Pengelolaan Energi Sumber Daya Alam dala

MATA KULIAH EKONOMI SUMBER DAYA ALAM

TUGAS MAKALAH
PENGELOLAAN ENERGI UNTUK KEMAKMURAN
MASYARAKAT DALAM PANDANGAN ISLAM

Dosen : Sri Muljaningsih, M.Sp.

Penyusun
Muhammad Said Hannaf

145020501111025

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNVERSITAS BRAWIJAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang


Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan)
dengan baik. Berdoalah kepadaNya dengan rasa takut dan penuh harap.
Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang
berbuat kebaikan. (QS 7:56)

Peranan energi sangat penting bagi akselerasi aktivitas perekonomian,
utamanya sebagai bahan bakar untuk proses produksi. Mesin produksi hanya dapat
bekerja optimal jika energi yang tersedia mencukupi dan sesuai dengan
karakteristik mesin. Selain sebagai bahan bakar, energi juga dapat dipakai sebagai
bahan baku produk. Kebutuhan energi akan terus meningkat seiring pertumbuhan
ekonomi nasional yang dicirikan antara lain dengan perkembangan sektor industri
dan peningkatan jumlah penduduk. Namun pemerintah mengalami kesulitan untuk
mengimbangi kenaikan permintaan tersebut dengan penyediaan energi yang cukup
dan tepat sasaran serta energi yang ekonomis. Untuk itu, pemerintah berupaya
untuk menciptakan kebijakan yang ideal sedemikian agar kenaikan kebutuhan
energi dapat diimbangi dengan kenaikan penyediaan energi yang akan
menghasilkan tambahan output. Permasalahan energi di Indonesia dalam sebuah
situs berita okezone.com 21 Mei 2014 menjadi hal yang urgent bagi Indonesia.
Pengamat Energi Sofyano Zakaria mencatat sejumlah persoalan besar yang menjadi tantangan di

sektor energi dan sumber daya mineral untuk disikapi serta harusnya menjadi bagian visi dan misi
Presiden-Wakil Presiden terpilih. Mengingat hal ini menjadi pilar utama pendorong perekonomian
nasional, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
"Langkah strategis untuk memaksimalkan pendapatan negara di sektor energi dan sumber daya
mineral seharusnya menjadi program kerja prioritas pemerintahan baru," ungkap Sofyano di
Jakarta, Rabu (21/5/2014)
Lalu bagaimana presiden dan wakil presiden terpilih terhadap keberadaan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS). Banyak tantangan peningkatan produksi minyak nasional, sebab target
lifting minyak dalam 10 tahun pemerintahan terakhir terus merosot.
“Lifting 870.000 barel yang dipatok dalam APBN 2014 kembali meleset, hanya tercapai kurang
dari 820.000 barel. Dan kini ditetapkan 810.000 barel dalam APBN-Perubahan 2014,"
sambungnya.
Selain itu, kondisi subsidi BBM yang terus meningkat setiap tahunnya dan selama ini dinilai
membebani APBN. Kebijakan strategis apa yang akan diambil oleh Pemimpin baru Indonesia
terhadap subsidi BBM tersebut. "Menghapus subsidi BBM yang berarti mengalihkan beban

1

kepada rakyat atau mengeluarkan solusi lain?" Kata dia.
Kemudian, memaksimalkan pasokan gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ke depan,

Pemerintah mau tidak mau harus mampu menjalankan tata kelola dan manajemen gas yang
terintegrasi (integrated gas management) yang meliputi pengelolaan gas secara menyeluruh
termasuk LNG dan gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG).
"Dibidang ketenagalistrikan nasional, maraknya kasus pemadaman dan rendahnya rasio
elektrifikasi (RE), menempatkan program ketenagalistrikan masih perlu ditata ulang untuk
memperkuat dan keandalan pasokan listrik di seluruh wilayah NKRI," jelasnya.
Kemudian dibidang pertambangan, kebijakan larangan ekspor mineral mentah sebagai amanah
dari UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara perlu mendapat perhatian agar UU tersebut tetap
bisa dijalankan secara efektif dan sebagai pelindung dari para pengeruk bumi yang tidak
bertanggung jawab.
(rzy)

Kemudian dalam berita yang disampaikan melalui situs kementerian
perindutrian dan perdagangan, pengembangan industri berskala besar di Indonesia
selalu terhambat dengan masalah energi dan buruh. Membahas persoalan energi
berhubungan dengan pemangku kebijakan dan kepentingan oleh karena itu energi
yang bersumber dari alam ini harus kita kelola dengan optimal melalui sebuah sudut
pandang yang baru.
Lebih lanjut potensi berbagai regulasi yang diciptakan oleh pemerintah
seperti undang-undang no 30 tahun 2007 tentang energi dan undang-undang No 4

tahun 2009 tentang mineral dan batubara menjadi legal framework pengaturan
energi nasional sehingga menciptakan pengelolaan tata energi nasional yang
menjamin seluruh hak masyarakatnya. Melihat peluang yang ada dan membaca
situasi pasar. Berdasarkan data, Indonesia memiliki peluang untuk menghasilkan
suatu produk yang memiliki nilai tambah hasil dari penggunaan gas dan minyak
bumi dalam proses produksinya. Dengan asumsi bagaimana pemerintah mampu
mengawal dengan baik industrialisasi energi untuk swasembada energi. karena
potensi yang besar itu juga menjadi celah dalam kecurangan dan kejahatan mafia
yang berpengauh besar terhadap produksi energi nasional ini. Peluang masyarakat
dalam industrialisasi energi nasional hal ini juga membuka kran kesempatan kerja
dan peningkatan transfer teknologi sehingga memengaruhi seluruh kegiatan
perekonomian agregat.
Ketidaktimpangan antara permintaan dan penawaran energi yang terjadi di
Indonesia sangat menarik untuk dibahas dalam sudut pandang Islam. Menurut
stakeholder terkait bahwa terjadi permasalahan dalam proses distribusi gas yang
2

memicu terjadinya ketidakteraturan antara industri-industri yang membutuhkan gas
dalam kegiatannya. Oleh karena itu alur koordinasi kelembagaan yang perlu
diperbaharui sangat penting untuk mendorong keberhasilan swasembada energi di

Indonesia.

Permasalahan terkait energi

Gambar 1
Bagaimana ketiga dimensi ini saling bersinggungan yang mana menciptakan
keberhasilan pembangunan ekonomi, perlindungan terhadap lingkungan dan
ketersediaan energi dalam batas aman. Islam menghendaki sebuah prinsip
pengelolaan sumber daya alam yang bertuju pada pemenuhan kebutuhan dan ramah
lingkungan sebagaimana dijelaskan, perilaku tersebut tentunya sebagai bentuk
amanah dan pertanggungjawaban manusia dihadapan Alloh Subhanahu Wa Ta Ala
nantinya.

1.2. Masalah
1. Bagaimana Islam memandang peran negara dalam mengelola energi?

3

2. Bagaimana Islam membentuk pengelolaan energi yang optimal dan
berkelanjutan?


1.3. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan ini
difokuskan untuk mengetahui dua poin penting, yaitu : Bagaimana peran
negara dalam pengelolaan energi menurut pandangan Islam serta bagaimana
solusi teknis untuk mewujudkan swasembada energi (sumber daya alam).

1.4. Manfaat Penulisan
Ekspektasi dari penulisan ini adalah timbulnya kebermanfaatan yang
berkelanjutan, adapun kebermanfaatan tersebut dibagi dalam dua aspek,
yaitu:


Manfaat Akademis Penulisan ini diharapkan mampu menjadi tambahan
informasi kepada pihakpihak lain, terkait kebijakan pengelolaan energi
di Indonesia

 Manfaat Praktis Penulisan ini diharapkan mampu menjadi solusi
alternatif bagi stakeholder untuk patuh dan taktis dalam menjalankan
kebijakan pengelolaan energi sumber daya alam untuk mewujudkan

swasembada energi nasional.

4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Energi
Kata energi berasal dari bahasa Yunani yakni energia yang artinya ialah kegiatan/
aktivitas. Terdiri dari dua kata yaitu en (dalam) dan ergon (kerja). Jadi energi
mempunyai arti umum yaitu kemampuan untuk melakukan sebuah pekerjaan atau
usaha.
Beberapa ahli yang mengemukakan penjelasan mengenai energi
1. Pardiyono menjelaskan bahwa energi merupakan bentuk kekuatan yang
dihasilkan atau diperoleh dari suatu benda
2. Aip Saripudin mengatakan energi kemampuan untuk melakukan urusan
atau bisnis
3. Sumantoro mengatakan bahwa energi merupakan kemampuan untuk
melakukan sebuah pekerjaan yang sifatnya mendorong atau memindahkan
benda atau objek.
4. Arif Alfatah dan Muji Lestari mereka menerangkan bahwa energi

merupakan sesuau yang amat dibutuhkan oleh tubuh manusia supaya dapat
melakukan suatu pekerjaan bisnis.
5. Alvin Hadiyyono bahwa energi ialah sesuatu yang bergerak dan juga
mempunyai hubungan dengan uang dan waktu.
6. Campbell, Reece dan Mitchell, menurut mereka energi ialah sebuah
kemampuan untuk mengatur ulang materi. Secara ringkas energi ialah
kemapuan/ kapasitas untuk melakukan sebuha pekerjaan.
7. Robert L. Wolke dikatakannya energi merupakan kemampuan untuk
membuat sesuatu terjadi.
8. Young untuk melakukan pekerjaan memerlukan energi
9. Einstein beliau mengatakan energi adalah sebuah produk dari massa dan
kuadrat kecepatan cahaya.

5

10. Mikrajuddin mengatakan energi sebagai kemampuan untuk melaksanakan
atau melakukan sebuah pekerjaan objek
11. Michael J Moran energi merupakan konsep dasar dari termodinamika yang
menjadi aspek yang penting dari analisis teknis.


Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa energi
berfungsi sebagai penunjang aktivitas kehidupan.

2.2. Kebijakan pengelolaan energi di Indonesia
Sejak tahun 1980an, pemerintah sudah menyadari pentingnya peranan energi
dalam pembangunan. Melalui Kebijakan Umum Bidang Energi yang
dikeluarkan tahun 1981, pengelolaan energi Indonesia telah mulai ditata.
Namun demikian sampai sekarang, kebijakan energi nasional yang telah
dikeluarkan belum menghasilkan perubahan yang berarti dalam mencapai
kondisi keenergian yang positif. Permasalahan implementasi, koordinasi dan
payung regulasi masih menjadi kendala utama. Melihat kondisi demikian, pada
tahun 2007 pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 30 tahun 2007
tentang Energi yang salah satu amanatnya menyusun Kebijakan Energi
Nasional (KEN) yang dirumuskan Dewan Energi Nasional dan ditetapkan
Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. KEN ini akan menjadi
pedoman bagi Rencana Umum Energi Nasional serta Rencana Umum Energi
Daerah. Sampai saat ini, Draft KEN yang sudah tersusun belum dibahas
bersama DPR. Sementara proses penyusunan RUEN masih bersifat sosialisasi.
Walaupun demikian beberapa daerah telah menyusun draft RUED. Isu strategis
dalam semua proses tersebut di atas adalah keselarasan antara ketiga produk

tersebut. Hal ini akan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan energi
di masa mendatang.
Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan energi Indonesia mencapai angka
7 – 8 persen per tahun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi
Indonesia saat ini yang berkisar antara 5 – 6 persen. Meskipun demikian, masih

6

tingginya elastisitas energi Indonesia yang berada pada kisaran 1,6,
mencerminkan belum efisiennya penggunaan energi di Indonesia. Sebagai
perbandingan, Thailand dan Singapura memiliki elastisitas energi sebesar 1,4
dan 1,1. Sementara negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika memiliki
elastisitas energi yang berkisar antara 0,1 dan 0,2.
Namun pertumbuhan energi yang tinggi ini tidak pula ditunjang dengan
kebijakan penyediaan energi yang bsaik. Data menunjukkan, pada tahun 2011,
minyak masih menjadi energi dengan pangsa terbesar yang mencapai 49,5
persen dari jumlah total energi sebesar 1,176 miliar Setara Barel Minyak
(SBM)/Barrel Oil Equivalent (BOE). Pangsa terbesar selanjutnya adalah
Batubara dan Gas dengan jumlah proporsi masing-masing sebesar 26 persen
dan 20,4 persen (Gambar 2). Hal ini menunjukkan sangat tingginya

ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil yang mencapai 95 persen.

Gambar 2

7

Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius mengingat dari tahun ke tahun kondisi
cadangan energi fosil semakin menipis. Berdasarkan data neraca energi tahun 2011
(Tabel 1), diperkirakan potensi minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 23 tahun
dari sekarang, sementara gas bumi dan batubara diperkirakan akan habis masingmasing pada 55 dan 83 tahun dari sekarang. Kondisi tersebut mengisyaratkan
keharusan untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Dengan
kondisi geologis dan letak geografisnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya
energi terbarukan yang sangat besar.

8

Tingginya pertumbuhan dan elastisitas energi ternyata belum diiringi dengan
tingginya konsumsi energi per kapita Indonesia. Berdasarkan data tahun 2011,
konsumsi energi per kapita Indonesia hanya mencapai 0,85 Ton Oil Equivalent
(TOE) di bawah ratarata konsumsi dunia sebesar 1,7 TOE dan beberapa negara
ASEAN (Singapura 3,7 TOE, Malaysia 2,5 TOE, dan Thailand 1,5 TOE) (Gambar
3).

Gambar 3 Rasio Perbandingan Konsumsi Energi perkapita dan elastisitas energi
Rendahnya konsumsi energi per kapita ini disebabkan masih rendahnya akses
masyarakat terhadap energi. Hal ini dapat dilihat dari rasio elektrifikasi tahun 2011
sebesar 72,95 persen, yang artinya masih ada 27,05 persen rumah tangga di
Indonesia masih belum mendapatkan layanan listrik. Penyebab utama rendahnya
rasio elektrifikasi ini adalah kurangnya pembangunan infrastruktur energi terutama
di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar yang pembangunannya akan memakan
biaya yang tidak sedikit. Selain isu-isu di atas, di masa mendatang, kondisi energi
Indonesia tentunya akan dipengaruhi juga oleh isu lingkungan global seperti
komitmen Presiden RI di dunia internasional untuk menurunkan emisi sebesar 26
persen melalui upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan pihak luar di tahun
2020. Tentunya isu lingkungan ini akan mempengaruhi kebijakan energi yang akan
diambil. KEN akan menjadi kebijakan strategis dalam mencapai ketahanan energi

9

nasional yang turut menentukan keberhasilan pembangunan Indonesia di masa
mendatang. Sebagai ilustrasi mengenai peran strategis sektor energi, gambar
berikut ini memperlihatkan adanya korelasi antara pertumbuhan sektor energi
dengan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu
negara.
Gambar 4 Korelasi GDP dengan Konsumsi Listrik di beberapa negara pada tahun
2010

Gambar 5 Korelasi Tingkat konsumsi listrik dengan kesejahteraan (IPM) di
beberapa negara pada tahun 2008

10

BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan dan Pendekatan Penulisan
Penulisan karya tulis ini melakukan kegiatan literatur. Jenis penulisan yang
digunakan adalah deskriptif. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
kualitatif. Saryono (2010), penulisan dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari pengaruh sosial.
3.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data sekunder
berupa hasil studi kepustakaan melalui buku, jurnal, publikasi instansi resmi
pemerintah.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan
metode kepustakaan, studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca literaturliteratur yang berkaitan dan menunjang penulisan ini, berupa pustaka cetak dan
elektronik (data-data internet).

11

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Kebijakan Pengelolaan Energi Nasional
Sampai dengan tahun tujuh puluhan, sumber daya energi dianggap masih
sangat melimpah. Persoalan utama pada masa itu adalah usaha pemerintah untuk
meningkatkan produksi minyak bumi melalui kontrak bagi hasil. Dengan
meningkatnya produksi minyak maka penerimaan negara yang masih bertumpu
pada ekspor komoditas ini diharapkan semakin besar. Gagasan penyusunan
kebijakan energi di Indonesia itu sendiri pertama kali muncul pada tahun 1976.
Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber
daya energi. Pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional
(BAKOREN) yang setingkat dengan departemen dan bertanggung jawab
memformulasikan kebijakan energi serta mengkoordinasikan implementasi
kebijakan ini. BAKOREN untuk pertama kalinya mengeluarkan Kebijaksanaan
Umum Bidang Energi (KUBE) pada tahun 1981. Kebijakan ini terus menerus
diperbarui sesuai dengan perkembangan strategis lingkungan yang mempengaruhi
pembangunan energi di Indonesia.
KUBE 1981 yang selanjutnya direvisi pada tahun 1987, dan 1991
memfokuskan pada intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi. Upaya
intensifikasi dilakukan melalui peningkatan kegiatan survei dan eksplorasi sumber
daya energi untuk mengetahui potensinya secara ekonomis. Diversifikasi
merupakan upaya untuk penganekaragaman penggunaan energi non-minyak bumi
melalui pengurangan penggunaan minyak dan menetapkan batubara sebagai bahan
bakar utama pembangkit listrik dan industri semen. Konservasi dilakukan melalui
penggunaan peralatan pembangkit maupun peralatan pengguna energi yang lebih
efisien. Pada awal tahun sembilan puluhan, ekspor komoditas energi mulai
berkurang peranannya dan digantikan dengan komoditas industri berbasis
manufaktur. Ekspor lebih diarahkan pada komoditas yang mempunyai nilai tambah
yang tinggi dari pada ekspor sumber daya alam yang nilai tambahnya rendah.
Seiring dengan proses industrialisasi ini banyak terjadi kerusakan lingkungan.
12

Aspek lingkungan mulai mendapat perhatian dan kebijakan energi mulai diarahkan
untuk menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Pada tahun 1998, BAKOREN menyusun KUBE baru menggantikan KUBE
1991. KUBE ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendukung
terlaksananya strategi pembangunan bidang energi dan memberikan kepastian
kepada pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan pengadaan, penyediaan dan
penggunaan energi. Dalam KUBE ini mulai diindikasikan adanya keterbatasan
sumber daya energi, terutama minyak bumi. Minyak bumi diarahkan secara
bertahap untuk digunakan di dalam negeri sebagai bahan bakar dan bahan baku
industri yang dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Kebijakan energi yang
perlu ditempuh mencakup lima kebijakan utama dan sembilan kebijakan
pendukung (BAKOREN 1998). Kebijakan utama tersebut adalah:
a. Diversifikasi, yaitu penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Untuk energi fosil tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan impor sejauh menguntungkan secara
ekonomis dan tidak merusak lingkungan.
b. Intensifikasi, yaitu pencarian sumber energi melalui kegiatan survei dan
eksplorasi agar dapat meningkatkan cadangan baru terutama energi fosil.
Pencarian sumber daya energi diarahkan di daerah yang belum pernah
disurvei dan untuk daerah yang terindikasi dilakukan upaya untuk
peningkatan status cadangan menjadi lebih pasti.
c. Konservasi, yang dilakukan mulai dari sisi hulu sampai ke hilir.
d. Penetapan harga rata-rata energi yang secara bertahap diarahkan mengikuti
mekanisme pasar.
e. Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan di sektor energi
termasuk didalamnya memberikan prioritas dalam pemanfaatan energi
bersih.
Sedangkan kebijakan pendukung meliputi: meningkatkan investasi,
memberikan insentif dan disinsentif, standardisasi dan sertifikasi, pengembangan
infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengelolaan sistem

13

infomasi, penelitian dan pengembangan, serta pengembangan kelembagaan dan
pengaturan.
Pada akhir tahun 2003, DESDM mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional
(KEN) baru dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi
Energi (Energi Hijau). Kebijakan ini merupakan pembaruan dari KUBE tahun 1998
yang penyusunannya dilakukan bersama-sama dengan stakeholders di bidang
energi. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi acuan utama dalam penyusunan
Rancangan Undang-Undang tentang energi yang saat itu sedang dipersiapkan.
Kebijakan yang ditempuh masih serupa dengan KUBE sebelumnya yaitu
intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi dengan menambah instrumen legislasi
dan kelembagaan. Secara umum, sasaran dari kebijakan energi, yaitu mengurangi
ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber energi melalui diversifikasi dan
intensifikasi sumber daya energi, sudah cukup berhasil. Namun sasaran efisiensi
penggunaan melalui konservasi dapat dikatakan gagal. Hal ini disebabkan adanya
kontradiksi antara kebijakan konservasi dengan kebijakan pemberian subsidi bahan
bakar minyak (BBM). Meskipun proses pembuatan kebijakan energi dari waktu ke
waktu mengalami perbaikan tetapi masih banyak terjadi kontradiksi materi
kebijakan. Strategi pengembangan energi baik jangka pendek maupun jangka
panjang juga belum tersusun dengan jelas. Kebijakan-kebijakan yang ada masih
terkesan sebagai kebijakan parsial yang tidak ada aliran strategis terhadap program
jangka panjangnya.
Dalam perkembangannya, kebijakan-kebijakan tersebut belum dapat
menjawab

permasalahan

secara

menyeluruh,

sehingga

untuk

mengimplementasikan KEN disusunlah Blueprint Pengelolaan Energi Nasional
2005-2025 yang mencakup aspek-aspek peningkatan produksi, diversifikasi,
permintaan, maupun kebijakan harga, yang realistis dan bersifat lintas sektor
sehingga berbagai sumber energi yang ada diharapkan dapat dikelola secara
optimal. Blueprint tersebut telah ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah melalui
Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN)
sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Berdasarkan Perpres No 5

14

Tahun 2006 tersebut, tujuan kebijakan energi nasional adalah untuk mengarahkan
upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri.
Sementara sasaran kebijakan energi nasional adalah: a. Tercapainya elastisitas
energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025. b. Terwujudnya bauran energi primer
dengan peranan masing-masing jenis energi pada tahun 2025 adalah:




Minyak bumi menjadi kurang dari 20 persen.



Batubara menjadi lebih dari 33 persen.



Panasbumi menjadi lebih dari 5 persen.



persen.



Gas Bumi menjadi lebih dari 30 persen.



Bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5 persen.

Biomassa, nuklir, mikrohidro, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi 5

Batubara yang dicairkan menjadi lebih dari 2 persen.
Sasaran kebijakan energi nasional seperti disebutkan dalam Perpres No. 5

Tahun 2006 merupakan suatu tantangan yang cukup berat untuk diwujudkan.
Mengingat bauran energi primer pada saat ini masih menunjukkan ketergantungan
yang sangat tinggi terhadap minyak bumi.Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan
Undang-undang No.30 tahun 2007 tentang Energi yang diharapkan akan dapat
menjawab persoalan bidang energi. Pada era setelah UU Energi ini, kebijakan
energi nasional akan bergeser tidak hanya bertujuan untuk mengamankan pasokan
energi seperti di Perpres 2006 tetapi juga mencakup kebijakan pemanfaatan energi.
4.2. Kepemilikan dan Kebijakan Energi dalam pandangan Islam
Berdasarkan dalil hadis Rosululloh Salallahu Alaihi Wasallam bahwa kaum
muslim berserikat dalam tiga hal yakni air, tanah dan udara. Pemaknaan dalam
hadis ini adalah bagaimana umat Islam dalam mengelola sumber daya yang bersifat
fasilitas umum agar dapat dinikmati oleh seluruh kaum muslim yang mana
menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Dalam pengelolaan
energi sebagaimana kita menafsirkan dalam ayat-aya al Quran. Islam dengan
berbagai nilai yang dikandung dalam al Quran dan Hadis adalah untuk melahirkan

15

masyarakat yang mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan seperti dalam
Al Quran surat al Araf ayat 56 dan Ar Ruum ayat 41-42 sehingga kembali pada
tujuan manusia diutus ke muka bumi sebagai khalifah yang membawa rahmatan lil
alamin bagi seluruh alam. Secara umum kita dapat mengatakan bahwa kepemilikan

energi sumber daya alam adalah wewenang dari negara oleh karena itu milik negara
adalah harta yang merupakan milik kaum muslimin, sementara pengelolaannya
menjadi wewenang khalifah. Dimana dia bisa mengkhususkan sesuatu kepada
sebagian kaum muslimin, sesuai dengan apa yang menjadi pandangannya. Makna
pengelolaan oleh khalifah ini adalah, adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah
untuk mengelolanya. Inilah kepemilikan karena makna kepemilikan adalah, adanya
kekuasaan pada diri seseorang atas harta miliknya. Atas dasar inilah, maka tiap hak
milik yang pengelolaannya tergantung pada pandangan dan ijtihad khalifah, maka
hak milik tersebut dianggap hak milik negara.
As Syari telah menjadikan harta-harta tertentu sebagai milik negara, dimana
khalifah berhak untuk mengelolanya sesuai dengan pandangan dan ijtihadnya,
semisal harta rampasan perang cukai tanah dan pajak bagi orang non muslim, sebab
syara tidak pernah menentukan objek dalam pemberian harta tersebut. Sementara,
kalau syara’ telah menentukan objek yang akan diberi harta tersebut, dan tidak
diserahkan kepada pandangan dan ijtihad khalifah maka harta tersebut bukan
merupakan hak milik negara. Namun menjadi hak semata milik objek yang telah
ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu zakat tidak termasuk dalam hak milik
negara, melainkan menjadi milik delapan asnaf yang telah ditentukan oleh syara’.
Baitul mal hanya menjadi tempat penampungannya, sehingga bisa dikelola
mengikuti objek-objeknya.
Bahwa, meski negara yang melakukan pengelolaan hak milik umum serta hak
milik negara, namun ada perbedaan antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta
yang termasuk hak milik umum pada dasarnya tidak boleh diberikan oleh negara
kepada siapapun, meskipun negara bisa memberikan kebolehan kepada orangorang untuk mengambilnya, melalui pengelolaan yang memungkinkan mereka
untuk memanfaatkannya. Berbeda dengan milik negara. Sebab negara berhak untuk

16

memberikan harta tersebut kepada individu tertentu, sementara yang lain tidak,
dimana negara juga berhak untuk mencegah dari individu, apabila negara memiliki
pandangan demikian dalam rangka melayani urusan mereka, disatu sisi tanpa
memberikan harta tersebut kepada mereka.
Kemudian kaitannya dengan energi sebagai sumber daya alam yang
digunakan untuk hajat orang banyak maka diqiyaskan terhadap kepemilikan negara
dalam hal ini ulil amri yang berwenang untuk mengelola dan melestarikannya
melalui ijtihadnya. Oleh karena itu berdasarkan dalil al-Quran Klasifikasi ayat
secara umum yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam secara umum
adalah sebagai berikut: Ayat yang berbicara tentang manfaat air adalah QS. AlBaqarah/2: 22 dan 164, Al- AlAn’ām/6: 99, Ar-Ra’du/13: 4 dan 17, Ibrahīm/14: 32,
Al- Mu’minūn/23: 18-21, AlFurqān/25: 48-49, An-Naml/27: 60, Luqmān/31: 10,
Az-Zumār/39: 21, Fussilat/41: 43, Qāf/50: 9. Ayat yang berbicara tentang maanfaat
angin adalah QS. Al Baqarah/2: 164, Al-A’rāf/7: 57, Al-Hijr/15: 22, Al-Furqān/25:
48, Ar-Rum/30: 48 dan 51. Ayat yang berbicara tentang manfaat batu adalah QS.
Al-Hijr/15: 82, Al-Fajr/89: 9. Ayat yang berbicara tentang manfaat besi adalah QS.
An-Nahl/16: 81, Al-Anbiyā’/21: 80, Saba’/34: 11, Al-Hadīd/57: 25. Ayat yang
tentang binatang adalah QS. Al-Baqarah/2: 173 dan 205, Alī- Imrān/3: 14, AlMāidah/5: 96, Al-An’ām/6: 118 dan 142, An-Nahl/16: 66, alMu’minūn/23: 2, alMu’minūn/23: 79-80. Ayat tentang buah-buahan adalah QS. Al-Baqarah/2: 22, AlAn’ām/6: 95, Ibrahīm/14: 32, An-Nahl/16: 69, al-Mu’minūn/23: 19.

165. dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. QS Al An’am 165

17

Dalam Islam pengembalian nilai moral yang berkaitan dengan kecerdasan
Emosional, Spiritual, Sosial, dan Intelektual. berkaitan erat dengan pendidikan dan
pengajaran yang ada dalam masyarakat. Bagaimana pendidikan non formal menjadi
penunjang bagi terciptanya manusia yang sadar akan kelestarian dan keberlanjutan
sumberdaya alam kaitannya dengan energi yang ramah lingkungan. Moral untuk
menyadari betapa pentingnya sumber daya alam dan energi yang ramah lingkungan
tercermin pula pada kebiasaaan dan kecerdasan masyarakat untuk menggunakan
energi dengan efektif dan efisien. Kembali kepada ayat al Quran yang tercantum
dalam muqaddimah bahwa Alloh menghendaki alam yang dijaga dan dilestarikan.
4.3. Menuju pengelolaan energi sumber daya alam yang optimal dan
berkelanjutan
1. Menghimpun kemauan politik (political will) untuk mengurangi subsidi
energi: Angka subsidi bahan bakar minyak Indonesia sudah diketahui
umum, yakni lebih dari $30 miliar setiap tahunnya. Jika kita bandingkan,
jumlah tersebut melampaui pos pengeluaran pemerintah di bidang
kesehatan dan pendidikan. Jumlah itu juga hampir setara dengan biaya
pembangunan 31.000 kilometer jalan baru; 2.000 rumah sakit kelas C; atau
tiga kilang minyak kelas dunia per tahun. Jika kondisi ini terus
berlangsung, kami memperkirakan bahwa 2 Semua angka yang dinyatakan
dalam laporan ini dalam bentuk dollar Amerika Serikat. biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk subsidi energi Indonesia akan
mencukupi semua kebutuhan infrastruktur antara tahun 2011 hingga 2025
yaitu sekitar $200 miliar sesuai dengan masterplan pembangunan ekonomi
pemerintah.
Dampak lain dari subsidi adalah hal ini tidak mendukung
pengembangan sektor energi yang efisien. Potensi sumber energi yang
sedianya menarik tidak dikembangkan karena penetapan harga di pasar
yang terdistorsi. Sebagai contoh, geothermal yang jika berdasar pada harga
pasar seharusnya sudah memiliki kontribusi yang lebih besar dalam bauran
energi Indonesia belum sepenuhnya berkembang.

18

Upaya untuk mengurangi subsidi tentunya memerlukan kemauan
politik. Kami setuju bahwa masih terdapat bagian dari masyarakat
Indonesia yang masih memerlukan subisidi. Namun demikian, penyaluran
subsidi

perlu

diberikan

langsung

hanya

kepada

mereka

yang

membutuhkan, untuk menjamin bahwa mereka yang membutuhkan
terlindungi, sementara dana yang vital dapat direalokasikan untuk
pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang
akan mengakselerasi pertumbuhan Indonesia dalam jangka panjang.
Kami juga menyarankan agar pengurangan subsidi dilaksanakan
secara cepat daripada dilaksanakan secara bertahap dalam waktu lama.
Dari pengamatan kami di berbagai negara, pengurangan bertahap
cenderung akan menimbulkan resistensi, dan terkadang kemauan politik
cenderung memudar seiring berjalannya waktu.
2.

Mengatasi akar permasalahan di balik lambatnya penambahan kapasitas
pembangkit listrik: Industri listrik di Indonesia masih jauh dari optimal;
pemerintah memberikan subsidi berjumlah besar kepada konsumen guna
menjaga harga tetap rendah dan akibatnya pendapatan produsen listrik saat
ini hanya dapat menutupi dua pertiga biaya produksi. Program untuk
meningkatkan kapasitas pembangkit mengalami keterlambatan. Misalnya,
pada tahun 2011, pembangkit listrik tenaga minyak diproyeksikan sebesar
5 persen dari keseluruhan pembangkit pada tahun 2013, tetapi jumlah
aktualnya adalah 13 persen. Program tersebut terkendala oleh tantangantantangan seperti pembebasan lahan, perizinan, dan eksekusi konstruksi di
lapangan. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap hal ini, namun akar
permasalahannya adalah sistem yang rumit yang tidak mampu
menyelaraskan kebutuhan dan insentif para politisi dan birokrat di tingkat
pusat dengan tingkat regional, berbagai kementerian terkait, independent
power producers (IPP) dan PLN.

Meskipun pasar pembangkit listrik telah mengakomodasi eksistensi
IPP, PLN tetap merupakan pemain yang dominan dan terkadang berperan
sebagai regulator (self-regulator ) dengan model penetapan harga dan
19

pelaksanaan yang seragam di seluruh nusantara. Terdapat peluang untuk
mengkaji struktur industri untuk tidak hanya mendorong kompetisi tetapi
juga dapat memenuhi kebutuhan pemerintah daerah dan pemangku
kepentingan lain yang berkeinginan untuk meningkatkan infrastruktur
kelistrikan. Banyak negara telah berhasil memisahkan peran regulator dan
operator dalam sektor kelistrikan dan memperoleh manfaat yang cukup
signifikan baik untuk pemain industri maupun konsumen. Pemberlakuan
perbedaan tarif atau penetapan harga secara regional juga dapat
dipertimbangkan. Sebagai contoh, pemerintah pusat dapat memberikan
subsidi kepada masyarakat kelas bawah dengan membuka peluang bagi
pemerintah daerah untuk melakukan penambahan (top up) nilai subsidinya
di daerahnya masing-masing jika dirasa perlu.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Indonesia
mencanangkan tujuan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik
dari 42 GW pada akhir tahun 2013 menjadi 90 GW pada tahun 2022, dan
di saat yang bersamaan juga meninggalkan penggunaan bahan bakar
minyak yang mahal. Dalam menjawab tantangan tersebut sebuah inisiatif
telah mulai dilakukan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kementerian Keuangan. Inisiatif
tersebut perlu didukung, dipertahankan, dan diperkuat, serta idealnya
diberikan mandat untuk memastikan proses pelaksanaannya.
3.

Memperkenalkan insentif yang sesuai (tailored incentives) untuk
eksplorasi dan pengembangan minyak dan gas, termasuk minyak
nonkonvensional:

Indonesia

memerlukan

penemuan

besar

dan

pengembangan baru dalam sektor minyak dan gas, tetapi saat ini belum
melakukan investasi yang memadai dalam hal eksplorasi dan
pengembangan. Data menunjukkan realitas yang memprihatinkan dimana
cadangan minyak telah berkurang dari 5,6 miliar barel pada tahun 1992
menjadi 3,6 miliar barel pada saat ini.

20

Di tahun 2012, rasio penggantian cadangan minyak (Reserve
Replacement Ratio) hanya sebesar 52%, dibandingkan dengan dengan gas

sebesar 127%. Meskipun harga minyak tetap bertahan di tingkat yang
tinggi dan terus meningkatnya harga gas alam, kegiatan pengeboran
eksplorasi mengalami penurunan, dan di setiap tahunnya hanya sekitar
50% dari sumur eksplorasi yang ditargetkan dilaksanakan pengeborannya.

Meskipun para ahli di bidang industri melihat potensi yang tinggi
sektor sumber daya di Indonesia, sejumlah tantangan masih menghadang.
Rezim fiskal untuk sumber daya konvensional di Indonesia masih
merupakan salah satu yang paling memberatkan di dunia. Government
“take” atau proporsi nilai yang diambil pemerintah dari berbagai proyek
migas di Indonesia berkisar di angka 82,7% (Bagan 2).
Hal ini berakibat terhadap berkurangnya daya tarik Indonesia di
mata perusahaan lokal maupun asing dibandingkan di negara-negara lain.
Indonesia perlu mempertimbangkan pemberian insentif secara selektif
pada proyek eksplorasi dan pengembangan baru di sektor migas. Malaysia
telah berhasil melakukan hal serupa selama beberapa tahun. Sebagai
contoh, kontrak baru yang berbasis risk-sharing (berbagi risiko) mampu

21

menarik berbagai perusahaan baru untuk bergabung dalam aktivitas
pengembangan cadangan energi.
Selain persepsi permasalahan seperti korupsi dan kolusi, para pelaku
industri juga berpendapat bahwa kondisi hukum di Indonesia turut berandil
atas melambatnya pengembangan di sektor energi serta menambah waktu
dan biaya produksi. Kurangnya kejelasan akan implementasi UndangUndang nomor 22 (yang menjelaskan ruang lingkup regulasi migas di
Indonesia) dan kekhawatiran akan kepatuhan kontrak menambah
permasalahan yang telah ada.
Untuk mengatasi masalah penurunan produksi, Indonesia perlu
melakukan tiga hal: 1) menciptakan insentif tambahan untuk eksplorasi
dan pengembangan energi non-konvensional;

2) menegakkan semua

kontrak hukum dan memperjelas peraturan pelaksanaan; 3) menangani
kasus korupsi di seluruh lini sistem.
4.

Mengakselerasi pembuatan ‘cetak biru’ infrastruktur gas nasional:
Indonesia pernah menjadi pelopor ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) di
era 1970-an dan memproduksi gas yang melebihi kebutuhan pasar dalam
negerinya. Indonesia terus melanjutkan ekspor LNG dari fasilitas LNG
yang terkenal, seperti Arun, Bontang, dan Tangguh. Apabila melihat
kedepan, proyekproyek utama Hulu di Indonesia juga berada pada sektor
gas, seperti misalnya, Donggi Senoro Indonesia Deepwater Development
(IDD), Jangkrik, dan Masela.
Gas alam jelas memiliki peran penting untuk masa depan energi
Indonesia. Selama dua dekade terakhir, tidak ada ladang gas darat
(onshore) baru yang secara signifikan telah dikembangkan untuk
menggantikan ladang gas yang menurun produksinya di Jawa Barat,
Sumatera Tengah dan Selatan. Sementara itu gas alam diproduksi di
Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Saat ini gas tersebut tidak dapat
memasok kebutuhan di Pulau Jawa karena kurangnya infrastruktur
transmisi termasuk defisit jaringan pipa dan terminal regasifikasi. Sejalan
dengan menurunnya sumber gas lokal di Jawa dan Sumatera Selatan,

22

Indonesia akan membutuhkan infrastruktur regasifikasi LNG baru di Jawa
dan Bali, bersama dengan jalur pipa transmisi untuk menghubungkan
pasar utama di Jawa dengan sumber gas di Indonesia bagian timur. Untuk
memenuhi semua ini, investasi yang dibutuhkan akan mencapai sekitar $2
miliar.
Di Indonesia bagian timur, kilang “LNG mini” (fasilitas berskala
kecil

yang

memungkinkan

lapangan

yang

lebih

kecil

untuk

dikembangkan) dapat digunakan untuk memasok gas dari sumbersumber
baru ke pulau-pulau di seluruh nusantara dengan cara yang

efisien,

bersamaan dengan “modular power” (unit pembangkit listrik berskala
kecil yang dapat dipindahkan setelah sumber bahan bakar telah habis).
PLN memiliki beberapa pembangkit listrik berskala kecil bertenaga disel
dan fuel oil. Konversi dari pembangkit tersebut akan mendorong efisiensi
yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah. Selain itu, beberapa
produsen Hulu di Indonesia melakukan pembakaran (“flare”) gas dengan
jumlah yang signifikan dikarenakan infrastruktur yang kurang memadai
dan menyebabkan hilangnya potensi keuntungan negara sekitar $ 100 juta
setiap tahun. Gas ini dapat dikonversi untuk menjadi pasokan listrik lokal
melalui penyedia teknologi baru. Mengakselerasi ‘cetak biru infrastruktur
gas’ untuk Indonesia harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah yang
baru.
5.

Memperbaharui kilang lama secepat mungkin: Lima kilang minyak dan
gas utama Indonesia mengalami kerugian sekitar $1 miliar per tahun
mengacu pada harga pasar saat ini. Seandainya kilang-kilang ini
dioperasikan dengan sempurnapun, kelima kilang tersebut masih akan
mengalami kerugian dengan nilai yang hampir sama. Penyebabnya adalah
konfigurasi teknis kilang tersebut pada saat dibangun yang sudah tidak
sesuai lagi dengan kondisi Indonesia pada saat ini. Sejumlah faktor seperti
usia kilang, teknologi yang masih sederhana, dan fakta bahwa kilang
didesain pada saat itu untuk minyak mentah Indonesia yang berupa sweet
and light crude oil, konfigurasi kilang-kilang ini tidak lagi sesuai untuk

23

memenuhi kebutuhan saat ini. Alhasil, harga bensin dan diesel dari kilangkilang tersebut jauh lebih mahal untuk diproduksi dibandingkan dengan
harga produk impor.
Guna mendorong daya saing dan profitabilitas, kilang-kilang ini
perlu diperbaharui secara signifikan. Total pembelanjaan modal yang perlu
digelontorkan berada di kisaran $12 hingga $17 miliar. Pembaharuan
kilang yang ada lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan alternatif
untuk membangun kilang baru. Hal ini berpotensi meningkatkan produksi
bensin dan solar dua hingga tiga kali lebih besar untuk investasi yang
sama. Keuntungan ekonominya akan jauh lebih tinggi daripada proyek
greenfield karena memanfaatkan infrastruktur dan lahan yang sudah ada.
Pembaharuan ini memiliki potensi untuk menjadi proyek yang bernilai
sangat tinggi bagi negara. Selain itu, terdapat pula potensi untuk
menggandakan pasokan bahan bakar minyak (BBM) domestik.
6.

Meningkatkan mutu jaringan distribusi bahan bakar: Indonesia memiliki
salah satu rantai pasokan produk bahan bakar yang paling kompleks di
dunia karena kondisi geografis (negara kepulauan yang memiliki lebih dari
17.000 pulau) dan sebaran penduduknya. Negara juga bergantung pada
impor bahan bakar jadi dari pasar regional dan kemungkinan akan terus
membutuhkan impor di tahun-tahun mendatang. Indonesia perlu
melakukan investasi secara agresif untuk meningkatkan jaringan
infrastruktur bahan bakar, serta fasilitas penyimpanan dan armada tanker
demi memastikan keandalan dan efisiensi pasokannya.
Dengan latar belakang tersebut, Indonesia perlu mempertimbangkan
tiga hal: 1) melakukan investasi dalam peningkatan

kapasitas

penyimpanan guna memperoleh keuntungan dari peluang blending dan
trading; dan

ada saat yang bersamaan juga mengurangi kerentanan

terhadap fluktuasi harga; 2) meneruskan penggunaan teknologi canggih
seperti gantry otomatis yang memiliki throughput tinggi, serta manajemen
operasi terpusat dengan data real-time; 3) mengambil keuntungan dari

24

lokasi geografis dan menjadi pusat alih muatan (trans-shipment hub) dan
perdagangan migas, mengikuti jejak Singapura dan Johor.
7.

Investasi pada energi terbarukan: Bauran bahan bakar (fuel mix) yang
direncakan di Indonesia dirancang untuk mencapai produksi berbiaya
termurah dengan memaksimalkan persentase batubara dan gas dalam
bauran tersebut. Kontribusi batubara dan gas diproyeksikan untuk
mencapai 84% dari total produksi listrik di tahun 2017. Namun terdapat
pula kesempatan untuk meningkatkan kontribusi dari energi terbarukan
dalam fuel mix Indonesia, khususnya dengan geothermal, hidro, dan
biomassa. Potensi geothermal diperkirakan

akan mencapai 27 GW

dibanding kapasitas terpasang saat ini yang sekitar 1 GW, sedangkan
potensi yang belum dimanfaatkan pada hidro di Indonesia sekitar 70 GW.
Tenaga surya memiliki potensi yang lebih rendah, namun masih
menjanjikan, khususnya di Indonesia bagian timur. Sejumlah teknologi
ini, termasuk biomassa, masih membutuhkan pengembangan teknologi
lebih lanjut sebelum mencapai tingkat ekonomis (economically viable).
Energi terbarukan lain seperti tenaga surya masih belum kompetitif dalam
skala besar dan untuk mencapai paritas grid (grid parity), namun bisa
menjadi pilihan ekonomis untuk pembangkit listrik yang tersebar
dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan distilat yang sangat mahal
(keduanya memiliki biaya energi1 yang disetarakan di kisaran 2.300 2.500 Rupiah/kilowatt).
Energi geothermal telah kompetitif di beberapa kawasan, namun
kenaikan tarif atas kebutuhan geothermal perlu disepakati guna memberi
insentif kepada produsen hulu untuk berinvestasi, dan perlu dibarengi
dengan upaya percepatan lisensi dan perizinan. Guna mendorong adopsi
teknologi

energi

terbarukan

secara

aktif,

pemerintah

dapat

memperkenalkan feed-in-tariff per wilayah dan mempercepat penerbitan
lisensi dan perizinan.
Biaya yang dihitung dalam memproduksi listrik berdasarkan biaya operasi dan
anualisasi belanja modal selama lifetime (masa hidup) pembangkit listrik
1

25

8.

Investasi pada gas untuk transportasi: Urbanisasi dan pertumbuhan
ekonomi yang pesat mendorong pertumbuhan yang signifikan pada
kendaraan transportasi di kota-kota besar Indonesia. Hal ini menyebabkan
ekspansi yang signifikan atas subsidi bahan bakar karena kendaraan
tersebut mengonsumsi bensin dan solar serta menyebabkan polusi udara di
perkotaan. Penggunaan compressed natural gas (CNG) untuk kendaraan
adalah pilihan yang menarik yang dapat mengurangi subsidi dan
meningkatkan kualitas udara. Hal ini telah berhasil diimplementasikan di
beberapa kota di Asia, termasuk New Delhi, Mumbai, dan Bangkok. Di
Indonesia, hal ini akan membutuhkan

pendekatan terpadu yang

menggabungkan beberapa elemen: 1) insentif ekonomi bagi konsumen,
produsen, dan pemasar; diperlukan penentuan harga optimal untuk solar
agar konsumen dapat memulihkan investasi yang mereka keluarkan
dengan mengonversi kendaraan dalam kurun waktu 12 bulan; 2) produsen
dan pemasok mendapatkan laba investasi yang memadai; 3) pemasar
mendapatkan margin yang sesuai; 4) dukungan peraturan yang
mewajibkan kendaraan transportasi untuk beralih menggunakan CNG; dan
5) menyiapkan infrastruktur penting yang memungkinkan pemasangan
converter kit dan pompa bensin untuk mengisi bahan bakar di lokasi yang
mudah terjangkau.
Indonesia perlu mematok target untuk mengonversi sekitar 250.000
kendaraan umum dalam lima tahun mendatang. Kami memperkirakan
langkah ini dapat menghemat subsidi negara hingga $2 miliar.
Gas sebagai bahan bakar transportasi juga memiliki relevansi pada
sektor perkapalan. Salah satu tantangan utama di Indonesia yang memiliki
lebih dari 17.000 pulau, adalah pengangkutan barang dan penumpang ke
seluruh penjuru negeri. Untuk itu diperlukan armada perkapalan domestik
sekitar 2.000 kapal yang mengonsumsi hampir 7000 barel/hari bahan
bakar bunker. Dengan kemajuan teknologi yang pesat dalam LNG mini
dan mikro, Indonesia dapat mengonversi sebagian besar armada domestik
untuk menggunakan LNG. Sepuluh persen konversi armada ke LNG

26

berpotensi menghemat biaya tahunan sekitar $100 juta. Guna mencapai
penghematan ini, diperlukan tindakan terkoordinasi karena fasilitas bahan
bakar LNG harus didirikan di pelabuhan-pelabuhan utama; insentif
ekonomi perlu ditawarkan kepada operator perkapalan; dan peraturan
pendukung perlu dibuat bagi industri.
9.

Mempromosikan kendaraan listrik di kota-kota besar: Kendaraan listrik
(electric vehicles atau EV) dinilai dapat menghasilkan pengaruh yang
signifikan sebagai salah satu opsi transportasi darat. Hal ini didasarkan
pada efisiensi energi yang unggul, dampak lingkungan yang positif dan
potensi bisnis yang mendukung. EV sangat relevan bagi masyarakat yang
memiliki banyak jarak tempuh per tahun namun terbatas di perkotaan.
Taksi adalah salah satu contoh yang bagus karena menempuh ribuan
kilometer per tahun, namun masih berada dalam jangkauan yang dekat
dengan stasiun pengisian. EV juga memiliki emisi karbon dioksida yang
jauh lebih rendah, dan beremisi nol untuk polutan lainnya (nitrogen
oksida, sulfur oksida, partikel). EV sangat dimungkinkan sebagai bentuk
transportasi alternatif di kota-kota besar seperti Jakarta yang berpenduduk
sangat terkonsentrasi dan memiliki proporsi tinggi untuk perjalanan jarak
pendek. Dengan kemajuan teknologi baterai terbaru, kini kinerja,
keamanan dan biaya baterai telah menjadi lebih terjangkau.
Karena sistem subsidi yang kurang efisien di Indonesia, peralihan ke
EV akan membantu mengurangi beban subsidi (mobil akan lebih hemat
energi dengan menggunakan tenaga listrik, bukan solar/bensin). Potensi
penghematan subsidi adalah sebesar Rp 800 miliar untuk setiap lot
100.000 kendaraan yang dikonversi dari bensin atau solar ke listrik.2
Mengingat bahwa terdapat sekitar 5,5 juta kendaraan di Jakarta saja (tidak
termasuk sepeda motor dan skuter), terdapat potensi pengurangan subsidi
BBM yang sangat besar. Barangkali hal yang paling penting untuk

2

Dengan asumsi 30.000 km/tahun untuk setiap kendaraan, Rp 5.000 / L subsidi bensin,
Rp400/kWh subsidi listrik, konsumsi listrik 0,25 Kwh/km dan konsumsi bahan bakar 0,1 L /km.

27

dibenahi Indonesia saat ini adalah para pemimpin industri dan kemampuan
di seluruh bidang penting di sektor energi.
10. Membangun kapabilitas dan pemimpin lokal yang andal: Indonesia adalah
pemimpin energi di masa lalu. Sebagai contoh, pembangunan sistem
Production Sharing Contract untuk mengembangkan sumber daya hulu
dan didirikannya fasilitas ekspor LNG terbesar di dunia pada era 1970-an.
Di masa mendatang, teknologi, kapabilitas, dan pemimpin adalah
faktor utama untuk memenangi persaingan. Sebagai contoh, Indonesia
memerlukan akses teknologi yang lebih mutakhir serta para ahli teknis
guna meningkatkan produksi di ladang yang telah siap dengan
menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Improved Oil
Recovery (IOR). Hal ini serupa dengan teknologi non-konvensional seperti
Coal Bed Methane (CBM) dan ekstraksi shale gas. Peningkatan mutu

kilang membutuhkan kemampuan eksekusi proyek berskala besar yang
belum pernah dilakukan dalam beberapa dekade terakhir di Indonesia.
Teknologi batu bara baru, termasuk clean coal dan coal-to-liquids
memiliki potensi untuk memperbaharui kembali industri ini.
Dewasa ini, Indonesia hanya memiliki segelintir pusat litbang
minyak dan gas berkelas dunia untuk mengembangkan teknologi canggih.
Hanya sedikit lulusan yang siap menjadi profesional di bidang industri
minyak dan gas. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan upaya yang
terkoordinasi untuk mengembangkan kapabilitas andal di sektor ini dan
mencontoh negara lain seperti Norwegia, Malaysia, dan Brazil yang
mampu mengembangkan keterampilan yang andal karena mereka telah
mengembangkan sumber daya alamnya sendiri.
Yang diperlukan adalah:


Membangun

lembaga

bertaraf

internasional

untuk

mengembangkan SDM lokal termasuk universitas dengan
tenaga pengajar internasional dan bantuan industri untuk
memastikan bahwa pelatihan ini sejalan dengan kebutuhan
industri; mengadakan program pelatihan berkala untuk

28

mengembangkan 2.000-3.000 doktor di bidang migas dalam
lima sampai sepuluh tahun ke depan dengan melakukan
kolaborasi


dengan

institusi

pendidikan

perminyakan

terkemuka di dunia;
Mengembangkan insentif bagi operator dan perusahaan jasa
internasional untuk membangun pusat litbang mereka di
Indonesia dengan fokus kepada teknologi yang relevan untuk



kawasan Indonesia; dan
Mendorong para pemimpin (champion) migas nasional
untuk mempekerjakan tenaga terampil internasional pada
operasi mereka sebagai upaya untuk mengembangkan
sumber daya di Indonesia.

29

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas berdasarkan pandangan Islam prinsip-prinsip umum
pengelolaan SDA di Indonesia telah baik dilakukan mengingat peran-peran
segelintir masyarakat tertentu yang memainkan peran dalam pengembangan energi
sumber daya alam. Pengoptimalan sumber daya alam melalui peningkatan
pelaksanaan kebijakan energi dan sumber daya alam untuk meciptakan
kesejahteraan.
5.2. Saran
Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi aktif untuk mengembangkan potensi
energi sumber daya alam disertai dengan peningkatan mutu pengelolaan energi
sumber daya alam dengan meningkatkan pengelolaan yang berkelanutan kemudian
dukungan terhadap penegmbangan pendidikan untuk mengelola energi sumber
daya alam harus dilakukan dengan komperhensif, agar dapat melindungi
masyarakat.

30

DAFTAR PUSTAKA
AS Hikam, Muhammad. Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025 Tantangan dan
Harapan. 2014. CV Rumah Buku : Jakarta
Budiman, Arief. dkk. Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi
Indonesia. 2014. New Media Australia.
http://economy.okezone.com/ pr pemerintah baru mengenai industri migas diakses
pada selasa 10 November 2015 Pukul 11.00 WIB
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/05/21/128312/hadapi-krisis-energiindonesia-bersiap-impor-gas diakses pada 9 november Puku