SIMBOLISASI KARAKTERISTIK YUDHISTIRA kecamatan SEB

SIMBOLISASI KARAKTERISTIK YUDHISTIRA SEBAGAI “DHARMARAJA”
DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Metode Penelitian kualitatif
oleh Dra.Asri Sundari, M.Si

Oleh:
1.
2.
3.
4.

Nafisatul Fuadah (120110201025)
Octa Margaretta (120110201090)
Anajilan Maulida (120110201091)
Iyut Sri Wahyuni (120110201111)

JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS JEMBER


1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Simbolisasi Karakteristik
Yudhistira Sebagai Dharmaraja Dalam Kepemimpinan Di Indonesia”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Metode Penelitian
Kualitatif.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh Karena itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Dosen matakuliah Metode Penelitian Kualitatif
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
3. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 09 Oktober 2013

Penulis


2

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan.........................................................................................................2
1.3.2 Manfaat......................................................................................................2
1.4 Tinjauan Pustaka....................................................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Karakteristik Yudhistira........................................................................................4
2.2 Makna dari “Dharmaraja”....................................................................................4
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi......................................................................................5
3.2 Metode Penentuan Informan.................................................................................5

3.3 Metode Pengumpulan Data....................................................................................6
3.4 Analisis Data............................................................................................................8
BAB 4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak dan Keadaan Gegrafis.................................................................................10
4.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan................................................................ 10
4.3 Keadaan Sosial dan Budaya.................................................................................. 10
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Yudhistira sebagai Dharmaraja....................................................11
5.2 Perbandingan kepemimpinan Yudhistira dengan kepemimpinan di Indonesia
.........................................................................................................................................18
BAB VI PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Yudhistira atau Prabu Puntadewa adalah raja negara Amarta atau Indraprasta. Nama

lain Prabu Puntadewa ialah: Yudhistira, Gunatalikrama, Darmakusuma. Yudistira adalah
putera tertua pasangan Pandu dan Kunti. Kitab Mahabharata bagian pertama atau
Adiparwa mengisahkan tentang kutukan yang dialami Pandu setelah membunuh
brahmana bernama Resi Kindama tanpa sengaja. Brahmana itu terkena panah Pandu
ketika ia dan istrinya sedang bersanggama dalam wujud sepasang rusa. Menjelang
ajalnya tiba, Resi Kindama sempat mengutuk Pandu bahwa kelak ia akan mati ketika
mengawini istrinya. Dengan penuh penyesalan, Pandu meninggalkan tahta Hastinapura
dan memulai hidup sebagai pertapa di hutan demi untuk mengurangi hawa nafsu. Kedua
istrinya, yaitu Kunti dan Madri dengan setia mengikutinya. Pada suatu hari, Pandu
mengutarakan

niatnya

ingin

memiliki

anak.

Kunti


yang

menguasai

mantra

Adityahredaya segera mewujudkan keinginan suaminya itu. Mantra tersebut adalah ilmu
pemanggil dewa untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti
berhasil mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putera darinya tanpa
melalui persetubuhan. Putera pertama itu diberi nama Yudistira. Dengan demikian,
Yudistira menjadi putera sulung Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa
keadilan dan kebijaksanaan. Sifat Dharma itulah yang kemudian diwarisi oleh Yudistira
sepanjang hidupnya.
Namun, kisah dalam pewayangan Jawa agak berbeda. Menurut versi ini, Puntadewa
merupakan anak kandung Pandu yang lahir di istana Hastinapura. Kedatangan Bhatara
Dharma hanya sekadar menolong kelahiran Puntadewa dan memberi restu untuknya.
Berkat bantuan dewa tersebut, Puntadewa lahir melalui ubun-ubun Kunti. Dalam
pewayangan Jawa, nama Puntadewa lebih sering dipakai, sedangkan nama Yudistira baru
digunakan setelah ia dewasa dan menjadi raja. Versi ini melukiskan Puntadewa sebagai

seorang manusia berdarah putih, yang merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok berhati
suci dan selalu menegakkan kebenaran.

4

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas, adalah:
1. Benarkah Yudhistira sebagai Dharmaraja?
2. Bagaimana kepemimpinan Yudhistira sebagai Dharmaraja jika dibandingkan dengan
kepemimpinan Indonesia saat ini?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, adalah:
1. Dapat mengetahui karakteristik Yudhistira sebagai Dharmaraja.
2. Dapat mengetahui kepemimpinan Yudhistira sebagai Dharmaraja jika
dibandingkan dengan kepemimpinan Indonesia saat ini.

1.3.2


Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah:
1. Menambah wawasan tentang karakteristik Yudhistira sebagai Dharmaraja.
2. Memperluas pengetahuan tentang kepemimpinan Yudhistira sebagai
Dharmaraja jika dibandingkan dengan kepemimpinan Indonesia saat ini.

1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1

Tinjaun hasil penelitian sebelumnya
Dalam perkembangan di Indonesia yang menjadi tolak ukur adalah pemimpin.
Pemimpin yang baik sangat berpengaruh terhadap kemajuan negara. Tidak sedikit
masalah yang muncul menurut masyarakat adalah kelalaian dari pada pemimpin,
padahal disisi lain masyarakat lah yang kurang dalam memahami masalah tersebut.
Namun jika kita berbicara kepemimpinan di Indonesia maka sebenarnya kita telah
menghadapkan diri pada dua corak konsep tentang kesatuan sosial yang secara konkrit
bisa berkaitan, tetapi secara konseptual berbeda, yaitu Indonesia dan Islam. sebagai
suatu komunitas “Indonesia” adalah suatu konsep yang berarti ganda, yaitu negara
dan bangsa. Sebagai “negara”, indonesia adalah ikatan sosial yang terbentuk karena

adanya konsensus politik yang berlanjut. Karena adanya sistem kekuasaan yang sah.
Dalam konteks ini maka hak dan kewajiban seseorang-bahkan status dan
5

kedudukannya-ditentukan oleh hal-hal yang telah diletakkan oleh dasar konsensus
politik teresebut. dengan demikian, pengertian kepemimpinan semestinyalah
diletakkan pada corak hubungan sosial yang ditentukan oleh jauh atau dekatnya
seseorang pada nilai dasar dari masyarakat politik itu. Dengan kata lain, makin dekat
seseorang kepada pusat kekuasaan politik, maka makin tinggilah ia dalam hinarki
sosial. Dalam lingkungan kepegawaian, kepemimpinan berarti bahwa seseorang yang
menduduki hirarki yang tinggi adalah “pemimpin” bagi mereka yang menduduki
jenjang hirarki yang lebih rendah. Sebagai “bangsa”, kita tak hanya berhadapan
dengan kesadaran politik baru yang telah melampaui batas-batas etnis, tetapi juga
pada suatu komuitas yang dibina berdasarkan nilai-nilai yang diserap dari pengalaman
sejarah. Pemimpin dan kepemimpinannya merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan umat manusia dan berperan sentral dalam menjalankan
roda organisasi. Bahkan, pemimpin dengan kepemimpinannya menentukan maju atau
mundurnya suatu organisasi, dan dalam lingkup lebih luas menentukan jatuh dan
bangunnya suatu bangsa dan negara. Yang masuk dalam kategori dan saluran
kepemimpinan. 1

Yudhistira alias Dharmawangsa adalah salah satu tokoh protagonis dalam kisah
Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah Kerajaan Kuru, dengan
pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan anak tertua di antara lima Pandawa,
atau para putra Pandu. Nama Yudistira dalam bahasa Sanskerta bermakna “teguh atau
kokoh dalam peperangan”. Sifatnya yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur,
taat terhadap ajaran agama, dan penuh percaya diri.2
“Kisah Yudistira yang memilih untuk menghidupkan kembali semua saudaranya
ketika meninggal di telaga ketimbang hanya memilih satu orang mencerminkan
seorang pemimpin yang adil dan bijaksana,” kata Dirjen Bimas Hindu Kementerian
Agama Ida Bagus Yudha Triguna kepada wartawan usai menjadi pembicara pada
Sarasehan Binroh TNI di Mabes TN Cilangkap, Jakarta, Rabu (8/5).3

BAB II. LANDASAN TEORI
1 Abdullah, Taufik. 1987:64. Islam dan Masyarakat. Jakarta: LP3ES
2 http://id.wikipedia.org/wiki/Yudistira
3 (metrotvnews)

6

2.1


Karakteristik Yudhistira
Prabu Puntadewa atau Yudhistira bersifat jujur, karakteristiknya sangat sabar,
sehingga dikatakan tidak pernah marah. Puntadewa atau Yudhistira berdarah putih,
titisan Hyang Dharma. Yudhistira sendiri dalam bahasa sansekerta bermakna "teguh
atau kokoh dalam peperangan". Sifat-sifat atau karakteristik Yudhistira tercermin
dalam nama-nama julukannya, yaitu seperti:
 Puntadewa, "derajat keluhurannya setara para dewa".

 Gunatalikrama, "pandai bertutur bahasa"
 Samiaji, "menghormati orang lain bagai diri sendiri".
Namun, sifat Yudhistira yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat terhadap
ajaran agama, penuh percaya diri, dan berani berspekulasi.
2.2

Makna dari “Dharmaraja”
Dharmaraja merupakan sebutan atau julukan dari Yudhistira, yang bermakna
Dharma adalah: tugas kewajiban dalam hidup, tugas suci. Sedangkan raja adalah:
penguasa tertinggi pada suatu kerajaan atau orang yang memerintah suatu bangsa atau
negara. ( Daryanto, S.S.: 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia). Yudhistira dikatakan

sebagai Dharmaraja karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang
hidupnya. Sebutan Dharmaraja yang melekat pada diri Yudhistira menandakan bahwa
ia adalah seorang raja yang dapat memberi suri tauladan pada raja-raja dan kerajaankerajaan lainnya.

7

BAB III. METODELOGI PENELITIAN
Dalam melaksanakan penelitian ilmiah seperti halnya ini pada dasarnya dilengkapi
dengan data, baik diperoleh langsung maupun tidak langsung. Disamping itu data yang
diperoleh maupun yang dikumpulkan merupakan data yang konkrit dan relevan dengan data
yang diteliti atau dianalisa, sehingga penulisan dan pembahasannya runtun, sistematis,
praktis, rasional, dan menghasilkan suatu kesimpulan yang logis. Untuk itulah maka
pelaksanaan penelitian diperlukan suatu metode penelitian data yang pada dasarnya untuk
mencapai kebenaran ilmiah diperlukan metode ilmiah secara scientific method.
Apabila penelitian menggunakan metode penelitian yang kurang tepat, maka data
yang diperoleh juga tidak akuratmengakibatkan analisis tidak dapat memberikan jawaban atas
permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini. Maka, berkaitan dengan uraian di atas, metode
yang ada dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.
3.1 Metode Penentuan Lokasi
Sesuai dengan judulnya, maka penelitian ini sepenuhnya akan dilaksanakan di
Indonesia, tepatnya peneliti memilih lokasi penelitian di Kecamatan Tegalbesar
Kabupaten Jember yaitu dengan cara mencari informasi pada Budayawan Jember
mengenai karakteristik Yudhistira sebagai Dharmaraja, dengan asumsi bahwa masyarakat
Jember merupakan masyarakat Jawa yang kental akan kebudayaan salah satunya adalah
Pewayangan yang biasanya dilakukan pada suatu acara, baik sakral maupun profan.
Dalam pewayangan terdapat salah satu tokoh wayang yaitu Yudhistira sebagai
simbolisasi kepemimpinannya sebagai seorang Dharmaraja.
Selain itu alasan pemilihan lokasi ini karena Jember merupakan lokasi yang mudah
dijangkau oleh penulis, hal ini disebabkan penulis bertempat tinggal di daerah Jember
sehingga dekat dengan objek penelitian.
3.2 Metode Penentuan Informan
Jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian kualitatif dikenal sebagai
informan. Informan posisinya tidak sekedar memberikan tanggapan terhadap apa yang
diminta atau ditentukan oleh penelitinya, tetapi bersifat aktif memberikan informasi
terhadap apa yang diteliti.
8

Informan penelitian ini adalah seorang Budayawan kota Jember yang mengerti akan
seluk beluk tentang Wayang dan tokoh-tokohnya. Dan merupakan orang yang mengerti
akan kisah dan sejarah tentang pewayangan. Informan ini juga merupakan orang yang
sering berhubungan dengan pelaksanaan pementasan wayang yang relevan dengan
penelitian ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Agar suatu penelitian dapat dikatakan ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, maka diperlukan adanya teknik pengumpulan data. Dalam pengumpulan
data penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut.
a. Metode Observasi
Suatu langkah awal yang perlu dilakukan oleh penulis dalam pelakukan
kegiatan pengumpulan data adalah mengadakan observasi di daerah penelitian.
Observasi merupakan suatu hal yang paling penting dilakukan, karna dengan
mengadakan observasi dapat memperoleh gambaran tentang gejalah maupun
peristiwa-peristiwa yang ada dalam penelitian.
Tehnik ini dilakukan dengan menggali berbagai informasi atau data-data yang
berkaitan dengan penelitian baik secara kelembagaan atau tidak, baik kepada insani
maupun pada setiap pribadi-pribadi yang memahami persoalan yang ada ditempat
lokasi penelitian terutama hal yang sangat berkaitan dengan penelitian ini.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mengamati secara langsung obyek yang
dijadikan sasaran sehingga peneliti dapat memperoleh informasi-informasi yang dapat
dipergunakan sebagi landasan untuk mengikuti kegiatan penelitian lebih lanjut dan
dapat melihat fakta-fakta yang terjadi di lapangan kemudian penulis mengadakan
pencatatan berdasarkan hasil yang didapat. Jadi dengan metode observasi tersebut,
penulis mengharapkan agar data-data yang diperoleh secara langsung dari informan
sesuai dengan fenomena yang ada di lapangan.
Dalam mengadakan observasi, penulis mengamati lingkungan sekitar tempat
tinggal peneliti yang kemudian lingkup observasi melebar sesuai dengan informasi
yang berhubungan dengan wayang yang di dapat dari lapangan. Demikian seterusnya
sampai data yang diperoleh penulis dirasa sudah cukup.
b. Metode Interview
Metode lainnya yang penulis lakukan dalam metode ini adalah metode
interview atau wawancara. Metode ini merupakan salah satu metode pengumpulan
9

data yang digunakan dalam penelitian, yaitu kontak langsung dengan informan,
dengan cara tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan pada
tujuan penelitian.
Wawancara didalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan
secara berstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti dalam penelitian
kualitatif, tetapi dilakukan secara tidak berstruktur atau sering disebut dengan tehnik
wawancara secara mendalam (in deph interview). Dengan demikian wawancara
dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open ended”, dan mengarah pada
kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yanng tidak formal terstruktur guna
menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat
untuk menjadi dasar bagi penggalian informasi yang lebih jauh dan mendalam.
Dalam metode ini penulis menggunakan interview secara formal dal non
formal. Secara non formal, tanya jawab tentang pertanyaan yang hendak diteliti
dilakukan dengan tidak terikat waktu, artinya proses interview ini merupakan usaha
untuk mendalami persoalan yang diteliti, dilakukan dengan tidak tentu dan
menggunakan cara yang menyenangkan dengan tanpa urutan dan ketentuan yang
sistematis. Secara formal, wawancara dilakukan secara terarah dan sistematis sesuai
dengan konsep yang ada. Namun dalam praktek wawancara penulis sedapat mungkin
memahami kemauan informan terutama mengenai masalah waktu. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan agar sasaran yang hendak dicapai dapat terpenuhi. Kendala
yang ada adalah penyamaan persepsi keterbukaan dan komunikasi dengan informan
yang belum terlalu kenal. Demikian pula kendala dalam hal bahasa yang kebanyakan
dipakai informan adalah bahasa Jawa Krama, sedangkan penulis titak begitu paham
bahasa Jawa Krama, namun untungnya dalam percakapannya tersebut komunikasinya
dicampur dengan Bahasa Indonesia.
Interview ini dilakukan pada saat penulis mengadakan observasi. Yang
pertama kali penulis interview adalah informan kunci yang penulis tetapkan sebelum
terjun ke lapangan yaitu Ibu Asri Sundari selaku Dosen Mata Kuliah Metode
Penelitian Kualitatif, karna asumsi dari penulis informan tersebut dapat memberikan
informasi akan tokoh-tokoh yang terdapat dalam wayang. Kemudian dari informan
tersebut penulis mendapatkan alamat Budayawan Jember yang mengerti akan
karakteristik tokoh-tokoh dalam pewayangan. Dan penulis langsung mewawancarai
informan tersebut yang merupakan informan yang pokok dalam penelitian ini karna
budayawan tersebut mampu menjelaskan tentang karakteristik tokoh Yudhistira
10

sebagai Dharmaraja. Penulis dalam hal pengumpulan data ini menggunakan teknik
secara Bola Salju (snowball sampling) hal ini dikarenakan tidak diketahuinya jumlah
keseluruhan informan yang mengerti akan karakteristik tokoh Yudhistira sebagai
Dharmaraja.
Data lapangan berdasarkan penelitian kualitatif dengan implikasi dari
penelitian ini bertumpuh pada proses penelitian yang tidak kunjung berakhir, salah
satunya jawaban yang dilontarkan oleh informan terkadang tidak nyambung dengan
pertanyaan yang diberikan, mungkin usia informan yang agak sepuh dapat memicu
terjadinya hal tersebut. Namun pada akhirnya jawaban itu tepat terhadap pokok
permasalahan, walaupun harus basa basi terlebih dahulu, dan dengan demikian
koleksi data dianggap cukup.
c. Metode Dokumentasi
Merupakan salah satu metode metode pengumpulan data dengan melihat
buku-buku atau laporan yang bersifat dokumen atau dengan kata lain metode
dokumentasi merupakan teknik pengumpulan dala dengan mencatat, merekam,
mempelajari buku-buku tertulis yang erat kaitannya dan relevan dengan masalah
penelitian.
Penulis menggunakan metode ini untuk menambah tingkat kevalidan yang
diperoleh dari hasil penelitian dan dari metode ini akan diperoleh mengenai
karakteristik lokasi penelitian serta berbagai data sekunder yang berkaitan dengan
penelitian. Teknik dokumentasi merupakan pelengkap atas data yang diambil secara
langsung selain dari informasi dengan mengumpulkan data-data yang didapatkan dari
buku-buku, internet, literatur, majalah,data lembaga maupun data-data yang
berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini.
3.4 Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu hal yang tidak kalah penting dalam proses
penelitian. Karena jika menganalisa data yang telah terkumpul terdapat kesalahan maka
akan mempengaruhi terhadap kesimpulan. Akan terhindar dari kesalahan tersebut, maka
penulis harus jelas menggunakan metode analisa data yang digunakan dalam proses
penelitian ini.
Mengacu pada analisa tersebut maka analisa data yang penulis anggap sesuai dengan
proses kegiatan penelitian ini adalah menguraikan tentang karakteristik Yudhistira sebagai
11

Dharmaraja dan menafsirkan nilai apa saja yang dapat dipetik dari karakteristik Yudhistira
tersebut. Kemudian penulis sesuaikan dengan konsep teori yang relevan untuk menarik
suatu kesimpulan. Data akan dikumpulkan dan dianalisis setiap meninggalkan lapangan.
Secara umum sebenarnya proses analisis telah dimulai sejak peneliti menetapkan fokus
permasalahan dan lokasi penelitian. Hal itu akan menjadi intensif ketika peneliti akan
turun ke lapangan. Berdasarkan sejumlah teknik pengumpulan data dan dari berbagai unit
analisis data yang telah ditetapkan kreterianya., data dalam catatan lapangan akan
dianalisis dengan penghalusan bahan empirik yang masih kasar kedalam bahan laporan
lapangan. Berdasarkan pendapat diatas maka data-data yang telah terkumpul dari hasil
penelitian ini akan dijabarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan menurut
kategori tertentu dan menguraikan serta menafsirkannya untuk memudahkan dalam
mendapatkan suatu kesimpulan.

12

BAB 1V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Pembahasan dalam bab ini akan memberikan kejelasan dan gambaran mengenei
lokasi penelitian. Hal itu berkaitan dengan letak dan keadaan geografis, luas wilayah,
penggunaan lahan, dan keadaan sosial budaya.
4.1 Letak dan Keadaan Geografis
Kabupaten Jember adalah kabupaten di Provinsi jawa Timur, Indonesia yang
beribukota di Jember. Kabupaten ini berbatasan dengan:
 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten
Bondowoso.
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi.
 Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.
 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang.
Kabupaten Jember terdiri atas 31 kecamatan. Kota Jember dahulu merupakan kota
administratif, namun sejak tahun 2001 istilah kota administratif dihapus. Sehingga kota
administratif Jember kembali menjadi bagian dari Kabupaten Jember. Jember merupakan
pusat regional di kawasan timur tapal kuda.
4.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan
Kabupaten Jember memiliki luas 3.293,34 KM² dengan ketinggian antara 0-3.330 mdpl.
Iklim Kabupaten Jember adalah tropis dengan kisaran suhu antara 23ºC-30ºC. Bagian
selatan wilayah Kabupaten Jember adalah dataran rendah dengan titik terluarnya adalah
Pulau barong. Pada kawasan ini terdapat kawasan Taman Nasional Meru Betiri yang
berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Banyuwangi.
4.3 Keadaan Sosial dan Budaya
Keadaan sosial dan budaya kota jember merupakan suatu hal yang unik. Karena jember
dihuni oleh dua suku yaitu suku madura dan suku jawa. Dua suku ini hidup dengan
berdekatan satu sama lain. Bagian selatan jember sebagian besar di huni oleh suku Jawa,
sedangkan di daerah timur sebagian besar di huni oleh suku madura. Pada dasarnya suku
jawa dan madura sangat bertolak belakang. Tetapi kenyataannya di Jember dapat hidup
dua suku dengan baik.

13

BAB V. PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Yudhistira sebagai Dharmaraja
Yudhistira atau Prabu Puntadewa adalah putra pertama dari pasangan Pandu dan
Kunti, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu Dewa keadilan dan kebijaksanaan. Sifat
Dharma itulah yang kemudian diwarisi oleh Yudhistira dalam menjalani hidupnya.
Yudhistira sebagai Dharmaraja sangat elegan. Ia membawa kebijaksanaan yang luas bagi
kerajaan-kerajaan yang bernaung dibawah kerajaan Indraprastha. Karakteristik
Yudhistira sebagai Dharmaraja sudah mulai tampak ketika ia masih kecil, yaitu ketika
para pandawa dan korawa mempelajari ilmu agama, hukum, dan tata negara pada Resi
Krepa. Dalam pendidikannya tersebut, Yudhistira tampil sebagai murid yang paling
pandai. Sang Guru pun sangat mendukung apabila tahta Hastinapura diserahkan kepada
pandawa tertua itu (Yudhistira). Sebelum menjadi seorang raja, Yudhistira dan adikadiknya menjalani berbagai pengalaman sulit. Sebelumya, tahta Hastinapura sementara
dipegang oleh kakak dari ayah para Pandawa yaitu Dretarastra, ayah para Korawa.
Ketika Yudhistira menginjak dewasa, sudah tiba saatnya bagi Dretarstra untuk
menyerahkan tahta kepada Yudhistira, selaku putera sulung Pandu. Sementara itu putera
sulung Dretarastra, yaitu Duryodana berusaha keras merebut tahta dan menyingkirkan
Pandawa. Dengan bantuan pamannya dari pihak ibu, yaitu Sengkuni, Duryodana purapura menjamu kelima sepupunya dalam sebuah gedung yang mudah terbakar. Ketika
Malam, para Korawa membakar gedung tempat para Pandawa dan Kunti tidur. Namun
Yudhistira dan keempat adiknya serta Kunti berhasil lolos dari maut tersebut. Setelah
lolos dari jebakan maut Korawa, Para pandawa dan Kunti pergi melintasi kota
Ekachakra, lalu tinggal sementara di kerajaan Panchala. Arjuna berhasil memenangkan
sayembara di kerajaan tersebut dan memperoleh seorang puteri cantik bernama Dropadi.
Namun Arjuna menyerahkan putri itu kepada Puntadewa selaku kakak tertua. Setelah
menikahi Dropadi, para Pandawa kembali ke Hastinapura dan memperoleh sambutan
luar biasa, kecuali dari pihak Duryodana. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas
tahta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi
pandawa sebagian wilayah kerajaan tersebut. Korawa yang licik mendapatkan istana
Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat
untuk membangun istana baru. Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker,
namun para Pandawa mau menerima wilayah tersebut. Para Pandawa dibantu sepupu
mereka, yaitu Kresna dan Baladewa berhasil membuka Kandawaprastha menjadi
14

pemukiman baru. Setelah diangkat menjadi raja Indraprastha, Yudhistira melaksanakan
upacara Rajasuya untuk menyebarkan dharma dan menyingkirkan raja-raja jahat. Arjuna,
Bima, Nakula dan Sadewa memimpin tentara masing-masing ke setiap empat penjuru
Bharatawarsa untuk mengumpulkan upeti saat penyelenggaraan Rajasuya. Yudhistira
melaksanakan upacara Rajasuya yang dihadiri sekian banyak kaum raja dan pendeta.
Dalam kesempatan itu, Yudhistira ditetapkan sebagai Maharajadhiraja ( Raja terbesar
atau raja tertinggi dari segala raja). Namun selain berkepribadian mulia, Yudhistira juga
senang main dadu. Hal itulah yang dimanfaatkan Duryodana untuk mengambil alih
kekuasaan Yudhistira. Bersama pamannya Sengkuni, mereka menyusun rencana licik,
yaitu mengajak Yudhistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan hingga
Yudhistira berani mempertaruhkan adik-adiknya serta istrinya. Permainan dadu sudah
disetel sedemikian rupa sehingga kemenangan berpihak pada Korawa. Maka Korawa
menang dan memperoleh istana dan kerajaan yang dipimpin Yudhistira. Namun karena
bujukan Drestarastra, Pandawa beserta istrinya kembali mendapatkan kebebasan mereka
kembali. Namun sekali lagi Duryodana mengajak main dadu, dan taruhannya siapa yang
kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun. Untuk kedua kalinya,
Yudhistira kalah sehingga ia dan saudara-saudaranya terpaksa mengasingkan diri ke
hutan (Wanaparwa dalam Mahabharata jilid ketiga). Setelah 12 tahun menjalani
pembuangan di hutan, kelima Pandawa dan Dropadi kemudian memasuki masa
penyamaran selama setahun. Sebagai tempat persembunyian, mereka memilih Kerajaan
Matsya yang dipimpin oleh wirata. (Wirataparwa dalam Mahabharata jilid keempat).
Karekteristik Yudhistira sebagai dharmaraja juga muncul ketika perang di Kurukshetra
antara Pandawa dan Korawa atau sering disebut dengan perang Bharatayuddha (jilid
keenam sampai kesepuluh dalam Mahabharata). Setelah perang berakhir, Yudhistira
melaksanakan upacara Tarpana untuk memuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian
diangkat sebagai raja Hastinapura sekaligus raja Indraprastha. Yudhistira juga
menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, yaitu suatu upacara pengorbanan untuk
menegakkan kembali aturan dharma diseluruh dunia. Sekali lagi, Yudhisira pun
dinobatkan sebagai Maharaja dunia.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten jember

kecamatan Tegalbesar dengan

mengambil lokasi di salah satu rumah warga yang mengetahui banyak tentang tokohtokoh pewayangan. Salah satunya yang di ambil untuk penelitian ini adalah Yudhistira.
Yaitu:
Pewawancara : mbah niki kulo badhe tangklet sinten niku Yudhistira?
15

Mbh bagong : Prabu Puntadewa iku Yudhistira ya. Prabu Puntadewa adalah raja dari
Negara Amarta atau Indraprasta. Nama lain dari puntadewa adalah
Yudhistira, Darmakusuma, Gunatalikrama. Puntadewa bersifat jujur
dan sangat tabah, sehingga dapat dikatakan tidak pernah marah.
Puntadewa atau Yudhistira mempunyai darah putih. Titisan sang ya
Darma. Jadi ada dewa yang bernama bethara Darma itu menitis atau
menyatu pada prabu Puntadewa. Didalam perang Bharatayuda dia
berhadapan menjadi panglima perang dengan prabu sayo. Dan
Puntadewa dibantu oleh arwahnya bagaspati yang memebalas dendam
kepada prabu sayo dan prabu Sayo gugur dalm pertempuran itu.
Sebetulnya Yudhistira mempunyai darah putih itu tidak berani apa-apa
karena sabar. Apalagi perang, istrinya saja diminta orang di kasi kok.
Mangkanya mempunyai darah putih. Legowo, la karena di itu dimasuki
arwahnya Bagaspati itu begawan, pandhita. Karena di itu mertuanya
prabu sayo itu, anaknya Bagaspati itu tergila-gila pada prabu Sayo
sehingga prabu Sayo ini tidak mau menjadi istrinya anaknya Bagaspati
itu. Dia mau menjadi istrinya kalau bapaknya mau menikah. Karena
malu mempunyai mertua raksasa tetapi dia Pendhita. Dan akhirnya
walaupun dia tidak mau mendengarkan ucapanya Sayo, tetapi
Bagaspati mengerti nalurinya sayo itu. “yo wes yen mengkono aku
gelem mati yen anakku gelem mok rumat”. Akhirnya begitu di perangi
dan dimusuhi betul dengan Sayo, Bagaspati tidak mau mati, karena itu
taktik. Akhirnya dia menunjukkan kelemahannya itu. “wes aku saiki
panahen neng nggon samping kene”. Karena kematiaannya tidak
sesuai dengan perjanjian para Dewa, dia akhirnya melayang dan
mengumbar suara “ aku arep balas dendam neng perang
Bharatayudha. Ana satriya seng due darah putih aku arep mlebu neng
ragane”. Akhirnya setelah perang Bharatayudha dia balas dendam
kepada prabu Sayo, dan saat itu prabu Sayo gugur. Karena sebenarnya
Puntadewa tidak mempunyai niatan untuk membunuh prabu sayo.
Karena balas dendamnya Bagaspati itu tadi sehingga ada keberanian
untuk berperang, bertempur. Sehingga sayo gugur juga, terkena balas
dendamnya Bagaspati itu tadi. Sebenarnya prabu Puntadewa
memenangkan permainan dadu melawan Duryudana atau Kurawa,
16

tetapi karena kelicikan Sengkuni, sehingga menjadi kekalahan
Pandawa. Ini dalam cerita lakon wayang, waktu itu Pandawa main
dadu. Karena kelicikan Sengkuni, sehingga Puntadewa dapat
direkayasa. Akhirnya dia dikalahkan dan Kurawa menang karena
kelicikan sengkuni. Walaupun demikian prabu Puntadewa tidak pernah
patah arah. Dia selalu dianggap benar dan tidak mau menentang
aturannya Sengkuni. Namun berkat kerelaan berkorban budi sehingga
dilindungi

oleh

para

Dewa.

Puntadewa

memiliki

pusaka

Jamuskalimusada. Jamuskalimusada itu surat, terus sekarang setelah
ada kemajuan agama menjadi kalimat syahadat. Karena ada peralihan
kehidupan, sehingga Jamuskalimusada itu di kupas oleh para filsafat
sehingga menjadi kalimat syahadat. Sebetulnya kalimat syahadat itu
sudah tidak dari Arab, sebelumnya sudah ada, Cuma kan belum ada
yang mengupas istilahnya “diunceki” dalam bahasa Jawa. Jadi disini
dulu dinamakan Kalimusada. Berkat Jamuskalimusada Puntadewa
selalu diberi perlindungan, kesehjateraan. Jadi orang yang percaya dan
yakin apapun itu pasti akan terjadi. Karena itulah sebenarnya dari
Allah. Setelah perang Bharatayudha Puntadewa menjadi raja
Hastinapura, dia baru menikmati sekian tahun yang direbut oleh
Kurawa akhirnya setelah perang Bharatayudha dia dapat menikmati
kerajaan Hastinapura dengan gelar prabu Kalimataya. Kalimataya itu
dua kalimat syahadat atau disebut Jamuskalimusada. Parbu Puntadewa
selalu merindukan perdamaian karena dengan perdamaian akan
diperoleh kesenangan dan kesehjateraan. Apabila sedang marah prabu
Puntadewa dapat bertitikrama yaitu berubah bentuk menjadi raksa
putih dan dapat mengalahkan berhala. Dalam artian dia itu mempunyai
ilmu yang bernama aji bala sewu. Bertitikrama akan keluar ketika
amarahnya dan berubah menjadai raksasa putih. Satu mati dapat
menjadi dua. Dua mati dapat menjadi tiga dan seterusnya sampai
menjadi seribu. Tetapi raksasa itu tidak melawan, dia hanya medenmedeni tok. Karena dia mempunya darah putih itu tadi. Dalam artian
dapat mengalahkan berhala itu benda yang disembah. Orang yang
menyembah berhala itu adalah orang yang tidak mempunyai tujuan
dan keimanan yang sangat kuat. Tetapi itu dapat diberantas dan diatasi
17

oleh prabu Puntadewa. Prabu Puntadewa itu mempunyai dua istri
yaitu dewi Drupadi dan dewi Kuntulwilaten. Prabu Puntadewa juga
gemar bertapa, suka menolong terhadap sesama. Dia juga berhasil
memimpin dan menjaga adik-adiknya. Dia sangat dihormati oleh
saudara-saudaranya dan yang dipimpinnya. Prabu Puntadewa adalah
sahabat karib prabu Krisna. Prabu krisna sangan memperhatikan prabu
Puntadewa dan menyebutnya dengan nama Samiaji. Samiaji itu artinya
sami itu podho, aji itu ilmu. Jadi ajine sesama dan bisa menyertai atau
menyamai ilmunya Krisna. Di daerah Pasundan khususnya Puntadewa
disebut samiaji. Konon menurut desa tersebut prabu Puntadewa hidup
sampai zaman kerajaan demak. Jadi orang Puntadewa itu dapat hidup
sampai zaman islam masuk. Tahun 1608 Majapahit itu jatuh dan
pindah ke Demak. 1521 sudah menjadi kerajaan islam. Karena yang
dapat membaca Jamuskalimusada hanya para Wali. Jamuskalimusada
hanya dapat dibaca oleh orang-orang tertentu. Dan di masjid Demak
ada sebuah makam yang disebut makam Yudhistira. Itu hanya
kepercayaan masyarakat di sana bahwa ada makam yudhistira.
Pewawancara : nopo bener Yudhistira niku sebagai Dharmaraja?
Yudhistira sebagai dharmaraja itu benar, karena banyak kerajaankerajaan besar atau yang sejajar dengan kerajaan Amartapura itu.tetapi
semua itu karena kebijaksanaan prabu Puntadewa, sehingga orangorang itu segan atau raja-raja itu segan. Jadi dia tidak akan memusuhi
dan tidak akan melawan Amartapura. Disamping di sana Pandawa itu
sangat kompak,harmarajanya dan masalah dharmarajanya prabu
Puntadewa itu sangat elegan dan tidak menyombongkan bahwa
“kerajaan saya sangat kuat dan saya akan menyerang kerajaan lain.”
Justru kerajaan-kerajaan yang lain itu sangat menyukai dan
mengormati. Jadi dia dapat dijadikan sebagai dharmaraja. Tetapi di
zaman pemerintahan di Indonesia sekarang ini jika dapat diteruskan
akan membawa dampak baik. Semua orang itu mempunyai potensi
sendiri-sendiri dan apa yang kurang itu harus ditambah. Tetapi jika
anda sudah mau mengerti dengan ilmu yang akan diberikan , anda mau
menelaah dan semua itu akan bisa. Dan sekarang agama konghucu dari
Cina seperti Barongsai itu yang mengesahkan pertama kali adalah Gus
18

Dur. Dan preseden sebelum dan setelah Gus dur belum ada yang seperti
dia. Kalau Bung Karno belum bisa mengatakan seprti itu karena saat
itu negara masih dalam keadaan merdeka dan ekonomi masih morat
marit, belum do genjot sana, di rong-rong sini. Karena negara belum
sempurna itu tadi. Jadi kalau kita mau menelaah pemerintah tidak bisa.
Sedangkan Bung karno tetap seorang proklamator

indonesia.

Walaupun nanti sampai berapapun Indonesia yang membacakan
proklamasi tetep Soekarno-Hatta dan tidak akan berubah sampai kapan
pun. Itulah Indonesia awal merdekanya.
Pewawancara : mbah dharmaraja niku tegese nopo?
Dharmaraja itu artinya dia seorang raja. ada raja-raja dan ada banyak
kerajaan. Dan ekonominya tidak sama. Ada kerajaan yang kurang
ekonominya dan masyarakatnya. Dengan prabu Puntadewa atau prabu
Yudhistira itu bisa memberi suri tauladan kepada yang lain agar
musyawarah. Dia itu seorang pimpinan tertinggi atau sekertaris negara.
Dalam artian seperti itu, jadi dia bisa memberi arahan raja-raja lain dan
padahal sama-sama sebagai raja. Dia di tunjuk oleh perwakilannya
pada waktu itu. “sudah yang menjadi tauladan hanya prabu
Puntadewa saja gitu”. Jadi dia itu raja di atas raja , tetapi dia tidak mau
menyombongkan dirinya. Jadi sama yang kemarin sya omongkan “ojo
rumongso iso”. Jadi kerjanya itu mengajak kebersamaan, tidak bekerja
itu lantas dia bisa, itu bukan. Kalau rumongso iso, sudah kamu beginibegini. Nah itu romongso iso merintah. Tetapi lak rumongso iso ayolah
kita bersma-sama agar nanti tidak ada beratnya kalau orang itu mau
melakukan kebersamaan dan gotong-royong ada tugas masing-masing.
“Kamu dalam bidang pertanian, ya urus pertanianmu dan kamu akan
mendapat hasil yang baik.” Pertenakan digunakan untuk peternakpeternak itu supayahasil yang bagus itu ada dalam pemerintahan prabu
Puntadewa. Tetapi Puntadewa itu sendiri tidak turun langsung karena
dia juga mempunyai bawahan. Seprti Nakula Sadewa itu bidangnya
pertanian dan peternakaan. Dia disuruh kakaknya dan saudarasaudaranya. Kalau hal pertahanan diserahkan kepada Bima, Bratasena.
Pertahanan negaranya ada anaknya yang bisa terbang tanpa harus ada
sayapnya. Mengenai spritual atau apa-apa itu di serahkan pada Arjuna.
19

Ada yang rusak diperbaiki. Itu semua adalah kebijakan dari prabu
Puntadewa dan itu semu yang disebut dengan dharmaraja. Di indonesia
ini jika dulu Gus Dur seperti itu dan bisa melihat dengan sempurna
maka PBB akan sangat menghargai Indonesia. Tapi belum sampai
kesana Gus Dur sudah purna jabatannya.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yudhistira memang
benar sebagai dharmaraja yang patut di contoh dalam sistem kepemerintahan
khususnya di Indonesia ini.

20

5.2 Perbandingan kepemimpinan Yudhistira dengan kepemimpinan di Indonesia
Prabu Puntadewa atau sering dikenal dengan Yudhistira adalah sosok pemimpin yang
bawa leksana, pemimpin yang tegas, tahu persis kapan berkata “tidak” dan kapan harus
berkata “ya”. Bawa leksana dibangun dari kebijaksanaan, serta ngerti sak durunge
winarah, mampu untuk memandang setiap persoalan dari perspektif yang luas dan
dengan tepat. Bawa leksana juga dibangun dari kasantosan lahir dan batin. Salah satu sisi
paling menonjol dari kepemimpinan Yudhistira adalah ambeg paramarta, tahu dan bisa
menentukan prioritas, dan serta dapat merumuskan langkah untuk mewujudkannya.
Dalam manajemen modern ini merupakan langkah penting

menuju keberhasilan.

Yudhistira sebagai Rajasuya atau raja diraja. Raja agung yang berhasil mewujudkan
kebesaran bangsa, kehormatan negara, dan kemakmuran rakyat dengan landasan
manajemen ambeg paramarta, dan landasan sikap jujur, adil, dan tegas.
Penelitian mengenai tokoh Yudhistira untuk menegakkan darma dalam kepemimpinan
di Indonesia ini menurut narasumber yang bernama mbah Bagong bahwa di Indonesia
hanya mantan presiden Gus Dur yang dapat seperti Yudhistira. Melalui dialog yang kami
lakukan. Yaitu:
Pewawancara : Dalam kepemimpinan di indonesia yang dapat mencerminkan seperti
Yudhistira itu apa masih ada?
Mbah bagong : yang dapat seperti itu hanya satu, itupun tidak lama yaitu hanya Gus
Dur. Gus Dur itu sangat membela semua umat. Tetapi setelah dia
meninggal orang baru ngoncek’i. Ketika Gus Dur menjadi presiden
orang hanya menilai luarnya, Gus Dur itu tidak dapat melihat dan
hanya dapat berbicara. Jadi di benak itu menilai oarang jangan dari fisk
tapi dari bagaimana perilakunya, bagaimana perjuangannya. Sehingga
hanya Gus Dur yang dapat seperti Yudhistira. Gus Dur tidak memilih
tidak memihak siapapun
Menurut narasumber yang penulis wawancarai, narasumber menyebutkan bahwa di
Indonesia saat ini yang dapat mewakili atau menyerupai kepemimpinan Yudhistira di
Indonesia yaitu hanya satu, Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid presiden keempat
Indonesia. Karena menurut narasumber tersebut, Gus Dur tidak memihak atau tidak pilih
kasih atas semua golongan masyarakat. Gus Dur merupakan seorang tokoh pahlawan anti
diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan
suku, agama dan ras di Indonesia. Tak berlebihan kiranya bila negara dan rakyat
Indonesia memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas dharma dan baktinya. Layak
21

kiranya Gus Dur mendapat penghargaan sebagai Bapak Pluralisme dan Demokratisasi di
Indonesia.
Dari Uraian tentang kepemimpinan Yudhistira tersebut, jika kita bandingkan dengan
kepemimpinan di Indonesia saat ini yang tengah mengalami krisis kepemimpinan serta
makin sulit ditemukannya figur-figur negarawan teladan yang bisa menjadi panutan
semua kalangan. Yudhistira adalah pemimpin (raja) yang adil, yang tak membedakan
antara orang kaya dan miskin, antara bangsawan dan kaum papa, antara ksatria maupun
sudra. Sebagai manusia Yudhistira tentu tak terlepas dari berbagi kelemahan, misalnya
saja dalam peristiwa permainan dadu, yang bisa dikategorikan judi. Dalam agama, judi
merupakan perbuatan yang dilarang, sedang dalam cerita wayang, kesalahan Yudhistira
ini mendatangkan sanksi berupa diasingkannya dia bersama adik-adik dan istrinya
selama 13 tahun. Namun diluar kelemahan tersebut, karakter Yudhistira ini dapat menjadi
inspirasi bagi pemimpin rakyat untuk sebisa mungkin bersikap adil, jujur, amanah, tak
pilih kasih, dan bekerja keras untuk memajukan dan memakmurkan rakyatnya.

22

BAB VI. PENUTUP
Kesimpulan
Yudhistira atau prabu Puntadewa sebagai pemimpin saat itu sangat terkenal dengan
darmanya. Selain itu terkenal bijaksana dalam kepepimpinannya. Sehingga di bandingkan
dengan kepimpinan di Indonesia hanya mantan presiden Gus Dur pada waktu itu. Sewaktu
Gus Dur menjabat sebagai presiden memang belum terasa sistem kepemerintahannya. Setelah
Gus dur sudah tidak menjabat sebagai presiden dan meninggal baru di teliti dan banyak orang
membincangkan

tentang

kepemimpinannya.

Indonesia

sistem

pemerintahannya

demokratisasi, dan saat itu Gus dur di juluki sebagai bapak demokratisasi.
Sebagai anak pertama dari pasangan Pandu dan Kunti, Yudhistira selain sebagai
panutan dari saudara-saudaranya, dia juga memberi contoh yang baik terhadap saudarasaudaranya sehingga dengan kegigihannya dia menjadi raja di kerajaan Hastinapura.
Selain itu Yudhistira dalam mengemban tugasnya penuh dengan tanggung jawab dan
selalu menegakkan darma. Sehingga Yudhistira di beri julukan sabagai raja tertinggi dari
segala raja. Dalam sikap Yuhistira dapat di aplikaskan dalam sistem kepemerintahan di
Indonesia yang sekarang ini masih belum mendapatkan pemimpin seperti yudhistira setelah
mantan presiden Gus Dur purna dari jabatannya.

23

DAFTAR PUSTAKA
Rajagopalachari, C. 2012. Kitap Epos Mahabharata. Jogjakarta: IRCiSod
AK Soehartono, R. 1987. Ensiklopedia Wayang. Semarang: Dahara Prize
http://id.wikipedia.org/wiki/Yudistira
http://caritawayang.blogspot.com/2012/06/puntadewa-yudistira.html
http://anothermahabharata.wordpress.com/2010/11/22/mahabharata-3-wanaparwa/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jember
http://www.bing.com/images/search?q=gambar+peta+kota+jember

24

LAMPIRAN
1. Foto narasumber “mbah Bagong”

Nama : Ismoyo Bagong
Tempat, tanggal lahir: Kediri, 29 Mei 1947
Agama: Kristen
Pekerjaan: Wiraswasta
Alamat: Jl. Basuki Rahmat 125 kecamatan Tegalbesar Kabupaten Jember.

25

2. Peta kabupaten jember

26