ANALISIS PENERAPAN KONSEP LEAN MANUFACTU

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN

TUGAS UAS AKUNTANSI MANAJEMEN

ANALISIS PENERAPAN KONSEP LEAN MANUFACTURING PADA
SEKTOR INDUSTRI NON-MANUFAKTUR (STUDI KASUS PADA
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KEMANG MEDICAL CARE)
(PAPER REVISI)

HALAMAN JUDUL
Diajukan oleh:
TODO FILIPI ANDERSON
KELAS 7B-REGULER
NPM:144060006153

FEBRUARI 2015

ANALISIS PENERAPAN KONSEP LEAN MANUFACTURING PADA SEKTOR

INDUSTRI NON-MANUFAKTUR (STUDI KASUS PADA RUMAH SAKIT IBU
DAN ANAK KEMANG MEDICAL CARE)
(Paper yang digunakan adalah yang dikumpulkan secara hardcopy, karena terdapat
penambahan pada bagian analisis dan pembahasan, terkait perhitungan Manufacturing
Cycle Efficiency (MCE)

I. KONSEP/TEORI DAN CONTOH PENERAPAN
Di tengah persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif, tiap
perusahaan dituntut untuk meningkatkan kinerja secara berkelanjutan, dan
mengutamakan kepentingan pelanggan. Berbagai cara dilakukan pihak
manajemen perusahaan untuk mencapai kinerja yang optimal, salah satu
caranya adalah dengan menggunakan instrumen pada akuntansi manajemen,
mulai dari activity-based costing, balanced scorecard, activity-based
management, dan instrumen akuntansi manajemen lainnya. Peningkatan
efisiensi perusahaan juga menjadi perhatian manajemen perusahaan untuk
meningkatkan kinerjanya, dimana manajemen selalu mencari cara untuk
meminimalisasi biaya yg dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang/jasa dan
menghilangkan pemborosan yang terjadi pada proses produksi. Upaya untuk
meminimalisasi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara mengeleminasi
waste yang terdapat dalam proses produksi, dan juga berfokus pada proses yang

menghasilkan nilai tambah bagi para pelanggan. Pendekatan efisiensi proses
produksi tersebut sering disebut dengan lean manufacturing. Lean
manufacturing memiliki pengertian sebagai sebuah pendekatan yang dirancang
untuk mengeliminasi pemborosan (waste) dan memaksimalkan nilai pelanggan,
yang ditandai dengan membuat produk dengan jumlah yang tepat, kualitas yang
tepat (zero-defect), pada waktu tepat saat pelanggan membutuhkan, dan
dengan biaya yang sekecil-kecilnya (Hansen & Mowen, 2007). Taiichi Ohno,
seorang Lean Guru dan penulis buku “Toyota Production System”
mengemukakan adanya 7 wastes di dalam lingkungan manufaktur yang
selanjutnya berkembang menjadi 8 wastes. Kedelapan waste tersebut adalah
defects; overproduction; waiting/lead time; unnecessary motion; unnecessary
inventory; needless transporting; inappropriate processing; dan underutilized
personnels. Kedelapan waste pada proses produksi tersebut sangat berpotensi
besar merugikan perusahaan. Untuk itulah konsep lean manufacturing ini dibuat,
dengan tujuan dapat mengeliminasi pemborosan tersebut dan menciptakan
proses produksi yang lebih efisien.
Lima prinsip utama yang digunakan dalam konsep Lean manufacturing
adalah:
1. Value by product yang berarti perusahaan harus memproduksi barang yang
hanya memiliki nilai tambah bagi pelanggan;

2. Value stream yang diartikan sebagai seluruh kegiatan baik yang memiliki
nilai tambah maupun yang tidak, yang diperlukan sejak produk mulai dipesan
oleh pelanggan sampai produk tersebut dikirimkan ke pelanggan;
3. Value flow atau aliran produk adalah aliran proses produksi dalam
menghasilkan suatu produk mulai dari bahan mentah sampai di proses ke
beberapa departemen sampai menghasilkan barang jadi;

4. Pull value merupakan alur produksi yang digunakan pada lean
manufacturing, dimana perusahaan hanya memproses produk yang benarbenar telah dipesan oleh pelanggan, sehingga tidak terjadi penumpukan
persediaan bahan mentah maupun barang jadi. Salah satu metode yang
biasa digunakan adalah The Kanban System;
5. Pursue perfection diartikan sebagai kesempurnaan, dimana dengan
menggunakan konsep lean manufacturing diharapkan menghasilkan produk
yang benar-benar sempurna, baik kualitas produk maupun kualitas prosesnya,
tanpa cacat, tanpa waktu tunggu, tanpa pemborosan, dan diproduksi sesuai
permintaan pelanggan, dan dengan biaya yang rendah.
Dengan menerapkan lima prinsip lean manufacturing diatas, maka proses
produksi yang dihasilkan dapat menjadi lebih efisien. Terdapat beberapa
indikator untuk menilai efisiensi suatu proses produksi, salah satunya adalah
Manufacturing Cycle Efficiency (MCE). MCE dapat dihitung melalui rumus sebagai

berikut:

MCE=

Processing time
Processing time+ Move time+ Inspection time+ Waiting time

dengan processing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi
barang mentah menjadi barang jadi. Sedangkan aktivitas yang lain dilihat
sebagai pemborosan/waste, dan tujuan akhirnya adalah mengurangi waste
tersebut mendekati nol (Hansen & Mowen, 2007). Se makin angka MCE
mendekati satu, maka proses produksi tersebut semakin efisien.
Contoh penerapan lean manufacturing sudah dapat dilakukan mulai dari
pembelian bahan baku. Pada lean manufacturing, bahan baku hanya dibeli jika
terdapat pesanan produk dari pelanggan saja, dan jumlah bahan baku yang
dibeli tidak boleh melebihi produk yang dipesan oleh pelanggan, karena prinsip
dari lean manufacturing sendiri adalah meminimalisasi atau bahkan meniadakan
penyimpanan bahan baku. Untuk itulah pada lean manufacaturing diperlukan
perencanaan yang akurat antara pembelian bahan baku dan pemrosesan bahan
baku tersebut menjadi barang jadi. Hal lain yang menjadi fokus penerapan lean

manufacturing pada pembelian bahan baku adalah dibutuhkannya hubungan
(networking) yang luas dan kuat dengan para supplier bahan bak. Hal tersebut
sangat dibutuhkan karena pada konsep lean manufacturing, pembelian bahan
baku bisa saja dibeli secara mendadak, tergantung dari pemesanan pelanggan,
dengan memiliki hubungan yang luas dan kuat dengan para supplier bahan
baku, perusahaan dapat menghindari kemungkinan terjadinya ketidaktersediaan
bahan baku pada saat ada pemesanan produk dari pelanggan.
Contoh lain penerapan lean manufacturing adalah pada factory layout dan
alur produksi perusahaan. Salah satu prinsip dasar dari lean manufacturing
adalah value flow. Untuk memperoleh aliran produksi yang efisien dan memiliki
nilai tambah diperlukan adanyapengaturan tata letak alur produksi pada pabrik
(factory layout) yang bertujuan untuk meminimalisasi waktu tunggu pada proses
produksi di tiap departemen. Boeing, sebuah perusahaan besar asal Amerika
Serikat yang bergerak dalam produksi pesawat terbang menerapkan salah satu
teknik dalam lean manufacturing untuk memproduksi pesawat terbangnya
secara lebih efisien. Teknik tersebut adalah cellular manufacturing. Teknik
cellular manufacturing ini merupakan bagian dari lean manufacturing yang
memfokuskan pada pengaturan factory layout bukan berdasarkan departemen.
Pada perusahaan manufaktur yang belum menerapkan lean manufacturing,
factory layout dan production flow dibuat sedemikian rupa sehingga satu jenis

pekerjaan berada di tempat yang sama, sedangkan jenis pekerjaan lain akan
dikelompokkan ke dalam area lain. Contoh nya pada perusahaan industri garmen

yang mengelompokkan departemen pemotongan kain pada satu area, dan
departemen penjahitan (sewing department) pada area lainnya. Hal tersebut
tidak dilakukan pada perusahaan yang menerapkan lean manufacturing. Pada
perusahaan yang menerapkan lean manufacturing, dengan teknik cellular
manufacturing, factory layout dibuat sedemikian rupa sehingga satu jenis produk
dikerjakan oleh satu kelompok, mulai dari proses awal sampai dengan
menghasilkan barang jadi, dan selanjutnya produk lain dikerjakan oleh kelompok
berbeda. Dengan teknik cellular manufacturing dapat menghemat biaya tenaga
kerja, karena tidak membutuhkan pegawai yang bertugas memindahkan barang
dari satu departemen ke departemen lainnya untuk diproses, karena seluruh
pemrosesan produk hanya berada di satu area saja. Walaupun begitu, dengan
menerapkan teknik cellular manufacturing haruslah membutuhkan kompetensi
setiap pegawai untuk mengoperasikan keseluruhan mesin yang ada.
Dari hasil penjelasan dan contoh penerapan diatas, dapat dikatakan
bahwa lean manufacturing sangat cocok diterapkan pada perusahaan
manufaktur. Lalu muncul pertanyaan, apakah lean manufacturing hanya cocok
diterapkan di perusahaan manufaktur saja? Meskipun awalnya penerapan lean

manufacturing populer pada industri manufaktur, tetapi prinsip-prinsip lean
manufacturing juga dapat diterapkan di sektor industri lain, diantaranya pada
sektor kesehatan, bank, hotel, logistik, dan sektor lainnya. Pada sektor
kesehatan, penerapan lean manufacturing dikenal dengan nama lean healthcare,
yang telah lama diterapkan pada beberapa rumah sakit baik dalam maupun luar
negeri. Selanjutnya makalah ini akan membahas mengenai lean healthcare yang
disertai dengan contoh kasus penerapan lean healthcare pada rumah sakit.
II. KASUS
Contoh kasus diambil dari situs www.kemangmedicalcare.com yang
membahas mengenai penerapan lean manufacturing pada Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA) Kemang Medical Care. Artikel tersebut memberitakan mengenai
acara kompetisi Opexcon Award 2013. Opexcon Award 2013 adalah suatu ajang
pengharhaan yang mengkompetisikan perbaikan proses bisnis yang
berkelanjutan (continuous improvement) yang terjadi di perusahaan. Kompetisi
tersebut diikuti oleh sejumlah perusahaan terkemuka baik swasta maupun
BUMN. RSIA Kemang Medical Care memperoleh medali perunggu pada kategori
jasa dan pelayanan. RSIA Kemang Medical Care menjadi satu-satunya pemenang
yang berasal dari institusi penyedia layanan kesehatan. Hal tersebut menjadi
menarik dikarenakan masih jarang ditemukan penerapan lean manufacturing
pada rumah sakit di Indonesia.

RSIA Kemang Medical Care meraih penghargaan melalui proyeknya yang
berjudul “Improve Efficiency for Outpatient Services”. Pada proyek tersebut
RSIA Kemang Medical Care menerapkan proyek peningkatan kinerja melalui
efisiensi layanan rawat jalan, yang bertujuan meningkatkan kepuasan pasien.
Proyek berbasis Lean healthcare tersebut memberikan hasil berupa peningkatan
indeks kepuasan pasien sebesar 11% (dari rata-rata 76% menjadi 87%). RSIA
Kemang Medical Care juga meminimalisasi cacat pada bagian rekam medik yang
diturunkan menjadi 75%, dan berkas pasien dari poliklinik kembali tepat waktu
meningkat menjadi 38%. Dengan penerapan lean healthcare tersebut, RSIA
Kemang Medical Care dapat menghemat pembelian barang sebesar 28%,
penurunan nilai persediaan sebesar 13%, dan penghematan secara finansial
sebesar 6 juta rupiah per bulan nya. Selain itu RSIA Kemang Medical Care juga
dapat memangkas waktu tunggu (lead time) dalam pelayanan di klinik anak, dari
yang mulanya 78 menit menjadi 46 menit.

Untuk ulasan berita secara lengkap dapat dilihat pada lampiran makalah
ini.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lean manufacturing
tidak hanya cocok untuk diterapkan pada industri manufaktur saja, tetapi juga di

industri lainnya. Walaupun tidak bergerak di sektor manufaktur, tetapi prinsipprinsip lean manufacturing tetap dapat diterapkan pada perusahaan nonmanufaktur. Prinsip-prinsip lean manufacturing tersebut dikenal dengan sebutan
lean thinking. Lean thinking bukan merupakan teknis manufaktur atau program
cost reduction semata, tetapi merupakan strategi manajamen yang dapat
diterapkan di semua jenis sektor industri. Pada makalah ini penulis akan
menjelaskan dan menganalisis mengenai penerapan lean thinking pada sektor
pelayanan keehatan/rumah sakit, yang dikenal dengan sebutan lean healthcare,
dengan mengambil contoh penerapan yang dilakukan pada RSIA Kemang
Medical Care.
Dengan persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat dan kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit yang semakin tinggi, menjadikan
tiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya, hal ini lah
yang menjadikan penerapan lean healthcare mulai diminati oleh rumah sakit di
dunia. Lean healthcare sebenarnya bukanlah konsep baru di sektor layanan
kesehatan. Virginia Mason Medical Center yang berlokasi di Seattle, Washington
telah menerapkan konsep lean healthcare mulai tahun 2002. Dengan
menerapkan lean healthcare, Virginia Mason Medical Center dapat menghemat
biaya sampai dengan $6 juta.
RSIA Kemang Medical Care adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak yang terletak
di Jalan Ampera Raya no. 34 Jakarta Selatan. RSIA Kemang Medical Care
merupakan rumah sakit tipe E. Rumah sakit tipe E merujuk kepada rumah sakit

yang hanya mampu menyelenggarakan satu macam pelayanan kesehatan
kedokteran saja (special hospital), dalam hal ini RSIA Kemang Medical Care
hanya berfokus untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak.
Sebelum beralih ke pembahasan mengenai bagaimana prinsip lean
manufacturing dapat diterapkan dalam proses bisnis RSIA Kemang Medical Care,
penulis akan menyajikan alur proses pelayanan kesehatan. Dikarenakan
terbatasnya data yang penulis peroleh mengenai alur pelayanan kesehatan di
RSIA Kemang Medical Care, maka dibawah ini akan disajikan bagan alur
pelayanan kesehatan yang secara umum diterapkan pada rumah sakit di
Indonesia.

Sumber: www.rsudpbun.wordpress.com
Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa proses bisnis pelayanan pada
rumah sakit terdiri dari pendaftaran pasien, pelayanan laboratorium, pelayanan
poliklinik, pelayanan farmasi, sampai dengan pembayaran pada kasir. Proses
bisnis pelayanan kesehatan tersebut menunjukkan beberapa area dimana rumah
sakit dapat mencoba menerapkan lean thinking, diantaranya pada laboratorium,
poliklinik, perekaman medis, farmasi/apotek, dan IGD. Sesuai dengan fokus dari
lean thinking untuk mengeliminasi waste, dengan menerapkan teori yang telah
dijelaskan sebelumnya mengenai 8 wastes pada proses bisnis, maka penulis

mencoba untuk mengidentifikasi waste yang berpotensi terjadi pada proses
bisnis di rumah sakit. Kedelapan wastes tersebut adalah:
1. Defect; Didefinisikan sebagai kecacatan, atau kegiatan yang tidak benar
dilakukan pada pertama kali sehingga menimbulkan tambahan waktu lagi
untuk memperbaikinya. Contoh di rumah sakit seperti pasien yang salah
memasuki ruangan poliklinik, pengiriman rekam medis yang tidak sesuai
dengan pasien, penomoran rekam medis yang salah, dan pelabelan yang
tidak tepat pada tabung di laboratorium.
2. Overproduction; Dapat diartikan sebagai proses yang berlebihan, atau
melakukan sesuatu yang melebihi kebutuhan dari pasien itu sendiri. Contoh
di rumah sakit adalah dengan menggandakan laporan riwayat pasien
melebihi yang dibutuhkan, pengisian beberapa formulir yang memiliki
informasi sejenis, dan pembuatan rekam medis yang berulang kali.
3. Waiting/lead time; Waktu yang dihabiskan oleh pekerja ketika tidak
melakukan pekerjaan apapun. Contohnya adalah waktu yang dihabiskan oleh
pasien maupun pekerja rumah sakit yang tidak efektif, seperti pasien yang
menunggu saat dokter belum tiba di klinik, dokter menunda memeriksa
pasien karena menunggu rekam medis yang belum tiba di ruangan pada saat
pasien telah datang, dan pasien menunggu untuk diperiksa kelengkapan
berkas asuransi untuk rawat inap.
4. Unnecessary motion; Diartikan sebagai kegiatan atau pergerakan yang
dilakukan pasien maupun karyawan, seperti perawat yang mengambil berkas
rekam medis sendiri, petugas lab yang memeriksa ulang permintaan
pemeriksaan, dan penyimpanan dokumen di rak yang terlalu tinggi.

5.

Unnecessary inventory; Kelebihan persediaan di rumah sakit dapat
dicontohkan seperti persediaan obat yang terlalu banyak pada apotek, kartu
rekam medis yang berlebihan, dan pembelian peralatan bedah yang berlebih.
6. Needless transporting; Diartikan sebagai pergerakan barang atau alur
pasien yang tidak perlu, seperti tata ruang yang buruk di rumah sakit
sehingga pasien harus berjalan jauh dari satu ruang ke ruang lainnya.
7. Inappropriate processing; Proses yang sebenarnya tidak perlu tetapi
dilakukan. Pada rumah sakit seperti pasien yang diminta melakukan beberapa
tes/terapi yang sebenarnya tidak dibutuhkan, dan pengambilan sampel darah
pasien beberapa kali.
8. Underutilized
personnels;
Diartikan
kerugian
karena
kurang
memanfaatkan potensi karyawan yang ada. Contoh pada rumah sakit adalah
tidak optimalnya penggunaan customer care di rumah sakit, dan tidak
adanya personil yang membantu pasien dalam proses pendaftaran.
Pemborosan atau waste seperti yang telah dijelaskan diatas sudah tentu
merugikan rumah sakit. Disamping merugikan rumah sakit secara finansial,
pemborosan tersebut juga mengurangi tingkat kepuasan pasien terhadap
layanan rumah sakit. Dengan konsep lean healthcare yang mengadopsi lima
prinsip lean manufacturing, pemborosan tersebut dapat diubah menjadi proses
yang lebih memiliki nilai tambah kepada pasien yang pada akhirnya bertujuan
menyediakan pelayanan kesehatan yang lebih efisien, aman, dan memiliki
kualitas tinggi.
Pada kasus yang disajikan diatas, RSIA Kemang Medical Care berhasil
melaksanakan proyek improvement berupa efisiensi layanan rawat jalan dengan
menerapkan proyek berbasis lean healthcare. Lalu muncul pertanyaan,
bagaimana sebenarnya penerapan lean healthcare tersebut pada proses bisnis
RSIA Kemang Medical Care? Penulis mencoba menyandingkan teori mengenai
lima prinsip lean manufacturing untuk selanjutnya diterapkan pada proses bisnis
pelayanan kesehatan.
1. Value by product.
Dengan prinsip value by product, perusahaan diharapkan hanya
memproduksi produk yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Dalam
penerapannya di rumah sakit, yang dikategorikan sebagai pelanggan bukan
hanya pasien, tetapi juga dokter maupun petugas administrasi. Pasien sering kali
menerima suatu proses layanan yang tidak memiliki nilai tambah bagi mereka,
seperti pasien mengisi formulir rawat jalan di bagian pendaftaran rawat jalan,
setelah pasien tersebut diperiksa di poliklinik, ternyata pasien tersebut harus
melakukan pemeriksaan di laboratorium, pada saat ingin mendaftar pemeriksaan
laboratorium, pasien tersebut harus mengisi formulir yang sama seperti yang
diisi pada saat pendaftaran rawat jalan. Proses pengisian formulir lebih dari
sekali hanya memberikan nilai tambah bagi administrasi rumah sakit, tetapi
tidak bagi pasien, maka proses tersebut sebenarnya dapat dieliminasi pada
proses bisnis rumah sakit.
2. Value stream.
Value stream adalah tahapan-tahapan yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatu proses. Selama proses tersebut dapat menghasilkan tiga
keluaran yang berbeda, yaitu keluaran yang memiliki nilai tambah, keluaran
yang tidak memiliki nilai tambah tetapi tidak dapat dihindari, dan keluaran yang
tidak memiliki nilai tambah dan dapat dieliminasi sesegera mungkin. Untuk
mengidentifikasi value yang terdapat pada tiap proses, maka diperlukan adanya
value stream mapping. Value stream mapping dimulai dari tahap awal proses di

pelayanan kesehatan. Misalnya pada saat pasien melakukan perjanjian untuk
dilakukan pemeriksaan melalui telepon, lalu pasien membutuhkan waktu untuk
menunggu disambungkan ke bagian penjadwalan pasien, lalu pasien menunggu
beberapa hari sampai dengan tanggal pemeriksaan. Ketika telah tiba di rumah
sakit, pasien diminta kembali untuk mendaftarkan diri secara manual di meja
resepsionis, lalu pasien selanjutnya menuju ruang tunggu pemeriksaan, dan
menunggu giliran untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan pemeriksaan,
pasien bisa saja mendapat perujukan lebih lanjut atau diarahkan ke klinik
spesialis, untuk itu pasien harus mengulangi proses yang sama dari awal lagi.
Proses yang panjang tersebut sangat memakan waktu pasien, dan apabila
ditelusuri, sebenarnya beberapa proses tersebut ada yang tidak memiliki nilai
tambah. Untuk itu value stream mapping perlu dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya waste yang terjadi dalam setiap proses yang dilalui. Value
stream mapping dapat dibuat dengan gambar alir proses untuk memudahkan
pengidentifikasian. Contoh value stream mapping di salah satu rumah sakit
ditunjukkan pada bagan berikut.

3. Value flow.
Value flow pada rumah sakit adalah ketika pasien menerima proses
pelayanan kesehatan dari satu unit ke unit lainnya tanpa adanya delay atau
penundaan. Tujuan utama dari value flow adalah mengeliminasi adanya antrian
atau pengelompokkan yang tidak diperlukan, dan selanjutnya juga akan
mengeliminasi waktu tunggu, sehingga proses pelayanan kesehatan dapat
dilakukan dengan lebih efisien. Dalam kasus yang telah disampaikan, terlihat
bahwa RSIA Kemang Medical Care dengan menerapkan lean healthcare dapat
mempercepat waktu pelayanannya. Pada klinik anak terjadi percepatan dari
yang semula 78 menit menjadi hanya 46 menit, dan pada klinik ibu dari 83 menit
menjadi 57 menit. Untuk memperoleh aliran proses pelayanan kesehatan yang
efisien dapat dilakukan dengan beberapa cara, dalam jangka pendek dapat
dilakukan dengan cara memperbaiki proses pelayanan kesehatan dengan
mengurangi waktu di tiap-tiap proses layanan. Dalam jangka panjangnya dapat
dilakukan dengan mengubah layout rumah sakit sehingga jarak ruangan
pelayanan rumah sakit antara satu dan lainnya tidak berjauhan. Hal ini sejalan
dengan prinsip cellular manufacturing yang diterapkan pada lean mnufacturing.
Selanjutnya, dengan menggunakan contoh waktu pelayanan kesehatan anak
pada RSIA Kemang Medical Care, penulis akan mengilustrasikan proses efisiensi

waktu yang dilakukan pada klinik anak RSIA Kemang Medical Care dengan
menggunakan jumlah waktu proses yang disediakan di artikel..

3
Menit

Registrasi

9
Menit

3
Menit
Timbang/

Tensi

18
Menit

15
Menit
Pemeriksaa

n Dokter
6 Menit

Apotek
14
Menit

5
Menit

Kasir
5 Menit

Value stream = 40 menit
Waiting time = 38 menit
Dari bagan diatas terlihat bahwa jumlah waktu yang tidak memiliki nilai
tambah (waiting time) hampir sama dengan jumlah waktu yang memberikan
nilai tambah (value stream). Untuk itu perbaikan proses yang dilakukan dapat
lebih mengutamakan mengurangi waktu yang tidak memiliki nilai tambah
(waiting time). Perbaikan tersebut dapat berupa:
a. Mengarahkan pasien untuk melakukan perjanjian sebelumnya melalui
telepon. Hal tersebut dapat menghemat waktu pada saat registrasi dan pada
saat menunggu antrian untuk diperiksa, karena dengan melakukan perjanjian,
pasien diharapkan hadir sesuai nomor urut yang sudah diberikan, sehingga
pasien tidak perlu menunggu lama untuk diperiksa.
b. Perbaikan tempat penyimpanan rekam medis, sehingga pada saat melakukan
pendaftaran, bagian registrasi tidak kesulitan untuk menemukan
c. Menugaskan salah seorang petugas yang mengarahkan pasien untuk segera
melakukan penimbangan badan dan pengukuran tensi setelah melakukan
registrasi, sehingga pasien tidak menuju ruang tunggu terlebih dahulu.
d. Ruangan tempat penimbangan badan dan cek tensi tidak ditempatkan pada
satu ruangan tertentu, tetapi ditempatkan di dalam klinik tempat pasien
tersebut akan diperiksa. Dengan cara ini tidak terjadi penumpukan pasien
yang ingin menimbang berat badan.
e. Rekam medis harus sudah tersedia di meja dokter sebelum dilakukan
pemeriksaan terhadap pasien. Untuk itu diperlukan alur pengiriman rekam
medis yang baik dari bagian administrasi ke poliklinik.. Solusinya misalnya,
pada saat melakukan pendaftaran, pasien dapat membawa sekaligus rekam
medis nya, dan membawa masuk ke poliklinik. Hal tersebut selain
mengurangi waktu tunggu, juga dapat mengurangi biaya untuk pekerja yang
mengantar rekam medis.
f. Perubahan layout dengan mendekatkan ruangan klinik dengan ruang tunggu,
kasir, dan apotek. Apabila klinik dalam rumah sakit tersebar di beberapa
gedung, maka sebaiknya di tiap-tiap gedung tersebut juga terdapat area
kasir, untuk mempermudah pasien dalam melakukan pembayaran.
g. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan oleh dokter, apabila terdapat obat
yang harus dibeli, resep obat dapat dikirim secara elektornik ke bagian

farmasi, sehingga pada saat pasien datang ke apotek, obat yang dipesan
telah tersedia. Hal tersebut dapat mengurangi waktu tunggu pasien di apotek
secara signifikan.
h. Perbaikan layout penyimpanan obat pada apotek, sehingga obat yang
dipesan pasien dapat dengan mudah disediakan.
Dengan melakukan perbaikan proses bisnis dan perubahan layout, rumah
sakit dapat melakukan efisiensi waktu pelayanan. Perubahan waktu pelayanan
kesehatan setelah dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

2
Menit

Registrasi

3
Menit

2
Menit
Timbang/

8 Menit

Tensi

15
Menit
Pemeriksaa

n Dokter
3 Menit

Apotek
7 Menit

3
Menit

Kasir
3 Menit

Value stream = 29 menit
Waiting time = 17 menit
Untuk lebih jelas melihat efisiensi yang dilakukan RSIA Kemang Medical
dapat digunakan indikator Manufacturing Cycle Efficiency (MCE), dengan
menggunakan rumus yang telah dijelaskan pada bagian konsep. Pada pelayanan
rumah sakit, yang dimaksus dengan waktu proses bukanlah proses pada saat
barang mentah dikonversi menjadi barang jadi, tetapi pada saat pasien
memasuki rumah sakit sampai pasien pulang membawa obat. Jadi penerapan
MCE pada bagan diatas dapat dihitung melalui rumus:

MCE=

Value stream
Value stream+Waiting time

MCE sebelum lean

MCE=

40 menit
=0,51
40 menit +38 menit

MCE setelah lean

MCE=

29 menit
=0, 63
29 menit+ 17 menit

dari nilai MCE diatas, terlihat bahwa dengan penerapan lean, RSIA Kemang
Medical Care dapat meningkatkan efisiensi prosesnya dari 51% menjadi 63%,
atau meningkat 12%.

4. Pull value.
Penerapan pull value pada rumah sakit sebagian besar dilakukan pada
bagian farmasi, terkait dengan penyediaan obat. Beberapa masalah yang sering
terjadi pada bagian farmasi di rumah sakit adalah obat-obatan yang diperlukan
kadang-kadang kosong. Namun di sisi lain, banyak juga obat-obatan dan alat
kesehatan lain yang persediannya menumpuk, yang akhirnya mengakibatkan
kerusakan obat dan bahkan kadaluwarsa. Dengan konsep pull value, rumah
sakit hanya akan memesan persediaan obat sesuai dengan yang dibutuhkan
pasien. Tetapi muncul pertanyaan, apakah konsep tersebut dapat diterapkan di
rumah sakit? Bagaimana rumah sakit memprediksi kebutuhan obat pasien?
Berbeda dengan industri manufaktur, dimana pemesanan produk dapat
dilakukan oleh pelanggan, pada rumah sakit, pasien tidak bisa langsung
memesan obat yang akan dibeli, obat tersebut tergantung dari hasil
pemeriksaan oleh dokter. Sehingga dengan kata lain, dokter juga berperan
penting dalam penentuan persediaan obat-obatan di bagian farmasi. Dalam
artikel yang dipaparkan sebelumnya, dengan menerapkan lean healthcare, RSIA
Kemang Medical Care berhasil melakukan penghematan pembelian barang
sebesar 28%, pemangkasan persediaan di farmasi sebesar 9%, dan penurunan
nilai persediaan sebesar 13%. Beberapa cara menerapkan pull value pada rumah
sakit adalah sebagai berikut:
a. Meminta pasien untuk melakukan perjanjian dengan dokter terlebih dahulu,
sehingga kapasitas jumlah pasien yang diperiksa dokter tersebut dapat
ditentukan, dengan begitu apabila kapasitas jumlah pasien suatu dokter
sudah berlebih, pihak penjadwalan pada rumah sakit dapat membatasi
apabila terdapat lagi pasien yang ingin melakukan perjanjian dengan dokter
tersebut. Dengan hal tersebut, rumah sakit dan dokter dapat mengetahui
jumlah pasien yang harus dilayani pada hari tersebut.
b. Pemesanan obat pasien dapat melalui sarana elektronik yang dikirim
langsung ke apotek, sehingga bagian apotek dapat segera mempersiapkan
obat yang dibutuhkan.
c. Menentukan rata-rata kebutuhan tiap-tiap obat dalam kurun waktu tertentu.
Caranya dengan menentukan pemakaian dan lama waktu kadaluwarsa suatu
obat, sehingga obat yang jarang dipakai, maka waktu dibutuhkannya relatif
lama. Selain itu konfirmasi ke tiap-tiap dokter juga diperlukan untuk
menentukan obat mana yang paling sering dipakai, sehingga bagian farmasi
tau dalam menentukan persediaan obat tersebut.
d. Menjalin networking yang kuat dan banyak kepada pihak supplier obatobatan. Sehingga apabila terdapat pemesanan obat yang mendadak dapat
segera dilayani.
e. Menentukan buffer stock, atau persediaan cadangan untuk mengantisipasi
adanya frekuensi pemakaian obat diluar kebiasaannya.
f. Menerapkan reorder point, atau jangka waktu kapan obat tersebut harus
dilakukan pemesanan kembali. Alat bantu untuk menerapkan cara ini adalah
dengan menggunakan The Kanban System¸atau lebih dikenal dengan Kartu
Kanban. Penerapannya dengan menempelkan Kartu Kanban pada setiap obat
di persediaan, kartu tersebut nantinya menunjukkan jumlah persediaan yang
masih tersisa.
5. Pursue of perfection.
Pursue of perfection adalah prinsip terakhir dalam penerapan lean
thinking di perusahaan, yang merupakan tujuan dari lean thinking tersebut, yaitu
adanya continuous improvement. Kunci dari pursue of perfection sendiri
sebenarnya bukanlah peningkatan kinerja yang berasal dari atasan, atau dalam
hal ini manajer rumah sakit, tetapi dari individu pekerja masing-masing yang

melakukan peningkatan kinerja berkelanjutan, yang pada akhirnya berdampak
pada peningkatan kinerja rumah sakit. Dengan menerapkan keempat prinsip
sebelumnya, maka prinsip pursue of perfection kan tercapai. Pencapaian pursue
of perfection pada RSIA Kemang Medical Care dengan menerapkan lean
healhtcare ditunjukkan dengan meningkatnya indeks kepuasan pasien sebesar
11%. Selain itu juga mengurangi cacat di bagian rekam medik secara signifikan,
yaitu 75%. Dengan menerapkan lean healthcare, maka rumah sakit dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas, dan bernilai tambah bagi para pasien.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa penerapan lean manufacturing tidak hanya cocok diterapkan pada
industri manufaktur saja, tetapi juga pada sektor industri yang lain. Karena pada
dasarnya prinsip-prinsip lean manufacturing, atau yang disebut dengan lean
thinking, cocok untuk diterapkan di berbagai jenis organisasi. Salah satu sektor
yang sudah menerapkan lean thinking dalam proses bisnis nya adalah pada
sektor pelayanan kesehatan/rumah sakit, yang sering disebut dengan lean
healthcare.
Sama hal nya dengan industri manufaktur, pemborosan pada proses bisnis
di rumah sakit juga dapat diidentifikasi menggunakan konsep 8 wastes. Dengan
bantuan value stream mapping, kedelapan wastes dapat ditelusuri pada tiap-tiap
proses bisnis. Penerapan lean healthcare selanjutnya digunakan untuk
mengeliminasi 8 wastes tersebut. Implementasi lean healthcare tersebut dapat
dilakukan melalui 5 prinsip utama pada lean manufacturing, atau yang biasa
disebut lean thinking.
Penerapan lean healtcare atau lean thinking pada umumnya, tidak hanya
bertumpu pada peran manajerial sebagai pengambil keputusan, tetapi lebih
mengutamakan pada budaya pekerja. Karena yang lebih berperan dalam
penerapan lean thinking ini adalah para pekerja. Dengan membuat sebuah tim
lean thinking, suatu organisasi dapat memulai untuk menerapkan lean thinking
pada proses bisnisnya, dengan tujuan akhir menghasilkan sebuah produk yang
memiliki nilai tambah bagi pelanggan secara efisien, demi berlangsungnya
peningkatan yang berkesinambungan (continuous improvement).
V. DAFTAR PUSTAKA
Womack, J.P., et al. 2005. Going Lean in Health Care. Cambridge. Institute for
Healthcare Improvement.
Hansen, D.R, dan Maryanne M. Mowen. 2007. Managerial Accounting. Edisi ke-8.
South Western Thomson.
Weinstock, D. 2008.
Lean Healthcare. The Journal of Medical Practice
Management : MPM. 339 – 341.
Campbel, R.J. 2009. Thinking Lean in Healthcare. Journal of American Health
Information Management Association. 40 – 43.
Wickramasinghe, N., et al. 2013. Lean Thinking for Healthcare. Edisi ke-1.
Springer.
Quality Digest. 2009. Athens Hospital Improves Processes by Impelementing
Lean
in
Laboratory.
Diakses
pada
10
Februari
2015,
dari
http://www.qualitydigest.com/inside/twitter-ed/athens-hospital-improvesprocesses-implementing-lean-laboratory.html

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kemang Medical Care. 2013. RSIA KMC Meraih Bronze
Achievement Dalam Indonesia Operational Excellence Conference and
Award
2013.
Diakses
pada
10
Februari
2015,
dari
http://www.kemangmedicalcare.com/news-a-events/news/15-hotnews/2406-indonesia-operational-exellence-conference-and-award2013.html
Arsada. 2014. Efisiensi dan Perbaikan Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dengan
Lean
Healthcare.
Diakses
pada
9
Februari
2015,
dari
http://arsada.org/index.php/berita/nasional2/ 378-efisiensi-dan-perbaikankualitas-pelayanan-di-rumah-sakit-dengan-lean-healthcare
Lean Indonesia. 2014. Lean Hospital – Lean di Rumah Sakit. Diakses pada 9
Februari 2015, dari http://www.leanindonesia.com/2014/05/lean-hospitalindonesia/
Lean Indonesia. 2014. Lean Healthcare: Lean di Rumah Sakit?. Diakses pada 9
Februari
2015,
dari
http://www.leanindonesia.com/2014/06/leanhealthcare-lean-di-rumah-sakit/
Suprijanto, R. 2014. Manajemen Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. Diakses 9
Februari
2014,
dari
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/12/09/manajemenkualitas-pelayanan-rumah-sakit-696076.html
Shift Indonesia. 2015. Mengapa Rumah Sakit Perlu Lean Healthcare?. Diakses
pada 9 Februari 2015, dari http://shiftindonesia.com/mengapa-rumahsakit-perlu-lean-healthcare-2/

VI.

LAMPIRAN

RSIA KMC Meraih Bronze Achievement Dalam Indonesia Operational Exellence Conference and Award
2013
Penghargaan Opexcon Award 2013 merupakan ajang kompetisi Perbaikan Proses Bisnis yang
Berkelanjutan atau Continuous Improvement oleh sejumlah perusahaan terkemuka baik swasta
maupun BUMN. "Continuous Improvement sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk meningkatkan
efisiensi dan kinerja perusahaan. Artinya, dengan adanya perbaikan proses bisnis, perusahaan akan
meningkatkan daya saing dan menekan produksi biaya tinggi", kata Riyantono, Direktur Opexcon di
sela acara tersebut pada Selasa, 12 November 2013, di Jakarta. Kompetisi Opexcon Award 2013
berhasil menarik entri proyek dan 96 perusahaan BUMN dan swasta yang mendaftar. Proyek yang
dikompetisikan adalah proyek perbaikan proses di perusahaan yang menggunakan metode Lean, Six
Sigma, QCC, Kaizen, PDCA, VSM, dan sebagainya.
Total sembilan "PEMENANG PENGHARGAAN OPEXCON AWARD 2013" dari perusahaan BUMN dan
swasta diantaranya: Katagori Manufaktur: PT. Candra Asri Petrochemical, Tbk. (Gold Achievement), Pt.
Guntner Indonesia (Silver Achievement), PT. Abbott Indonesia (Bronze Achievement). Katagori Jasa dan
Pelayanan: PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk (Gold Achievement), PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel)
(Silver Achievement), RSIA Kemang Medical Care (Bronze Achievement).
Acara ini terselenggara atas kerjasama Majalah Shift dan SSCX International dengan Minitab, YCAB,
Airporteve, Pegipegi.com, Parker, Bidadari Eco Resort, Mukti Indo Utama, Majalah SME, Majalah SWA,
Radio Smart FM, dan Media Indonesia.
Bronze Achievement diperoleh oleh A. Heri Iswanto dari RSIA Kemang Medical Care dengan
proyek "Improve Effiency For Outpatient Services". Aktifitas continuous improvement di rumah sakit
masih jarang ditemukan di Indonesia. RSIA Kemang Medical Care menjalankan perubahan inovatif
dengan melaksanakan proyek improvement berupa efisiensi layanan rawat jalan untuk meningkatkan
kepuasan pasien. Proyek berbasis Lean Hospital, "Improve Efficiency For Outpatient Services" di rumah
sakit KMC memberikan hasil berupa peningkatan indeks kepuasan pasien sebesar 11% (dari rata-rata
76% menjadi 87%), dengan antrian yang lebih pendek, toilet yang lebih bersih, dan sebagainya. Cacat
di rekam medik juga dapat diturunkan sebesar 75% dan berkas pasien dari poliklinik yang kembali
tepat waktu meningkat sebesar 38%. Perbaikan di KMC juga memberikan efisiensi biaya yang tidak
sedikit, yaitu penghematan pembelian barang sebesar 28%, pemangkasan inventori di farmasi
sebanyak 9%, penurunan nilai persediaan sebesar 13%, dan penghematan finansial sekitar 6 juta
rupiah perbulannya. Selain itu, terjadi juga percepatan dalam pelayanan di klinik anak dari 78 menit
menjadi hanya 46 menit (turun 41%), dan klinik ibu dari 83 menit menjadi 57 menit (turun 31,32%).
Pencapaian tersebut membuat RSIA Kemang Medical Care menyabet penghargaan Bronze
Achievement di ajang Opexcon Award 2013 sekaligus menjadikan Heri Iswanto dan timnya diakui
sebagai improvement heroes di sektor pelayanan kesehatan di tahun 2013.

Sumber:
http://www.kemangmedicalcare.com/news-a-events/news/15-hot-news/2406-indonesiaoperational-exellence-conference-and-award-2013.html