Flu Burung dan Influenza Like Ilness( ILI)

  

Flu Burung dan

Influenza Like Ilness( ILI)

Dr Irvan Medison SpP

Influenza Like Ilness( ILI)

   Avian Inflenza (H5N1)  Swine Influenza (H1N1)

  Virus Infuenza  Avian Infuenza ( H7N9)  SARS - cov  MERS -cov

  Corona Virus

  

Sejarah

Perkembangan Influenza

  1977

Sejarah Perkembangan Virls Infllenza A

dari tahln 1889-1977

  HA NA 1889 H2N2 ? HA NA 1900 H3N8 ? PB2 PB1 PA HA NA NP M NS PB2 PB1 PA HA NA NP 1918 H1N1 1950 8? 5 *Spanish Flu* PB2 PB1 PA HA NA NP PB2 PB1 PA HA NA NP M NS 1957 H2N2 * Asiatic Flu* 3 6 PB2 PB1 PA HA NA NP M NS H1N1 * Russian* *Up date* H1N1 H3N2 Emerging virus (new)

  Reassortant (Ag Shift) PB2 PB1 PA HA NA NP PB2 PB1 PA HA NA NP M NS 1968 H3N2 * HONG KONG* 2 Lessons Learned form Past Pandemics

  Pertama wabah Maret 1918 di Eropa, Amerika Serikat.

   Sangat menular, tetapi tidak mematikan  Penyebaran virus melalui perjalanan antara Eropa / Amerika Serikat pada penumpang kapal

   melalui darat, laut perjalanan ke Afrika, Asia  Sinyal Peringatan -- missed

  Aglstls, 1918 wabah ledakan simlltan di Perancis, Sierra Leone, USA.

   Tingkat kematian meningkat 10-kali lipat  Tertinggi tingkat kematian pd usia 15-35 tahun

   terjadi badai Sitokin ?  Kematian akibat pneumonia virus

   HA (Haemagglltinin)

Virus influenza

  • Alat perekat ke membran

   sel yang diinfeksi

  • CleaveabilityReceptor specifcity
  • Antigen ltama
  • Dipecah oleh protease

   Enzym nelraminidase (NA)

  • Memecah residl asam sialic dari

  receptor sel inang lntlk virls,

  • Membebaskan partikel virls dan

  memlngkinkan virls menyebar ke sellrlh tlblh.

  • HA dan NA memplnyai kemamplan

  kellar dari host hlmoral responsePB1 dan NP memberi kemamplan kellar dari host celullar response.

   Point mutation protein PB2 (slatl polymerase) memiliki kaitan dengan virllensi

  Virus Influenza A

  • RNA, enveloped

  Orthomyxoviridae

  • Viral family:
  • Size:

  80-200nm or .08 – 0.12 μm (micron) in diameter Credit: L. Stammard, 1995

  • Three types
  • A, >Surface antigens
  • H (haemaglutinin)
  • N (neuraminidase)

  TYPE A

  severity of illness animal reservoir human pandemics human epidemics antigenic changes segmented genome amantadine, rimantidine zanamivir

  TYPE B

  TYPE C

  Virus Infuenza

  • yes yes yes shift, drift yes sensitive
    • no no yes drift yes no effect
      • no no no (sporadic) drift yes no effect
      • Epidemic – terdapat kasus cluster
      • Pandemic – epidemi di seluruh dunia
      • Antigenic drift :

  perubahan susunan asam amino terjadi pada waktu gen perubahan susunan asam amino terjadi pada waktu gen melakukan enconding antigen permukaan setiap kali virus melakukan enconding antigen permukaan setiap kali virus bereplikasi bereplikasi . .

  • – Perubahan protein dengan mutasi genetik & seleksi

    menghasilkan galur menghasilkan galur baru baru

  • – Perubahan terjadi berkelanjutan dan dasar untuk perubahan dalam pembuatan vaksin setiap tahun
    • Antigenic shift :

  terjadi apabila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbeda terjadi apabila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbeda menginfeksi penjamu lain menginfeksi penjamu lain

    menghasilkan virus baru menghasilkan virus baru

kemungkinan mampu untuk meginfeksi penjamu lain termasuk

kemungkinan mampu untuk meginfeksi penjamu lain termasuk

manusia. manusia.

  Contoh Contoh

  : : babi yg terinfeksi virus fu burung & virus fu human babi yg terinfeksi virus fu burung & virus fu human

  Definisi

  • – Perubahan protein melalui reassortment genetik

Antigenic drift minor changes in HA or NA

  • Affects Influenza A and B viruses
  • • Occurs every year or every few years within an influenza

    subtype
  • Mutations affecting RNA amino acids
  • Does not result in new subtype
  • Can result in significant epidemics

  A/H3N2 A/H3N2 Viral population Viral population RNA point mutations RNA point mutations one or more one or more amino acids amino acids Betts FR, Douglas RG, Mandell G.L., Douglas R. G., Bennett J.E., Principles and practice of infectious diseases, 3rd ed., 1990;39:1306-25

  Historical antigenic drifts for H3N2 and H1N1 subtypes A/Hong Kong/68 A/Hong Kong/68 A/England/72 A/England/72 A/Port Chalmers/73 A/Port Chalmers/73 A/Scotland/74 A/Scotland/74 H3N2 H3N2 A/Victoria/75 A/Victoria/75 A/Texas/77 A/Texas/77 A/USSR/77 A/USSR/77 A/Bangkok/79 A/Bangkok/79 A/Philippines/82 A/Philippines/82 A/Brazil/78 A/Shanghaï/87 A/Brazil/78 A/Shanghaï/87 A/England/80 A/England/80 H1N1 H1N1 A/Beijing/89 A/Beijing/89 A/India/80 A/India/80 A/Shangdong/93 A/Shangdong/93

  

Antigenic shift emergence of a "new" virus

worldwide

  • Affects only Influenza A virus
  • Major and sudden genetic variations in HA and/or NA
  • No immunity in population
  • Results in pandemics every 10 to 40 years

  RNA recombination RNA recombination Infected Infected "New" virus "New" virus human strain human strain host cell host cell RNA RNA

  H1 N1 H2 N2 H3 N3 H4 N4 H5 N5 H6 N6 H7 N7 H8 N8 H9 N9 H10 Natural hosts of influenza viruses Haemagglutinin subtype Neuraminidase subtype

Host distribution of influenza A Host distribution of influenza A subtypes subtypes HA slbtypes NA slbtypes Man +

  • + + +
  • + +
  • + + +
  • + + +

  Swine

  Horse

  Seal

  Turkey

  • >

  Duck

  • > >
REASSORTMENT

  α2-3 α2-6 Sebaran reseptor

  Sebaran reseptor α

  α 2-3 atal

  2-3 atal

α

  α 2-6

  2-6 sialic acids sialic acids pada sallran pada sallran pernafasan manlsia (mengglnakan pernafasan manlsia (mengglnakan lectins specifc lectins specifc lntlk lntlk

molekll tsb.)

molekll tsb.)

  Shinya et al : Inflenza virls Receptors in Hlman air way, Nature vol. 440, 23 March 2006

  c. Pharynx

  e. Bronchus

  d. Trachea

  b. Paranasal sinus a b c d e

  

Timeline of Emergence

Influenza A Viruses in Humans

  H1 H

  1 H3 H2 H7 H5 H5 H9

  Avian Infuenza H1

  Reassorted Infuenza virus (Swine Flu) Flu Outbreak, 1976 Swine Ft. Dix

  

Wabah Avian Influenza

  • 1997, avian influenza A (H5N1), Hongkong,

  menyerang ayam dan manusia

  • 1999
    • Hongkong: avian flu A (H9N2), 2 kasus anak,

  hidup

  • Cina: H9N2
    • 2003

  • Hongkong: avian flu A (H5N1), 2 kasus, 1

  meninggal, riwayat perjalanan ke Cina

  • Netherland: avian flu A (H7N7), 83 kasus pekerja

  Avian influenza(H5N1) (bird flu, flu burung)

Pertanyaan yang Pertanyaan yang timbll timbll

   Seberapa besar bahayanya

  Seberapa besar bahayanya ( epidemiologi)

  ( epidemiologi) ?

  ? 

  Bagaimana penyebaran dan Bagaimana penyebaran dan penularannya ? penularannya ?

   Apakah bisa ditularkan antar manusia?

  Apakah bisa ditularkan antar manusia? 

  Bagaimana mencegah penularan? Bagaimana mencegah penularan?

   Kapan kita curiga adanya fu burung?

  Kapan kita curiga adanya fu burung?

Avian influenza

  

Virus avian influenza (H5N1) berasal dari burung

liar ( wild birds) menyerang unggas (burung, ayam), babi, kuda

   Menyebar cepat diantara populasi unggas dengan kematian tinggi

   Dapat menyebar antar peternakanPenularan melalui udara, air tercemar, berasal dari tinja unggas sakit

  

Avian influenza

Secara epidemiologi virus influenza dibagi : Low pathogenic avian influenza (LPAI)

  • Highly pathogenic avian influenza (HPAI)
  • Perbedaan pada susunan genetik virus

  

HPAI Sangat virulen menyebabkan kematian ternak ayam 90-

   100%

  LPAI infeksi ringan atau tidak tampak sakit

  

Situasi Virus Influenza H5N1 di Asia

   Penyebab wabah flu di Hongkong, Vietnam, Thailand, dan Jepang  Dilaporkan 20 kasus pada manusia

   Vietnam 15  Thailand 5

  ( Kematian 16 kasus  Vietnam 11  Thailand

  5 

  CFR 80%

Situasi Virus Influenza H5N1 di Asia

  • Kasus avian influenza A (H5N1) pada manusia 109 orang
    • – Vietnam 87
    • – Thailand 17
    • – Kamboja 4
    • – Indonesia 2 (WHO), 1 belum ada hasil

Situasi di Indonesia 2004

   Virus menyerang ternak ayam sejak bulan Okt 2003 s/d Feb 2004  4,7 juta ayam mati  Belum ada laporan menyerang manusia  Sero survai virus influenza A(H5N1) terhadap peternak semua negatif, dari 2 daerah

  • Bali 102 sera, 28 kontrol, 8 swab hidung
  • Tangerang: 100 sera, 25 kontrol, 6 swab hidung

Daerah tertular Avian Flu pada ternak di Indonesia

  September 2003-Desember 2004 17 provinsi, 108 kabupaten/kota

  • – P Sumatera: 5 prop, 17 kab/kota
  • – P Jawa: 6 prop, 71 kab/kota
  • – P Kalimantan: 3 prop, 5 kab/kota
  • – Nusa Tenggara: 2 prop, 7 kab/kota

Analisis Epidemiologi

  

Outbreak of highly pathogenic avian influenza A (H5N1)

  • – Tahun 2003-2004 wabah di 8 negara Asia : pada ternak
    • Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Korea Selatan, Thailand, Vietnam • 100 juta burung mati/ dimusnahkan

  • – Des 2003-Maret 2004: pada manusia
    • 12 confirmed human avian influenza A di Thailand,
    • 23 Vietnam, kematian 23 orang

Analisis Epidemiologi

   Akhir Juni 2004: epizootic outbreak of new lethal avian influenza (H5N1) pada ayam di Kamboja, Cina, Indonesia, Malaysia, Thailand, & Vietnam

   Agustus – Oktober 2004: kasus pada manusia secara sporadis di Vietnam, Thailand  Sept 2004: probable limited human to human transmission (Thailand)

   Des 2004: ayam & manusia (Vietnam)  Feb 2005: infeksi pada manusia (Kamboja)  Juli 2005 : infeksi pada manusia (Indonesia)

  Penyebaran & Penularan Flu burung

Model Penyebaran Model Penyebaran 1) Bird-bird: 1) Bird-bird: -Harmful : from wild bird to domesticated bird -Harmful : from wild bird to domesticated bird -Flu virus shed in birds’ saliva, nasal secretions, feces -Flu virus shed in birds’ saliva, nasal secretions, feces

  • -Birds become infected when they contact contaminated

  • -Birds become infected when they contact contaminated

  excretions or surfaces excretions or surfaces 2) Bird-human: 2) Bird-human: -Do not usually occur -Do not usually occur -Possible from poultry (domesticated chicken, ducks) -Possible from poultry (domesticated chicken, ducks) 3) Human-human: 3) Human-human: -Rare -Rare -Has not continued beyond one person -Has not continued beyond one person

  

MEKANISME PENULARAN DARI

MEKANISME PENULARAN DARI

UNGGAS KE MANUSIA UNGGAS KE MANUSIA

  

MEKANISME PENULARAN DARI

MEKANISME PENULARAN DARI

MANUSIA KE MANUSIA MANUSIA KE MANUSIA

Influenza Viruses : Antigenic Shift, major changes in HA and NA

  H3N2 H2N2 non- human human virus subtype

PENULARAN PENULARAN

  • sekret saluran napas
  • 2. Penularan melalui; udara (air borne)
  • kontak langsung
  • 3. Penularan dari unggas ke unggas dan unggas yg terinfeksi menular pada 2 minggu pertama dari ludah, sekret hidung dan tinja

  

4. Dapat menular dari bahan infeksius yg terdapat pada

alat-alat dan pakaian

Cara penularan

  • • Melalui Percikan (droplet) transmission)

    merupakan cara penularan utama. Percikrespirastori yang berukuran besar (> 5 mikrometer) yang keluar saat pasien batuk atau bersin
  • Melalui Kontak ( conttact transmission) dapat langsung / tidak langsung
  • Melalui udara ( airborne transmission)

Masa inkubasi dan masa infeksius

  • Masa inkubasi rata rata adalah 3 hari ( 1-7 hari)
  • Masa infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum sampai 3-5 hari setelah gejala timbul dan pada anak dapat sampai 21 hari.
  • • Masa infeksius pada usia lebih dari 12 tahun

    dapat berlangsung sampai 7 hari bebas

    demam dan pada anak kecil dari 12 tahun

  Faktor risiko

  • Kelompok berisiko tinggi adalah
    • Kontak erat ( dalam jarak 1 meter), seperti merawat,

  melakukan tindakan invasif, berbicara atau bersentuhandengan pasien suspek, probabel atau kaus H5N1 yang sudah konfrmasi

  • Kontak langsung

  (misalnya memegang , menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas.

  • Kontak tidak langsung

  yaitu berada dalam lingkungan yang tercemas oleh sekret atau kotoran unggas ( pasar , peternakan, tempat pemotongan unggas ) di wilayah yang terjangkit H5N1dalam satu bulan terakhir.

  • Mengkonsumsi produk

  unggasa mentah atau tidak dimasak sempurna di wilayah yang dicurigai / dipastikan ada kasus H5N1 dalam 1 bulan terakhir

KELOMPOK RESIKO TINGGI

  

Pekerja peternakan/pemprosesan unggas (termasuk dokter hewan, dll)

   Pekerja lab yang memproses sampel pasien/hewan terjangkit

   Pengunjung peternakan/pemprosesan unggas dalam 1 minggu terakhir

  Patogenesis dan patofsiologi Pneumonia virus

  • Dari hasil pemeriksaan patologi postmortem pasien H5N1, menunjukan terjadi kerusakan jaringan paru yang berat dengan gambaran histopatologi berupa kerusakan alvioli yang luas
  • Pemeriksaan mikroskopis ditemukan :
    • – Pneumonitis intersisital
    • – Sebukan leukosit mononuklear

    >Terjadi gangguan pungsi paru dan organ tubuh lain yang berat
  • Proses patologis yang terjadi pada berbagai organ dapat berlanjut mengakibatkan ARDS dan

  Pada otopsi pasien fu burung yang

meninggal Hasilnya menunjukkan bahwa

penyebab

  • – Penyebab kematian utama antara lain ARDS

    (Adult Respiratory Distress Syndrome )
  • Patogenesis dan respon imun

  • – Pada penderita fu burung ditemukan
    • kerusakkan alveolus luas ( difuse alveolar damage) dan vaskular

      • infltrasi beberapa limfosit di daerah intertitial serta fbroblast.

    • • eksudat ,fbrin mengisi ruang alveolar yang disekekeliling nya

      tampak perdarahan.

  Keadaan ini dipicu oleh kadar cytokine yang sangat tinggi dalam serum

SIFAT-SIFAT VIRUS

  • Virus dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari

  

pada suhu 22 C dan lebih 30 hari pada suhu 0 C

  • Virus AI dalam daging ayam akan mati pada suhu
  • Virus pada telur ayam akan mati pada pemanasan

  suhu 64 C selama 5 menit

  • Virus AI dapat bertahan untuk waktu lama dalam

  kotoran ayam dan air selama 32 hari

  • Sifat virus sangat labil, mudah berubah bentuk dan

  tidak ganas menjadi ganas dan sebaliknya

  • Virus AI akan mati dengan sediaan alkohol 70%

Masalah yang akan timbul Epizootic outbreak merupakan ancaman

   kesehatan masyarakat

Imunitas alami infeksi H5N1 pada manusia rendah

  

Mengakibatkan pandemi avian influenza (H5N1) pada

manusia

   Penularan dari manusia ke manusia terbukti (jaringan autopsi, nasofarings, usapan tenggorok dg RT-PCR) pada 3 kasus dalam 1 keluarga di Thailand

   Kasus Vietnam & Thailand resistans terhadap

antivirus amantadine & rimantadine (sensitif thd

  

A I pada satu

cluster Thailand , 2004

Masalah diagnosis & tatalaksana

   Kasus terbatasGambaran klinis sangat bervariasi, biasanya gejala saluran respiratorik, tapi ada kasus tanpa gejala respiratorik

   Perjalanan klinik yang sangat cepat walaupun mendapat tata laksana agresif analisis retrospektif

  Spektrum

ARDS ARDS

  klinis

Demam Demam Sesak napas Sesak napas Pnelmonia Pnelmonia dll dll

  ILI berat

  ILI berat Mild-Modr ILI

  Mild-Modr ILI

GEJALA KLINIK

  • • Biasanya mirip fu biasa;

    • – Demam ≥ 38 C – Batuk – Nyeri tenggorokan
    • – sesak nafas
    • – Gejala lain ;

    >Pilek • Sakit kepala
  • Nyeri otot
  • • Infeksi selaput mata

  • Pemeriksaan jasmani didapatkan tanda- tanda kelainan saluran napas bawah seperti
  • ronkhi, pernapasan yang cepat • tanda distres pernapasan.
  • • Faktor resiko membutuhkan perawatan

    intensif dan batuan ventilasi adalah :
    • – umur lanjut,
    • – periode gejala yang panjang sebelum masuk rumah sakit,
    • – pneumonia,
    • – leukopenia,
    Pemeriksaan Penunjang

  • Pemeriksaan Lab non spesifk
    • – Pemeriksaan hematologi ( Hb, Leukosit, trombosit, hitung jenis laukosit, limfosit total)
    • – Pemeriksaan kimian darah

  • Albumin , globulin SGOT SOPT, Urium Kreatinin analisa gas darah
  • Pemeriksan lab spesifk
    • – Spesemen aspirasi nasofaring, serum, apus hidung, tenggorokan atau cariran tubuh lain seperti cairan

      pleura , digunakan untuk konfrmasi diagnostik;

    >Uji RT-PCR
  • Pemeriksaan titer antibodi netralisasi untuk H5N1
  • Isolasi virus H5N1

  • Pemeriksaan RT-PCR dan deteksi

    antigen dapat dilakukan pada minggu

    pertama setelah inkubasi dan titer antibodi pada umumnya mulai miningkat setelah minggu pertama.

  Pemeriksaan Radiologi

  • Pemeriksaan radiologi
    • – Pemeriksaan PA dan Lateral – CT Scan toraks

  • • Pemeriksaan foto toraks PA lateral dilakukan

    pada setiap pasien tersangka fu burung
    • – Pemeriksaan foto toraks dilakukan :

    >Diruang gawat darurat saat masuk
  • Diruang isolasi setiap hari , pada kasus probable dan konfemasi dilakukan 2 kali sehari ( pagi dan sore)
  • Pada kondisi tertentu; setelah pasan ETT, CVC(Central Venous catheter, WSD)
  • Sebelum pasien dipulangkan • Pada saat kontrol , bila ada keluahan saluran nafas.

Radiologis torak

  • Kelainan radiologis terjadi pada hari ke 7 setelah timbul demam (rentang 3-17 hari) .
  • gambaran radiologis pada penderita pneumonia fu burung berbagai macam pola ( pattern). Umumnya – infltrat bilateral yang luas.
    • – Dapat terjadi kolaps lobar,
    • – konsolidasi fokal,
    • – air bronkogram,
    • – infltrat intertitial,
    • – bercak inhomogen

    >Pada umumnya terjadi perburukan radiologis dalam waktu singkat yang dramatis.
  • Di Indonesia dijumpai beberapa kasus

Foto toraks

  • infiltrat bilateral ekstensif
  • infiltrat difus, multifokal, atau

  patchy infiltrates

   kelainan radiologis nyata kelainan radiologis nyata

   bersifat progresif bersifat progresif

   tapi tidak khas tapi tidak khas

  • kolaps lobar

  

Foto toraks Penderita AI

Foto toraks Penderita AI

Derajat penyakit

  Pasien yang telah dikonfrmasi sebagai kasus H5N1 dapat di kategorikan sebagai :

  • Derajat 1 : pasien tanpa pneumonia
  • Derajat 2 : pasen dengan pneumonia tanpa gagal napas
  • •Derajat 3 : pasien pneumonia dengan gagal nafas

  • Derajat 4 : pasien pneumonia dan ARDS atau dengan kegagalan multi organ.

DIAGNOSIS

  Sesuai kriteria WHO thn 2007

Dalam mendiagnosis kaus fu burung

ada 4 kriteria:

  1.Seseorang dalam investigasi

  2.Kasus suspek

  3.Kasus probalel

  4.Kasus kofrmasi

DEFINISI KASUS

  1.Sesorang dalam investigasi diputuskan oleh petugas kes. Setempat yg berkemungkinan

infeksi fu burung  Infuenza Like Illness (ILI) . Dasar memutuskan

investigasi : kontak erat kurang dari 7 hari pada kasus H5N1.

  2.Kasus suspect H5N1 dibagi 2: a.ILI + demam ≥ 38°C disertai : Kontak erat (jarak± 1 M) kasus suspect / probabel / konfrm H5N1 Terpajan unggas / lingkungan tercemar dlm wilayah terjangkit Konsumsi produk mentah di wilayah dicurigai / terjangkit H5N1 gambaran pneumonia pada foto toraks disertai

riwayat pajanan (+) dlm < 7 hari dan foto toraks

serial memperlihatkan gambaran perburukan.

Kasus suspek ditambah :

  • - Kenaikan titer Ab thd H5 min. 4X dgn uji ELISA / uji

    HI
  • Hasil Lab terbatas untuk infuenza H5  uji netralisasi ATAU
    • Seseorang meninggal karena ISPA yg tidak dapat
    Kasus suspek / probabel, disertai :Salah satu hasil berikut + yg dilaksanakan dlm lab. Infuenza yg hasil pem H5N1 nya:

  • PRC H5 (+)
  • Peningkatan ≥ 4 X titer Ab netralisasi H5N1 spesimen konvalesen dibanding spesimen akut (≤ 7 hari dr awitan) dan titer Ab netralisasi konvalesen harus ≥ 1/80.
  • Isolasi virus H5N1
  •  Titer Ab mikronetralisasi H5N1 ≥ 1/80 pada hr ≥

  ALUR DETEKSI PASIEN AVIAN INFLUENZA (FLU BURUNG) Gejala ILI (Inflenza like illness) : Demam >38 O C, DISERTAI  Gejala respiratorik : batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sesak napas  Gejala sistemik infeksi virus : sefalgia, mialgia Risiko Tinggi (Risti) : riwayat kontak dalam 7 hari dengan: Risiko Tinggi (Risti) : riwayat kontak dalam 7 hari dengan:

Unggas yang sakit atau mati karena sakit Unggas yang sakit atau mati karena sakit

Unggas ternak atau kebun binatang yang terkena fu burung Unggas ternak atau kebun binatang yang terkena fu burung

Pasien confrmed suspect Flu burung Pasien confrmed suspect Flu burung

Pasien pneumonia suspect fu burung Pasien pneumonia suspect fu burung

Spesimen lab fu burung (petugas lab, pengantar) Spesimen lab fu burung (petugas lab, pengantar)

  Gejala ILI (+) Sesak (-) & Risti (+) Sesak (+) &/ Risti (+) Lab : Hb, Tr, L, HJ 1. Foto Rö toraks 2. Lab : Hb, Tr, L, HJ Rö : Pneumonia (+) Rö : Pneumonia (-) Lab (-) Lab (+) Lab (-) Rawat R “Isolasi Lab (+) Lab (+) Lab (-)

  Lab Slgestif (+) :

  • lekopeni (<3000)
  • Limfopeni Trombopeni

  Bila ada :

  • Flu A rapid test (?)

  Demam berdarah Pnelmonia sebab lain TB Parl Leptospirosis HIV dg Infeksi Demam tifoid Penatalaksanaan Flu

Burung Pada Manusia

  • Kontrol infeksi
  • Kontrol infeksi
    • APD
    • APD
    • Airborne/droplet/contact precaltions
    • Airborne/droplet/contact precaltions
    • Rlang isolasi /ventilasi tekanan
    • Rlang isolasi /ventilasi tekanan

  negatif negatif

  • Terapi :
  • Terapi :
    • Spesifk Oseltamivir
    • Spesifk Oseltamivir
    • Critical respiratory care
    • Critical respiratory care

  • • Penatalaksanaan di puskesmas

    • – Penatalaksanaan suspek
    • – Mencegah penularan

  • Penatalaksanaan rujukan
    • – Transportasi / Ambulance

  • • Penatalaksanaan di RS rujukan

    • – ( triage , Isolasi, IC U )
    Penatalaksanaan di fasiliti

    kesehatan non rujukan fu burung

  • Suspek fu burung :
    • – dewasa; oseltamivir 2 X 75 mg,
    • – anak sesuai BB, kmd rujuk ke RS rujukan

  • • Kriteria suspek berdasarkan kriteria

Penatalaksanaan di rumah sakit rujukan Pasien suspek, probabel dan konfrmasi Pasien suspek, probabel dan konfrmasi

  • Petugas triase memakai APD
  • Petugas triase memakai APD
  • Anamnesis, pemeriksaan fsik
  • Anamnesis, pemeriksaan fsik
  • • Pemeriksaan lab hematologi & kimia

  • • Pemeriksaan lab hematologi & kimia

  diulang tiap hari diulang tiap hari

  • Foto toraks diulang sesuai indikasi
  • Foto toraks diulang sesuai indikasi

  Manajemen Kasus Flu Burung Pemantauan :

  Penderita yang dicurigai menderita fu burung dirawat di ruang isolasi paling sedikit selama 7 hari (masa penularan)

  • – Keadaan umum
  • – Kesadaran – Tanda vital ( TD, Nadi, Nafas, suhu)
  • – Saturasi oksigen ( pulse oksimetry)
  • – Foto toraks

  A. Suportif

A. Suportif

  Oksigenasi diberikan, untuk Oksigenasi diberikan, untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %. mempertahankan saturasi O2 > 90 %. Hidrasi, yaitu pemberian cairan parenteral Hidrasi, yaitu pemberian cairan parenteral

  (infus), atau minum yang banyak (infus), atau minum yang banyak

  B. Anti biotika Antibiotika spektrum luas: Antibiotika spektrum luas:

  • Pemberian antibiotika tergantung berat
  • Pemberian antibiotika tergantung berat ringannya penyakit. ringannya penyakit.
    • – Pada pneumonia yang berat, perlu diberikan

    • – Pada pneumonia yang berat, perlu diberikan

      antibiotika yang biasa pada pneumonia antibiotika yang biasa pada pneumonia comunitas yang belum diketahui penyebabnya comunitas yang belum diketahui penyebabnya yang mencakup semua jenis kuman penyebab yang mencakup semua jenis kuman penyebab termasuk kuman atipik termasuk kuman atipik
    • – Dapat diberikan dalam kombinasi antara
    • – Dapat diberikan dalam kombinasi antara golongan beta laktam, penghambat golongan beta laktam, penghambat betalaktamase, kuinolon respiratori dan betalaktamase, kuinolon respiratori dan

  C. Obat anti virus

  C. Obat anti virus

  • – Dua golongan anti virus yang memiliki

  • – Dua golongan anti virus yang memiliki

    aktivitas terhadap virus infuenza adalah: aktivitas terhadap virus infuenza adalah:
    • golongan Neuraminidase inhibitor
    • golongan Neuraminidase inhibitor

  • Oseltamivir ( Tamifu)
  • Oseltamivir ( Tamifu)
  • – zanamivir
  • – zanamivir
    • golongan M2 inhibitor --- Kebanyakan telah
    • golongan M2 inhibitor --- Kebanyakan telah terjadi resisten terjadi resisten

    >– Amantadine – Amantadine – Rimantadine hidroklorida
  • – Rimantadine hidroklorida

OSELTALMIVIR

  • Walaupun telah terlambat > 2hari tetap diberikan oseltamivir karena replikasi virus terjadi lebih lama dari human infuenza
  • • Pemberian dosis 2 X dan waktu lebih lama

     mungkin menurunkan replikasi virus,

    outcome lebih baik , mengurangi resitensi

  

Zanamivir

  • inhalasi belum di teliti pada H5N1
  • inhalasi belum di teliti pada H5N1
  • zanamivir peramivir IV
  • zanamivir peramivir IV
  • dapat diberikan pada wanita hamil
  • dapat diberikan pada wanita hamil
  • kombinasi osetalmivir dengan
  • kombinasi osetalmivir dengan

  amantadin atau rimantadin jika sensitif amantadin atau rimantadin jika sensitif

  • Dosis

  Amantadine / Rimantadine Dosis 5 mg / kgbb / hari di bagi dalam 2 dosis

Berat badan > 45 kg 2 x 100 mg / hari

Oseltamivir

  

Berat badan < 15 kg 2 x 30 mg / hari

Berat badan 15 – 23 kg 2 x 45 mg Berat badan 23 – 40 mg 2 x 60 mg Berat badan > 40 kg 2 x 75 mg

  • Data penelitian klinis efkasi dan keamanan oseltamivir pada fu manusia menunjukan:
    • – oseltamivir mengurangi lama sakit dan beratnya penyakit
    • – mengurangi kejadian komplikasi sekunder bila diberikan

      dalam 36 jam pertama sejak timbul gejala.

  • • Suatu metaanalisis dari 17 randomized clinical trial”

    menyimpulkan bahwa
    • – oseltamivir maupun zanamivir cukup efektif secara klinis

      untuk pengobatan dan dan pencegahan Flu ( Cooper NJ dkk BMJ 2003)

    >

    Pada Infuenza H5N1 efektiftas klinis obat anti

    virus terhadap penderita belum banyak diketahui.
  • Pengalaman di vietnam ( Ztran Tinh Hein, De Jong

Rapid control of H5N1 viral load may be associated with benefcial oltcome (and resistance development with poor

  R on Day ill X

  2 oltcome..)

  6

  7

  6

  4

  8

  7

  6

  

Progression of llng disease

despite rapid control of H5N1 viral load...

  7 oseltamivir

  Viral load in throat

  6 l /m

  5 s ie p

  4 o c A

  3 N D c

  2 g lo

  1

  2

  4

  6

  8

  10

  12

  14

  16

  

Mekanisme Replikasi Virus dan Target Obat Antivirus

  • Komplikasi
    • – Pneumonia

      – ALI / ARDS
    • – dll

   Pneumonia Antibiotika spektrum luas:

  • Pemberian antibiotika tergantung berat ringannya pneumonia.
    • – Pada pneumonia yang berat, perlu

      diberikan antibiotika yang biasa pada

      pneumonia comunitas yang belum diketahui penyebabnya yang mencakup semua jenis kuman penyebab termasuk kuman atipik ( Empiris )
    • – Dapat diberikan dalam kombinasi antara

  Kriteria pneumonia berat

  • Freukuensi napas > 30 menit
  • Pa0 /Fi0 < 300

  2

  2

  • • Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

  • Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
  • Tekanan sistolik < 90 mmHg
  • Tekanan diastolik < 60 mmHG
  • Membutuhkan ventilasi mekanik
  • Infltrat bertambah > 50%

ANTIBIOTIK

  • • Tidak boleh diberikan sebagai

    propilaksis
  • empirik terapi CAP
  • Local etiologik  sesuai hasil resistensi
  • • Jika hasil kutur tak ditemukan

  Petunjuk terapi empiris (CAP) menurut PDPI Rawat inap

   Tanpa faktor modifkasi :

  • – Gol.  laktam + anti  laktamase iv atau
  • – Sefalosporin G2, G3 iv atau
  • – Fluorokuinolon respirasi iv 

  Dengan faktor modifkasi :

  • Sefalosporin G2, G3 iv atau
  • - Fluorokuinolon respirasi iv (levofoksasin,

    moksifoksasin, gatifoksasin)

  Ruang rawat intensif (ICU) :

 Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas :

  • Sefalosporin G3 non pseudomonas iv + makrolid baru atau fuorokuinolon respirasi iv  ada faktor risiko infeksi pseudomonas :
  • Sefalosporin antipseudomonas iv atau karbapenem iv + Fluorokuinolon anti pseudomonas (siprofoksasin, levofoksasin 750

  . Steroid

  • Penggunaan steroid – masih kontroversial.
    • – Sebagaian penulis memberikan steroid pada kasus berat dan ” life saving ” karena steroid akan menekan imunitas sehingga Virus makin tidak tertahan.
    • – Sebaliknya beberapa pakar justru menganjurkan pemberian steroid pada

  tahap awal penyakit untuk mencegah reaksi imunitas yang berlebihan ( cytokine strom) yang justru akan merusak jaringan paru (difuse alveolar demage).

  • – Pengetahuan yang lebih jelas tentang keberadaan virus di dalam tubuh penderita

  Metilprednisolon :

  • – Dosis 1-2 mg / kg BB iv pada:

    • Pneumonia berat
    • ARDS
    • Syok sepsis
    IMMUNOMODULATOR

  • Kortikosteroid sistemik
    • tidak diberikan rutin
    • diberikan pada septik shok dengan kemukinan insufensi ginjal dan tidak respon pada vasopresor ( hidrokortison dosis rendah 200-300mg dosis terbagi )
    • steroid jangka lama dan dosis tinggi 

      infeksi sekunder, meningkatkan replikasi

  • Immunomodulator lainnya
    • Pada H5N1 patogenesis : cytokine dan chemokines meningkat berlebihan
    • patogenesis sepsis ; cytokine
    • pada sepsis sudah terbukti bahwa tak berguna pemberian immunomodulatoor
    • sampai saat ini belum ada data yang menyokong pada model hewan atau manusia untuk terapi H5N1

Pemberian sitotoksik terapi untuk fu burung yang berat

  • Pada pasien H5N1 terjadi haemophagocytosis
  • Terjadi pula pada pasien dgn

    haemophagocytosis lymphohistiocytosia (HLH)

  • Persaman klinik antara H5N1 dengan HLH, misal massive hipersitokinemia, haemophagocytosis, sitopenia, gangguan fungsi hati , koagulapati dan ensefalitis akut
  • Specifc HLH therapy : sitotoksik dan obat pro-

    apoptotic misal : etoposide,  meningkatkan

    survival

  Penaganan secara comprehensive

  • Penyuluhan • Makanan • Kebersihan • Suport phisiologik dll

    Penanganan secara comprehensive

KRITERIA RAWAT ICU

  • Gagal napas
    • PaCo2 > 60 torr
    • - Ratio Pa O2/FiO2 : < 200 : ARDS

      < 300 : ALI
    • RR > 30 menit

  • Syok

Kriteria pindah rawat Isolasi keruang biasa

  • Terbukti bukan kasus AI
  • Untuk kasus PCR positif dipindahkan setelah PCR negatif
  • Setelah tidak demam 7 hari
  • Pertimbangan lain dari dokter
  • Tidak panas 7 hari, lab dan radiologi menunjukkan perbaikan
  • Pada anak 12 tahun dgn PCR +, 21 hari setelah awitan
  • Atas pertimbangan dokter

  

Propilaksis oseltamivir

  • Petugas yg terpajan tanpa APD
  • Jika terpapar terjadi > 7 hari tidak dianjurkan
  • Kel Riski;
    • Petugas kesehatan yg kontak erat atau petugas Lab tanpa APD yg memadai
    • Anggota kel yg kontak erat dgn pasien

FOLLOW UP

  • • Pasien kontrol dipoli paru/PD/anak

    terdekat
  • • Kontrol 7 hari setelah pulang; foto

    toraks dan uji lain jika pulang masih abnormal
  • • Gejala AI timbul kembali segera ke

  

Mengapa angka kematian

H5N1 tinggi ?

  • Strain H5N1 di Indonesia virllensinya

  tinggi

  • Keterlambatan deteksi
  • Keterlambatan diagnosis
  • Keterlambatan pemberian antiviral
  • Sebagian besar pasien H5N1 maslk

  RS rljlkan stadilm 3 atal 4

  • Penatalaksanaan yang tidak benar

Pengendalian Infeksi

  • Pengendalian Infeksi
    • – Higiene tangan
    • – Etiket /sopan santun batuk
    • – Menggunakan masker
    • – Pembersihan dan disinfeksi permukaan

  Cuci tangan 1 2 3 Pemakaian Alat Pelindung Diri

Pencegahan Rekomendasi WHO Vaksinasi Influenza

   Vaksinasi influenza untuk kelompok risiko tinggi

(populasi yang berhubungan dengan peternakan

ayam)

   Ayam perlu dilindungi terhadap virus influenza manusia

   Tidak melindungi virus influenza A (H5N1)Mengurangi kesempatan terjadinya viral shift

  

Apa yang saat ini kita ketahui

Tentang Virus Avian influenza H5N1 di Indonesia.

   Membentuk galur tersendiri yang termasuk virls H5N1 genotipe Z.

   Berkembang melalui introduksi tunggal  Berlanjutnya aktivitas virus lebih banyak disebabkan oleh pergerakan unggas melalui perdagangan daripada oleh burung migran  Masih mempertahankan motif polybasic amino acid pada HA cleavage sites sesuai ciri Highly Pathogenic Avian Infuenza  Saat ini masih merupakan virus unggas : yang cenderung mengikat dirinya dengan reseptor “α-2,3-NeuAcGal”

   Sebagaimana diramalkan, terjadi point mutations yang mengarah pada terjadinya perubahan antigenik HA . Misalnya amantadine resistance mutation. Meskipun demikian hingga kini belum ada bukti yang menunjukkan adanya reassortment.

  

 Strain H5 dan H9 disebut sebagai strain Avian Infuenza

yang paling mungkin menimbulkan Pandemi (Horimoto dan

Kawaoka, Clinical Microbiology Review, 2001)

 Yamada dkk (Nature,444:378-372, 16 November 2006) juga

mengemukakan bahwa telah ditemukan 2 spot di receptor

binding site virus avian fu strain Indonesia dan Vietnam yang

memiliki potensi mutasi dan berisiko memunculkan virus

pandemi

  

 Terdapat kecenderungan eskalasi penemuan kasus di

Indonesia. Jika pada tahun 2005 hanya 17 kasus selama 6

bulan (Juli-Desember 2005) atau 2,8 kasus per bulan maka

pada tahun 2006 (Januari-november 2006) terjadi

peningkatan menjadi 57 kasus atay 5,4 kasus perbulan.

  

Pemunculan mendadak suatu virus Influenza A

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2