Preparation for making handout submatter of biotechnology in high school based on plant tissue culture research Roselle (Hibiscus sabdariffa

  

PEMBUATAN HANDOUT SUB MATERI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

MODERN UNTUK SISWA SMA BERBASIS RISET KULTUR

JARINGAN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa)

  

(Preparation for making handout submatter of biotechnology in high school based on

plant tissue culture research Roselle (Hibiscus sabdariffa)

Oleh: Imam Mahadi 1) , Sri Wulandari 1) & Addarwida Omar 2)

  1) Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau

  2) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi

  ABSTRACT Has conducted research for a handout submateri biotechnology high school students based on plant tissue culture research Roselle (Hibiscus sabdariffa). The study includes two phases, namely: (1) Experiments to produce callus tissue culture experiments using completely randomized design (CRD) factorial. The first factor is the level of NAA treatment that is 0, 1, 1.5, 2 and 3 mg/l. The second factor is the level of BAP treatment with 0, 0.5, 1, and 1.5 mg/l. Each treatment was repeated 3 times; (2) Preparation of handouts from the research as a source of learning the ADDIE model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation ). Parameters measured were the percentage of growing explants, while appearing callus and callus texture. Analysis of data growing percentage of explants with advanced ANOVA and DMRT test at 5% level, while the current and emerging callus texture descriptively. In a growing percentage of explants parameter combination treatment showed a percentage of 100 % are in treatment A B 1,5 , A 1 B 0,5 - A 3 B 1,5 . For the current parameters appear callus treatment best combination found in treatment A 3 B 1,5 with a mean time of 2 HSK appear callus (days after culture) and for the texture parameters of combination treatment showed callus crumb texture and white color found in treatment A 2 B 0,5 - A 3 B 1,5 , the research on callus growth can be used as a learning resource in the form of handouts for high school level students Key Words: Handout, Rosella plant, callus culture, NAA and BAP hormones PENDAHULUAN

   Handout termasuk media cetakan

  yang meliputi bahan-bahan yang disediakan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar. Biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Handout bisa didapatkan melalui berbagai cara misalnya dengan mengunduh dari internet atau menyadur dari sebuah buku (Dikti, 2008).

  Pada pembuatan handout ini, peneliti mengambil sampel tanaman rosella yang akan dikulturkan untuk mendapatkan kultur kalus, yang kemudian akan diaplikasikan ke materi

  handout yang berkaitan dengan materi

  bioteknologi di SMA khususnya pada KD yaitu “Menjelaskan dan menganalisis peran bioteknologi serta implikasi hasil-hasil bioteknologi pada salingtemas” guna untuk membantu peserta didik dalam memahami konsep kultur jaringan. Pembuatan handout berbasis riset dapat mengacu pada nilai autentik. Perkembangan biotek pertanian

  Hasil pada tabel 1 memperlihatkan bahwa hampir semua perlakuan yaitu A B 1,5 , dan A

  di bidang kultur jaringan tanaman terus berkembang dengan ditemukannya metode-metode baru (Imam Mahadi, 2012). Hal ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran biologi di SMA.

   Tanaman rosella dikenal sebagai

  minuman kesehatan. Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosella adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan (Maryani dan Kristiana,2005). Komponen-komponen kimia alami yang terkandung pada rosella memiliki khasiat yang dapat mencegah berbagai penyakit pada manusia, permintaan rosella semakin meningkat sementara produksi rosella hanya terbatas. Untuk itu tanaman rosella perlu dibudidayakan salah satunya dengan teknik kultur jaringan. Pada kultur tanaman obat-obatan biasanya menggunakan kultur kalus. Kultur kalus merupakan langkah awal yang penting untuk mengidentifikasi zat metabolit sekunder pada proses kultur jaringan yang dapat memproduksi bibit dalam waktu yang relatif singkat. Dalam budidaya kultur jaringan ini memerlukan ZPT (zat pengatur tumbuh) NAA dan BAP.

  3 B 1,5 menunjukkan

  1 B 0,5

  Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation . Dalam

  penelitian ini, pembuaran handout dari hasil penelitian menjadi sumber belajar hanya dilakukan sampai tahap

  Development yang divalidasi oleh 3

  orang dosen (teman sejawat)

  HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Tumbuh Eksplan

  • –A

  Penelitian meliputi 2 tahap yaitu: (1) Percobaan kultur jaringan biji rosella menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah NAA dengan taraf perlakuan yaitu 0, 1, 1.5, 2 dan 3 mg/l. Faktor kedua adalah BAP dengan taraf perlakuan yaitu 0, 0.5, 1, dan 1.5 mg/l. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah persentase tumbuh eksplan, saat muncul kalus, dan tekstur kalus. Analisis data persentase tumbuh eksplan dengan ANAVA dan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %, sedangkan saat muncul kalus dan tekstur kalus secara deskriptif; (2) Pembuatan handout dari hasil penelitian sebagai sumber belajar dengan Model ADDIE yang terdiri dari 5 tahap yaitu:

  Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji rosella, aquades steril, larutan NaOH, dan HCl, stok hormon NAA (Naftalen Acetyl Acid) dan stok hormon BAP (Benzyl Amino Purin) *konsentrasi NAA dan BAP sesuai perlakuan.

  persentase tumbuh eksplan mencapai 100% hal ini disebabkan karena eksplan yang digunakan adalah jaringan muda yang memiliki sifat maristematik yang memiliki hormon endogen yang aktif membelah dan kemudian dikombinasikan dengan hormon eksogen dari kelompok auksin (NAA) dan sitokinin (BAP). Seperti yang dikemukakan oleh Hartman (dalam Zulkarnaen, 2009) bahwa jaringan- jaringan yang sedang aktif tumbuh pada awal masa pertumbuhan biasanya merupakan bahan eksplan yang paling baik. Ini berbeda nyata terhadap perlakuan A B , A

METODOLOGI PENELITIAN

  1 B yang persentase

  tumbuh hanya mencapai 50% dan pada perlakuan A B

  0,5

  dan A B

  1

  persentase tumbuh hanya mencapai 66,66%. Penambahan hormon NAA dan BAP turut berpengaruh terhadap tumbuhnya eksplan sehingga menjadi planlet. Hal yang menunjukkan kelengkapan nutrisi pada media MS dalam penelitian ini sampai akhir pengamatan juga diperlihatkan dari kualitas dan morfologi eksplan yang telah menjadi planlet (eksplan yang telah menjadi tanaman lengkap). Faktor lain yang mendukung keberhasilan persentase tumbuh eksplan pada penelitian ini adalah karena penggunaan media MS yang mengandung komposisi lengkap untuk pertumbuhan eksplan. Menurut Wahyuni (2009), pemberian hormon dengan beberapa konsentrasi pada media MS memberikan persentase tumbuh eksplan yang baik, karena pada media mengandung vitamin, unsur hara makro dan mikro, serta besi dan sukrosa sehingga cukup untuk memacu pertumbuhan eksplan. Pierik (dalam Andaryani, 2010) menyatakan bahwa pertumbuhan organ vegetatif dipengaruhi oleh kandungan nitrogen dalam media, dan sumber nitrogen organik paling tinggi terdapat pada media MS dibandingkan dengan media lainnya. Sementara pada perlakuan A B dan A

  • –beda dan mampu membentuk kalus. Hal ini karena adanya interaksi dengan hormon endogen yang dikandung eksplan dalam mempengaruhi pembentukan kalus. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh penambahan hormon eksogen yang dapat merangsang pertumbuhan kalus seperti penambahan hormon NAA dan BAP seperti yang terlihat pada tabel 1. Saat muncul kalus dinyatakan dalam HSK (hari setelah kultur) terlihat bahwa rerata saat muncul kalus berkisar antara 12,66 dan 2 HSK. Rerata saat muncul kalus tertinggi terdapat pada perlakuan A B , A B

  mencapai 50%. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan A B merupakan perlakuan kontrol ini berarti tidak ada penambahan hormon perangsang baik dari kelompok auksin (NAA) maupun dari kelompok sitokinin (BAP), karena NAA berfungsi sebagai pembentuk kalus, dan perpanjangan akar. Menurut Wattimena (1992) auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pertumbuhan kalus. Sedangkan BAP secara umum berfungsi menginduksi pembelahan sel dan pembentukan tunas. Pada perlakuan A

  1 B persentase tumbuh juga mencapai

  50% hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut tidak dikombinasikan dengan BAP, yang mana BAP berfungsi menginduksi pembelahan sel. Menurut Gunawan (1988) salah satu sitokinin yang aktif adalah BAP. Oleh karena itu pada perlakuan A B dan A

  1 B

  menunjukkan pertumbuhan eksplan yang lambat.

  Waktu Muncul Kalus

  Hasil pengamatan saat muncul kalus pada semua perlakuan menunjukkan respon yang berbeda

1 B persentase tumbuh hanya

  0,5

  , dan A

  1 B yaitu 12,66 HSK

  yang jenis eksplannya adalah batang, ini berarti kalus muncul pada waktu yang lama.

1 B 1,5 100 a 9,33 Remah, berwarna putih

  6 Remah, berwarna putih A

  3 B 100 a 3,66 Remah, berwarna putih

  Tabel 1. Rerata pengaruh pemberian Hormon NAA dan BAP terhadap pertumbuhan kalus tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa) Perlakuan

1 B 50 c 12,66 Berair, berwarna bening

  2 B 0,5 100 a 5,66 Remah, berwarna putih

  A

  2 B 1 100 a 4,33 Remah, berwarna putih

  A

  2 B 1,5

  100 a 2,33 Remah, berwarna putih A

  3 B 0,5 100 a 3,33 Remah, berwarna putih

  A

  A

  3 B 1 100 a 2,33 Remah, berwarna putih

  A

  3 B 1,5 100 a

  2 Remah, berwarna putih

  Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada setiap baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada uji wilayah berganda Duncan α = 0,05 A = NAA B = BAP

  Pada perlakuan A B ini merupakan perlakuan kontrol yang berarti pada media tidak ditambahkan hormon baik dari kelompok auksin (NAA) maupun dari kelompok sitokinin (BAP) sehingga kalus muncul pada waktu yang lama dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya kalus muncul lebih cepat. Tetapi pada perlakuan A

  2 B 100 a

  A

  8 Remah, berwarna putih A 1,5 B 1,5 100 a 6,33 Remah, berwarna putih

  A

  Persentase Tumbuh Eksplan (%)

  Waktu Muncul

  Kalus (HSK) Tekstur Kalus

  A B (kontrol) 50 c 12,66 Berair, berwarna bening A B 0,5 66,66 b 12,66 Berair, berwarna bening

  A B

  1 66,66 b 11,66 Berair, berwarna bening

  A B 1,5 100 a 11,66 Berair, berwarna bening A

  1 B 0,5

  100 a

  100 a 9,66 Remah, berwarna putih A

  1 B 1 100 a 9,66 Remah, berwarna putih

  A

  A 1,5 B 100 a 9,33 Remah, berwarna putih A 1,5 B 0,5 100 a 8,33 Remah, berwarna putih

  A

  1,5

  B

  1

  3 B 1,5

1 B eksplan juga tidak

  yang jenis eksplannya adalah batang merupakan rerata saat muncul kalus yang paling rendah yaitu 2 HSK ini berarti kalus muncul pada waktu yang paling cepat yaitu sekitar 5 hari setelah hari pengkulturan eksplan (gambar 1). Hal ini disebabkan karena pengaruh pemberian hormon eksogen yang diberikan seimbang dengan hormon endogen yang ada pada eksplan yang bekerja secara sinergis hingga mampu membentuk kalus dengan waktu yang cepat. Induksi

  menunjukkan tanda

  • –tanda tumbuhnya kalus pada waktu yang cepat hal ini disebabkan karena pada media tidak dikombinasikan hormon dari kelompok sitokinin (BAP) hanya NAA saja, karena auksin berperan dalam merangsang pembentukan kalus dan BAP berperan dalam menginduksi pembelahan sel sehingga kalus yang muncul dalam waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dan Nursandi (2004) yang menyatakan dalam aktivitas kultur jaringan auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, membentuk akar atau tunas dan auksin juga dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman. Sedangkan pada perlakuan A
kalus diawali dengan penebalan eksplan pada bagian potongan dan di daerah yang mengalami pelukaan. Penebalan tersebut merupakan interaksi antara eksplan dengan media tumbuh, zat pengatur tumbuh (ZPT) dan lingkungan tumbuh sehingga eksplan bertambah besar.

  Pengaruh konsentrasi pemberian hormon NAA tinggi yang berperan dalam menginduksi terjadinya kalus dan pemberian hormon BAP yang cukup tinggi yang berperan dalam pembelahan sel.

  A B

  Pada perlakuan juga tidak dikombinasikan dengan konsentrasi hormon NAA maupun BAP artinya NAA saja atau BAP saja, oleh karena itu kalus yang dihasilkan tidak remah dan berwarna putih. Ini berarti tekstur kalus yang rapuh dihasilkan dari kombinasi hormon auksin dan sitokinin. Tekstur kalus yang remah (friable) mengalami pembelahan sel yang cepat dari pada tekstur kalus yang kompak. Sel-sel kalus yang terbentuk bersifat remah memiliki ciri-ciri antara satu sel dengan sel lainnya berpisah. Bila kalus diambil dengan pinset, maka kalus tersebut akan menempel pada pinset (Kusumandari dalam Rahmawati, 2007). Perubahan tekstur kalus yang semakin remah ini menunjukkan terjadinya proliferasi massa sel dalam kalus hal ini sesuai dengan pernyataan Khrisnamoorthy (dalam Rahmawati, 2007) yang menyatakan bahwa auksin dapat memicu terjadinya proliferasi massa sel dalam kalus. Penggunaan NAA pada semua konsentrasi yang

  tumbuh bertekstur berair dan berwarna bening. Hal ini disebabkan karena pada sel eksplan terdapat banyak vakuola yang mengandung air yang disebut juga dengan air bebas sehingga pada kalus teksturnya berair dan berwarna bening.

  dan A

  1,5,

  A B

  1,

  0,5,

  Gambar 1. Kalus yang terbentuk pada eksplan batang pada perlakuan A

  A B

  0,

  untuk tekstur kalus yang terbentuk pada setiap perlakuan dengan kombinasi NAA dan BAP pada umumnya adalah bertekstur remah dan berwarna putih. Tetapi pada perlakuan A B

  Tekstur Kalus Berdasarkan hasil pengamatan,

  Peningkatan kandungan sitokinin dalam jaringan dapat meningkatkan daya aktifitas auksin dalam memicu pembelahan sel untuk membentuk kalus. Hal ini sesuai dengan George dan Sherrington (1993) yang menyatakan bahwa pada kultur jaringan, sitokinin berperan dalam mendorong pembelahan sel dan merangsang perkembangan pucuk-pucuk tunas. Menurut Santoso dan Nursandi (2004), yang menyatakan bahwa dalam aktivitas kultur jaringan auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus. Pada konsentrasi rendah akan memacu akar adventif sedangkan pada konsentrasi tinggi mendorong terbentuknya kalus.

  3 B 1,5

1 B kalus yang

  diaplikasikan menghasilkan kalus dengan tekstur remah (friable). Kalus dengan tekstur remah merupakan kalus yang terbentuk dari sekumpulan sel yang mudah lepas. Struktur kalus remah sangat berkorelasi dengan kecepatan daya tumbuh kalus sehingga produksi metabolit sekunder tertentu yang ingin diperoleh lebih cepat dicapai (Fatimah, 2010). Tekstur kalus tergantung pada jaringan, umur kalus, dan kondisi pertumbuhan. Morfologi dan warna kalus biasanya tergantung dari jenis sumber eksplannya, dimana ada yang bertekstur remah (friable), kompak atau padat, sedangkan warna kalus biasanya mengikuti warna jenis sumber eksplan. Hal lain yang mempengaruhi morfologi dan pertumbuhan kalus diantaranya adalah sumber eksplan, komposisi media, ZPT yang digunakan, kondisi pertumbuhan seperti suhu dan cahaya, serta lamanya waktu pertumbuhan kalus. Menurut Dian (2004), warna kalus dapat memperlihatkan baik tidaknya pertumbuhan kalus, pigmen putih dan kuning pada kalus menunjukkan bahwa pertumbuhan kalus tersebut baik.

  • – fakta yang diperoleh dari penelitian. Berdasarkan proses dan fakta-fakta yang ada dalam hasil penelitian pembuatan handout submateri bioteknologi pada siswa SMA berbasis riset kultur jaringan tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa) dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang berupa handout materi bioteknologi, submateri bioteknologi dengan menggunakan kultur jaringan tumbuhan untuk siswa SMA kelas XII. Handout termasuk media cetakan yang meliputi bahan
  • –bahan yang disediakan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar yang biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevensi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Menurut Prastowo (2011), handout adalah bahan pembelajaran yang sangat ringkas.

  Pengembangan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar Pada Konsep Bioteknologi bagi Siswa SMA Dijelaskan oleh Djohar (dalam

  Nurcahyo, 2007), bahwa suatu hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar Biologi ditinjau dari segi proses dan produknya. Proses penelitian merupakan serangkaian proses sains yang dimulai dari perumusan masalah sampai penarikan kesimpulan. Produk penelitian meliputi fakta-fakta yang diperoleh selama kegiatan penelitian yang selanjutnya digeneralisasikan menjadi konsep dan prinsip. Berdasarkan jenis sumber belajar dari sisi perancangannya, maka hasil penelitian ini yang berupa handout termasuk dalam sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dalam bentuk pesan, bahan dan informasi, karena hasil penelitian merupakan informasi dalam bentuk fakta dan data. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dengan mengacu fakta

  Handout ini bersumber dari hasil

  penelitian dengan beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang diajarkan kepada peserta didik. Handout ini diberikan kepada peserta didik guna memudahkan mereka saat mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian

  handout ini tentunya bukanlah sesuatu

  bahan ajar yang mahal melainkan ekonomis dan praktis. Jadi, handout termasuk media cetak atau bahan pembelajaran cetak yang diberikan oleh guru kepada siswa saat mengikuti pelajaran yang berguna untuk mempermudah siswa dalam memperoleh informasi dan merupakan bahan ajar yang praktis dan ekonomis. Menurut Slirawati (2010) handout merupakan bahan ajar yang dituangkan secara ringkas yang berguna sebagai pegangan dalam pembelajaran. Dengan adanya

  handout guru membantu peserta didik

  dalam mengikuti pembelajaran secara lebih terarah dan terfokus, karena

  handout

  adalah sejenis kisi-kisi materi ajar yang akan disampaikan oleh guru. Hasil penelitian berupa fakta-fakta yang digunakan sebagai sumber belajar dianalisis agar terdapat kesesuaian dengan KTSP untuk tingkat SMA dan berhubungan erat dengan materi pokok bioteknologi pada kelas XII. Analisis kurikulum dilakukan dengan cara menentukan SK dan KD yang sesuai dengan hasil penelitian, selanjutnya menentukan indikator serta tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa dengan menggunakan model ADDIE. Model ADDIE ini terdiri dari lima tahap yaitu: Analysis, design, development,

  implementation, dan evaluation. Untuk

  tahapan implementation, dan evaluation tidak dilaksanakan pada penelitian ini. Berikut adalah gambar strukturisasi hasil penelitian untuk sumber belajar dalam bentuk handout yang dapat dimanfaatkan pada proses pembelajaran bioteknologi Gambar 2. Tahapan pembuatan handout pembelajaran Bioteknologi

  SK: Memahami prinsip-prinsip dasar

bioteknologi serta implikasinya pada

salingtemas KD:

  Menjelaskan dan menganalisis peran

bioteknologi serta implikasi hasil-hasil

bioteknologi pada salingtemas

  Tahap 1 Analysis

  Tahap 2 Design

  Rancangan Materi Pokok:  Proses kultur jaringan  Peran ZPT terhadap pertumbuhan eksplan serta faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan tumbuhan

Rancangan Indikator:

1.

  Menjelaskan proses kultur

jaringan tumbuhan

2. Menganalisis pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan

eksplan pada kultur

jaringan tumbuhan

melalui hasil penelitian

  Rancangan TP: 1.

  Siswa dapat menjelaskan proses kultur jaringan tumbuhan 2. Siswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan 3. Siswa dapat menjelaskan pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan eksplan pada kukltur jaringan

  Tahap 3 Development

  Penyusunan/penulisan sumber belajar Pencetakan sumber belajar yang berupa handout pembelajaran Validasi konten handout oleh dosen di

bidang pendidikan dan bioteknologi Hasil validasi oleh 3 validator terhadap

  handout

  3

  tujuan pembelajaran. Selain itu, penggunaan gambar dalam handout dinilai telah sesuai dengan materi yang disajikan.

  handout dinilai telah sesuai dengan

  Rerata aspek kesesuaian adalah 3 dengan keterangan valid. Materi yang disajikan dalam

  Rerata penilaian aspek bahasa adalah 3,3 dengan keterangan valid. Handout pembelajaran ini dinilai telah menggunakan kalimat yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia dan mudah dipahami oleh tingkat kognitif peserta didik. Hanya saja sedikit saran dari validator bahwa pada handout setiap istilah atau singkatan maka dibuat kepanjangannya seperti NAA maka dibuat naftalen acetyl acid begitu seterusnya.

  Rerata penilaian aspek kepraktisan 3,5 dengan keterangan valid. Ini berarti handout pembelajaran ini dapat membantu peserta didik secara mandiri dalam proses belajar, dan memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif dalam menemukan konsep dan fakta-fakta yang ada. Selain itu peserta didik dinilai mampu mengaitkan antara satu konsep dengan konsep lain melalui integrasi hasil penelitian di dalam handout.

  Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran serta memiliki keterkaitan antara materi dengan lingkungan sekitar. Namun dari validator ahli pendidikan perlu disesuaikan antara indikator dengan tujuan pembelajaran dan juga untuk gambar penelitian perlu dicantumkan sumbernya.

  handout telah sesuai dengan Standar

  Rerata penilaian aspek isi adalah 3,3 dengan keterangan valid. Validator ahli materi menilai bahwa

  handout juga dinilai dapat memotivasi peserta didik.

  Rerata penilaian aspek tampilan dari ketiga validator adalah 3,3 dengan keterangan valid. Tampilan dalam handout cukup menarik dan dapat memudahkan pemahaman peserta didik. Adapun gambar-gambar yang digunakan di dalam handout merupakan gambar- gambar yang didapatkan selama penelitian. Selain itu, tampilan

  3 Rerata 3,32 3,5 3,02 3,28 (valid)

  3

  3

  3.3 Aspek Kesesuaian

  pembelajaran Bioteknologi pada sub topik Biotenologi

  3

  3.5 Aspek Bahasa 3,3 3,6

  3

  4

  3.3 Aspek Kepraktisan 3,5

  3.3 Aspek Isi 3,5 3,3 3,1

  3

  Aspek Tampilan 3,3 3,6

  Validator 3 (ahli materi)

  Validator 2 (ahli pendidikan)

  Rerata Validator 1 (ahli pendidikan)

  Kriteria Penilaian Rerata Penilaian

  Pertanian modern menunjukkan rerata 3,28 yaitu valid (Tabel 3). Tabel 3. Rerata penilaian pengembangan handout pembelajaran Bioteknologi

  Rerata keseluruhan aspek penilaian dari ketiga validator adalah 3,28 dengan keterangan valid. Untuk meningkatkan validitas dari handout ini, peneliti melakukan revisi pada beberapa bagian sesuai saran dari ketiga validator. Perbaikan yang dilakukan antara lain kesesuian konten handout dengan kegiatan pembelajaran, kesesuian indikator dengan tujuan pembelajaran, dan kesesuain gambar dengan materi yang disajikan.

  Handout yang telah

DAFTAR PUSTAKA

  handout

  Tanaman Buah secara Kultur in Vitro (Online),

  Plant Propagation Principles and Practice. Prentice Hall, Inc. New

  Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartman, H. T. and D. E. Kester. 1983.

  Jaringan Tumbuhan. Pusat antar

  : Jurnal LITTRI. Vol 16. no.1 Gunawan, L.W. 1990. Tekhnik Kultur

  ulmifolia) Secara In Vitro. Bogor

  Fatimah. 2010. Pengaruh Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Kalus dan Kadar Tannin dari Daun Jati Belanda (Guazuma

  Jurusan Biologi Lingkungan Fakultas dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Malang.

  Hormon 2,4–D pada Pertumbuhan Kalus Dari Eksplan Kotiledon dan Hipokotil Kedelai (Glycine max). Malang.

   kses 6 Maret 2013). Dian. Y. T. 2004. Uji Konsentrasi

  Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Anonimus. 2012. Teknik Perbanyakan

  yang telah direvisi ditampilkan sebagai lampiran, namun handout yang dilampirkan tersebut tetap merupakan integrasi dari penelitian ini.

  dikembangkan dinilai valid untuk digunakan dengan sedikit revisi pada beberapa bagian dari handout ini. Selebihnya handout ini dapat digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa SMA kelas XII. Adapun

  Andaryani. 2010. Kajian Penggunaan Jersey. Imam Mahadi. 2012. Induksi kalus kenerak (Goniothalamus

  dengan menggunakan hormon yang berbeda dari kelompok auksin dan sitokinin untuk melihat pertumbuhan kalusnya dan untuk memproduksi kalus yang cepat dan banyak dapat digunakan kultur suspensi sel dan perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dari implementasi handout dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah.

  REKOMENDASI Perlu dilakukan penelitian lanjutan

  (NAA 3 mg/l + BAP 1,5 mg/l) yang dapat membentuk planlet hingga mencapai 100%, dapat membentuk kalus dalam waktu 2 HSK (hari setelah kultur), dengan tekstur kalus remah (friable) dan berwarna putih. Fakta-fakta hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber belajar yang berupa handout yang dapat membantu peserta didik dalam belajar pada konsep bioteknologi bagi siswa SMA.

  3 B 1,5

  konsep bioteknologi dapat disimpulkan bahwa perlakuan kombinasi yang terbaik dalam penelitian ini adalah pada perlakuan A

  subdariffa) sebagai sumber belajar

  NAA dan BAP terhadap pembentukan kalus tanaman Rosella (Hibiscus

  KESIMPULAN Berdasarkan penelitian pengaruh

  Berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D Terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropa curcas) Secara In Vitro. Skripsi Faperta

  umbrosus ) berdasarkan jenis

  (Online), wordpress.com/2008/04/15/sum ber-belajar-untuk- mengefektifkan-pembelajaran- siswa/. (diakses 19 Januari 2014).

  Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya.

  Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan

  Pusat Antar Universitas Institus Pertania Bogor. Bogor. Hal. 35–116

  Agro Media Pustaka. Jakarta Wattimena, G. A. 1991. Bioteknologi Tanaman.

  Khasiat dan Manfaat Rosella.

  Maryani, H & Kristiana, L. 2005.

  Sudrajat, A. 2008. Sumber Belajar.

  eksplan menggunakan metode In vitro. J.

  Belajar (MSB). (diakses 12 April 2013).

  (Online),http://www.freewebs.co m/Hijrahsaputra/catatan/manaje men. Htm. Manajemen Strategi

  Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang. Saputra, H. 2008. Manajemen Belajar.

  Yogyakarta: DIVA press Santoso, U dan Nursandi, F. 2004. Kultur

  Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif .

  Agroteknologi Tropika. 1 (1): 18-22.

  Bumi Aksara. Jakarta.