otot tubuh agar tetap
kencang). Asam folat dan kholin (berperan dalam kesehatan kulit dan rambut).

Hasil analisis kandungan gizi dalam gel lidah buaya segar sebagaimana
tercantum pada tabel-1 berikut:
Tabel 1
Hasil Analisis Kandungan Komponen Nutrisi Gel lidah Buaya (Aloe Vera)
dalam 100 gram Bahan
No
Komponen
1
Air
2
Lemak
3
Karbohidrat
4
Protein
5
Vitamin A
6
Vitamin C
7

Total padatan lain
Sumber: pontianak aloe vera center, 2005

Jumlah
99,510% (99,126 - 99,640)
0,067% (0,050 - 0,089)
0,043% (0,038 - 0,076)
0,038% (0,026 - 0,051)
4,594 mg (3.640 - 11,462)
3,476 mg (0,531 - 4,248)
0,490% (0,260 - 0,874)

Dasar-dasar Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan paling tua. Cara
ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam, kita telah memperbaiki
pelaksanaanya pada bagian-bagian tertentu. Pengeringan merupakan suatu metode
pengawetan pangan yang paling luas digunakan.
Penggunaan panas yang berasal dari api untuk mengeringkan bahan pangan
dijumpai secara bebas. Evaporasi dan desikasi barangkali merupakan istilah yang
menunjukkan kegiatan yang sama. Istilah dehidrasi berarti pengeringan buatan, dan

didalam industri bahan pangan dehidrasi dianggap merupakan proses pengeringan
buatan.
Dehidrasi berarti mengendalikan kondisi iklim di dalam suatu ruangan atau
lingkungan mikro. Sedangkan untuk pengeringan matahari kondisinya diserahkan

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

51

pada unsur-unsurnya. Bahan pangan kering yang berasal dari suatu unit dehidrasi
dapat memiliki kualitas yang lebih baik daripada yang dikeringkan dengan matahari.
Untuk aktivitas pengeringan diperlukan tanah yang lebih sedikit.
Kondisi sanitasi didalam proses dehidrasi dapat dikendalikan, sedangkan di
lapangan terbuka, adanya kontaminasi yang berasal dari debu, insekta, burung, dan
rodensia merupakan masalah utama. Kenyataan menunjukkan bahwa dehidrasi
merupakan suatu proses yang lebih mahal daripada pengeringan matahari, bahan
pangan kering yang dihasilkan dari proses dehidrasi memiliki harga yang lebih
tinggi, karena kualitasnya lebih baik. Bahan pangan kering yang dihasilkan dari suatu
alat pengering, kadar gulanya lebih tinggi, sebesar kadar gula yang hilang karena
adanya respirasi jaringan yang berlangsung terus selama pengeringan matahari dan
juga karena fermentasi.
Fungsi udara dalam pengeringan adalah memberikan panas kepada bahan
pangan, menyebabkan air menguap, dan merupakan pengankut air yang dibebaskan
oleh bahan pangan yang dikeringkan.
Volume udara yang diperlukan dalam pengeringan untuk mengantarkan panas
pada bahan pangan untuk menguapkan air yang lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk mengangkut uap air dari ruangan. Jika udara yang masuk tidak
kering atau jika udara yang meninggalkan ruangan oleh pengeringan tidak jenuh
dengan uap air., maka jumlah volume udara yang diperlukan berubah. Biasanya
udara yang diperlukan untuk memanaskan bahan pangan ialah sebanyak 5 sampai 7
kali jumlah udara yang diperlukan untuk membawa uap air dari bahan pangan.
Kapasitas uap air dari udara bergantung pada suhu.

METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat Penelitian
3.1.1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
Lidah Buaya (Aloe Vera) segar yang sudah dikupas kulitnya.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel
terikat, yaitu:

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

52

3.2.1. Variabel bebas (independent variable)
Waktu pengeringan dengan variasi percobaan : 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25
menit, 30 menit.
3.2.2. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah:
a. Kadar air gel lidah buaya selama pengeringan
b. Lama daya tahan gel lidah buaya pada suhu kamar

HIPOTESIS
Pengujian dengan menggunakan alat pengering/cabinet dryer ini dapat
membuat gel aloe vera (lidah buaya) tahan lebih lama dibandingkan dengan metode
perebusan dengan variasi waktu pengeringan.
Penelitian dengan metode perebusan
1.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat perebusan yang tersedia. Bahan
lidah buaya, dalam bentuk utuh di potong dengan ukuran ± 10 cm. Kupas kulit
pelepah dengan pisau, daging lidah buaya ditempatkan dalam wadah.

2.

Potong kecil-kecil daging pelepah ± 2-3 cm, hasil potongan daging pelepah yang
siap diolah lebih lanjut. Siapkan larutan garam 1% (1 sendok makan garam
dalam 1 L air) untuk merendam daging pelepah.

3.

Masukan potongan pelepah ke dalam larutan garam. Setelah direndam selama 12 jam, angkat dan tiriskan potongan gel lidah buaya. Selanjutnya cuci potongan
daging lidah buaya dengan air yang mengalir.

4.

Setelah pencucian, blansing (dimasak) dengan suhu 700-800C selama 10 menit.

5.

Tiriskan rebusan daging (gel) lidah buaya dan simpan di dalam wadah plastic
atau kaca.

6.

Menghitung kadar air yang ada dalam bahan lidah buaya.

Penelitian dengan perlakuan
1.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Cabinet dryer yang tersedia. Bahan
lidah buaya, dalam bentuk utuh di potong dengan ukuran ± 10 cm. Kupas kulit
pelepah dengan pisau, daging lidah buaya di tempatkan dalam wadah.

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

53

2.

Potong kecil-kecil daging pelepah ± 2-3 cm, hasil potongan daging pelepah yang
siap di olah lebih lanjut. Siapkan larutan garam 1% (1 sendok makan garam
dalam 1 L air) untuk merendam daging pelepah.

3.

Masukan potongan pelepah ke dalam larutan garam. Setelah direndam selama 1
jam, angkat dan tiriskan potongan gel lidah buaya. Selanjutnya cuci potongan
daging lidah buaya dengan air yang mengalir.

4.

Setelah pencucian, gel lidah buaya di keringkan pada suhu 700-800C dan suhu
900-1000C selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit
dengan relative humadity 25%-30%.

5.

Menghitung kadar air yang hilang dalam gel lidah buaya.

Penelitian tanpa perlakuan
1.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Cabinet dryer yang tersedia. Bahan
lidah buaya, dalam bentuk utuh di potong dengan ukuran ± 10 cm. Kupas kulit
pelepah dengan pisau, daging lidah buaya di tempatkan dalam wadah.

2.

Potong kecil-kecil daging pelepah ± 2-3 cm dan tempatkan dalam wadah.

3.

Gel lidah buaya di keringkan langsung tanpa melalui proses perendaman larutan
garam dan dikeringkan, pada suhu 700-800C dan suhu 90-1000C selama 5 menit,
10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit dengan relative humadity 25%30%.

4.

Menghitung kadar air yang hilang dalam gel lidah buaya.

3.3. Rangkaian alat penelitian
Prinsip kerja alat ini adalah sebagai berikut. Pemanas yang ada dibawah
cabinet dryer memanaskan ruang pemanas. Relative Humidity 25% - 30%. Udara
panas dihembuskan oleh blower dengan kecepatan konstan yaitu 51,816 m/s. Udara
kering masuk kedalam ruang pengering malalui tepi dinding dan melewati lubanglubang di tepi rak-rak mengenai gel lidah buaya. Udara panas ini akan menguapkan
air pada bahan baku, kemudian uap air keluar melalui saluran pengeluaran udara
dibagian atas alat.

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

54

ANALISIS HASIL
Pengujian dilakukan di Laboratorium perpindahan massa dan panas PAU
UGM. Langkah awal dalam pengeringan gel lidah buaya adalah dengan menguji
kadar air dari sampel. Pengujian dilakukan untuk mengetahui berapa berat padatan
kering (Ww) dari bahan yang akan dikeringkan. Hasil pengujian di Laboratorium
dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2
Kadar Air Gel Lidah Buaya Sebelum Perlakuan
Rata-rata Kadar air : 98,5415 % Varians S2 : 0,0876 Deviasi Standar : 0,2855

Berat Wadah
Berat Sampel
14.0200
7.7500
13.9900
8.3900
14.4400
5.7000
Kadar air rata-rata

Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3

Berat Konstan
14.1400
14.0800
14.5400

Kadar air (%)
98,4516
98,9273
98,2456
98,5415

Tabel3
Kadar Air Gel Lidah Buaya dengan Metode Perebusan
Berat Wadah
Berat Sampel
15.1500
6.6300
14.5200
6.2200
15.5700
6.0100
Kadar air rata-rata

Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3

Berat Konstan
15.3200
14.6200
15.6400

Kadar air (%)
97,4359
98,3923
98,8353
98,2212

Rata-rata kadar air : 98,2212 % Varians S2 : 0,3410 Deviasi standar : 0,5840
Dari analisis diatas, dapat dibuat tabel dan grafik gabungan dari berat air yang
hilang (gram), berat air yang hilang (%), dan kadar air lidah buaya.
Tabel 4
Rekapitulasi Berat Air yang Hilang dalam Gram
Waktu
Pengeringan

Berat Air yang hilang
(gram)
TP 700-800 C

DP 700-800C

TP 900-1000C

DP 900-1000C

10

0.77

1.13

1.48

1.54

15

0.89

2.26

1.60

2.00

20

1.40

2.37

2.26

2.21

25

1.78

2.53

2.64

4.00

30

1.90

2.65

3.46

4.48

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

55

5.00
y = -6E-05x 4 + 0.004x 3 - 0.08x 2 + 0.6298x
R2 = 0.9683

Berat Air Hilang (gr)

4.00

y = 0.0001x 4 - 0.0083x 3 + 0.2422x 2 - 2.933x + 13.84
R2 = 1
y = -8E-05x 4 + 0.0068x 3 - 0.2219x 2 + 3.152x - 14.27
R2 = 1

3.00

2.00

1.00
y = 3E-05x 4 - 0.0025x 3 + 0.0851x 2 - 1.1222x + 5.73
R2 = 1

0.00
0

5

10

15

20

25

30

35

Waktu Pengeringan (menit)

Tabel 5
TP 90-100
(derajat C)
Rekapitulasi Berat air yang hilang
dalam %

TP 70-80
(derajat C)

Waktu
Pengeringan
10
15
20
25
30

DP 70-80
(derajat C)

TP 700-800 C
11.49
15.95
24.70
33.00
48.74

Berat Air yang hilang
(%)
TP 900-1000C
DP 700-800C
16.69
22.30
29.18
40.01
50.47

DP 90-100
(derajat C)

DP 900-1000C

17.29
23.17
27.60
38.10
45.63

14.48
21.91
33.86
44.26
46.82

Gambar 1. Grafik Rekapitulasi Berat Air yang Hilang Selama Pengeringan

y = -1E-05x 4 - 0.0071x 3 + 0.4286x 2 - 5.7523x + 36.36
R2 = 1
y = -0.0005x 4 + 0.0362x 3 - 0.9637x 2 + 11.793x - 36.44
R2 = 1

60.00

Berat Air Hilang (%)

50.00

y = -0.0011x 4 + 0.0873x 3 - 2.4398x 2 + 29.67x - 111.7
R2 = 1

40.00
30.00
20.00
10.00

y = 0.0008x 4 - 0.0653x 3 + 1.8647x 2 - 21.569x + 97.55
R2 = 1

0.00
0

5

10

15

20

25

30

35

Waktu Pengeringan (menit)
TP 70-80
(derajat C)

DP 70-80
(derajat C)

TP 90-100
(derajat C)

DP 90-100
(derajat C)

Gambar 2. Grafik Rekapitulasi Berat Air yang Hilang Selama Pengeringan

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

56

Tabel-6
Rekapitulasi Kadar Air Lidah Buaya Selama Pengeringan
Waktu
pengeringan

TP 700-800 C
98.47
98.38
98.29
98.19
98.15

10
15
20
25
30

Kadar Air Lidah Buaya
(%)
DP 700-800C TP 900-1000C
98.41
98.35
98.38
98.23
98.27
98.15
98.23
98.04
98.16
97.93

DP 900-1000C
98.32
98.17
98.08
97.91
97.88

Kadar Air (%)

98.50

y = -2E-05x 4 + 0.0014x 3 - 0.0418x 2 + 0.5082x + 96.263
R2 = 1
y = 9E-06x 4 - 0.0007x 3 + 0.0215x 2 - 0.2913x + 99.736
R2 = 1
y = 2E-05x 4 - 0.0018x 3 + 0.0501x 2 - 0.6133x + 101.01
R2 = 1

y = 6E-06x 4 - 0.0004x 3 + 0.0114x 2 - 0.1443x + 99.148
R2 = 1

97.50
0

5

10

15

20

25

30

35

Waktu Pengeringan (m enit)
TP 70-80
(derajat C)

DP 70-80
(derajat C)

TP 90-100
(derajat C)

DP 90-100
(derajat C)

Gambar 4. Grafik Rekapitulasi Kadar Air yang Hilang Selama Pengeringan

Dari hasil uji kesukaan yang sudah dilakukan untuk sampel gel lidah buaya
yang dikeringkan dengan cabinet dryer maka secara keseluruhan dapat dilihat dari
table 7.
Tabel 7
Rekapitulasi Hasil Uji Organoleptik Gel Lidah Buaya (Aloe Vera)
No
1
2
3
4

Organoleptic Test
Uji kenampakan
Uji bau
Uji rasa
Uji tekstur

Asli
3,974
3,307
3,946
3,926

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

Proses pengeringan
Bulat
Spesifikasi
4
Suka
3
Ragu-ragu
4
Suka
4
Suka

57

HASIL UJI LAMA AWET
Dari hasil pengujian lama tahan atau awet lidah buaya dengan suhu kamar dapat di
gambarkan pada tabel-8.
Tabel 8
Hasil Pengujian Lama Awet Gel Lidah Buaya pada Suhu Kamar
No
1
2
3
4
5

Pengujian
Rebusan
Pengeringan tanpa perlakuan
suhu 700-800C
Pengeringan dengan perlakuan
suhu 700-800C
Pengeringan tanpa perlakuan
suhu 900-1000C
Pengeringan dengan perlakuan
suhu 900-1000C

1

2

Hari
3

Kurang
baik
Kurang
baik

Kurang
baik
Kurang
baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Kurang
baik

Kurang
baik

Baik

Baik

Baik

Baik
Baik

4

5

Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik

Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik

Dari hasil pengujian diatas bahwa yang paling lama adalah di keringkan
setelah gel lidah buaya diproses awal dulu dan dikeringkan dengan cabinet dryer.
Lama awetnya selama 3 hari dibandingkan dengan direbus atau tanpa diolah terlebih
dahulu.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1.

Lama pengeringan tidak berpengaruh laju pengurangan kadar air, dengan kata
lain ketika dilakukan pengeringan selama 10, 15, 20, 25, dan 30 menit kadar air
yang hilang tidak seberapa ( relative kecil).

2.

Lidah buaya mempunyai kadar air sebesar 98 – 99,5 % ini artinya lidah buaya
hampir keseluruhan adalah air, tetapi dalam bentuk gel yang sulit di uapkan.

3.

Jika dikeringkan terlalu lama akan membuat tekstur gel lidah buaya menjadi
lembek dan tidak menarik, sehingga tidak memenuhi standar nilai jual suatu
produk pangan.

4.

Tekstur yang paling baik adalah pada saat waktu pengeringan antara waktu 25 –
30 menit dengan proses perlakuan. Dengan pengurangan berat bahan antara
40% -50% dari berat bahan.

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

58

5.

Uji Kesukaan (Organoleptic Test) pada produk gel lidah buaya yang dikeringkan
dengan cabinet dryer dapat diterima oleh panelis dengan katagori Suka dengan
nilai 4.

6.

Dari hasil pengujian diatas bahwa yang paling lama adalah di keringkan setelah
gel lidah buaya di proses awal dulu dan dikeringkan dengan cabinet dryer. Lama
awetnya selama 3 hari dibandingkan dengan direbus atau tanpa diolah terlebih
dahulu

DAFTAR PUSTAKA
1.

Desrosier, Norman W, “Teknologi Pengawetan Pangan”, UI-Press, Jakarta.
2008.

2.

Dinas Urusan Pangan Pontianak, 2005, “Pontianak Aloe Center”, Available
online, http:// pemkot.pontianak.go.id/aloe/pertama.html.10 Januari 2009.

3.

Hanifah, Umi & Safirudin,Achmad, 2007, “Alat pengering tipe rak untuk bahan
pngan hewani”, di akses Http://www.BPPTTG-LIPI.ac.id pada tanggal 13
Desember 2008.

4.

Hasbullah, maret,”Teknologi Tepat Guna Untuk Agroindustri Kecil Sumatera
Barat”, Dewan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri Sumatera Barat,
Padang, 2001.

5.

Hartati, P,Juni 2006. “Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Bahan Pengikat
Terhadap Mutu Nugget Rajungan”, Insight:/Jurnal Agrisistem/ Volume 2 No.1,
Tahun 2003.

6.

Heild, J.L,.A Maynard,. Jaslyin,. “Food Processing Operation : Their
Management, Machines. Materials, and Methodes” Volume 2 the Avi
Publishing Company inc. wesport, Connecticut londond, England,1963.

7.

Mc Cabe w.L,. Smith J.c,. Harriot P,. 1992. “Operasi Teknik Kimia” Jilid 2 edisi
ke empat. Penerbit Erlangga, Jakarta.

8.

K, Yohanes, 2005, “Tekno Pangan: Olahan Lidah Buaya”, Trubus Agrisarana,
Surabaya.

9.

Linayanti Darsana, Endang Setyarini1, Mey Ary Praptiwi “Pengaruh Saat Panen
dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Buah Anggur
(Vitis vinifera L.) Varietas Alphonso Lavalle”. Jurnal ilmiah teknologi pertanian
UNS, 2006,

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

59

10. Priyanto G.”Teknik Pengawetan Pangan”. PAU Pangan Gizi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. 244 h,1988.
11. Saniah,.”Pembuatan Aloe Vera Bentuk Kubus Secara Osmotic-Freeze
Drying”.Tesis, Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah
Mada, 2004.
12. Sutardi,”Pengawetan Pangan : Pendinginan dan Pengeringan. PAU Pangan dan
Gizi”. Universitas Gadjah Mada. 1992
13. Wahjono, E, Koesnandar, “Mengebunkan Lidah Buaya Secara intensif, BPPT
AgroMedia Pustaka, Tangerang, 2005.
14. William. H,. Walker,. Lewis, W.K,.Principles of Chemical Engineering third
edition, Mc Graw Hill Book Company Inc. New York and London, 1973.
15. Winarno, F.G, “Kima Pangan dan Giz”i. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
1992
16. Vega-Galves.A, Uribe.E, Lemus-Mondaca, Zura.L, Miranda.M, 2006. “Hot
Drying Characteristicmof Aloe Vera (Aloe Barbadensis Miller) and Influence of
temperaturenon kinetic parameters. Diakses dari Jurnal homepage :
www.sciencedirect.com 24 Maret 2009.
17. Vega-Galves.A, Notte-Cuello.E, Lemus-Mondaca, Zura.L, Miranda.M, 2008.
‘’Mathematical Modelling of Mass Transfer During Rehydration Process of
Aloe Vera (Aloe Barabandensis Miller)”. Diakses dari Jurnal homepage:
www.sciencedirect.com 24 Maret 2009.

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik UNMUH Pontianak

60