POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN DIII JAMU 2012

MATERI KULIAH FORMULASI TEKNOLOGI

PENYUSUN : DIMAS SURYO ARIBOWO., S. Far., M. Sc., Apt POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN DIII JAMU 2012

PENDAHULUAN

Indonesia terkenal dengan khasanah tanaman obatnya. Namun demikian, pengembangan tanaman obat Indonesia dirasakan belum maksimal. Padahal, dunia barat kini diliputi semangat kembali ke alam, salah satunya mencari upaya pengobatan melalui bahan-bahan yang tersebar di alam.

Jauh sebelum pelayanan kesehatan internal dengan obat-obatan modern menyentuh masyarakat. Selain bagi ekonomi, efek samping dari obat herbal sangat kecil. Oleh karena itu, penggunaan obat herbal alami dengan formulasi yang sangat penting dan tentunya sangat aman dan efektif.

Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit didasarkan pada pengalaman secara turun-temurun diwariskan ke generasi berikutnya. Setiap manusia pada hakekatnya mendambakan hidup sehat dan sejahtera lahir dan batin. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan, karena hanya dengan kondisi kesehatan yang baik serta tubuh yang prima manusia dapat melaksanakan proses kehidupan untuk tumbuh dan berkembang menjalankan segala aktivitas hidupnya.

Maka tidak terlalu berlebihan, jika ada selogan “Kesehatan memang bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan anda tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan segala-galanya itu mungkin akan sirna”. Bertolak dari hal itu maka upaya kesehatan terpadu (sehat jasmani, rokhani dan sosial) mutlak diperlukan baik secara pribadi maupun kelompok masyarakat untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Keterpaduan upaya kesehatan tersebut meliputi pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara bisa dilakukan dalam rangka memperoleh derajat kesehatan yang optimal, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman obat yang dikemas dalam bentuk jamu atau obat tradisional.

Adapun yang dimaksud dengan obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Kategori obat bahan alam antara lain jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengelompokan tersebut berdasar atas cara pembuatan, klaim pengguna dan tingkat pembuktian khasiat,yaitu:

1. Jamu Jamu merupakan bahan obat alam yang sediannya masih berupa simplisia sederhana, seperti irisan rimpang, daun atau akar kering. Sedang khasiatnya dan 1. Jamu Jamu merupakan bahan obat alam yang sediannya masih berupa simplisia sederhana, seperti irisan rimpang, daun atau akar kering. Sedang khasiatnya dan

Sebagai contoh, masyarakat telah menggunakan rimpang temulawak untuk mengatasi hepatitis selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa temulawak sebagai antihepatitis. Jadi Curcuma xanthorriza itu tetaplah jamu. Artinya ketika dikemas dan dipasarkan, prosuden dilarang mengklaim temulawak sebagai obat.

Selain tertulis "jamu", dikemasan produk tertera logo berupa ranting daun berwarna hijau dalam lingkaran.

Di pasaran banyak beredar produksi kamu seperti Tolak Angin (PT Sido Muncul), Pil Binari (PT Tenaga Tani Farma), Curmaxan dan Diacinn (Lansida Herbal), dll.

2. Obat Herbal Terstandar Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.

Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi. Disamping itu herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap janin).

Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Riset in vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain. Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya baru diuji pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar. Meski telah teruji secara praklinis, herbal terstandar tersebut belum dapat diklaim sebagai obat. Namun konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat. Hingga Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Riset in vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain. Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya baru diuji pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar. Meski telah teruji secara praklinis, herbal terstandar tersebut belum dapat diklaim sebagai obat. Namun konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat. Hingga

3. Fitofarmaka Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati, yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.

Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan coba dikonversi ke dosis aman bagi manusia. Dari uji itulah dapat diketahui kesamaan efek pada hewan coba dan manusia. Bisa jadi terbukti ampuh ketika diuji pada hewan coba, belum tentu ampuh juga ketika dicobakan pada manusia.

Uji klinis terdiri atas single center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan multicenter di berbagai lokasi agar lebih obyektif. Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker dan antidiabetes. Kemasan produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran.

Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).

Itulah tiga kriteria produk bahan alam dan tahapan panjang yang harus dilalui oleh produsen obat bahan alam untuk mendapatkan status tertinggi sebagai obat yaitu fitofarmaka. Semua uji tersebut ditempuh demi keamanan konsumen.

Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara lain pada lukisan di relief Candi Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun 991 sampai 1016 pada daun lontar di Bali.

Indonesia yang beriklim tropis merupakan Negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25 000-30 000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia.

Oleh karena itu makalah ini dibuat agar masyarakat lebih mengerti tentang obat tradisional dan penggunaannya. Tanaman yang dijelaskan dalam makalah ini diantaranya, Kejibeling, Meniran, sirih, kunyit, jahe, rosella, mengkudu, jintan hitam, jambu biji, dan daun ungu.

Jamu merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia khususnya di bidang kesehatan dan estetika. Semangat “back to nature” yang mendunia dan dukungan dari pemerintah menjadikan jamu yang beberapa dasawarsa sebelumnya sempat terpinggirkan, saat ini telah menjadi salah satu komoditi yang patut diperhitungkan. Dalam rangka memperluas penerimaan dari konsumen, beberapa produk jamu tradisional saat ini dikemas dalam bentuk sediaan yang lebih praktis, modern dengan rasa yang mudah diterima pula, alias tidak pahit. Parameter rasa ini merupakan satu hal yang sangat penting mengingat jamu pada awalnya sering tidak dilirik karena berkonotasi pahit.

Jamu dominan memiliki rasa pahit yang biasa dijajakan sebagai jamu gendong dan diklaim dapat mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, dimulai dari keluhan sederhana seperti gatal-gatal, kurang nafsu makan, jerawat, pegal dan pusing, sampai pengobatan penyakit kronis seperti kencing manis, dan hiperkolesterol. Walaupun racikan pahitan sangat bervariasi, sebagai bahan baku dasar adalah daun sambiloto (Andrographis paniculataNess). Beberapa pedagang jamu menambahkan bahan-bahan lain yang rasanya juga pahit seperti batang brotowali(Tinospora tuberculata Beumee), widoro laut (Strychnos ligustrina Bl.), dan babakan pule (kulit batang Alstonia scholaris(L.)R.Br.). Bahan lain seperti buah adas (Foeniculum vulgareMill) dan atau empon-empon juga sering ditambahkan ke dalam komposisi jamu pahitan.Pembuatan jamu pahitan adalah dengan merebus semua bahan sampai air rebusan menjadi tersisa sekitar separuhnya. Walaupun rasanya sangat pahit, ke dalam jamu tersebut tidak ditambahkan pemanis. Sebagai penawar rasa pahit, sesudahnya diberikan jamu yang mempunyai rasa manis dan segar seperti sinom atau kunir asam.

TEKNOLOGI SEDIAAN JAMU

Formulasi teknologi sediaan jamu adalah metode, alat dan bahan yang digunakan untuk membuat suatu sediaan yang berasal dari alam sehingga dapat mempengaruhi keadaan mental dan fisioligis manusia. Dengan adanya formulasi teknolgi sediaan jamu ini diharapkan jamu yang beredar di masyarakat akan lebih menarik, lebih baik dalam efek farmakoterapi dan lebih dapat diterima sebagai salah satu pengobatan ataupun perawatan tubuh bagi manusia.

BENTUK SEDIAAN OBAT

1. Bentuk sediaan obat padat

A. Serbuk /powder (pulvis n pulveres)

B. Granul (granual / dry granule)

C. Tablet (compresi)

D. Kapsul (capsulae)

2. Bentuk sediaan obat cair

A. Solutiones (larutan)

B. Suspensiones (suspensi)

C. Emulsa (emulsi)

Bentuk sediaan obat cair oral

A. Potiones (obat minum)

B. Elixir

C. Sirup

D. Guttae (drop, tetes)

Bentuk sediaan obat cair topikal

A. Collyrium (kolirium)

B. Guttae ophthalmiceae (tetes mata)

C. Gargarisma (gargle)

D. Mouthwash

E. Guttae nasales (tetes hidung)

F. Guttae auricularis (tetes telinga)

G. Irrigationes (irigasi)

H. Inhalatoines

I. Epithema J. Lotion K. Linimentum (liniment)

Bentuk sediaan cair rektal/vaginal

A. Lavament/clysma/enema

B. Douche

3. Bentuk sediaan injeksi (Injection)

4. Bentuk sediaan setengah padat

A. Cremores (krim)

B. Jelly (gel)

C. Pastae (pasta)

D. Unguenta (salep)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL

Pasal 8 Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:

a. intravaginal;

b. tetes mata;

c. parenteral; dan

d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

SIMPLISIA

TEKNOLOGI PENYIAPAN SIMPLISIA TERSTANDAR TANAMAN OBAT

Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode kritis yang sangat menen-tukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu kua-litas dan kuantitas. Setiap jenis tanaman memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Tanaman yang dipanen buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang. Begitu juga tanaman yang mengalami stres lingkungan akan memiliki waktu panen yang ber-beda meskipun jenis tanamannya sama.

Berikut ini diuraikan saat panen yang tepat untuk beberapa jenis tanaman obat.

Biji. Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu pematangan dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-lakukan pada saat biji telah masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan sudah maksimalnya pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong mengalami perubahan warna misalnya kulit polong yang semula warna hijau kini berubah menjadi agak kekuningan dan mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman se-musim yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada suatu luasan tertentu. Pemanenan dilaku-kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah mulai mongering. Hal ini berbeda dengan tanaman se-musim indeterminate dan tahunan, yang umumnya dipanen secara ber-kala berdasarkan pemasakan dari biji/polong.

Buah. Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara me-metik. Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan memiliki rasa Buah. Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara me-metik. Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan memiliki rasa

Daun. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan hasil produksi yang diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga rendah, seperti tanaman jati belanda dapat dipanen pada umur 1 - 1,5 tahun, jambu biji pada umur 6 - 7 bulan, cincau 3 - 4 bulan dan lidah buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah tanam. Demikian juga dengan pe-manenan yang terlambat menyebab-kan daun mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah ter-degradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan mempersulit proses panen.

Rimpang. Untuk jenis rimpang waktu pe-manenan bervariasi tergantung peng-gunaan. Tetapi pada umumnya pe-manenan dilakukan pada saat tanam-an berumur 8 - 10 bulan. Seperti rimpang jahe, untuk kebutuhan eks-por dalam bentuk segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan untuk bibit 10 - 12 bulan. Selanjutnya untuk keperluan pem-buatan jahe asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum terlalu tinggi. Sebagai bahan obat, rimpang di-panen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan setelah tanam. Untuk temu-lawak pemanenan rimpang dilaku-kan setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi. Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen yang tepat ditandai dengan mulai menge-ringnya bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan batang semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan kencur.

Bunga. Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk segar maupun kering. Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah per-tumbuhannya maksimal. Berbeda dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering, pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang mekar. Seperti bunga piretrum, bunga yang dipanen dalam keadaan masih kuncup menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.

Kayu. Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa metabolit sekunder secara maksimal. Umur panen tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan ke-cepatan pembentukan metabolit sekundernya. Tanaman secang baru dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5 tahun, karena apabila dipanen terlalu muda kandungan zat aktifnya seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.

Herba. Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum ta-naman berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibat-kan produksi tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan aktifnya juga rendah. Sedang-kan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah berkayu. Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di-panen pada umur 3 - 4 bulan, pegagan pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur kurang lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen setelah umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga, terbentuk.

Cara Panen

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keran-jang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).

Penanganan Pasca Panen

Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan

Penyortiran (segar)

Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.

Pencucian

Pencucian bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba- mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

a. Perendaman bertingkat

Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada

b. Penyemprotan

Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan dilakukan de- ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan.

c. Penyikatan (manual maupun oto-matis)

Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pem-bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa- kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.

Penirisan/pengeringan

Setelah pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus untuk bahan rimpang pen-jemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai pengeringan dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai standar perdagangan, karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :

Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.

Mutu II : bobot 150 - 249 g/rim-pang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.

Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.

Untuk ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada umur 3 - 4 bulan, karena pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit. Mutu jahe yang diinginkan adalah bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran bahan langsung dikemas dengan menggunakan jala plastik atau sesuai dengan permintaan. Di samping dijual dalam bentuk segar, rimpang juga dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang dikeringkan.

Perajangan

Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.

Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan.

Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 60 0

C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Demikian pula de- ngan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe- ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.

Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 50 0

C. Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi

surya, dimana suhu pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 45 0 C dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi

dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun oven. Untuk irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai peren-aman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi kur-kuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah peng- uapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya 13,18% dan kur-kumin 1,89%. Di samping meng-gunakan sinar matahari langsung,

penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada suhu 40 - 50 0 C. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, di-

bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun atau herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.

Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada

Penyortiran (kering).

Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.

Pengemasan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.

Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode pe-nyimpanan.

Penyimpanan

Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber- ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber- ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus

Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.

Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.

Suhu gudang tidak melebihi 30 C.

Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (65

C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.

Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.

Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang disimpan harus dicegah.

(Sumber: Bagem Sembiring, Warta Puslitbangbun Vol.13 No. 2, Agustus 2007) Untuk mengenal lebih dalam macam-macam simplisia dapat dilihat di MMI atau

database simplisia…

GALENIK

Adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari. Disari artinya diambil sarinya (ekstraksi) dengan menggunakan pelarut yang cocok.

Beberapa sediaan galenik :

1. Tinctura adalah larutan dalam alcohol atau hidro alcohol yang dibuat dari bahan tumbuh –

tumbuhan atau dari bahan kimia. Jumlah kandungan alcohol 15 – 80 % dari total larutan. Fungsi alcohol sebagai pelarut dan anti mikroba.

Cara mendapatkan sediaan tincture ada :

a. Maserasi (untuk sebagian besar bahan) dengan metode perendaman : untuk pembuatan 100 ml tincture, maserasi dengan 750 ml pelarut yang ditetapkan atau campuran pelarut yang ditetapkan atau campuran pelarut dalam satu wadah yang dapat ditutup dan diletakan ditempat yang hangat. Digoyang goyangkan sering – sering selama 3 hari atau lebih hingga diperoleh zat yang larut dalam larutan. Penyimpanan tincture yaitu disimpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, jauh dari cahaya matahari dan panas berlebih.

b. Perkolasi, sediaan simplisia ditambah pelarut terendam sempurna selama 15 menit setelah itu dipindahkan ke percolator. Tuangkan larutan QS ad jenuh, bagian atas percolator ditutup, ketika cairan hamper menetes, keran bawah ditutup,maserasi selama 24 jam atau seperti yang ditetapkan.Buka kran biarkan perkolat mengalir dan tambahnkan pelarut QS ad perkolat 1000 ml.

c. Melarutkan, melarutkan bahan utama zat kimia yang spesifik seperti yodium – timerosol. Pelarutnya umumnya alcohol atau air atau campuran keduanya.

Kandungan simplisia untuk tincture :

a. 20 g / 100 ml untuk bahan obat yang tidak berkhasiat keras.

b. 10 g / 100 ml untuk bahan obat yang berkhasiat keras.

2. Extractum adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati

atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (F I ed IV).

Bentuk ekstrak :

a. ekstrak cair / extractum liquidium.

b. ekstrak kental / extractum spissum.

c. ekstrak kering / extractum siccum.

Metode pembuatan :

a. Maserasi

b. Perkolasi

c. Reperkolasi

3. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air

pada suhu 90◦C selama 15 menit (F I ed IV). Cara pembuatan :

Simplisia dengan derajat halus yang sesuai

a. Tambahkan air yang sesuai

b. Tambahkan air ekstra 2x berat simplisia

c. Masukan dalam panci infuse Dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit dengan sesekali diaduk

Diserkai selagi panas melalui kain flannel Jika air masih kurang tambahkan air panas melalui ampas QS ad volume yang

dikehendaki.

Simplisia yang diserkai pada saat dingin :

a. Infuse daun sena

b. Infuse minyak atsiri

c. Infuse cortex condurango

4. Decogta Definisi sama dengan infusa hanya saja berbeda pada waktu pemanasan hanya 30

menit (F I ed IV) .

PULVIS

Pulvis / serbuk adalah sediaan padat berupa partikel serbuk yang merupakan campuran kering bahan obat / zat kimia, yang ditujukan pemakaian oral / topical.

Sarat : • halus, • kering, • homogen

Keuntungan penggunaan pulvis : • penyebaran obat lebih luas dan cepat dari sediaan kompak. • Lebih cepat diabsorbsi. • Obat lebih stabil dibandingkan dengan sediaan cair terutama obat yang rentan

rusak oleh air. • Mengurangi local iritasi. • Membebaskan dokter untuk pemilhan obat kombinasi dan dosis.

• Dibuat untuk zat aktif yang memiliki volume yang sangat besar. • Lebih menguntungkan untuk anak – anak atau orang dewasa yang sukar

menelan. • Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan si

penderita.

Kerugian : untuk bahan yang mudah rusak oleh udara atau atmosfer.

Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam pencampuran :

a. Banyak sedikitnya bahan obat.

b. Bj serbuk

c. Kontras warna

Cara mengenal kerusakan sediaan : secara higroskopis kerusakan dapat dilihat dari timbulnya bau tidak enak, perubahan warna, banyak yang menggumpal.

Penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup rapat ditempat yang sejuk dan kering dan terlindungi cahaya matahari.

Derajat halus serbuk dan pengayak dalam farmakope dinyatakan dalam uraian yang dikaitkan dengan nomor pengayak yang ditetapkan untuk pengayak baku, seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Sebagai pertimbangan praktis, pengayak terutama dimaksudkan untuk pengukuran derajat halus serbuk untuk sebagian buat keperluan farmasi (walaupun penggunaannya tidak meluas untuk pengukuran rentang ukuran partikel) yang bertujuan meningkatkan penyerapan obat dalam saluran cerna. Untuk pengukuran partikel dengan ukuran nominal kurang dari 100 mesh, alat lain selain pengayak mungkin lebih berguna.

Tabel : Klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halus (menurut Fl IV) Klasifikasi

Bahan Kimia Nomor

Derajat Halus 2) Serbuk

No. Pengayak

Sangat Kasar

Setengah Kasar

Sangat Halus

Keterangan :

1. Semua partikel serbuk melalui pengayak dengan nomor nominal tertentu

2. Batas persentase yang melewati pengayak dengan ukuran yang telah ditentukan.

A. Jenis Pulvis / Serbuk

1. Pulvis Adspersorius Adalah serbuk ringan, bebas dari butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat

luar. Umurnnya dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan pada kulit.

Catatan :

a. Talk, kaolin dan bahan mineral Iainnya yang digunakan untuk serbuk tabur harus memenuhi syarat bebas bakteri Clostridium tetani, Clostridium Wellcii, dan Bacillus Anthrocis.

b. Serbuk tabur tidak boleh digunakan untuk luka terbuka

c. Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100 mesh agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka. Contoh: Pulvis Adspersorius Zinci Undecylenatis Pulyis Adspersorius (For. Nas) Sulfanilamidi Pulvis Adspersorius (Form.Indo) Pulvis Paraformaldehydi Compositus (Form. Indo) Pulvis Salicylatis Compositus (Form Indo)

2. Pulvis Dentifricius Serbuk gigi, biasanya menggunakan carmin sebagai pewarna yang dilarutkan

terlebih dulu dalam chloroform / etanol 90 %.

3. Pulvis Sternutatorius Adalah serbuk bersin yang penggunaannya dihisap melalui hidung, sehingga

serbuk tersebut harus halus sekali.

4. Pulvis Effervescent Serbuk Effervescent merupakan serbuk biasa yang sebelum ditelan dilarutkan

tertebih dahulu dalam air dingin atau air hangat dan dari proses pelarutan ini akan mengeluarkan gas C02, kemudian membentuk larutan yang pada umumnya jernih.

Serbuk ini merupakan campuran antara senyawa asam (asam sitrat atau asam tartrat) dengan senyawa basa (natrium carbonat atau natrium bicarbonat). Interaksi asam dan basa ini dalam air akan menimbulkan suatu reaksi yang menghasilkan gas karbondioksida. Bila ke dalam campuran ini ditambahkan zat berkhasiat, maka akan segera dibebaskan sehingga memberikan efek farmakologi dengan cepat. Pada pembuatan, bagian asam dan basa harus dikeringkan secara terpisah.

B. Cara Mencampur Serbuk Dalam mencampur serbuk hendaklah dilakukan secara cermat dan jaga agar

jangan ada bagian yang menempel pada dinding mortir. Terutama untuk serbuk yang berkhasiat keras dan dalam jumlah kecil. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam membuat serbuk :

1. Obat yang berbentuk kristal / bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu.

2. Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat penambah (konstituen) dalam mortir.

3. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk sudah merata.

4. Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan tertebih dahulu. Obat yang volumenya kecil dimasukkan tertebih dahulu.

Serbuk dengan bahan bahan padat Dengan memperhatikan hal hal diatas masih ada beberapa pengecualian

maupun yang dikerjakan secara khusus. Seperti hal sebagai berikut :

1. Serbuk halus sekali

a. Serbuk halus tidak berkhasiat keras • Belerang

Belerang tidak dapat diayak dengan ayakan dari sutera maupun logam karena menirnbulkan butiran bermuatan listrik akibat gesekan, karena itu dalam pembuatan bedak tabur tidak ikut diayak.

• lodoform Karena baunya yang sukar dihilangkan maka datam bedak tabur diayak terpisah (gunakan ayakan khusus).

b. Serbuk sangat halus dan berwarna Misalnya : rifampisin, Stibii Penta Sulfidum Serbuk dapat masuk ke dalam pori pori mortir dan warnanya sulit hitang, maka

pada waktu menggerus mortir dilapisi zat tambahan (konstituen)

c. Serbuk halus berkhasiat keras Dalam jumlah banyak, Digerus dalam mortir dengan dilapisi zat tambahan. Dalam jumlah sedikit (kurang dari 50 mg), dibuat pengenceran.

2. Serbuk berbentuk hablur dan Kristal Sebelum dicampur dengan bahan obat yang lain, zat digerus terlebih dahulu.

Contoh : Serbuk dengan champora Champora sangat mudah mengumpul lagi, untuk mencegahnya dikerjakan dengan

mencampur dutu dengan eter atau etanol 95% (untuk obat dikeringkan dengan zat tambahan). Cara ini pun harus hati hati karena tertalu lama menggerus atau dengan sedikit ditekan waktu menggerus akan mengumpulkan kembali campuran tersebut.

Serbuk dengan asam salisilat Serbuk sangat ringan dan mudah terbang yang akan menyebabkan rangsangan

terhadap selaput lendir hidung dan mata hingga akan bersin. Dalam hal ini asam salisilat kita basahi dengan eter dan segera dikeringkan dengan zat tambahan.

Serbuk dengan asam benzoat, naftol, mentol, thymol, dikerjakan seperti di atas. Untuk obat dalam dipakai etanol 95% sedangkan untuk obat luar digunakan eter.

Serbuk dengan garam garam yang mengandung Kristal, dapat dikerjakan dalarn Serbuk dengan garam garam yang mengandung Kristal, dapat dikerjakan dalarn

Penggantiannya adalah sbb : Natrii Carbonas 50% atau 1/2 bagian Ferrosi Sulfas 60% atau 2/3 bagian Aluminii et Kalii Sulfas 67% atau 2/3 bagian Magnesii Sulfas 67% atau 2/3 bagian Natrii Sulfas 50% atau 1/2 bagian

Serbuk dengan bahan setengah padat Bahannya terdapat dalam bedak tabur. Yang termasuk bahan setengah padat

adalah adeps lanae, cera flava, cera alba, parafin padat, vaselin kuning dan vaselin putih. Dalarn jumlah besar sebaiknya dilebur dulu diatas tangas air, baru dicampur dengan zat tambahan. Dalam jumlah sedikit digerus dengan penambahan aceton atau eter, baru ditambah zat tambahan.

Serbuk dengan bahan cair

1. Serbuk dengan minyak atsiri Minyak atsiri dapat diteteskan terakhir atau dapat juga dibuat oleo sacchara,

yakni campuran 2 gram gula dengan 1 tetes minyak. Bila hendak dibuat 4 g oleo sacchara anisi, kita campur 4 g saccharurn dengan 2 tetes minyak atsiri.

2. Serbuk dengan tincture

Contohnya serbuk dengan Opii Tinctura, Digitalis Tinctura, Aconiti Tinctura, Belladonnae Tinctura, Digitalis Tinctura, Ratanhiae Tinctura.

Tinctur dengan jumlah kecil dikerjakan dengan lumpang panas, kemudian dikeringkan dengan zat tambahan. Sedangkan dalam jurnlah besar dikerjakan dengan menguapkan di atas tangas air sampai kental baru ditambahkan zat tambahan (sampai dapat diserap oteh zat tambahan) aduk sampai kering kemudian diangkat. Tinctur yang diuapkan ini beratnya 0, untuk semua serbuk terbagi kehilangan berat tidak pertu diganti, sedangkan untuk serbuk tak terbagi harus diganti seberat tinctura itu dengan zat tambahan.

Zat berkhasiat dari tinctur menguap, pada umumnya terbagi menjadi 2 :

a. Tinctur yang dapat diambil bagian bagiannya Spiritus sebagai pelarutnya diganti dengan zat tambahan. Contohnya iodii

tinc, Camphor Spiritus, Tinc.Opfi Benzoica

b. Tinctur yang tidak dapat diambil bagian bagiannya Kalau jumlahnya banyak dilakukan pengeringan pada suhu serendah

mungkin, tapi kalau jumlahnya sedikit dapat ditambah langsung ke dalam campuran serbuk. Kita batasi maksimal 4 tetes dalarn 1 gram serbuk. Contohnya Valerianae Tinc, Aromatic Tinc.

Serbuk dengan Extractum

1. Extractum Siccum (ekstrak kering) Pengerjaannya seperti membuat serbuk dengan zat padat halus. Contohnya: opii

extractum, Strychni extractum.

2. Extractum Spissum (ekstrak kental) Dikerjakan dalam lumpang panas dengan sedikit penambahan pelarut (etanol

70%) untuk mengencerkan ekstrak, kemudian tambahkan zat tambahan sebagai pengering. Contohnya Belladornnae extractum, Hyoscyami extractum.

3. Extractum Liquidum (ekstrak cair)

Dikerjakan seperti mengerjakan serbuk dengan tinctur. Contohnya Rhamni Purshianae ext.

Serbuk dengan Tablet atau Kapsul Dalam membuat serbuk dengan tablet dan kapsul diperlukan zat tambahan

sehingga perlu diperhitungkan beratnya. Dapat kita ambil bentuk tablet atau kapsul itu langsung. Tablet digerus halus kemudian ditimbang beratnya. Kapsul dikeluarkan isinya kemudian ditimbang beratnya. Kalau tabtet/ kapsut terdiri dari satu macam zat berkhasiat diketahui kadar zat khasiatnya dapat kita timbang dalam bentuk zat aslinya. Contohnya Chlortrimeton tablet kadarnya 4 rng, dapat juga diambil Chlorpheniramin Maleas dalam bentuk serbuk yang sudah diencerkan dalam laktosa.

C. Cara Pengemasan Serbuk Secara umumnya serbuk dibungkus dan diedarkan dalarn 2 macam kemasan

yaitu kemasan untuk serbuk terbagi dan kemasan serbuk tak terbagi. Serbuk oral dapat diserahkan dalam bentuk terbagi pulveres atau tidak terbagi (pulvis).

Kemasan untuk Serbuk Terbagi Pada umumnya serbuk terbagi terbungkus dengan kertas perkamen atau dapat

juga dengan kertas sekofan atau sampul potietitena untuk melindungi serbuk dari pengaruh lingkungan. Serbuk terbagi biasanya dapat dibagi langsung (tanpa penimbangan) sebelum dibungkus dalam kertas perkamen terpisah dengan cara seteliti mungkin, sehingga tiap tiap bungkus berisi serbuk yang kurang lebih sama jumlahnya. Hat tersebut bisa dilakukan bila prosentase perbandingan pemakaian terhadap dosis maksimat kurang dari 80%. Bila prosentase perbandingan pemakaian terhadap DM sama dengan atau lebih besar dari 80% maka serbuk harus dibagi berdasarkan penimbangan satu per satu.

Pada dasarnya langkah langkah melipat atau membungkus kertas pembungkus serbuk adalah sebagai berikut :

1. Letakkan kertas rata di atas permukaan meja dan lipatkan 1/2 inci ke arah kita pada garis memanjang pada kertas untuk menjaga keseragaman, langkah ini harus dilakukan bersamaan dengan lipatan pertama sebagai petunjuk.

2. Letakkan serbuk baik yang ditimbang atau dibagi bagi ke tengah kertas yang telah dilipat, satu kali lipatannya mengarah ke atas di sebelah seberang dihadapanmu.

3. Tariklah sisi panjang yang belum dilipat ke atas dan letakkanlah pada kira kira garis lipatan pertama, lakukan hati hati supaya serbuk tidak berceceran.

4. Peganglah lipatan dan tekanlah sampai menyentuh dasar kertas dan lipatlah ke hadapanmu setebal lipatan pertama.

5. Angkat kertas, sesuaikan dengan ukuran dos tempat yang akan digunakan untuk mengemas, lipat bagian kanan dan kiri pembungkus sesuai dengan ukuran dos tadi. Atau bila pengemasnya plastik yang dilengkapi klip pada ujungnya usahakan ukuran pembungkus satu dengan yang lainnya seragam supaya tampak rapi.

6. Kertas pembungkus yang telah terlipat rapi masukkan satu per satu dalam dos atau plastik klip. Pada lipatan kertas pembungkus tidak boleh ada serbuk dan tidak boleh ada ceceran serbuk.

Kemasan untuk Serbuk Tak Terbagi Untuk pemakaian luar, serbuk tak terbagi umumnya dikemas dalam wadah

kaleng yang berlubang lubang atau sejenis ayakan untuk memudahkan penggunaan pada kulit. MisaInya bedak tabur. Sedangkan untuk obat dalam, serbuk tak terbagi biasa disimpan dalam botol bermulut lebar supaya sendok dapat dengan mudah ketuar masuk melalui mutut botol. Contohnya serbuk antacid, serbuk laksativa. Wadah dari gelas digunakan pada serbuk yang mengandung bahan obat higroskopis/ mudah mencair, serbuk yang mengandung bahan obat yang mudah menguap. Untuk serbuk yang komponennya sensitif terhadap cahaya menggunakan wadah gelas berwarna hijau.

PULVERES

Adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.