UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL. pdf
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
MATA UJIAN :
PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU DAN KELUARGA
DOSEN : Drs. BINSAR SIREGAR, M.Psi
NAMA
NPM
: YEREMIAS WUTUN
:
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)
WIDURI
1. Masalah Imigran Internasional di Indonesia
a.Rumusan masalah Imigran Internasional di Indonesia.
Penulis membagi dua kelompok imigran Internasional di Indonesia khususnya dalam rangka
meminta perlindungan Internasional (PBB_UNHCR).
a.1 Pencari suaka (asylum seeker) adalah seseorang yang dalam proses permintaan menjadi
pengungsi (refugee). Seorang pencari suaka yang meminta perlindungan akan dievaluasi melalui
prosedur penentuan status pengungsi, yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi
pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, dilakukan interview terhadap pencari suaka
tersebut dan akan melahirkan alasan – alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah status
pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah
kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang
sebelumnya ditolak. Bila masih ditolak status refugeenya maka orang tersebut selanjutnya tidak
mendapatkan perlindungan International sehingga menjadi tanggung jawab negara dimana dia
tinggal dan dapat di deportasi kembali ke negara asalnya.
a.2 Pengungsi (refugee) sesuai konvensi PBB 1951 yaitu seseorang yang dikarenakan oleh
ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu,
berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara
teresebut. Pengungsi tersebut tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka
terpaksa meninggalkan negaranya. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka
menjadi tanggung jawab komunitas internasional. Bila seseorang sudah diterima atau statusnya
sebagai pengungsi maka dia dapat di proses melalui bantuan UNHCR untuk mencari atau
ditempatkan atau dimukimkan ke negara ketiga yang bersedia menerima mereka.
Rumusan masalah pencari suaka dan pengungsi yaitu :
Berdasarkan proses migrasi terdiri dari pramigrasi dan keberangkatan, transit dan pemukiman
kembali (Drachman,1992)
Pramigrasi, situasi kehilangan dan trauma yang membekas dalam proses pengungsian
meninggalkan entitasnya. Transit ,pengalaman traumatik selama dalam perjalanan dan harus
menunggu dalam waktu yang lama untuk melalui proses pemukiman kembali ke negara ketiga.
Permukiman Kembali (resettlement) masalah adaptasi terhadap situasi lingkungan dan sistem
sosial yang baru yaitu bahasa, pendidikan,kesehatan,pekerjaan, norma dan budaya serta hak
dan kewajiban. Masalah lain yaitu keputusan imigran untuk kembali ke negara asalnya, berarti
harus siap mengahadapi situasi keamanan dan keselamatan termasuk membangun kehidupan
baru.
b.Faktor faktor yang menyebabkan :
-
Peperangan, ancaman keamanan, pembunuhan/kematian dan kekerasan serta ketiadaan
kehidupan yang layak.
-
Perlakuan yang diskriminatif karena masalah SARA pandangan politik yang berbeda.
dipenjara, kekerasan, perkosaan,ketakutan dan kematian dari anggota keluarga yang
merupakan pengalaman traumatik.
c.Dampaknya :
-
Secara fisik mengalami kecelakaan, kecacatan dan berbagai masalah kesehatan karena
ketidakmampuan secara fisik menyesuaikan dengan cuaca, makanan, dan situasi fisik di
lingkungan yang baru.
-
Secara psikis, membawa sisa-sisa trauma (PTSD) atau pengalaman buruk yang sulit
dihilangkan. Selain itu mengalami kebosanan, hilang kesabaran, kecemasan, frustasi,
depresi dengan situasi yang tidak menentu dalam proses menunggu mendapat status
refugee dan proses pemukiman di negara ketiga karena umumnya berlangsung lebih dari
2 tahun.
-
Secara Sosial,budaya,politik dan hukum. Kehilangan hak-hak dan kewajibannya dari
negara asalnya. Mengalami hambatan komunikasi, akses kepada sumber
ekonomi,pendidikan,kesehatan,beribadah, maupun hak politik maupun kebebasan
bergerak di wilayah transit (seperti Indonesia). Ketiadaan peran dan fungsi masingmasing anggota keluarga sehingga mengalami disfungsi sosial. Contoh orangtua tidak bisa
bekerja, anak tidak dapat bersekolah.
-
Ketakutan status refugeenya ditolak dan berakibat dikembalikan ke negara asalnya
(pulang untuk reintegrasi) karena ancaman hukuman dan keselamatan.Juga kecemasan
di daerah transit dan pemukiman negara ke tiga yang berhubungan dengan budaya;
berhubungan dengan norma, tradisi, nilai, bahasa, seni ketrampilan dan relasi
interpersonal dalam suatu masyarakat (Lum, 1999). etnisitas dan status minoritas
(Lum,1999).Masalah lain yaitu etnisitas dan status minoritas yang berhubungan sengan
fisik, budaya, agama,sejarah dan merasa kelompok tidak beruntung dan mendapatkan
perlakuan tidak sama di masyarakat mereka tinggal. (Devore & Schlesinger, 1998).
d. Strategi Intervensi :
1. Membangun akses pelayanan kepada sumber-sumber seperti pendidikan (formal dan
informal), pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah sakit), perlindungan keamanan
lingkungan,polisi dan imigrasi dan memfasilitasi fasilitas akomodasi dan pemenuhan kebutuhan
dasar hidup.
2. Menyelenggarakan kegiatan sosial dan pendidikan ketrampilan hidup yang berhubungan
dengan pengisian waktu luang secara rutin seperti olahraga, kegiatan keagamaan dan
kemampuan migran beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru.
3. Pengembangan pusat informasi dan konseling bagi imigran yang memerlukan bantuan bersifat
informasi dan menyelesaikan masalah-masalah bersifat individual dan keluarga.
4. Membangun team kerja yang berkapasitas memiliki pengetahuan dan pemahaman situasi
imigran dari berbagai etnis dan negara dan kemampuan pengembangan praktik yang efektif yang
kompeten secara budaya yang diadaptasikan khusus untuk pengungsi dan imigran
(Greene,Watkins,McNutt & Lopez, 1998; Lum,1999; Sue, Arrendondo & McDavis, 1992).
2. Contoh kasus klien Imigran International
2.a. Identitas Klien
IOM ID
Nama
Jenis Kelamin
Tempat Tanggal Lahir
Kewarganegaraan
Agama
Pendidikan
Status
Suami
Jumlah anak
Pekerjaan sebelumnya
Status UNHCR
UN ID no
No Hp
Masuk Indonesia
Klien dirujuk Imigrasi ke IOM Bogor
: CGK----: ZN
: Perempuan
: Taheran, 6 september 1973
: Iran
: Islam
: SLTA
: Menikah
: J (36 tahun)
: 1 (perempuan) tinggal di Iran.
: Ibu Rt
: Refugee
: 186-10C.....
: 08588812.....
: Jakarta, 1 November 2010
: 9 Mei 2011
2.b Proses awal menemukan klien
Perjalanan klien datang dari Iran menuju Dubai (menggunakan angkutan darat). Tinggal beberapa
hari di Dubai dengan membuat pasport palsu oleh penyelundup menuju Indonesia pada tanggal
13 Oktober 2010 langsung ke Jakarta. Klien tinggal selama 8 hari di Jakarta (ditampung oleh
penyelundup) dan melanjutkan perjalanan ke Ujung Pandang menggunakan pesawat. Tinggal
selama 2 hari di Ujung Pandang selanjutnya menggunakan kapal laut menuju Australia melewati
Sumba namun kapalnya pecah-karam dan mereka ditangkap polisi lalu diserahkan ke Imigrasi dan
selanjutnya di tahan di Rudenim Ujung Pandang. Tinggal selama 6 bulan di Rudenim Ujung
Pandang dan pada tanggal 6 Mei 2011 di rujuk ke Imigrasi Bogor dan menjadi klien IOM Bogor.
Klien ditempatkan di akomodasi hotel di wilayah Cisarua-Puncak.
Gambaran permasalahan sosial klien
1) Klien mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya yang pertama di
Taheran
2) Klien mengalami trauma karena suaminya pertamanya bersama aparat
pemerintah di Iran melakukan beberapa percobaan sehubungan dengan
kandungannya tanpa persetujuannya.
3) Suaminya saat (ini (J) adalah orang yang membantu melarikan dirinya dari situasi
tersebut, dimana J adalah teman yang dekat juga dengan suami pertamanya. J
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
juga menjadi korban yang dicari oleh pihak suami pertama dan pemerintah
karena dianggap membawa lari dirinya. Keluarga J di Iran sering diinvestigasi
sehingga tidak ada kontok dengan keluarganya.
Bila mengingat situasi anak perempuan yang ditinggalnya sudah berusia 13 tahun
dia merasakan kesedihan, sementara keluarganya maupun anak perempuannya
tersebut saat ditinggal berada di keluarga suaminya.
Secara seksual hubungan dengan suaminya saat ini mengalami gangguan, sulit
berhubungan seksual bila mengingat situasinya dimana anak kandungannya
digunakan untuk percobaan (diinjeksi untuk bayi tabung dari benih hewan). Dia
juga mengalami keguguran 2 kali dan merasa tidak ada harapan untuk hamil lagi.
Secara psikologi sangat curiga, mudah marah, pendiam, mudah bersedih dan
menangis bila menceritakan masa lalunya, dan merasa tidak bergunan dan
merasa tidak ada harapan dia bertemu dengan anaknya. Pada malam hari
mengalami kesulitan tidur baik durasi tidur maupun kedalaman tidur (sering
mimpi buruk dan sulit tidur kembali).
Secara sosial, tidak memiliki kawan, bahkan untuk berinteraksi dengan
tetangganya dan sangat sensitif dengan suara bising yang ditimbulkan karena
kegiatan memasak, anak bermain yang membuat dia juga dikucilkan
tetangganya. Walaupun ada beberapa kegiatan sosial kelompok yang disediakan
oleh IOM dia tidak ikut berpartisipasi.
Ketakutan klien untuk kembali ke Iran bahkan bertemu dengan sesama
pengungsi Iran, ditakutkan informasi bocor sehingga suami atau orang suruhan
suami pertama akan mendatangi mereka di Indonesia.
Hubungan secara emosional dengan suaminya (J), bila suami meninggalkannya
terlalu lama di rumah sendirian dia akan mudah marah, curiga hingga
tindakannya merusak semua perabotan rumah tangga (membanting dan
menghancurkan).
Walaupun mereka sudah mendapat status refugee tetapi belum ada kepastian
untuk penempatan pemukiman di negara ketiga (sudah 2 tahun menunggu di
Indonesia) sehingga merasa bosan dan cemas akan masa depan yang belum jelas.
Upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan klien.
1. Klien berupaya mengurangi kesedihannya dengan melakukan kegiatan bersifat spiritual.
2. Klien berupaya mendorong suaminya untuk mencari informasi tentang anak
perempuannya di Iran.
3. Dalam rangka kesiapan ketrampilan hidup seperti bahasa Inggris, klien berupaya belajar
sendiri melalui komputer/internet dan komunikasi harian dengan suaminya.
4. Klien bersedia untuk melakukan konsultasi dan asesment tentang kondisi psikologisnya
dengan Social Worker (SW), Psikolog maupun psikiater.
5. Klien berupaya mencari informasi secara rutin dengan pihak UNHCR mengenai proses
pemukiman di negara ketiga dan mengenai upaya membantu menemukan anak
perempuannya di Iran.
6. Klien berupaya untuk melakukan kegiatan di luar supaya dapat mengurangi kesedihan
dengan mengikuti gym tetapi mengalami kesulitan dengan kemacetan puncak dan
merasa dilecehkan orang lokal dalam angkutan.
7. Menyewa motor mengatasi kemacetan dan pelecehan tetapi suami tidak memiliki SIM.
8. Mengurangi komplain dengan tetangganya karena kebisingan dengan meminta bantuan
SW untuk memberikan pengertian kepada tetangganya supaya memahami situasinya.
9. Berupaya untuk meningkatkan kemampuan riasnya (salon) serta keinginan untuk
mengajarkannya kepada orang lain, tetapi belum tersalurkan.
10. Menyikbukkan diri dengan belajar mandiri, pekerjaan rumah tangga dan berharap dapat
tidur dengan mudah dimalam hari.
11. Berusaha mempercayai suaminya saat ini bahwa suami mencintainya dan dengan segala
kekurangannya dan tidak takut ditinggalkannya.
Kesimpulan pekerja sosial tentang pokok masalah dan potensi mengatasinya:
1. Klien sering bersedih karena rasa bersalah telah meninggalkan anak perempuannya di
Iran.
2. Klien kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial karena kecurigaan, ketidak
percayaan dan ketakutan dikejar bayang-bayang suami pertamanya.
3. Klien mengalami pengalaman traumatik karena tindak kekerasan dari suaminya dan
aparat pemerintah di selama di Iran maupun selama perjalanannya yang gagal ke
Australia.
4. Klien mengalami gangguan tidur baik secara durasi dan kedalaman tidur.
5. Klien terputus kontak dengan keluarga dan anaknya di Iran.
6. Klien sulit ditinggal sendirian oleh suami karena takut kepada semua orang disekitarnya.
7. Kekhawatiran tidak dapat mengandung dan melahirkan keturunan secara normal dan
akan mempengaruhi hubungan dengan suami (ketakutan ditinggalkan suaminya.
8. Klien mengkhawatirkan masa depan yaitu kewarganegaraan dan tidak pernah akan
bertemu dengan anak perempuannya.
9. Klien memiliki motivasi atau keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Klien memiliki hubungan yang baik dan kepercayaankepada pekerja sosial dan team kerja
IOM khususnya bantuan konseling terapi psikolog dan psikiater untuk gangguan
psikologis lebih lanjut juga kegiatan sosial lainnya.
11. Suaminya memahami dan mendukung klien untuk mencari bantuan pertolongan dan
usaha-usaha penyelesaian masalah.
12. Klien memiliki kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan tata rias.
3. Teori Praktik Pekerjaan Sosial yang sesuai dengan konteks kasus tersebut,
a. Teori Berfokus Solusi (TBS)
TBS sehubungan dengan kasus klien ini sangat membantu dimana solusi- solusi
terapeutik dipandang sebagai makna yang baru yang dikembangan oleh klien dibantu
pekerja sosial melalui interaksi bahasa atau percakapan. Klien diajak untuk melihat
harapan-harapan atau masalahnya dan kenyataan mewujudkannya. Klien diharapkan
memiliki pemikiran yang realistis dengan bantuan TBS maka akan ditemukenali
solusi-solusi dan kemajuan. TBS dimulai dengan asumsi-asumsi klien adalah orang
yang berkompeten mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi,klien adalah pakar
dalam memaknai harapan-harapannya, tidak ada hubungan yang mutlak antara
masalah dan solusi, klien harus melakukan sesuatu yang berbeda untuk memecahkan
asalah ya se diri, ha ya satu peru aha ke il ya g dii gi ka da kalau tidak
agus , lakuka sesuatu ya g er eda . Beberapa pertanyaan yang berguna dalam
dialog berfokus pada solusi yaitu; (1) Pertanyaan berfokus pada perumusan tujuan
seperti siapa, dimana, apabila dan dimana, (2) Pertanyaan-pertanyaan menemukan
pengecualiaan seperti siapa, apa, kapan, dimana, (3) Pertanyaan berskala, (4)
Pertanyaan –pertanyaan menghadapi situasi dan, (5) Pertanyaan-pertanyaan apa
yang lebih baik.
b. Teori Narasi (TN)
Pendekatan teori narasi sehubungan dengan kasus klien ini yaitu bagaimana
membantu klien mendekonstruksi alur cerita yang dialami dan dirasakannya yang
menyedihkan, menyakitkan selama di Iran dan selama perjalanan ke Australia dan
terdampar di Indonesia. Dari cerita tersebut di munculkan suatu kekuatan bahwa dia
mampu melewatinya bahkan tidak membuat dia menjadi gila dan kini sudah
mendapat status refugee dan kemungkinan kedepan terbuka lebar mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, bahkan ada kemungkinan berjumpa lagi dengan anaknya.
Dalam kasus ini pekerja sosial berkolaberasi dengan klien sebagai pakar dari dirinya
sendiri untuk membentangkan alur ceritanya dan bersamanya mencari atau
meluaskan realitas-realitas lain (hal-hal positif) atau merekonstruksi realitas-realitas
baru melalui dialog (narasi). Konsep-konsep kunci terapi narasi :
1. Mengeksternalisasikan masalah, bagaimana cerita kasus ZN diatas dipisahkan dari
dirinya.
2. Cerita-cerita yang penuh dengan masalahnya tersebut bukanlah satu-satunya
kebenaran tentang dirinya tetapi klien didorong memperluas pandangannya tentang
kemampuan dirinya yang lainnya.
3. Memetakan bidang masalah, masa lalu, sekarang dan masa depan. Merujuk pada
pemetaan bisang masalah klien diharapkan melihat situasi masa kini dan akan datang
sebagai realitas baru.
4. Hasil-hasil yang unik seperti kemampuannya sampai di Indonesia mendapat status
refugee dan kemampuan adaptasi dalam kehidupan berbeda secara norma, nila,
budaya, etnik, bahasa dan situasi fisik,sosial ekonomi selama di Indonesia (daerah
transit).
5. Kemampuannya ini dapat menjadi contoh atau model yang dapat disebarluaskan
dalam sesi-sesi khusus pada kleompok dukungan sesuai dengan permasalahannya
(merasa dihargai/menumbuhkan self esteem).
4. Langkah-langkah intervensi
4.a Teori Berfokus Solusi :
Kegiatan ini disusun sesuai dengan tahapan perumusan masalah (seperti pada nomor 2 di
atas), tujuan, perencanaan,pelaksanaan dan monitoring evaluasi serta terminasi disusun
bersama dengan klien.
Semua tahapan tersebut didapat melalui tahapan sesi konseling.
Sesi I,
a Rumusan masalah, contoh pertanyaan perumusan apa yang menyebabkan anda selalu
bersedih,apa yang sudah anda usahakan dan apakah usaha2 tersebut membantu
mengurangi kesedihan anda? Beberapa masalah yang di inventarisir pada nomor 2 dapat
dirubah dalam rumusan masalah sesuai kerangka pertanyaan tersebut.
b Perumusan tujuan, contoh pertanyaan sehubungan dengan kesedihan. Apa bila anda
merasa lebih baik siapa orang yang akan diperhatikan pertama kali, apa yang dia lakukan,
kapan, dan yang selanjutnya akan anda lakukan? Adakah saat-saat anda tidak bersedih,
c. Pengecualian-pengecualian,, contoh pertanyaannya; adakah saat-saat anda tidak
bersedih, kapan dan bagaimana hal itu bisa terjadi?
d. Penskalaan, contoh pertanyaannya bagaimana skala kesedihan pra sesi, motivasi
untuk pengembangan solusi dan kepercayaan dalam mengembangkan solusi tidak
bersedih.
e. Mengahadapi sesuatu,contoh pertanyaannya saya kagum ...,bagaimana anda
menghadapi kesedihan tersebut, dapatkan kesedihan tersebut semakin memburuk,
siapakah yang dapat membantu?
Sesi II,
a. Apa yang lebih baik, pertanyaanya apakah sekarang sudah tidak bersedih lagi,
bagaimana hal itu bisa terjadi, apa yang anda lakukan supaya hal tersebut
terjadi,apakah hal tersebut baru bagi anda, tidak semua orang dapat
melakukannya, lalu apa lagi yang lebih baik supaya tidak bersedih lagi?
b. Melakukan lagi, apa yang perlu dilakukan untuk...mengulang lagi?
c. Kalau tidak ada yang lebih baik, bagaimana anda menghadapi situasi kesedihan
tersebut,bagaimana anda melakukannya, mungkinkah kesdihan anda akan
semakin memburuk
d. Kemajuan skala, pertanyaan sehubungan dengancapaian tingkatan bergerak
mengenai pnegskalaan kesediahan menaik atau menurun, mengapa berbeda.
Sesi III dan selanjutnya sesui kerangka sesi sebelumnya. Sesi ini dapat dilakukan secara
rutin hingga dirasakan tidak diperlukan lagi oleh klien dan diterminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Nick Coady, PhD, Peter Lehmann, PhD , LCSW, 2008, Theoretical Perspectives for Direct
Social Work Practice, New York : Springer Publishing Company, LLC
Sekretariat Negara, 2002, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, Jakarta : Sekretariat Negara
Soetarso, 1995, Praktek Pekerjaan Sosial, Bandung : Koperasi Mahasiswa STKS
Soetarso, 1999, Metoda-metoda Penyembuhan Sosial dalam Praktek pekerjaan Sosial,
Bandung : Koperasi Mahasiswa STKS
Yayasan YJP Jurnal Perempuan 55 Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, 2007, Anak Jalanan
Perempuan. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan, PT Percetakan Penebar
Swadaya
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
MATA UJIAN :
PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU DAN KELUARGA
DOSEN : Drs. BINSAR SIREGAR, M.Psi
NAMA
NPM
: YEREMIAS WUTUN
:
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)
WIDURI
1. Masalah Imigran Internasional di Indonesia
a.Rumusan masalah Imigran Internasional di Indonesia.
Penulis membagi dua kelompok imigran Internasional di Indonesia khususnya dalam rangka
meminta perlindungan Internasional (PBB_UNHCR).
a.1 Pencari suaka (asylum seeker) adalah seseorang yang dalam proses permintaan menjadi
pengungsi (refugee). Seorang pencari suaka yang meminta perlindungan akan dievaluasi melalui
prosedur penentuan status pengungsi, yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi
pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, dilakukan interview terhadap pencari suaka
tersebut dan akan melahirkan alasan – alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah status
pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah
kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang
sebelumnya ditolak. Bila masih ditolak status refugeenya maka orang tersebut selanjutnya tidak
mendapatkan perlindungan International sehingga menjadi tanggung jawab negara dimana dia
tinggal dan dapat di deportasi kembali ke negara asalnya.
a.2 Pengungsi (refugee) sesuai konvensi PBB 1951 yaitu seseorang yang dikarenakan oleh
ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu,
berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara
teresebut. Pengungsi tersebut tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka
terpaksa meninggalkan negaranya. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka
menjadi tanggung jawab komunitas internasional. Bila seseorang sudah diterima atau statusnya
sebagai pengungsi maka dia dapat di proses melalui bantuan UNHCR untuk mencari atau
ditempatkan atau dimukimkan ke negara ketiga yang bersedia menerima mereka.
Rumusan masalah pencari suaka dan pengungsi yaitu :
Berdasarkan proses migrasi terdiri dari pramigrasi dan keberangkatan, transit dan pemukiman
kembali (Drachman,1992)
Pramigrasi, situasi kehilangan dan trauma yang membekas dalam proses pengungsian
meninggalkan entitasnya. Transit ,pengalaman traumatik selama dalam perjalanan dan harus
menunggu dalam waktu yang lama untuk melalui proses pemukiman kembali ke negara ketiga.
Permukiman Kembali (resettlement) masalah adaptasi terhadap situasi lingkungan dan sistem
sosial yang baru yaitu bahasa, pendidikan,kesehatan,pekerjaan, norma dan budaya serta hak
dan kewajiban. Masalah lain yaitu keputusan imigran untuk kembali ke negara asalnya, berarti
harus siap mengahadapi situasi keamanan dan keselamatan termasuk membangun kehidupan
baru.
b.Faktor faktor yang menyebabkan :
-
Peperangan, ancaman keamanan, pembunuhan/kematian dan kekerasan serta ketiadaan
kehidupan yang layak.
-
Perlakuan yang diskriminatif karena masalah SARA pandangan politik yang berbeda.
dipenjara, kekerasan, perkosaan,ketakutan dan kematian dari anggota keluarga yang
merupakan pengalaman traumatik.
c.Dampaknya :
-
Secara fisik mengalami kecelakaan, kecacatan dan berbagai masalah kesehatan karena
ketidakmampuan secara fisik menyesuaikan dengan cuaca, makanan, dan situasi fisik di
lingkungan yang baru.
-
Secara psikis, membawa sisa-sisa trauma (PTSD) atau pengalaman buruk yang sulit
dihilangkan. Selain itu mengalami kebosanan, hilang kesabaran, kecemasan, frustasi,
depresi dengan situasi yang tidak menentu dalam proses menunggu mendapat status
refugee dan proses pemukiman di negara ketiga karena umumnya berlangsung lebih dari
2 tahun.
-
Secara Sosial,budaya,politik dan hukum. Kehilangan hak-hak dan kewajibannya dari
negara asalnya. Mengalami hambatan komunikasi, akses kepada sumber
ekonomi,pendidikan,kesehatan,beribadah, maupun hak politik maupun kebebasan
bergerak di wilayah transit (seperti Indonesia). Ketiadaan peran dan fungsi masingmasing anggota keluarga sehingga mengalami disfungsi sosial. Contoh orangtua tidak bisa
bekerja, anak tidak dapat bersekolah.
-
Ketakutan status refugeenya ditolak dan berakibat dikembalikan ke negara asalnya
(pulang untuk reintegrasi) karena ancaman hukuman dan keselamatan.Juga kecemasan
di daerah transit dan pemukiman negara ke tiga yang berhubungan dengan budaya;
berhubungan dengan norma, tradisi, nilai, bahasa, seni ketrampilan dan relasi
interpersonal dalam suatu masyarakat (Lum, 1999). etnisitas dan status minoritas
(Lum,1999).Masalah lain yaitu etnisitas dan status minoritas yang berhubungan sengan
fisik, budaya, agama,sejarah dan merasa kelompok tidak beruntung dan mendapatkan
perlakuan tidak sama di masyarakat mereka tinggal. (Devore & Schlesinger, 1998).
d. Strategi Intervensi :
1. Membangun akses pelayanan kepada sumber-sumber seperti pendidikan (formal dan
informal), pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah sakit), perlindungan keamanan
lingkungan,polisi dan imigrasi dan memfasilitasi fasilitas akomodasi dan pemenuhan kebutuhan
dasar hidup.
2. Menyelenggarakan kegiatan sosial dan pendidikan ketrampilan hidup yang berhubungan
dengan pengisian waktu luang secara rutin seperti olahraga, kegiatan keagamaan dan
kemampuan migran beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru.
3. Pengembangan pusat informasi dan konseling bagi imigran yang memerlukan bantuan bersifat
informasi dan menyelesaikan masalah-masalah bersifat individual dan keluarga.
4. Membangun team kerja yang berkapasitas memiliki pengetahuan dan pemahaman situasi
imigran dari berbagai etnis dan negara dan kemampuan pengembangan praktik yang efektif yang
kompeten secara budaya yang diadaptasikan khusus untuk pengungsi dan imigran
(Greene,Watkins,McNutt & Lopez, 1998; Lum,1999; Sue, Arrendondo & McDavis, 1992).
2. Contoh kasus klien Imigran International
2.a. Identitas Klien
IOM ID
Nama
Jenis Kelamin
Tempat Tanggal Lahir
Kewarganegaraan
Agama
Pendidikan
Status
Suami
Jumlah anak
Pekerjaan sebelumnya
Status UNHCR
UN ID no
No Hp
Masuk Indonesia
Klien dirujuk Imigrasi ke IOM Bogor
: CGK----: ZN
: Perempuan
: Taheran, 6 september 1973
: Iran
: Islam
: SLTA
: Menikah
: J (36 tahun)
: 1 (perempuan) tinggal di Iran.
: Ibu Rt
: Refugee
: 186-10C.....
: 08588812.....
: Jakarta, 1 November 2010
: 9 Mei 2011
2.b Proses awal menemukan klien
Perjalanan klien datang dari Iran menuju Dubai (menggunakan angkutan darat). Tinggal beberapa
hari di Dubai dengan membuat pasport palsu oleh penyelundup menuju Indonesia pada tanggal
13 Oktober 2010 langsung ke Jakarta. Klien tinggal selama 8 hari di Jakarta (ditampung oleh
penyelundup) dan melanjutkan perjalanan ke Ujung Pandang menggunakan pesawat. Tinggal
selama 2 hari di Ujung Pandang selanjutnya menggunakan kapal laut menuju Australia melewati
Sumba namun kapalnya pecah-karam dan mereka ditangkap polisi lalu diserahkan ke Imigrasi dan
selanjutnya di tahan di Rudenim Ujung Pandang. Tinggal selama 6 bulan di Rudenim Ujung
Pandang dan pada tanggal 6 Mei 2011 di rujuk ke Imigrasi Bogor dan menjadi klien IOM Bogor.
Klien ditempatkan di akomodasi hotel di wilayah Cisarua-Puncak.
Gambaran permasalahan sosial klien
1) Klien mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya yang pertama di
Taheran
2) Klien mengalami trauma karena suaminya pertamanya bersama aparat
pemerintah di Iran melakukan beberapa percobaan sehubungan dengan
kandungannya tanpa persetujuannya.
3) Suaminya saat (ini (J) adalah orang yang membantu melarikan dirinya dari situasi
tersebut, dimana J adalah teman yang dekat juga dengan suami pertamanya. J
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
juga menjadi korban yang dicari oleh pihak suami pertama dan pemerintah
karena dianggap membawa lari dirinya. Keluarga J di Iran sering diinvestigasi
sehingga tidak ada kontok dengan keluarganya.
Bila mengingat situasi anak perempuan yang ditinggalnya sudah berusia 13 tahun
dia merasakan kesedihan, sementara keluarganya maupun anak perempuannya
tersebut saat ditinggal berada di keluarga suaminya.
Secara seksual hubungan dengan suaminya saat ini mengalami gangguan, sulit
berhubungan seksual bila mengingat situasinya dimana anak kandungannya
digunakan untuk percobaan (diinjeksi untuk bayi tabung dari benih hewan). Dia
juga mengalami keguguran 2 kali dan merasa tidak ada harapan untuk hamil lagi.
Secara psikologi sangat curiga, mudah marah, pendiam, mudah bersedih dan
menangis bila menceritakan masa lalunya, dan merasa tidak bergunan dan
merasa tidak ada harapan dia bertemu dengan anaknya. Pada malam hari
mengalami kesulitan tidur baik durasi tidur maupun kedalaman tidur (sering
mimpi buruk dan sulit tidur kembali).
Secara sosial, tidak memiliki kawan, bahkan untuk berinteraksi dengan
tetangganya dan sangat sensitif dengan suara bising yang ditimbulkan karena
kegiatan memasak, anak bermain yang membuat dia juga dikucilkan
tetangganya. Walaupun ada beberapa kegiatan sosial kelompok yang disediakan
oleh IOM dia tidak ikut berpartisipasi.
Ketakutan klien untuk kembali ke Iran bahkan bertemu dengan sesama
pengungsi Iran, ditakutkan informasi bocor sehingga suami atau orang suruhan
suami pertama akan mendatangi mereka di Indonesia.
Hubungan secara emosional dengan suaminya (J), bila suami meninggalkannya
terlalu lama di rumah sendirian dia akan mudah marah, curiga hingga
tindakannya merusak semua perabotan rumah tangga (membanting dan
menghancurkan).
Walaupun mereka sudah mendapat status refugee tetapi belum ada kepastian
untuk penempatan pemukiman di negara ketiga (sudah 2 tahun menunggu di
Indonesia) sehingga merasa bosan dan cemas akan masa depan yang belum jelas.
Upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan klien.
1. Klien berupaya mengurangi kesedihannya dengan melakukan kegiatan bersifat spiritual.
2. Klien berupaya mendorong suaminya untuk mencari informasi tentang anak
perempuannya di Iran.
3. Dalam rangka kesiapan ketrampilan hidup seperti bahasa Inggris, klien berupaya belajar
sendiri melalui komputer/internet dan komunikasi harian dengan suaminya.
4. Klien bersedia untuk melakukan konsultasi dan asesment tentang kondisi psikologisnya
dengan Social Worker (SW), Psikolog maupun psikiater.
5. Klien berupaya mencari informasi secara rutin dengan pihak UNHCR mengenai proses
pemukiman di negara ketiga dan mengenai upaya membantu menemukan anak
perempuannya di Iran.
6. Klien berupaya untuk melakukan kegiatan di luar supaya dapat mengurangi kesedihan
dengan mengikuti gym tetapi mengalami kesulitan dengan kemacetan puncak dan
merasa dilecehkan orang lokal dalam angkutan.
7. Menyewa motor mengatasi kemacetan dan pelecehan tetapi suami tidak memiliki SIM.
8. Mengurangi komplain dengan tetangganya karena kebisingan dengan meminta bantuan
SW untuk memberikan pengertian kepada tetangganya supaya memahami situasinya.
9. Berupaya untuk meningkatkan kemampuan riasnya (salon) serta keinginan untuk
mengajarkannya kepada orang lain, tetapi belum tersalurkan.
10. Menyikbukkan diri dengan belajar mandiri, pekerjaan rumah tangga dan berharap dapat
tidur dengan mudah dimalam hari.
11. Berusaha mempercayai suaminya saat ini bahwa suami mencintainya dan dengan segala
kekurangannya dan tidak takut ditinggalkannya.
Kesimpulan pekerja sosial tentang pokok masalah dan potensi mengatasinya:
1. Klien sering bersedih karena rasa bersalah telah meninggalkan anak perempuannya di
Iran.
2. Klien kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial karena kecurigaan, ketidak
percayaan dan ketakutan dikejar bayang-bayang suami pertamanya.
3. Klien mengalami pengalaman traumatik karena tindak kekerasan dari suaminya dan
aparat pemerintah di selama di Iran maupun selama perjalanannya yang gagal ke
Australia.
4. Klien mengalami gangguan tidur baik secara durasi dan kedalaman tidur.
5. Klien terputus kontak dengan keluarga dan anaknya di Iran.
6. Klien sulit ditinggal sendirian oleh suami karena takut kepada semua orang disekitarnya.
7. Kekhawatiran tidak dapat mengandung dan melahirkan keturunan secara normal dan
akan mempengaruhi hubungan dengan suami (ketakutan ditinggalkan suaminya.
8. Klien mengkhawatirkan masa depan yaitu kewarganegaraan dan tidak pernah akan
bertemu dengan anak perempuannya.
9. Klien memiliki motivasi atau keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Klien memiliki hubungan yang baik dan kepercayaankepada pekerja sosial dan team kerja
IOM khususnya bantuan konseling terapi psikolog dan psikiater untuk gangguan
psikologis lebih lanjut juga kegiatan sosial lainnya.
11. Suaminya memahami dan mendukung klien untuk mencari bantuan pertolongan dan
usaha-usaha penyelesaian masalah.
12. Klien memiliki kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan tata rias.
3. Teori Praktik Pekerjaan Sosial yang sesuai dengan konteks kasus tersebut,
a. Teori Berfokus Solusi (TBS)
TBS sehubungan dengan kasus klien ini sangat membantu dimana solusi- solusi
terapeutik dipandang sebagai makna yang baru yang dikembangan oleh klien dibantu
pekerja sosial melalui interaksi bahasa atau percakapan. Klien diajak untuk melihat
harapan-harapan atau masalahnya dan kenyataan mewujudkannya. Klien diharapkan
memiliki pemikiran yang realistis dengan bantuan TBS maka akan ditemukenali
solusi-solusi dan kemajuan. TBS dimulai dengan asumsi-asumsi klien adalah orang
yang berkompeten mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi,klien adalah pakar
dalam memaknai harapan-harapannya, tidak ada hubungan yang mutlak antara
masalah dan solusi, klien harus melakukan sesuatu yang berbeda untuk memecahkan
asalah ya se diri, ha ya satu peru aha ke il ya g dii gi ka da kalau tidak
agus , lakuka sesuatu ya g er eda . Beberapa pertanyaan yang berguna dalam
dialog berfokus pada solusi yaitu; (1) Pertanyaan berfokus pada perumusan tujuan
seperti siapa, dimana, apabila dan dimana, (2) Pertanyaan-pertanyaan menemukan
pengecualiaan seperti siapa, apa, kapan, dimana, (3) Pertanyaan berskala, (4)
Pertanyaan –pertanyaan menghadapi situasi dan, (5) Pertanyaan-pertanyaan apa
yang lebih baik.
b. Teori Narasi (TN)
Pendekatan teori narasi sehubungan dengan kasus klien ini yaitu bagaimana
membantu klien mendekonstruksi alur cerita yang dialami dan dirasakannya yang
menyedihkan, menyakitkan selama di Iran dan selama perjalanan ke Australia dan
terdampar di Indonesia. Dari cerita tersebut di munculkan suatu kekuatan bahwa dia
mampu melewatinya bahkan tidak membuat dia menjadi gila dan kini sudah
mendapat status refugee dan kemungkinan kedepan terbuka lebar mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, bahkan ada kemungkinan berjumpa lagi dengan anaknya.
Dalam kasus ini pekerja sosial berkolaberasi dengan klien sebagai pakar dari dirinya
sendiri untuk membentangkan alur ceritanya dan bersamanya mencari atau
meluaskan realitas-realitas lain (hal-hal positif) atau merekonstruksi realitas-realitas
baru melalui dialog (narasi). Konsep-konsep kunci terapi narasi :
1. Mengeksternalisasikan masalah, bagaimana cerita kasus ZN diatas dipisahkan dari
dirinya.
2. Cerita-cerita yang penuh dengan masalahnya tersebut bukanlah satu-satunya
kebenaran tentang dirinya tetapi klien didorong memperluas pandangannya tentang
kemampuan dirinya yang lainnya.
3. Memetakan bidang masalah, masa lalu, sekarang dan masa depan. Merujuk pada
pemetaan bisang masalah klien diharapkan melihat situasi masa kini dan akan datang
sebagai realitas baru.
4. Hasil-hasil yang unik seperti kemampuannya sampai di Indonesia mendapat status
refugee dan kemampuan adaptasi dalam kehidupan berbeda secara norma, nila,
budaya, etnik, bahasa dan situasi fisik,sosial ekonomi selama di Indonesia (daerah
transit).
5. Kemampuannya ini dapat menjadi contoh atau model yang dapat disebarluaskan
dalam sesi-sesi khusus pada kleompok dukungan sesuai dengan permasalahannya
(merasa dihargai/menumbuhkan self esteem).
4. Langkah-langkah intervensi
4.a Teori Berfokus Solusi :
Kegiatan ini disusun sesuai dengan tahapan perumusan masalah (seperti pada nomor 2 di
atas), tujuan, perencanaan,pelaksanaan dan monitoring evaluasi serta terminasi disusun
bersama dengan klien.
Semua tahapan tersebut didapat melalui tahapan sesi konseling.
Sesi I,
a Rumusan masalah, contoh pertanyaan perumusan apa yang menyebabkan anda selalu
bersedih,apa yang sudah anda usahakan dan apakah usaha2 tersebut membantu
mengurangi kesedihan anda? Beberapa masalah yang di inventarisir pada nomor 2 dapat
dirubah dalam rumusan masalah sesuai kerangka pertanyaan tersebut.
b Perumusan tujuan, contoh pertanyaan sehubungan dengan kesedihan. Apa bila anda
merasa lebih baik siapa orang yang akan diperhatikan pertama kali, apa yang dia lakukan,
kapan, dan yang selanjutnya akan anda lakukan? Adakah saat-saat anda tidak bersedih,
c. Pengecualian-pengecualian,, contoh pertanyaannya; adakah saat-saat anda tidak
bersedih, kapan dan bagaimana hal itu bisa terjadi?
d. Penskalaan, contoh pertanyaannya bagaimana skala kesedihan pra sesi, motivasi
untuk pengembangan solusi dan kepercayaan dalam mengembangkan solusi tidak
bersedih.
e. Mengahadapi sesuatu,contoh pertanyaannya saya kagum ...,bagaimana anda
menghadapi kesedihan tersebut, dapatkan kesedihan tersebut semakin memburuk,
siapakah yang dapat membantu?
Sesi II,
a. Apa yang lebih baik, pertanyaanya apakah sekarang sudah tidak bersedih lagi,
bagaimana hal itu bisa terjadi, apa yang anda lakukan supaya hal tersebut
terjadi,apakah hal tersebut baru bagi anda, tidak semua orang dapat
melakukannya, lalu apa lagi yang lebih baik supaya tidak bersedih lagi?
b. Melakukan lagi, apa yang perlu dilakukan untuk...mengulang lagi?
c. Kalau tidak ada yang lebih baik, bagaimana anda menghadapi situasi kesedihan
tersebut,bagaimana anda melakukannya, mungkinkah kesdihan anda akan
semakin memburuk
d. Kemajuan skala, pertanyaan sehubungan dengancapaian tingkatan bergerak
mengenai pnegskalaan kesediahan menaik atau menurun, mengapa berbeda.
Sesi III dan selanjutnya sesui kerangka sesi sebelumnya. Sesi ini dapat dilakukan secara
rutin hingga dirasakan tidak diperlukan lagi oleh klien dan diterminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Nick Coady, PhD, Peter Lehmann, PhD , LCSW, 2008, Theoretical Perspectives for Direct
Social Work Practice, New York : Springer Publishing Company, LLC
Sekretariat Negara, 2002, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, Jakarta : Sekretariat Negara
Soetarso, 1995, Praktek Pekerjaan Sosial, Bandung : Koperasi Mahasiswa STKS
Soetarso, 1999, Metoda-metoda Penyembuhan Sosial dalam Praktek pekerjaan Sosial,
Bandung : Koperasi Mahasiswa STKS
Yayasan YJP Jurnal Perempuan 55 Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, 2007, Anak Jalanan
Perempuan. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan, PT Percetakan Penebar
Swadaya