Menjalin Sinergi Membentuk Karakter Sisw

Menjalin Sinergi Membentuk Karakter Siswa
Berbasis Nilai Kearifan Lokal Banten
Oleh : Een Rochaeni*
Pendidikan Karakter
Banten sejak dahulu dikenal sebagai daerah yang memiliki kharisma menggetarkan di
nusantara. Banten memiliki nilai – nilai budaya khas yang lebih dikenal dengan nilai kearifan
lokal. Karakter masyarakat Banten melekat kuat pada pribadinya. Bila orang mendengar kata
Banten maka kesan yang muncul adalah kereligiusan masyarakatnya dan adanya kelas jawara.
Pameo ulama dan jawara di Banten tidak terpisahkan. Simbol bahwa masyarakat Banten
berkarakter keilmuan (ulama) dan Ketangkasan Fisik (jawara).
Adanya kurikulum 2013 yang menekankan pada pembentukkan karakter sesunguhnya
layak disyukuri. Pendidikan karakter siswa menjadi hal yang sangat urgen di era global sekarang
ini. Sungguh miris bila mendengar berita tentang kenalakan remaja –termasuk di dalamnya siswa
—saat ini. Siswa kita banyak yang sudah mengenal minuman keras bahkan seks bebas.
Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembentukan karakter siswa. Ketika berbicara tentang
pendidikan, maka

kebudayaan pun ikut serta di dalamnya. Tidak ada kebudayaan tanpa

pendidikan dan begitu pula praksis pendidikan selalu berada


dalam lingkup kebudayaan.

Masyarakat di wilayah mana pun selalu berusaha mewariskan nilai-nilai dasar/ gagasan
fundamental yang berkenaan dengan hakikat dunia, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianutnya.
Hal inilah yang kemudian melahirkan istilah Etnopedagogi, yaitu praktik pendidikan berbasis
kearifan lokal.
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian,
pendidikan karakter adalah upaya sistematis untuk mengembangkan seluruh potensi lahiriah,
batiniah dan akliyah guna membangun perilaku yang sesuai dengan nilai yang berkembang di
masyarakat dan yang bersumber dari nilai-nilai agama.

Nilai Kearifan Lokal
Kearifan lokal yang terdapat pada beberapa kelompok/ masyarakat minoritas di Indonesia
banyak mengandung nilai luhur budaya bangsa, yang masih kuat menjadi identitas karakter
warga masyarakatnya. Namun di sisi lain, nilai kearifan lokal sering kali diabaikan, karena
dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zamannya. Padahal dari kearifan lokal tersebut

dapat dipromosikan nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan model dalam pengembangan budaya
bangsa Indonesia.
Sekolah mana yang tidak ingin memiliki siswa yang memiliki karakter berakhlak mulia
dan berprestasi? Pasti semua sekolah ingin memiliki siswa dengan kriteria tersebut. Lalu,
dapatkah siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi lahir begitu saja? Sungguh klise bila ada
yang beranggapan bahwa siswa keturunan keluarga pintar otomatis akan berakhlak mulia dan
berprestasi. Di sisi lain, sekolah yang mempunyai fasilitas lengkap belum tentu pula bisa
manghasilkan siswa yang berpredikat berakhlak mulia dan berprestasi.
Siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi diharapkan memiliki kecerdasan intelektual,
emosional,

dan spiritual. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan karakter di sekolah

berbasis nilai kearifan lokal menjadi salah satu cara yang tepat untuk mewujudkan harapan
tersebut. Siswa akan mengenal budaya daerah Banten dengan baik sekaligus dapat
mengembangan karakter berakhlak mulia dan berprestasi.
Berikut ini nilai- nilai kearifan lokal masyarakat Banten yang dapat dikembangkan dalam
pendidikan karakter siswa di sekolah antara lain adalah:
1. Kebiasaan Mengucapkan Doa
Masyarakat Banten selalu mengawali setiap kegiatan dengan doa. “Mapatkeun jampe

pamake” , berserah diri kepada Allah dan memohon agar dalam setiap langkah mendapat
keberkahan dan dijauhkan dari perbuatan yang tidak baik. Sebelum menanam padi,
berkebun, perayaan budaya, syukuran , semuanya diawali dengan doa. Di sekolah siswa
dapat dibiasakan untuk selalu memulai aktivitasnya dengan diawali doa.
2. Hormat Kepada Kasepuhan
Masyarakat Banten sangat menghormati para kasepuhan. Para Kasepuhan biasanya ulama
atau yang orang tertentu yang ditokohkan oleh masyarakat. Mereka menjadi cerminan
dalam berprilaku, ditaati, dan dihormati. Di sekolah siswa dibiasakan untuk menghormati
orang yang lebih sepuh-- dalam hal ini seluruh civitas akademika di sekolah ,—mentaati

dan meneladani prilaku gurunya yang baik. Salah satu adab menuntut ilmu adalah
menghormati dan menaati guru dalam kebaikan.
3. Religius
Banten identik dengan dua unsur penting, yaitu ulama dan jawara. Banten juga dikenal
daerah santri. Nilai-nilai religius merupakan ciri khas masyarakat Banten. Budaya
Mengaji, Shalat Berjamaah di Masjid, Panjang Mulud, Takbiran sudah tidak bisa
dipisahkan dari keseharian masyarakat Banten. Di sekolah guru dapat membiasakan
siswa untuk gemar mengaji, shalat berjamaah, dan menghargai peristiwa- peristiwa
penting keaagamaan di sekolah.
4. Peduli pada Lingkungan

Jauh di pelosok sana, di Leuwidamar kabupaten Lebak Banten, suku Baduy
mencontohkan sikap peduli pada lingkungan. Menanam kembali setiap menebang,
menjaga kelestarian hutan yang menjadi sumber kehidupan. Membudayakan siswa peduli
terhadap lingkungan, menjaga kebersihan sekolah, mencintai, merawat, dan menata
tanaman hias di sekolah, membuat kebun-kebun apotek hidup mendidik siswa menjadi
peduli terhadap lingkungan.
5. Suka Bekerja Sama
Budaya gotong royong adalah contoh nyata bahwa masyarakat Banten senang bekerja
sama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing “Guyub Halimpu” . Siswa di sekolah
dapat dibiasakan dengan pembelajaran kolaboratif yang memupuk sikap senang bekerja
sama dengan temannya. Mulai dari mencari data bersama, mengidentifikasi data,
mengasosiasi, dan mengomunikasikannya dalam tiap praktik pembelajaran di kelas.
6. Taat pada Hukum Adat
Banten memiliki dua wilayah yang masih sangat teguh memegang hukum adat yaitu
wilayah Baduy dan Kaolotan Cisungsang. Masyarakat di dua wilayah tersebut sangat
teguh berpegang pada hukum adat. “Teu unggut kalintuan,teu gedeg kaanginan”. Baduy
dipimpin oleh Puun dan Cisungsang oleh Olot.Hal positif yang dapat kita ambil untuk
dipraktikan di sekolah adalah tentang ketaatan siswa pada tata tertib sekolah. Siswa
dibiasakan menghargai dan menaati tata tertib sekolah yang dibuat bersama demi
kelancaran dan ketertiban kegiatan pembelajaran dan interaksi semua unsur civitas

akademika di sekolah.

7. Sederhana dan Mandiri
Kesederhanaan sejatinya sudah mencari ciri khas masyarakat Banten. Sultan Hasannudin
mencontohkan perilaku hidup sederhana dan mandiri pada rakyatnya. Beliau
mengembangkan perekonomian kerakyatan dan menolak tegas sistem monopoli
perdagangan yang dipraktikan penjajah. Nilai karakter sederhana dan mandiri dapat kita
latihkan kepada siswa di sekolah. Mensyukuri apa yang dimiliki walaupun sederhana,
pantang manadahkan tangan dalam tiap kebutuhan yang masih bisa diupayakan sendiri,
mencoba mandiri dalam mengurus keperluan dirinya sendiri terutama yang berkaitan
dengan kegiatan belajar.
8. Pekerja Keras
Karakter ini tergambar dari prilaku keseharian masyarakat Banten. Para petani, nelayan,
pedagang sejak dini hari sudah hiruk pikuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan
dengan pekerjaanya hari itu. Begitu pula dengan para pegawai. Dari dini hari sampai
matahari terbenam aktivitas masyarakat terus berjalan. Hal ini membuktikan bahwa
masyarakat Banten adalah pekerja keras. Mental senang bekerja keras dapat kita terapkan
pada siswa dalam praktik pembelajaran. Membiasakan siswa untuk senantiasa
bersungguh-sungguh dan memaksimalkan usaha dalam menempuh tujuan/ cita-cita
mereka.

9. Menjunjung Tinggi Kejujuran
Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana. Nilai kejujuran yang
merupakan warisan budaya di masyarakat Banten sangat layak dikembangkan di sekolah.
Para ulama

Banten

merupakan pilar utama pembiasaan sikap menjunjung tinggi

kejujuran di masyarakat. Nilai agama dasar yang paling kuat untuk motivasi sikap jujur.
Begitu pula di sekolah, membiasakan siswa untuk menjunjung tinggi nilai kejujuran
dalam prilaku dan perbuatan adalah tugas kita bersama.
Menjalin Sinergi Semua Pihak
Untuk mewujudkan pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal Banten
diperlukan kerja sama yang baik dari semua unsur yang terkait dengan bidang pendidikan. Guru,
orang tua, masyarakat, pemerintah, dan tentu saja siswa itu sendiri. Pertama siswa sebagai tokoh
utama yang menjadi sasaran pembentukan karakter mesti terlibat. Guru yang berinteraksi di
sekolah harus intens dan peduli, orang tua berperan sebagai garda terdepan di keluarga,

masyarakat yang merupakan milue /lingkungan yang turut membentuk siswa mesti mendukung

pembiasaan pembentukkan karakter. Kemudian, pemerintah sebagai penentu kebijakan sangat
berkepentingan pula dalam pembentukan karakter siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi.
Sinergi yang baik dari semua pihak tersebut diharapkan dapat mewujudkan siswa yang
memiliki karakter berakhlak mulia dan berperestasi. Di rumah, siswa dibiasakan berprilaku
akhlak mulia oleh para orang tua. Di sekolah, pembiasaan perilaku mulia pada siswa dilakukan
oleh seluruh civitas akademika . Mulai dari kepala sekolah, guru, TU, sampai pesuruh dan
penjaga sekolah. Masyarakat mengimbangi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan akhlak siswa. Misalnya dengan mengembangkan masjid menjadi sentra
pendidikan karakter, membangun fasilitas olah raga untuk mengisi waktu luang agar bermanfaat.
Optimalisasi media informasi di antara warga untuk mengkaper semua kejadian baik positif
maupun negatife.

Pemerintah

juga apresiatif terhadap kebutuhan

masyarakat, sehingga

masyarakat dapat dengan cepat mengakses program yang berkaitan dengan pendidikan karakter
siswa. Semoga dengan sinergi yang terjalin kuat dari semua pihak, siswa yang berakhlak mulia

dan berprestasi bukan hanya sekedar harapan.
*Guru SMP Negeri 4 Rangkasbitung, Alumni PPS Uhamka