Review Jurnal dan Buku sekaran

Review Jurnal dan Buku
I
Baca buku daras seminar STFD tentang filsafat alam dan kosmologi "The Philosophy of Nature" (1954)
karya Andrew G. Van Melsen. Dari buku tersebut mendapat pemahaman tentang metode tertentu untuk
memahami filsafat alam. Melsen menjelaskan adanya tiga ciri mendasar filsafat alam: a) sintesis dari
pencapaian penelitian dalam sains, b) refleksi dari hasil sintesis, c) metode dan analisa atau filsafat
ilmu. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tidak ada ruang untuk “berspekulasi” dalam filsafat alam.
Filsafat alam menurutnya berada dalam ranah struktur mendasar pengalaman atau dunia pra-ilmiah
Husserlian. Ia berakhir pada refleksi tentang pengetahuan atau kapasitas nalar manusia dalam nalar
Kantian. Epistemologi menjadi penting dipahami. Melsen menjelaskan banyak pemikiran Aristoteles.
Pada bagian akhir adalah tentang determinisme dan kebebasan. Apakah alam mendeterminasi
sehingga kita tidak mempunyai kebebasan?
II
Artikel bagus membahas relevansi hermeneutika dalam menafsir Alquran dalam jurnal pemikiran dan
peradaban Islam ISLAMIA Vol III NO 3, 2008 bertema "Wajah Universitas Islam: Antara Islamisasi dan
Sekularisasi-Liberalisasi". Tulisan berjudul "Dampak Hermeneutika Schleiermacher dan Dilthey
terhadap Studi Alquran" oleh Adnin Armas menjelaskan dimensi metahistoris dari Alquran.
Hermeneutika tidak bisa digunakan karena menurutnya wahyu itu melampaui konteks sosial dan
sejarah. Sedangkan hermeneutika terbatas pada dimensi faktual teks dalam sejarah. Pemikir
hermeneutika Islam seperti Mohamed Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd seperti dijelaskan percaya
tentang dimensi historis teks Alquran. Seperti halnya hermeneutika Schleiermacher dan Dilthey, yang

melihat semua teks secara esensi sama, sehingga hermeneutika dapat dijadikan alat untuk menafsir
semua bentuk teks. Dapatlah dikatakan tafsir kitab suci itu bebas nilai.
Menurut saya tidak semua ayat Alquran berada di luar konteks sejarah. Istilah 'asbab alnuzul',
misalnya, menerangkan tentang sebab suatu ayat diturunkan. Berarti bisa juga ditelaah secara historis.
Lebih menarik kalau dilihat dari perspektif hermeneutika yang lebih kontemporer seperti Heidegger,
Gadamer dan Paul Ricoeur.
III
Jurnal AI (Antropologi Indonesia) Vol. 31. No. 3 2010 salah satu artikelnya membahas teori migrasi.
Artikel tersebut, ditulis oleh Khaerul Umam Noer, berjudul "Meninjau Ulang Teori Migrasi, di Mana posisi
Perempuan? Kritik, Tawaran, dan Implikasi". Migrasi sudah terjadi sejak zaman prasejarah. Dijelaskan
oleh penulisnya, migrasi selalu bermotif ekonomi, namun dalam perkembangannya beralih ke motif
yang lebih berasaskan kebebasan individual. Teori migrasi klasik dan kontemporer dalam antropologi,
sebagaimana dikritik oleh penulisnya, melupakan posisi dan terutama pengalaman perempuan sebagai
pelaku migrasi. Laki-laki dan perempuan sama-sama melakukan migrasi.
IV
Membaca artikel Goenawan Mohamad tentang subjek dalam jurnal Diskursus (2005) edisi simposium
memperingati 200 tahun wafatnya Immanuel Kant. Saya baca di perpus Depdiknas Jum'at kemarin.
Dalam skema filsafat Kant, terutama ketika dikaitkan dengan kebebasan, subjek dijelaskan tereduksi.

GM membandingkannya dengan konsep subjek sebagaimana diilustrasikan dalam puisi "Aku" karya

Chairil Anwar. Konsep subjek dalam artikel GM berjudul "The Difficulty of the Subject" tersebut saya
kira sudah menemukan dimensi pascafenomenologisnya.
Artikel lainnya terdiri dari para filsuf Indonesia dan Jerman. Romo Franz Magniz-Suseno menulis artikel
dengan judul "Nail of the World or Umbrella of Reason? Javanese Ideals on Power and Immanuel
Kant's Republicanism". Saya lihat dari sebuah buku, artikel tersebut diterbitkan di India. Saya datang
waktu acara ini diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta.
V
Lutz Richter-Bernbug meneropong sejarah obat-obatan/medis dalam dunia Islam. Dalam majalah
dialog kebudayaan dengan dunia Islam, publikasi Goethe-Institute, "Fikrun wa Fann/Art and Thought",
ia menulis artikel bagus "Medicine in the Islamic Empire, 700 - 900 CE: An Overview". Menurutnya
perkembangan dunia kedokteran dalam Islam tak lepas dari dokter-dokter Nestorian dari kota
Gondeshapur. Nestorian adalah aliran dalam kekristenan yang memiliki kecenderungan cara pandang
kebijaksanaan alam. Lutz mengatakan bahwa gereja Nestorian punya tradisi pendidikan kedokteran
yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan ilmu kedokteran dalam dunia Islam.
Ia mengatakan dalam suatu paragraf bahwa tradisi pengobatan tidak tersebut dalam Alquran atau tidak
ada dalam tradisi prophetic medicine. Menurut saya ada dalam surat An-Nahl. Lebah dan madunya
dalam suatu ayat dikatakan bahwa ia diciptakan sebagai obat.
VI
Buku "The Visible and the Invisible" (1968) Maurice Merleau-Ponty melampirkan working notes dalam
bentuk fragmen-fragmen pemikiran utama. Untuk memahami Merleau-Ponty menurut saya lebih

mudah membaca catatan kerjanya. Bisa buat catatan filsafat teknologi via facebook tapi memang
kurang untuk argumen dan tak bisa konsisten.
VII
Kuntowijoyo dalam bukunya "Islam sebagai Ilmu" (2004) mengkritik proyek Islamisasi ilmu Ismail
Alfaruqi. Menurutnya, konsepnya kurang tepat, seharusnya pengilmuan Islam. Kuntowijoyo lebih
melihat bahwa semua ilmu sudah Islam. Jadi gagasannya bukan mengembalikan ilmu-ilmu (atau yang
kontekstual) kepada teks, melainkan mengkontekstualisasikan teks agar agama tidak terasing dari
kenyataan. Ia mengistilahkannya dengan demistifikasi Islam. Kritik Kuntowijoyo bahwa Islam sebagai
ilmu haruslah objektif. "Islam mengakui objektifitas. Teknologi itu sama di mata orang Islam atau orang
kafir" kata Kuntowijoyo. Konsep sentralnya mengenai sumber ilmu humaniora dalam Alquran, kita bisa
sebut di antaranya seni, filsafat, dan agama.
VIII
Integrasi ilmu dan agama apakah relevan? Buku "Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi"
(Mizan, 2005) berisi kumpulan tulisan membahas relevansi integrasi ilmu dan agama. Tulisan bagus
dari Azyumardi Azra berjudul "Reintegrasi Ilmu-ilmu dalam Islam". Kritik Azyumardi adalah tentang
kenyataan dunia Islam masa kini dimana ilmu dan terutama metodologi keilmuan dinilai tertinggal
dengan dunia lainnya. Filsafat ilmu dalam dunia Islam perlu membahas permasalahan realitas konkret.
Ia menerangkan tentang pentingnya integrasi ilmu dan agama seraya memberi contoh IAIN yang
menjadi UIN.


IX
Buku-buku Henri Bergson pada masanya disegel oleh Vatikan sehingga menimbulkan protes dari para
pembaca filsafat. Bergson adalah filsuf Prancis beragama Yahudi yang kemudian menjadi bagian dari
gereja Katolik Roma. Bukunya yang terkenal diantaranya "Matter and Memory" (1911), "Creative
Evolution" (1911), "Laughter: An Essay of the Meaning of the Comic" (1900). Bergson percaya bahwa
dunia kehidupan dikondisikan oleh elan vital atau vital force. Elan vital ini energi bukan mekanisme
yang mencipta kehidupan.
X
Buku “The Looking Glass Universe” (1994) karya John P. Briggs dan F. David Peat bagus untuk
memahami alam kehidupan dari dimensi non-materialnya atau argumen untuk percaya adanya
rasionalitas dunia yang tak tercerap. Dari pemikiran ilmuwan-ilmuwan tersebut dalam buku, kita dapat
mengerti bahwa diskursus tentang sains yang menggejala pasca revolusi kuantum cenderung kembali
ke cara pandang metafisika. Saya baca dari koleksi buku sainsnya Karlina Supelli.
XI
Nidhal Guessoum dalam bukunya "Islam dan Sains Modern" (Mizan, 2014) menuliskan perdebatan
filsafat ilmu pengetahuan dalam Islam yang meliputi pemikiran Seyyed Hossein Nasr, Ismail Alfaruqi,
dan Ziauddin Sardar. Sardar mengkritik formalisme Islamisasi ilmu Alfaruqi dan sains sakral Nasr.
Filsafat perenial Nasr, misalnya, menyatakan semua ilmu bersumber dari kecerdasan Illahiah. Dengan
alasan ini, ilmu mestilah berjalan seiring dengan wahyu sebagai sumber utama ilmu. Mengenai posisi
Nasr, Sardar mengkritik karena telah membawa pada sikap anti kemajuan dan terlalu mistis, dikatakan

oleh Guessoum, Nasr tidak mempercayai teori evolusi. Guessoum menjelaskan kontroversi teori
evolusi dari perspektif teori perancangan cerdas. Teori evolusi adalah berdasarkan fakta keilmuan dan
dapat diargumentasikan seiring dengan pandangan dunia agama. Ia mengatakan, dengan mengacu
pada pemikir teori perancangan cerdas dari tradisi Barat, laju evolusi kehidupan diarahkan oleh Tuhan.
XII
Pertanyaan mengenai Islamisasi ilmu pernah diajukan oleh Prof. Dr. Achmad Baiquni seorang
fisikawan muslim dalam surat pembaca di jurnal ilmu dan kebudayaan Ulumul Qur'an. Katanya apakah
Islamisasi ilmu berkaitan dengan proses dekonstruksi ilmu-ilmu seperti kemungkinan merubah besaran
dalam fisika? Awalnya saya pun berpikir demikian. Islamisasi menurut pembacaan saya sama dengan
kritik ilmu dalam arti ilmu mesti dilihat dari perspektif etika dalam Islam.
XIII
Insight dari acara Brain Games di NG Chanel. Realitas yang kita persepsikan pada dasarnya adalah
realitas 2D. Otak mengkonversi tampilan realitas menjadi 3D, yang kita lihat tak identik dengan realitas
sesungguhnya. Misalnya kita melihat ilusi-ilusi gambar 2D yang seakan-akan merupakan realitas 3D
atau ilusi ukuran benda-benda yang ditentukan dari relasi dan jarak benda-benda tersebut. Istilahnya
ilusi 'anamorfik'. Dalam filsafat teknologi Don Ihde kita ketahui bahwa persepsi bersifat multistabil atau
memiliki ragam bentuk persepsi. Persepsi kultural yang menyejarah atau makropersepsi menentukan
bagaimana kita melihat realitas.
XIV


Buku “About Time: Einstein’s Unfinished Revolution” (1996) karangan Paul Davies berbicara tentang
waktu perspektif ilmu fisika. Buku ini menurut saya bisa membuat kita lebih menghargai waktu. "Tak
ada makan siang gratis" atau "ada harga yang harus dibayar" adalah perumpamaan-perumpamaan
filosofis tentang alam semesta yang mewaktu melalui proses yang bersifat fisika, ia tidak mungkin
berawal dari ketiadaan. Tapi kenyataannya, demikian kata Paul Davies, alam itu makan siang gratis.
Creatio ex nihilo.