Critical Review Kajian Teori Lokasi Webe

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033

Kajian Teori Lokasi Weber Terhadap Keberadaan Industri Batu Bata Merah di
Desa Kejagan, Temon, dan Trowulan Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto
(Disusun oleh: Ayu Emilda Fatmawati)
I.

PENDAHULUAN
Perkembangan industri kecil dan industri rumah tangga di pedesaan mempunyai
arti penting dalam menunjukkan peranan manusia. Industri kecil dan industri rumah
tangga mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia melalui kegiatan di sektor non-pertanian.
Dalam penentuan lokasi industri kecil ataupun rumah tangga tidak terlepas dari
proses dan lokasi pasar yang akan dilayani perusahaan. Proses produksi tersebut
meliputi penentuan jenis bahan baku dan faktor produksi lainnya jumlah bahan baku
ditentukan oleh skala produksi yang ada. Dalam hal ini setiap industri cenderung
mencari lokasi yang mendatangkan untung sebanyak-banyaknya.
Salah satu contoh industri kecil yang memanfaatkan sumber daya alam sebagai
bahan baku industri tersebut yaitu industri kerajinan batu bata merah yang terdapat di

Kabupaten Mojokerto, tepatnya di kecamatan Trowulan.

II.

KONSEP DASAR TEORI LOKASI
Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah
suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi
barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang
yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS,
2002). Marpaung dalam Mujiono (1987) menyebutkan bahwa kawasan Industri
adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan
kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Teori lokasi adalah Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki lokasi geografis dari sumber-sumber yang
potensial serta hubungan-nya dengan atau pengaruh-nya terhadap keberadaan
berbagai macam usaha / kegiatan lain, baik ekonomi maupun sosial (Tarigan,
2006:77).
Dari penjelasan diatas maka dibutuhkan suatu analisis mengenai konsep dasar
teori lokasi dalam menentukan lokasi kawasan industri, dimana dengan adanya

konsep dasar tersebut dapat menjadi prinsip dalam pemilihan lokasi yang terbaik
bagi industri itu sendiri.

Page

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033
Teori lokasi pertama kali diungkapkap oleh Alfred Weber yang merupakan seorang
ekonom Jerman, memiliki teori yang berkaitan dengan least cost location. Teori
tersebut menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan ditempat yang m
emiliki biaya yang memiliki sewa lahan paling minimal. Tempat yang memiliki total
biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimal dan cenderung identik dengan
tingkat keuntungan yang maksimal. Dalam teorinya Weber mengemukakan beberapa
asumsi teori yaitu sebagai berikut:
a) Sumber daya dan bahan mentah. Tidak semua jenis sumber daya alam terdapat
di setiap tempat.
b) Upah tenaga kerja. Ada upah yang baku dan telah ditetapkan sehingga jumlahnya
sama di setiap tempat, tetapi ada pula upah yang merupakan hasil persaingan
antar penduduk.
c) Biaya transportasi. Besarnya biaya transportasi tergantung pada massa bahan

baku serta jarak dari asal bahan baku ke lokasi pabrik.
d) Terdapat kompetisi antar industri. Setiap industri pasti melakukan persaingan
untuk memperoleh pasar dan keuntungan yang lebih besar.
e) Manusia selalu berpikir rasional untuk pengembangan industri.
Dengan menggunakan asumsi diatas maka biaya transportasi bahan tergantung
pada bobot barang dan jarak pengangkutan. Pada prinsipnya yang harus ditempuh
dalam pengangkutan itu memiliki biaya yang sama. Disini dapat diasumsikan bahwa
harga satuan angkutan kemana pun adalah sama, sehingga perbedaan biaya
angkutan hanya disebabkan oleh bobot barang dan jarak yang ditempuh.
Selain itu, dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku
Weber menggunakan tiga faktor (variabel penentu) dalam analisis teorinya, yaitu titik
material, titik konsumsi, dan titik tenaga kerja. Ketiga titik (faktor) ini diukur dengan
ekuivalensi ongkos transport. Berdasarkan asumsi tersebut di atas, penggunaan teori
Weber tampak seperti pada gambar berikut ini:
(a)

(b)

(c)


Keterangan:
M = Pasar
P = Lokasi Biaya Terendah
R1, R2 = Bahan Baku

Gambar 1. Segitiga Weber dalam menentukan lokasi
Sumber: google.com

Page

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033
(a) :

apabila

biaya

angkut


hanya

didasarkan

pada

jarak.

(b) : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari pada hasil industri.
(c) : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah dari pada hasil industri.
Selain segitiga lokasional, Weber pun membuat cara lain dalam membantu
menentukan lokasi industri dari teorinya tersebut yaitu Isotim dan Isodapane. Isotim
dan isodapane adalah salah satu cara dalam teori Weber untuk menentukan lokasi
suatu industri. Isotim adalah garis yang mewakili biaya yang sama antara setiap point
dari sumber bahan baku atau pasar. Sedangkan, Isodapane adalah garis yang
merupakan perjumlahan biaya pada setiap titik dalam sebuah sistem produksi.
Isodapane dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua isotim yang ada pada
lokasi.
Selain itu, dalam teorinya Weber mengungkapkan bahwa ada 2 kasus berbeda
dalam hal menentukan lokasi industri ditinjau dari jarak antara sumber bahan baku

dan pasar, serta hubungannya dengan biaya transportas, yaitu Weight Losing Case
dan Weigth Gaining Case.
Weight Losing Case yaitu berat barang jadi lebih ringan daripada berat bahan
baku/mentah, sehingga biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku/mentah
dari sumbernya menjadi lebih tinggi. Dari kasus pertama ini maka lokasi yang paling
optimal dimana sebuah industri dapat menekan biaya transportasi paling minimum
adalah apabila industri tersebut berada di lokasi yang sama dengan lokasi bahan
bakunya. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Grafik Weight Losing Case paling optimal untuk meminimalisir biaya transportasi.

Kemudian, untuk kasus kedua yaitu Weight Ganing Case adalah berat barang jadi
atau produk lebih berat daripada berat bahan baku, sehingga biaya transportasi yang
dibutuhkan untuk mengangkut barang jadi atau produk menuju pasar lebih besar

Page

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033
daripada biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku dari sumbernya. Maka,

lokasi yang paling optimal untuk kasus kedua ini yaitu lokasi industri berada di lokasi
dimana lokasi pasar berada, sehingga biaya transportasi dapat ditekan seminimal
mungkin. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Grafik Weight Gaining Case yang paling optimal

III.

ALASAN PEMILIHAN LOKASI
Wilayah Kabupaten Mojokerto memiliki topografi lebih cenderung di tengah dan
tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan wilayah Kabupaten Mojokerto
merupakan wilayah pegunungan sehingga karekteristik tanah di daerah tersebut
subur. Daerah pegunungan tersebut meliputi Kecamatan Pacet, trawas, Gondang
dan Jatirejo. Wilayah dataran Kabupaten Mojokerto tersebar di bagian tengah
sedangkan, bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang kurang subur.
Kabupaten Mojokerto memiliki jenis tanah yang subur dan keadaan topografi yang
berupa daerah pegunungan, sehingga mayoritas penduduk Kabupaten Mojokerto
bermata pencaharian sebagai petani. Maka, jenis tanah yang terdapat di wilayah
Kabupaten Mojokerto sebagian besar adalah Aluvial dan Grumosol dimana jenis
tanah tersebut merupakan jenis tanah yang cocok sebagai lahan pertanian karena

sangat subur, tetapi tanah jenis tersebut pula sangat cocok untuk dijadikan bahan
baku untuk industri pembuatan batu bata merah.

IV.

FAKTOR-FAKTOR LOKASI
Faktor penentu lokasi merupakan kualitas suatu wilayah yang terkait dengan daya
tarik wilayah tersebut terhadap keputusan investasi dari calon investor yang sudah

Page

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033
ada. Banyak faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
dimanakah seharusnya lokasi industri yang tepat, khususnya untuk industri batu bata
merah. Adapun faktor-faktor yang diperhatikan dalam memilih lokasi industri yaitu
sebagai berikut:
a) Bahan baku
Bahan baku adalah bahan pokok atau bahan utama yang diolah dalam proses
produksi sehingga menghasilkan produk jadi. Cara memperoleh bahan baku pun

bermacam-macam, yaitu bisa menggunakan sistem sewa dan beli atau bahkan
bisa mendapatkan langsung dari sumber bahan baku itu sendiri. Dahulunya
industri batu bata merah yang ada di Kabupaten Mojokerto mendapatkan bahan
baku dari lahan pertanian tetapi sekarang bahan baku didapatkan dengan dua
cara yaitu, beli dan sistem sewa.
b) Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan
industri. Tanpa adanya tenaga kerja bisa dipastikan suatu kegiatan industri tidak
akan terlaksana. Pada industri batu bata merah di Kabupaten Mojokerto tenaga
kerja yang digunakan berasal dari keluarga sendiri atau pun tetangga sekitar,
sehingga dalam hal ini industri tersebut menyerap tenaga kerja dan memberkan
peluang

bagi

masyarakat

yang

mempunyai


pendidikan

rendah

untuk

meningkatkan perekonomian keluarga.
c) Biaya Transportasi
Biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak sehingga titik
terendah untuk biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum
untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Konsep titik minimum
tersebut dinyatakan sebagai segitiga lokasi. Pada industri batu bata merah di
Kabupaten Mojokerto, hal ini tidak diperhitungkan karena produsen melakukan
sistem pemasaran secara langsung atau tengkulak.
d) Biaya Upah
Produsen cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah tenaga kerja yang lebih
rendah dalam melakukan aktivitas ekonomi sedangkan tenaga kerja cenderung
mencari lokasi dengan konsentrasi upah yang lebih tinggi.


V.

IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya tentang teori lokasi Weber, yaitu
pemilihan lokasi industri didasarkan pada prinsip minimal biaya. Artinya pemilihan
lokasi industri berdasarkan tempat-tempat yang mempunyai biaya yang paling

Page

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033
minimum dari bahan mentah yang dibutuhkan, tenaga kerja, konsumen (pasar), yang
semuanya ditimbang dengan biaya transportasi. Weber menyatakan bahwa lokasi
setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana
penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan
tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang
maksimum.
Dalam studi kasus industri batu bata merah di 3 desa pada Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto, terlihat bahwa penentuan lokasi industri lebih berorientasi
kepada lokasi bahan baku. Pada Desa Temon, bahan baku yang digunakan sebagai
bahan utama batu bata merah di ambil langsung dari lahan pertanian yang
berdekatan langsung dengan industri batu bata merah. Lain halnya dengan Desa
Kejagan yang sama-sama berorientasi pada lokasi bahan baku, tetapi industri di
desa terssebut harus mendatangkan bahan baku dari luar kecamatan yang berjarak
10-17 kilometer dari lokasi industri.
Berikut ini adalah tabel tentang pengelompokkan model industri batu bata merah
di Desa Kejagan, Temon, dan Trowulan Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, dan pemasaran tahun 2012.
Tabel 1. Pengelompokkan model industri batu bata merah Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto Tahun 2012
No

Bahan Baku

Tenaga Kerja

.
1.
Beli
Keluarga Sendiri
2.
Beli
Keluarga Sendiri
3.
Beli
Tetangga
4.
Beli
Tetangga
5.
Sewa
Keluarga Sendiri
6.
Sewa
Keluarga Sendiri
7.
Sewa
Tetangga
8.
Sewa
Tetangga
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah

Pemasaran

Jumlah

Prosentase (%)

Tengkulak
Langsung
Tengkulak
Langsung
Tengkulak
Langsung
Tengkulak
Langsung

9
1
12
5
10
4
59
10
110

8,1
0,9
10,9
4,5
9,1
3,6
53,6
9,2
100

Dari tabel diatas terlihat bahwa adanya penambahan faktor pemasaran dalam
penentuan lokasi industri pada industri batu bata merah. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya dalam Teori Weber hanya terdapat 3 faktor, yaitu upah bahan baku,
upah tenaga kerja, dan konsumsi (pasar) yang semuanya kemudian akan dikaitkan
dengan biaya transportasi. Sehingga apabila terdapat faktor pemasaran yang terdiri
dari pemasaran secara langsung dan tengkulak tentu tidak ada kaitannya dengan
biaya transportasi dari produsen kepada pasar.
Selain itu, dari 8 model industri batu bata merah tersebut yang paling
mendapatkan keuntungan maksimum yaitu model industri ke 2 dan ke 6. Tetapi,

Page

INGGAR RAYI ARBANI
3613100033
keuntungan yang diperoleh bukan berasal dari penjumlahan minimum antara biaya
transportasi dan tenaga kerja

melainkan karena tenaga kerja yang berasal dari

keluarga sendiri dan pemasaran yang dilakukan secara langsung.
VI.

LESSON LEARNED
Dari pembahasan jurnal “Kajian Teori Lokasi Weber Terhadap Keberadaan
Industri Batu Bata Merah di Desa Kejagan, Temon, dan Trowulan Kecamatan
Trowulan Kabupaten Mojokerto” di dapat beberapa pembelajaran sebagai berikut:
a) Lokasi industri batu bata merah di Desa Temon, Kejagan, dan Trowulan
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto kurang sesuai dengan implikasi dari
Teori Weber. Hal ini disebabkan karena ada penambahan faktor pemasaran yang
membuat indikator pendapatan keuntungan maksimum tidak memperhatikan
biaya transportasi.
b) Kabupaten Mojokerto memiliki jenis tanah yang subur sehingga mayoritas
penduduknya bermata pencaharian utama sebagai petani. Begitu pula tata guna
lahan di kabupaten tersebut yang banyak digunakan sebagai lahan pertanian
yang tanahnya cocok digunakan untuk bahan baku industri batu bata merah.
c) Pemaksimalan keuntungan dapat dilakukan juga dengan memanfaatkan sistem
pemasaran secara langsung.
d) Selain itu, pada studi kasus asal tenaga kerja tidak dipertimbangkan dalam
meminimalkan biaya transportasi tenaga kerja, karena tenaga kerja pada industri
batu bata merah yang terdapat di studi kasus berasal dari keluarga sendiri dan
tetangga.
e) Terbukti bahwa suatu industri yang barang jadinya lebih berat dibandingkan
dengan bahan bakunya cenderung akan mendekati sumber bahan baku tersebut.
Cara memperoleh bahan bakunya pun ada 2 macam, yaitu beli dan sistem sewa
lahan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Azizah (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi
Terhadap Kesuksesan Usaha Jasa (Studi Pada Usaha Jasa Mikro-Kecil di Sekitar
Kampus UNDIP Pleburan. Skripsi pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro: tidak diterbitkan.
Budi S., Eko (2012). Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Page