Identitas Seksual Pasangan Gay Di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Tentang Pembentukan Identitas Seksual Pasangan Gay Dalam Menjalin Komunikasi Antar Pribadi Di Antara Mereka Di Kota Bandung)

(1)

(2)

di Antara Mereka di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh ,

DITA GITA LISTIAN NIM. 41808159

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI ILMU HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(3)

(4)

iv Bandung)

Oleh: Dita Gita Listian

NIM. 41808159

Penelitian ini di bawah Pembimbing : Desayu Eka Surya., S.Sos., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung.. Untuk menjawab masalah diatas, maka diangkat sub fokus-sub fokus penelitian berikut ini : latar belakang, eksternalisasi, objektivasi, internalisasi, dan pembentukan identitas seksual. Sub fokus tersebut untuk mengukur fokus penelitian, yaitu : pembentukan identitas seksual pasangan gay.

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan studi fenomenologi, Subjek penelitiannya adalah pasangan gay. Informan dipilih dengan teknik purposive sampling, untuk informan utama penelitian berjumlah 4 (empat) pasang gay, dan untuk memperjelas serta memperkuat data adanya informan kunci yang berjumlah 3 (tiga) orang. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi pustaka dan penelusuran data online. Untuk uji validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Adapun teknik analisis data dengan mereduksi data, mengumpulkan data, menyajikan data, menarik kesimpulan, dan evaluasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1. Latar belakang pembentukan identitas seksual gay didasarkan pada faktor baik secara internal dan eksternal, 2. Dalam eksternalisasi adanya pengaruh budaya lingkungan terhadap pembentukan identitas seksual gay juga terdapat bahasa tubuh atau simbol khusus yang digunakan dalam proses pembentukan identitas seksual pasangan gay, 3. Dalam objektivasi pasangan gay membedakan identitas seksualnya tidak hanya melalui hubungan seksual tetapi juga dari sikap dan sifat dominan yang dimiliki oleh masing-masing di antara mereka, 4. Dalam internalisasi adanya pengaruh sosialisasi primer dan sekunder terhadap pembentukan identitas seksual pasangan gay, 5. Pembentukan identitas seksual perihal peran maskulin dan feminin dalam pasangan gay yang tidak hanya terbentuk dari pola hubungan seksual tetapi dari sisi sifat dan perilaku yang dimiliki seorang gay terhadap pasangannya.

Kesimpulan pembentukan identitas seksual menunjukkan pesan deliveryis ditafsirkan bersama-sama dengan tujuan khusus untuk memilah peran feminin dan maskulin dalam kehidupan pasangan gay.

Saran untuk pasangan gay untuk tetap menjaga norma agama, susila, dan moral yang ada, masyarakat tidak seharusnya mengucilkan atau melecehkan gay, bagi peneliti selanjutnya untuk membuat ini penelitian lebih spesifik, contoh komunikasi ruang, komunikasi sentuh, proksemik pada pasangan gay, dan lebih kaya literatur.


(5)

v By : Dita Gita Listian

NIM. 41808159

This research under Guidance: Desayu Eka Surya., S.Sos., M.Si

This research has many purposes to know how the formation of sexual

identity of gay couples in establishing inter-personal communication between them in the city of Bandung. This study to answer the above problems, it is no sub researchment focuses on the following: background, externalization,

objectivization, internalize, and sexual identity formation. Sub focus is to

measure the focus of this research are: sexual identity formation of gay couples.

The research approach is qualitative with a phenomenological study,

subjects were gay couples. Informants selected by purposive sampling technique, the informants of the study was of 4 (four) gay couples, and to clarify and strengthen the informant data, there are 3 (three) as a key informant. The research data obtained through in-depth interview data, observation, documentation, literature and online searches. To test the validity of the data used triangulation techniques date. Techniques of data analysis is data reduction, data collection, presentation of data, draw conclusions, and evaluation.

The results showed that: 1. The background of gay sexual identity

formation based on factors both internally and externally 2. The externalization

of environmental cultural influence on the formation of gay sexual identity and any body languages or specific symbols used in the process of sexual identity formation of gay couples 3. In gay couples objectivization distinguish sexual identity not only through sexual contact but also of attitude and dominant trait possessed by each of them 4. The internalization of the influence of primary and secondary socialization of sexual identity formation gay couples 5. Sexual

identity formation about the role of masculine and feminine in gay couples are

not only formed of a pattern of sexual relations but of the nature and behavior of a gay owned by the spouse.

In conclusion, the formation of sexual identity indicates deliveryis

interpreted together with the specific purpose of sorting out the feminine and masculine roles in the lives of gay couples.

Suggestions for gay couples to while maintaining the norms of religion,

morality, and moral, the community should not exclude or harass gay, for further research to make this research more specifically, examples of space communications, communications touch, proksemik on gay couples, and richer literature.


(6)

vi Assalamua’laikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identitas Seksual Pasangan Gay (Studi Fenomenologi Tentang Pembentukan Identitas Seksual Pasangan Gay dalam Menjalin Komunikasi Antar Pribadi di Antara Mereka di Kota Bandung)”. Tak lupa shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah, Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan seluruh pengikutnya semoga rahmat dan hidayah selalu dilimpahkan padanya.

Peneliti mengucapkan terima kasih dan rasa bangga kepada kedua orang tua tercinta (Mamak dan Bapak) yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat pada penulis dan juga memberikan do’a serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama :

1. Yth. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia sekaligus Entrepreneur, yang turut memberikan ilmunya secara khusus Entrepreneurship kepada peneliti, menyediakan


(7)

vii

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah mengeluarkan surat pengantar penelitian.

3. Yth. Bapak Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM sekaligus sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan serta memberikan pengesahan pada skripsi untuk disidangkan.

4. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi juga sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan.

5. Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., selaku Dosen wali IK-4 2008 sekaligus Dosen Pembimbing peneliti yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada peneliti sebelum peneliti melaksanakan penelitian skripsi.

6. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Ilmu Komunikasi dan Public

Relations UNIKOM : Rismawaty, S.Sos., M.Si., Sangra Juliano P.,

S.I.Kom., Inggar Prayoga, S.I.Kom., Iin Rahmi Handayani, S.Sos., M.I.Kom., Adiyana Slamet, S.I.P., M.Si., Ari Prasetyo, S.Sos., M.I.Kom., Supriadi As, M. Phil, dan Tine Agustin Wulandari,


(8)

viii

7. Ibu Ratna W., A.Md., selaku sekretariat Dekan FISIP, Ibu Astri Ikawati, A.Md, dan Ibu Rr. Sri Intan Fajarini, S.I.Kom selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam administrasi selama berkuliah di UNIKOM dan selama proses penyusunan skripsi.

8. Para Informan Penelitian, terima kasih sebesar-besarnya telah meluangkan waktu serta memberikan apa yang telah dialami, dirasakan, dilihat, serta pemikiran-pemikiran lainnya sebagai data penelitian yang dibutuhkan oleh peneliti.

9. Prafitya Arie Listian, Naufal Satria Putra Listian, Pasca Fio Listian ketiga adikku tersayang yang selalu memberikan dukungan, semangat, serta arahan dan senyum canda tawa dalam kebersamaan yang senantiasa memberikan warna pada hidupku.

10. Seluruh keluargaku, yang telah memberikan dukungan doa dan semangat.

11. Kak Imaddudin seniorku yang selalu memberikan motivasi, arahan, dan kebersamaan untuk saling berbagi ilmu dalam penyusunan skripsi ini.

12. Mona Loria Lenda, Nur Azizah, Diana Puspita, dan Nur Aini Oktaviani sahabat terbaikku yang dibanggakan dan yang selalu


(9)

ix

13. Kakak dan Bang Engga yang telah membantu baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi.

14. Kak Taufik dan Kak Bayu yang telah memberikan semangat, pengalaman dan canda tawa selama penyusunan skripsi.

15. Teman-Teman IK HUMAS 1 Ayo semangat… teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita. Terus maju pantang mundur ayo IK Humas 1.

16. Teman-Teman Seperjuangan Angkatan 2008 IK Humas 2, IK Humas 3 & IK Jurnal Ayo semangat…teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terima kasih semuanya.

17. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penelitian ini, dan penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.

Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan usulan penelitian ini. Semoga dibalas setimpal dari Allah SWT, dan dapat memberikan manfaat yang


(10)

x

Bandung, Juli 2012 Peneliti

Dita Gita Listian NIM. 41808159


(11)

xi

SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.2.1 Rumusan Makro ... 14

1.2.2 Rumusan Mikro ... 15

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 15

1.3.1 Maksud Penelitian ... 15

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 16

1.4 Kegunaan Penelitian ... 16


(12)

xii

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 19

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 19

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 21

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi ... 21

2.1.2.2 Komponen-Komponen Komunikasi ... 24

2.1.2.3 Konteks Komunikasi... 24

2.1.2.4 Proses Komunikasi ... 26

2.1.2.5 Karakteristik Komunikasi ... 26

2.1.2.6 Fungsi Komunikasi ... 27

2.1.2.7 Tujuan Komunikasi ... 28

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi ... 30

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi ... 31

2.1.3.2 Ciri-Ciri Komunikasi Antar Pribadi ... 32

2.1.3.3 Jenis Komunikasi Antar Pribadi ... 33

2.1.3.4 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi ... 34

2.1.3.5 Fungsi Komunikasi Antar Pribadi ... 35


(13)

xiii

2.1.6 Tinjauan Tentang Pasangan ... 41

2.1.7 Tinjauan Tentang Gay ... 42

2.1.7.1 Pengertian Gay ... 42

2.1.7.2 Sebab-Sebab Homoseksualitas ... 43

2.1.7.3 Orientasi Seksual Kaum Homoseksualitas ... 45

2.2 Kerangka Pemikiran ... 46

2.2.1 Kerangka Teoritis ... 46

2.2.1.1 Fenomenologi ... 46

2.2.1.2 Konstruksi Realitas Sosial ... 50

2.2.2 Kerangka Praktis ... 67

2.2.2.1 Fenomenologi ... 67

2.2.2.2 Konstruksi Realitas Sosial ... 68

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 77

3.1.1 Letak Geografis Kota Bandung ... 77

3.1.2 Sejarah Kota Bandung ... 86

3.1.3 Visi dan Misi Kota Bandung ... 88

3.1.4 Sejarah Homoseksual ... 91

3.1.4.1 Zaman Nabi Luth ... 91


(14)

xiv

3.1.4.6 Faktor Penyebab Homoseksual ... 105

3.2 Metode Penelitian ... 106

3.2.1 Desain Penelitian ... 107

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 108

3.2.2.1 Studi Pustaka... 108

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 109

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 112

3.2.3.1 Informan Kunci ... 113

3.2.4 Teknik Analisis Data ... 114

3.2.4.1 Uji Keabsahan Data ... 117

3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 119

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Identitas Informan Penelitian dan Informan Kunci... 126

4.1.1 Informan Penelitian (Pasangan Gay) ... 126

4.1.2 Informan Kunci ... 135

4.2 Analisa Hasil Penelitian ... 138

4.2.1 Latar Belakang Identitas Seksual Pasangan Gay ... 139

4.2.2 Eksternalisasi pada Pembentukan Identitas Seksual Pasangan Gay ... 149


(15)

xv

4.3 Pembahasan Penelitian ... 187

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 207

5.2 Saran ... 209

5.2.1 Saran untuk Pasangan Gay ... 209

5.2.2 Saran untuk Masyarakat ... 209

5.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya ... 210

DAFTAR PUSTAKA ... 211

LAMPIRAN ... 217


(16)

xvi

Tabel 2.2 Tingkatan Orientasi Seksual Skala Kinsey ... 44

Tabel 3.1 Data Kecamatan Beserta Kelurahan Kota Bandung ... 80

Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian ... 113

Tabel 3.3 Daftar Informan Kunci ... 114

Tabel 3.4 Waktu Penelitian ... 120

Tabel 4.1 Jadwal Wawancara Informan ... 122

Tabel 4.2 Jadwal Wawancara Informan Kunci... 122


(17)

xvii

Gambar 1.2 Pasangan Gay yang Menjalani Kehidupan Bersama ... 9

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teoritis ... 66

Gambar 2.2 Model Aplikasi Penelitian ... 76

Gambar 3.1 Peta Kota Bandung ... 78

Gambar 3.2 Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif ... 115

Gambar 4.1 Pembentukan Identitas Seksual Pasangan Gay ... 205

Gambar L.1 Informan Kunci 1 (teman dekat salah satu informan) ... 327

Gambar L.2 Informan Kunci 3 (seorang Dosen Psikolog) ... 327

Gambar L.3 Informan Kunci 2 (salah satu orang tua informan) ... 328

Gambar L.4 Informan Penelitian Bernama Jery ... 328

Gambar L.5 Informan Penelitian Bernama Salim ... 329

Gambar L.6 Informan Penelitian Bernama Louis dan Nathan ... 329

Gambar L.7 Informan Penelitian Bernama Harun dan Heri ... 330


(18)

xviii

Lampiran 2 Surat Rekomendasi Pembimbing... 219

Lampiran 3 Surat Ijin Melakukan Penelitian ... 220

Lampiran 4 Berita Acara Bimbingan... 221

Lampiran 5 Surat Pengantar Wawancara ... 222

Lampiran 6 Lembar Revisian Usulan Penelitian ... 223

Lampiran 7 Pedoman Observasi... 224

Lampiran 8 Transkrip Observasi ... 225

Lampiran 9 Surat Rekomendasi Sidang ... 228

Lampiran 10 Lembar Identitas Informan ... 229

Lampiran 11 Lembar Identitas Informan Kunci ... 237

Lampiran 12 Hasil Wawancara Informan ... 240

Lampiran 13 Hasil Wawancara Informan Kunci ... 302

Lampiran 14 Lembar Revisi Skripsi... 326


(19)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Tuhan menciptakan manusia dan makhluk lainnya agar dapat hidup berpasang-pasangan, seperti halnya Adam yang diciptakan oleh Tuhan dengan jenis kelamin laki-laki sehingga diciptakanlah Hawa yang dibuat dari tulang rusuk kiri Adam dengan jenis kelamin perempuan. Akan tetapi realitanya sekarang ini semakin banyak manusia yang tidak lagi mengindahkan makna hidup berpasangan sebagaimana mestinya. Adanya fenomena ketertarikan antara laki dengan laki-laki atau wanita dengan wanita menunjukkan bahwa orientasi seksual seseorang telah mengalami penyimpangan.

Menurut Swara Srikandi Indonesia (Asosiasi Lesbian dan Gay Indonesia) Orientasi seksual merupakan salah satu dari empat komponen seksualitas yang terdiri dari daya tarik emosional, romantis, seksual dan kasih sayang dalam diri seseorang dalam jenis kelamin tertentu. Tiga komponen seksualitas adalah jenis kelamin biologis, identitas gender (arti psikologis pria dan wanita) dan peranan jenis kelamin (norma-norma budaya untuk perilaku feminin dan maskulin).1

1

Drs. Argyo Demartoto, MSi. 2010. SEKS, GENDER, DAN SEKSUALITAS LESBIAN. Melalui http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/seks-gender-dan-seksualitas.pdf diakses pada tanggal 11/02/2012/pukul 16.32 WIB


(20)

Orientasi seksual seseorang mulai terbentuk saat mereka memiliki kematangan persepsi penglihatan, pendengaran dan kematangan fisik, yang membuat individu saat berhadapan dengan objek tersebut merasakan suatu kegairahan dan keinginan bertingkah laku seksual tertentu untuk memuaskannya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada orientasi seksual seseorang. Seperti yang kita ketahui bahwa istilah homoseksual, biseksual dan transgender kerap kali dianggap sebagai penyimpangan seksual tetapi kini justru berkembang dan mereka pun menjadi lebih terbuka di tengah kehidupan sosialnya.

Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain yang berlawanan jenis (heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta dengan makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak.

Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.2

2

Kelly Brook, Education Of Sexuality For Teenager, North Carolina : Charm press, 2001, hlm. 89


(21)

Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian untuk penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu atau penderita yang mengalami disorientasi seksual tersebut mendapatkan kenikmatan fantasi seksual secara melalui pasangan sesama jenis.3

Orientasi seksual ini dapat terjadi akibat bawaan genetik kromosom dalam tubuh atau akibat pengaruh lingkungan seperti trauma seksual yang didapatkan dalam proses perkembangan hidup individu, maupun dalam bentuk interaksi dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan individu memiliki kecenderungan terhadapnya.

Di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian dalam jumlah bermakna terus melakukannya.4 Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pria di Indonesia yang memilih menjalani hidupnya sebagai gay.

BANDUNG, (PRLM). - Koordinator Himpunan yang bergerak di bidang kesehatan man have sex with man (MSM) Abiasa Bandung, Ronnie, Jumat (15/8), mengungkapkan, saat ini terdapat 17.000 pria homoseksual yang tersebar di berbagai daerah di Kota Kembang. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah mengingat setiap tahun selalu terjadi peningkatan yang cukup signifikan.5

3

Kelly brook, Ibid, hlm. 94 4

Veronica Adesla, S.Psi. 2009. Kategori Klinis. Melalui http://www.epsikologi.com/epsi/Klinis_detail.asp?id=551 diakses pada tanggal 07/02/2012/pukul 23.10WIB

5

Harian Umum Pikiran Rakyat (A-164/A-147). 2008. Kaum Gay di Bandung Ada 17.000. Melalui http://www.pikiran-rakyat.com/node/75401 diakses pada tanggal 08/02/2012/pukul 22.44 WIB


(22)

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa di daerah Bandung sendiri perilaku homoseksual ternyata banyak dilakukan dan masih terdapat kemungkinan adanya peningkatan jumlah orang yang melakukan perilaku menyimpang tersebut. Data sebelumnya memperlihatkan adanya perkembangan jumlah pria homoseksual yang terus meningkat. Menurut data yang dimiliki oleh Himpunan Abiasa tahun 2009 terdapat sekitar 9.000 pria homoseksual yang ada di kota Bandung, pada bulan Februari tahun 2010 terdapat 10.298 pria homoseksual yang terdapat di kota Bandung.

Di banyak tempat di kota Bandung, gay berkumpul di tempat dugem yang beberapa mengadakan malam khusus gay, atau berkumpul di mall, taman, taman hiburan, tempat fitnes, atau kolam renang. Belakangan akses internet juga dapat mempermudah bertemunya para gay. Banyaknya situs-situs jejaring sosial, seperti facebook, facelink, faceparty, netlog dan lain sebagainya menjadi media bagi gay tertutup untuk menemukan teman sesama gay-nya.

Seiring berkembangnya jaman dan era keterbukaan kini para gay sudah mulai mencari jenisnya dan membentuk komunitas tertentu yang mulai memperlihatkan jati diri. Jati diri sendiri menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah ciri atau keadaan khusus yang ada pada seseorang. Adapun menurut sumber lain, jati diri memiliki arti sebuah pribadi atau realitas pada diri yang melekat erat menyatu tak terpisahkan.


(23)

Bahkan suatu kematian tidak akan menghilangkan jati diri pada suatu individu. Setiap individu memiliki pribadi jati diri yang selalu khas unik.6

Para gay tersebut sudah terang-terangan berkumpul di suatu tempat bahkan mulai berani mengungkap identitas dan orientasi seksualnya. Namun komunitas gay cukup sulit, karena visibilitasnya tidak serta merta nampak nyata. Memang untuk komunitas gay ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gay terutup yang cenderung sembunyi- sembunyi dalam mengekspresikan orientasi seksualnya. Dan gay terbuka, yang membuka status dan mengekspresikan identitas dan orientasi seksualnya pada teman, keluarga hingga lingkungan ataupun masyarakat luas.

Setiap individu memiliki sejumlah identitas peran salah satunya adalah identitas peran seksual. Pelaksanaan peran (role performance) dan tingkat dukungan sosial akan membantu menentukan pentingnya suatu identitas peran tertentu dalam konsep diri seseorang secara keseluruhan. Definisi-definisi subyektif tidak terbatas pada benda-benda dalam lingkungan eksternal. Salah satu masalah definisi yang paling penting yang dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan diri sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat didalamnya. Definisi individu mengenai diri ini akan melahirkan identitas diri.

Identitas seksual sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan seksual setiap pasangan. Menurut Drs. Argyo Demartoto, M. Si, identitas seksual adalah apa yang orang katakan mengenai kita berkaitan dengan perilaku atau orientasi seksual kita,

6

Liputan6. 2008. Jati Diri. Melalui http://blog.liputan6.com/20080107/jati-diri diakses pada tanggal 15/01/2012/pukul 06.08 WIB


(24)

kita benarkan dan percaya sebagai diri kita. Sehingga identitas tersebut harus diakui oleh aktor sendiri sebagai identitasnya.7 Dari definisi mengenai identitas seksual tersebut, sehingga dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan identitas seksual adalah bagian dari identitas diri yang kita yakini sebagai perilaku atau orientasi seksual yang ada pada diri kita. Seperti layaknya pasangan lawan jenis pada umumnya, pasangan gay juga memiliki peran maskulin dan feminin dalam kehidupan romantikanya. Jika dalam pasangan lawan jenis identitas seksual dapat diketahui secara jelas maka hal tersebut tidak pada pasangan gay.

Identitas minoritas seperti gay yang disandang secara seksual oleh individu tidak serta-merta muncul dan diterima begitu saja oleh individu tersebut. Identitas tersebut muncul melalui tahap-tahap perkembangan identitas homoseks hingga pada akhirnya pergaulan terbuka dengan orang-orang heteroseks yang menerima identitas seksualnya memungkinkan individu tersebut memperluas rasa keanggotaannya sampai kepada masyarakat luas. Namun ada pula gay yang membuka diri hanya kepada kaum homoseksual saja dan tidak kepada lingkungan yang lain.

7

Mantabjaya. 2011. Identitas Seksual. Melalui http://id.shvoong.com/lifestyle/family-and-relations/2147298-identitas seksual/#ixzz1liP5eOiZ diakses pada tanggal 07/022012 pukul 11.44 WIB


(25)

Gambar 1.1 Lambang Kaum Gay

Sumber: www.kompas.com8

Dibukanya identitas seksual kaum gay pastinya telah didasari pemikiran yang matang dari dalam diri gay itu sendiri. Baik itu dibuka kepada masyarakat luas maupun membuka identitas seksualnya hanya kepada keluarga atau hanya dalam komunitas gay saja. Bahkan ada juga yang telah mengidentifikasi diri sebagai seorang gay, tapi tidak pernah membuka identitas tersebut kepada siapapun bahkan kepada komunitas gay sekalipun.

Pada masa dewasa awal, beberapa gay terbuka pada publik dan menjalin hubungan percintaan. Namun banyak juga yang masih berusaha mengatasi konflik dengan orang tua dan anggota keluarga, atau menyembunyikan orientasi seksualnya

8

http://internasional.kompas.com/read/2010/11/22/07344195/Jerman.Punya.Peti.Mati.Khusus .Kaum.Gay diakses pada tanggal 20/02/2012 pukul 11.35 WIB


(26)

dihadapan keluarga (Papalia & Olds, 2001). Hal tersebut disebabkan kurangnya informasi yang diterima oleh kebanyakan masyarakat dan otomatis berdampak pula pada kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pendidikan seksual, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas. Tidak adanya pengetahuan yang memadai inilah yang menyebabkan munculnya informasi-informasi yang simpang siur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berkenaan dengan homoseksualitas di Indonesia khususnya di kota Bandung. Hingga kemudian memberikan stigma negatif mengenai homoseksualitas.


(27)

Gambar 1.2

Pasangan Gay yang Menjalani Kehidupan Bersama

Sumber: www.forum.kompasiana.com9

Tobing (2000) mengatakan, kehidupan gay seringkali dianggap masyarakat sebagai perilaku menyimpang. Oleh karena itu masyarakat pada umumnya cenderung menolak keberadan gay. Mereka menilai gay sebagai “komunitas tidak baik”, sebab menyimpang dari kelaziman etis dan sosial.

9 http://forum.kompas.com/internasional/40325-bintang-glee-nikahi-pasangan-gay.html


(28)

“Saat ini sudah ada pria gay yang bisa terbuka dan berani untuk mengakui bahwa dia homoseksual. Namun yang tertutup pun jumlahnya masih sangat banyak. Adanya kelompok gay yang masih tertutup disebabkan masyarakat Indonesia belum dapat membuka tangan untuk mengakui keberadaan kaum homoseksual,” ujar Ronnie. 10

Tanggapan-tanggapan tersebut menjelaskan bahwa keberadaan kaum gay memang belum sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat. Mengapa dikatakan belum sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat? Karena sampai detik ini di Indonesia tidak ada undang-undang yang melegalkan adanya pasangan sejenis. Kalaupun sekarang ini banyak gay yang sudah terbuka mengenai identitasnya, tetapi tetap saja masih banyak masyarakat yang menentang keberadaan kelompok minoritas ini. Hal tersebut disebabkan karena jelas bahwa kehidupan kaum gay tidak dibenarkan dalam norma agama maupun norma sosial. Namun mereka pun harus mampu bertahan hidup di tengah lingkungan masyarakat yang belum dapat menerima keberadaan mereka sepenuhnya.

Menurut Coleman (1982) dalam Homosexuality: Social, Psychological, and Biological Issues beberapa dampak negatif yang akan dialami oleh seorang gay bila ia berani mengambil sikap untuk menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang gay kepada lingkungan sosialnya, misalnya seperti dibuang oleh keluarga, tidak diakui oleh keluarga, dihina oleh masyarakat umum, dikucilkan, baik oleh teman maupun lingkungan sosial, dikeluarkan dari pekerjaan, atau tidak diterima bekerja dalam suatu

10

Harian Umum Pikiran Rakyat (A-164/A-147). 2008. Kaum Gay di Bandung Ada 17.000. Melalui http://www.pikiran-rakyat.com/node/75401 diakses pada tanggal 08/02/2012/pukul 22.44 WIB


(29)

perusahaan. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang membuat beberapa gay menjadi tertutup akan identitas dirinya.

Dalam hal ini, seorang gay harus dapat menemukan pasangan atau orang lain yang memiliki kesamaan untuk dapat diajak berinteraksi dan memberikan apa yang diharapkan sebagai tujuannya. Akan tetapi, dibalik itu semua terdapatnya gejala positif yang muncul dimana gay merupakan fakta sosial dari sisi sebagian masyarakat yang memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama jenis guna memenuhi kebutuhan akan biologis dan kasih sayang. Karena keberadaannya yang minoritas itulah seorang gay harus mampu mengaktualisasikan dirinya di tengah masyarakat dengan menjadikan dirinya sosok yang memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat, seperti menjadi seorang aktivis, artis, bahkan guru sekalipun. Walaupun banyak pihak yang tidak setuju dengan hal ini atau kontra dengan pola dan perilaku komunikasi dari para gay itu sendiri.

Fenomena gay ini tidak hanya dilihat dari sisi negatifnya saja, karena bisa saja faktor keluargalah yang membentuk identitas diri dari gay itu sendiri. Dalam proses ketertarikan seorang gay dengan sesama jenisnya ini bisa jadi dilatarbelakangi dengan background yang bervariasi dan tahap-tahap yang membuat seseorang memutuskan untuk menjalani hidupnya sebagai seorang gay.


(30)

“Menjadi gay itu ada fasenya. Pertama denial, di fase ini yang menentukan nantinya gimana. Ini fase yang susaaah banget. Masa denial gue 5 tahun. Kedua, acceptance. Di sini udah mulai curious dan cari informasi,” jelas Jimmy (bukan nama sebenarnya). Bagi Jimmy, menjadi gay itu adalah pilihan. "Hidup itu pilihan, gue pengen kayak gini," ujarnya. "Gue milih ini karena gue udah siap. Kebanyakan orang suka let it flow dan tahu-tahu mereka stuck, ’kokgueudah sejauh ini ya?”11

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keputusan orang untuk menjadi seorang gay merupakan pilihan hidup. Dan keberadaan mereka tidak dapat dipungkiri karena tidak ada satupun orang yang meginginkan terlahir sebagai seorang gay. Pergulatan antara kondisi yang menuntut mereka untuk tampil seperti masyarakat pada umumnya, dan dorongan yang begitu kuat untuk terus menjalankan kehidupan lain sebagai gay, tentunya akan membuat dilema tersendiri diantara mereka. Pertentangan-pertentangan antara normatifitas dan hasrat sebagai gay, membentuk identitas yang bisa saling berlawanan.

Adanya identitas lain yang saling bertentangan yang membuat penelusuran ini menjadi menarik. Hall sendiri menuturkan bahwa tidak ada identitas yang bisa tetap, tetapi identitas ini akan terus mengalami perubahan, tinggal bagaimana pergeseran dan perubahan karakter identitas tersebut menandai bagaimana kita memikirkan diri kita dan orang lain.12 Maka dapat diperoleh keterangan bahwasannya ada

11

Batari Saraswati dan Floresiana Yasmin Indriasti Boulevard ITB . 2007. I’m Gay. Melalui http://boulevarditb.blogspot.com/2007/06/i-am-gay.html diakses pada tanggal 08/02 2012/pukul 23.13WIB

12

Chris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2004, hal. 171


(31)

kemungkinan mereka untuk terus mempertahankan atau dileburkan menjadi satu, atau bahkan berjalan beriringan akan identitas mereka sekarang ini.

Tuntutan-tuntutan yang dialami dan menekan para gay baik dari segi sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya merupakan bagian dari hal yang harus dijalani dalam pencapaian harapan hidup yang ingin diraihnya. Dengan tuntutan tersebut menjadikan para gay mau tidak mau mencari pasangan sebagai bagian dari hidupnya yang dipengaruhi dari latar belakang setiap para gay tersebut.

Pembentukan identitas seksual berkenaan dengan peran maskulin dan feminin dalam pasangan gay menarik sekali, sama halnya dimana peran maskulin dan feminin terjadi pada kehidupan pasangan lawan jenis pada umumnya. Namun, para gay tersebut memiliki cara yang unik dalam menjalani kehidupan bersama pasangan sejenisnya untuk dapat memilah siapa yang berperan sebagai ‘pria’ dan ‘wanitanya’ . Apakah gay tersebut dapat menunjukan kompetennya dalam berkomunikasi dengan pasangan sejenisnya? Hal ini menunjukan suatu fakta yang ada dalam kehidupan dimana seorang gay pun bisa memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam hubungan berpasangan.

Kajian komunikasi menerangkan dan menggambarkan bagaimana pembentukan identitas seksual seorang gay terhadap pasangannya itu terjadi. Fenomena pembentukan identitas seksual yang ditunjukkan oleh seorang gay dalam kehidupan berpasangannya tersebut secara khusus dibahas dalam penelitian ini dimana untuk melihat dan menggambarkan suatu kondisi realita yang terjadi di tengah kehidupan kita dan bagaimana kita menyikapi hal tersebut.


(32)

Harapan peneliti dalam mengangkat masalah ini ke dalam penelitian, karena gay merupakan suatu fenomena yang menarik dan ada dalam realitas kehidupan ini. Dapat dikatakan menarik karena gay memiliki caranya sendiri untuk menciptakan identitas seksual dengan pasangannya. Fenomena pembentukan identitas seksual pasangan gay tersebut diharapkan dapat mengetahui proses pembentukan identitas seksual yang terjadi dalam kehidupan pasangan gay. Karena mempelajari komunikasi tidak pernah ada habisnya, sehingga dari permasalahan ini diharapkan dapat mengetahui lebih jauh dan lebih mendalam.

Dari uraian yang telah penulis ungkapkan dalam latar belakang penelitian di atas, maka penulis merumuskan masalah makro penelitian sebagai berikut : “Bagaimana pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara merekadi Kota Bandung?”

1.2 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti merinci secara jelas dan tegas dari fokus pada rumusan masalah yang masih bersifat umum dengan subfokus-subfokus terpilih dan dijadikannya sebagai rumusan masalah makro dan mikro, yakni :

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

1. Bagaimana pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung?


(33)

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

1. Bagaimana latar belakang pembentukan identitas seksual pasangan gay di Kota Bandung?

2. Bagaimana eksternalisasi pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung?

3. Bagaimana objektivasi pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung?

4. Bagaimana internalisasi pembentukan identitas seksual pasangan dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka gay di Kota Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini pun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian dari penelitian sebagai ranah kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut:

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai “Pembentukan Identitas Seksual Pasangan Gay di Kota Bandung”.


(34)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini mencapai hasil yang optimal maka terlebih dahulu perlu tujuan yang terarah dari penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang pembentukan pasangan gay di Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui eksternalisasi pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui objektivasi pembentukan identitas seksualpasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui internalisasi pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung.

5. Untuk mengetahui pembentukan identitas seksual pasangan gay dalam menjalin komunikasi antar pribadi di antara mereka di Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara teoritis Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.


(35)

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan kajian studi ilmu komunikasi secara umum, komunikasi antar persona dan non verbal secara khusus.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi dan masalah penelitian yang sama dalam konteks psikologi komunikasi. Selain itu pula dapat menjadi acuan dan dapat memperdalam pengetahuan dan teori mengenai informasi yang berhubungan dengan studi ilmu komunikasi.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas

Untuk pihak universitas khususnya Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas berguna sebagai literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk seluruh mahasiswa untuk meningkatan pengetahuan mahasiswa memberikan pengetahuan tentang pembentukan identitas seksual pasangan gay

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi mengenai pembentukan identitas seksual


(36)

dalam pasangan gay sehingga realita tersebut mampu dijadikan pelajaran dan mampu menjadi pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya remaja dan masyarakat umum lainnya.


(37)

19 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan fenomenologi dan fokus masalah penelitian yakni mengenai identitas seksual gay yang dijadikan sebagai bahan literatur dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

Yang pertama adalah Mengungkap Fenomena Komunitas Gay di Kota Malang oleh Albertin Danis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang, 2011. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pola-pola interaksi dan komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan oleh kaum gay ditinjau melalui Komunikasi Antar Pribadi (KAP), saat mereka melakukan hubungan secara sosial dengan sesama gay di dalam suatu kelompok maupun masyarakat secara umum.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan komunikasi verbal yang dilakukan oleh komunitas gay di dalam kelompok memiliki sebuah keunikan pemakaian bahasa, yang disebut sebagai bahasa gaul.Komunikasi nonverbal dalam komunitas gay juga memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan tanda bahwa mereka adalah gay pada sesama gay, menyembunyikan maksud pembicaraan pada orang di luar komunitas gay, serta membedakan kedekatan antar anggota maupun kelompok berbeda dalam satu komunitas. Interaksi kaum gay ternyata


(38)

tidak hanya sebatas melalui interaksi secara langsung, tapi juga melalui media massa. Banyak keluarga dari para gay yang belum tahu tentang kehidupan anggota keluarga mereka yang menjadi seorang gay. Apabila ketahuan pasti akan nada permasalahan yang cukup besar dihadapi. Tapi tidak menutup kemungkinan, keluarga dari para gay menerima kondisi yang sebenarnya.

Dan yang kedua adalah Pembentukan Identitas Seksual Kaum Gay oleh Urin Laila Sa’adah, Fakultas Psikologi UIN MALANG, 2008. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kronologis pembentukan orientasi identitas seksual pada gay serta untuk mengetahui cara kaum gay dalam mempertahankan identitas seksualnya di tengah-tengah kuasa heteronormativitas di masyarakat, yang cenderung melihat semua aturan dan pandangan dari sisi hubungan heteroseksual.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kronologis pembentukan identitas seksual gay mulai dirasa oleh subjek ketika menginjak usia Sekolah Menengah Pertama. Walaupun pada usia Sekolah Dasar seringkali mereka sudah berbeda dalam menjalani kehidupan bersosialisasi bersama teman-teman yang lain, namun semua itu tidak terlalu dirasakan oleh subjek. Menginjak usia di Sekolah Menengah Atas dilema keberbedaan ketika lebih menyukai teman laki-laki sudah mulai muncul saat itu subjek belum bisa mendefinisikan kalau dirinya gay atau homoseksual. Setelah subjek mengetahui adanya terminologi gay atau homoseksual baru subjek mulai menafsirkan dirinya apakah sesuai dengan ungkapan tersebut. Penguatan dan keyakinan diri bahwa identitas seksualnya


(39)

adalah sebagai seorang gay setelah melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis atau ketika subjek menemukan komunitas homoseksual.

Melakukan hubungan seksualitas dengan sesama jenis bagi gay sudah menjadi bagian hidup yang tidak mudah digantikan. Untuk itu banyak hal yang dilakukan kaum gay untuk tetap bisa melakukan hubungan seksual homo salah satunya melalui politik identitas. Politik identitas di sini merupakan salah satu siasat untuk tetap mempertahankan identitas, dengan cara menyesuaikan diri sesuai dengan kondisi yang menuntut gay untuk bersikap sesuai dengan lingkungannya. Dan akhirnya, identitas diri dimaknai oleh gay tetap sebagai laki-laki walaupun seringkali mereka berdandan seperti layaknya perempuan. Laki-laki tetap diakui sebagai identitas diri mereka.

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat artinya makhluk yang tidak hidup tanpa ada bantuan orang lain di sekelilingnya. Oleh karena itu ia akan selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya, sampai akhir hayatnya, dan untuk memenuhi semua kebutuhannya itu manusia harus selalu berinteraksi dengan yang lainnya dan dalam interaksinya itu akan terjadi saling mempengaruhi. Semakin lama manusia itu hidup dan tumbuh, maka semakin banyak ia akan berinteraksi dan semakin luas ruang lingkup interaksinya, baik itu interaksi dalam kehidupan kelompok ataupun dengan


(40)

masyarakat di lingkungannya. Untuk memperlancar jalannya interaksi tersebut, maka ini tidak luput dari alat yang digunakan untuk berinteraksi yaitu “komunikasi” karena tanpa komunikasi interaksi tidak akan bisa terjadi.

“Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication menurut asal katanya berasal dari bahasa latin Communicate, dalam perkataan ini bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2002:9)

Carl I Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other

individuals (communicates).”(Proses dimana seseorang (komunikator)

menyampaikan perangsang (lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain. (Effendy, 2002:49)

Sedangkan menurut Gerald Amiler yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy menjelaskan bahwa:

In the main communication has as its central interest those behavioral situations in which source transmit in message to a receiver (s) with conscious inten to a fact the latte’s behavior”. (Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana sesseorang sebagai sumber menyampaikan sesuatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya). (Effendy, 2002:49) Berdasarkan dari definisi di atas, dapat dijabarkan bahwa komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang


(41)

(biasanya lambang bahasa) kepada orang lain (komunikan) bukan hanya sekedar memberi tahu tetapi juga mempengaruhi seseorang atau sejumlah orang tersebut untuk melakukan tindakan tertentu (merubah perilaku orang lain).

“Mengenai tujuan komunikasi R. Wayne Pace, Brent. D. Peterson dan M. Dallas Burnett mengatakan “ Bahwa tujuan sentral dari komunikasi meliputi tiga hal utama, yakni : To Secure Understanding (memastikan pemahaman), To Establish Ecceptance (membina penerimaan), To Motified Action (motivasi kegiatan).” (Effendy, 1986:63)

Jadi pertama-tama haruslah diperhatikan bahwa komunikan itu memahami pesan-pesan komunkasi, apabila komunikan memahami berarti ada kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan, karena tidak mungkin memahami sesuatu tanpa terlebih dahulu adanya kesamaan makna (Communis). Jika komunikan memahami dapat diartikan menerima, maka penerimannya itu perlu dibina selanjutnya komunikan dimotivasi untuk melakuakn suatu kegitan. Uraian tersebut jelas, bahwa pda hakikatnya komunikasi dalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain, baik secara langsung melalui lisan maupun tidak langsung melalui media proses komunikasi.

Proses komunikasi pada dasarmya adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan seseorang komunikator kepada komunkan pasan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain.


(42)

2.1.2.2 Komponen-Komponen Komunikasi

Komunikasi itu sendiri memiliki komponen-komponen yang terdapat pada komunikasi. Dari pengertian komunikasi sebagaimana diutarakan diatas tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi.

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Dinamika Komunikasi, lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari:

1. Komunikator (Communicator): Orang yang menyampaikan pesan. 2. Pesan (Message): Pernyataan yang didukung oleh lambang. 3. Komunikan (Communican): Orang yang menerima pesan.

4. Media (Media): Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

5. Efek (Effect): Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy, 2000:6)

Maka, komunikasi merupakan proses dimana tak luput dari siapa yang menyampaikan, pesan apa, kepada siapa, menggunakan media apa, dan efek yang diperoleh. Komponen tersebut menjalankan prosesnya dengan berbagai cara untuk menyampaikan suatu gagasannya.

2.1.2.3 Konteks Komunikasi

Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruangan hampa sosial, melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu. Menurut Deddy Mulyana secara luas konteks disini berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi yang terdiri dari:


(43)

1. Aspek bersifat fisik: seperti iklim, suhu, cuaca, bentuk ruangan, warna dinding, tempat duduk, jumlah peserta komunikasi dan alat untuk menyampaikan pesan.

2. Aspek psikologis: seperti sikap, kecenderungan, prasangka dan emosi para peserta komunikasi.

3. Aspek sosial: seperti norma kelompok, nilai social dan karakteristik budaya.

4. Aspek waktu: yakni kapan berkomunikasi (hari apa, jam berapa, pagi, siang, sore, malam). (Mulyana, 2007:77)

Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka dikenallah komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.

Unsur-unsur dari proses komunikasi di atas, merupakan factor penting dalam komunikasi, bahwa setiap unsur tersebut oleh para ahli komuikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus. Menurut Deddy Mulyana proses komunikasi diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan bicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. 2. Komunikasi Non Verbal

Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsang verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. (Mulyana, 2000:237)


(44)

2.1.2.4 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Menurut Onong Uchjana Effendy, Proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni :

1. Proses komunikasi secara primer, Proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

2. Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Effendy, 2004:11&16) Proses yang dijalani memiliki suatu karakteristik dari komunikasi tersebut, seperti halnya karakteristik komunikasi dibawah ini.

2.1.2.5 Karakteristik Komunikasi

Proses penyampaian pesan atau komunikasi memiliki karateristik tersendiri, menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dalam bukunya diperoleh gambaran bahwa pengertian komunikasi memiliki karakterisitik komunikasi, yaitu:


(45)

1. Komunikasi adalah suatu proses, Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.

2. Komunikasi dalam upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan, Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. 3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para

pelaku yang terlibat, Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik, apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama-sama-sama mempunyai perhatian yang sama-sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan.

4. Komunikasi bersifat simbolis, Dimana komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang.

5. Komunikasi bersifat transaksional, Pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya pula dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing, pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu, Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. (Sendjaja, 2004:1.13-1.16)

Dari karakteristik tersebut, komunikasi memiliki fungsi-fungsi dalam penyampaiannya agar pesan tersebut tersampaikan dengan baik.

2.1.2.6 Fungsi Komunikasi

Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, sehingga komunikasi itu sendiri memiliki fungsi-fungsi dalam kehidupan manusia. Maka menurut Harold D. Lasswell dalam bukunya Cangara, mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain :

1. Manusia dapat mengontrol lingkungannya


(46)

3. Melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya. (Cangara, 1998:59)

Berbeda dengan Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, fungsi komunikasi terdiri sebagai berikut:

1. Menyampaikan Informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence). (Effendy, 2004:8)

Adapun dalam buku Ilmu Komunikasi oleh Widjaja, komunikasi dipandang dalam arti luas sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut :

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk


(47)

keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan imaji dari drama, tari, kesenian, kesusatraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok, dan individu.

8. Integrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain. (Widjaja, 2000: 65-66)

Dari fungsi-fungsi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka komunikasi pun memiliki tujuan penting dalam kehidupan manusia.

2.1.2.7 Tujuan Komunikasi

Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud disini menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi.

Secara umum, menurut Wilbur Schramm (1974) dalam buku Sendjaja, tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan yakni: kepentingan sumber atau pengirim atau komunikator dan kepentingan penerima atau komunikan. Dengan demikian maka tujuan komunikasi yang ingin dicapai dapat digambarkan sebagai berikut:


(48)

Tabel 2.1 Tujuan Komunikasi Tujuan Komunikasi dari Sudut

Kepentingan Sumber

Tujuan Komunikasi dari Sudut Kepentingan Penerima

1. Memberikan informasi 1 Memahami informasi

2. Mendidik 2. Mempelajari

3. Menyenangkan atau menghibur 3. Menikmati 4. Menganjurkan suatu tindakan atau

persuasi

4. Menerima atau menolak anjuran Sumber: Sendjaja, 2004:2.19

Berbeda dengan Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, tujuan komunikasi adalah :

1. Perubahan Sikap (Attitude Change) 2. Perubahan Pendapat (Opinion Change) 3. Perubahan Perilaku (Behavior Change)

4. Perubahan Sosial (Social Change). (Effendy, 2004: 8)

Tujuan-tujuan diatas merupakan bagian dari maksud penyampaian pesan dari pihak komunikator kepada komunikan dimana berupaya untuk mengendalikan apa yang terjadi dilingkungan masyarakat.

Proses komunikasi ini dilakukan dalam berbagai konteks dan diantaranya dengan komunikasi antar pribadi sebagai konteks komunikasi dalam penelitian ini khususnya.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi

Kehidupan sosial tak luput dari interaksi antar sesama manusia, yang disadari ataupun tidak. Untuk mengetahui lebih jelas tentang komunikasi


(49)

antar pribadi ini, diawali dengan pengertian dari komunikasi antar pribadi sebagaimana dibawah ini :

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi antar pribadi secara berbeda-beda.

Menurut Barnlund dalam bukunya Wiryanto, mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai pertemuan antara dua, tiga orang, atau mungkin empat orang yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur. (Wiryanto, 2004:32-33)

Adapun dengan definisi yang dikemukakan oleh Joseph A. Devito (Devito 1989:4) dalam bukunya “The Interpersonal Communication” sebagaimana yang dikutip oleh Deddy Mulyana, mendefinisikan sebagai berikut :

“Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (The process of sending an receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback). (Effendy, 2003:59-60)

Berdasarkan definisi di atas menunjukkan komunikasi antar pribadi merupakan bagian dari komunikasi yang berlangsung diantara sekelompok


(50)

kecil dengan efek yang diterima secara langsung. Dalam komunikasi antar pribadi memiliki ciri-ciri sendiri pada prosesnya.

2.1.3.2 Ciri-Ciri Komunikasi Antar Pribadi

Penyampaian pesan yang berlangsung antara dua orang atau sekelompok kecil ini memiliki ciri-ciri yang menunjukkan proses komunikasi antar pribadi yang berlangsung.

Menurut Barnlund sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri (1991) dalam bukunya Wiryanto, mengemukakan beberapa ciri yang mengenali komunikasi antar pribadi sebagai, berikut :

1. Bersifat spontan

2. Tidak mempunyai struktur 3. Terjadi secara kebetulan

4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan 5. Identitas keanggotaan tidak jelas, dan

6. Dapat terjadi hanya sambil lalu. (Wiryanto, 2004:33)

Adapun menurut Everett M. Rogers mengartikan komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Ciri-ciri komunikasi antar pribadi menurut Rogers dalam bukunya Wiryanto, adalah sebagai berikut:

1. Arus pesan cenderung dua arah 2. Konteks komunikasinya dua orang 3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

4. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas, terutama selektivitas keterpaan tinggi

5. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relatif lambat, dan


(51)

6. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap. (Wiryanto, 2004:35-36)

Ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang dikemukakan para ahli lainnya pun turut mendukung akan fungsi dari komunikasi antar pribadi.

Menurut Reardon (1987) sebagaimana yang dikutip oleh Alo Liliweri mengemukakan juga bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan atas dorongan berbagai faktor

2. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan yang tidak disengaja 3. Kerap kali berbalas-balasan

4. Mengisyaratkan hubungan antar pribadi antara paling sedikit dua orang

5. Berlangsung dalam suasana bebas, bervariasi dan berpengaruh, dan

6. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna. (Liliweri, 1997:13)

Ciri-ciri tersebut ada pada komunikasi antar pribadi yang didalamnya memiliki jenis dari keberlangsungan komunikasi tersebut.

2.1.3.3 Jenis Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif karena prosesnya yang lebih menunjukkan hubungan yang dekat satu sama lain. Sehingga menurut Onong Uchjana Effendy pada bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, dalam komunikasi antar pribadi secara teoritis komunikasi antar pribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yaitu:


(52)

1. Komunikasi Diadik (dyadic communication), adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung dua orang yakni yang seseorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan oleh karena prilaku komunikasinya dua orang. Maka dialog yang berlangsug secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan seorang itu.

2. Komunikasi Triadik (triadic communication), adalah komunikasi antar pribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang. Yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seseorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung. (Effendy, 2004:62-63)

Jenis-jenis komunikasi diatas tersebut dijalankan dengan maksud dan tujuannya, sebagaimana dalam konteks komunikasi secara antar pribadi memiliki tujuan-tujuan yang diintregrasikan satu sama lain.

2.1.3.4 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Menjalankan proses komunikasi sadar atau tidak sadar dalam pelaksanaannya terdapatnya tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dalam buku pengantar ilmu komunikasi bahwa komunikasi antar pribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan, yaitu:

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain, Melalui komunikasi antar pribadi dapat mempelajari bagaimana dan sejauhmana untuk membuka diri. Komunikasi antar pribadi akan mengetahui nilai, sikap dan perilaku orang lain serta dapat menanggapi dan memprediksikan tindakan.


(53)

2. Mengetahui dunia luar, Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan untuk memahami lingkungan secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian orang lain.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan, Manusia diciptakan sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain.

4. Mengubah sikap dan perilaku, Dalam komunikasi antar pribadi seringkali berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Karena dalam komunikasi antar pribadi banyak menggunakan waktu untuk mempersuasi orang lain.

5. Bermain dan mencari hiburan, Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Bercerita dengan teman, menceritakan tentang kejadian-kejadian lucu dan pembicaraan-pembicaraan lain yang hamper sama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan.

Seringkali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi demikian perlu dilakukan, karena bisa memberi suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain, Psikiater, psikolog klinik dan ahli terapi adalah contoh-contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain. Tugas-tugas tersebut sebagian besar dilakukan dengan komunikasi antar pribadi.

Pada dasarnya dalam keseharian kita, komunikasi antar pribadi yang paling sering digunakan dan dilakukan karena konteks komunikasi ini menjadikan kita lebih dekat, mengenal diri sendiri dan orang lain serta menjadi hubungan lebih bermakna. (Sendjaja, 2004:5.13-5.15)

Tujuan-tujuan yang diintregrasikan dalam komunikasi antar pribadi memiliki fungsi-fungsi didalamnya.

2.1.3.5 Fungsi Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi memiliki potensi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan dari proses komunikasi tersebut.


(54)

Dalam komunikasi antar pribadi memiliki fungsi-fungsi yang dijadikan sebagai proses perolehan atau pencapaian dari tujuan, dan fungsi komunikasi antar pribadi, yaitu:

1. Mendapatkan Informasi, Salah satu alasan kita terlibat dalam komunikasi interpersonal adalah agar kita dapat memperoleh pengetahuan tentang orang lain. Teori Penetrasi Sosial mengatakan bahwa kita mencoba untuk mendapatkan informasi tentang orang lain sehingga kita dapat berinteraksi dengan mereka secara lebih efektif.

2. Membangun Pemahaman Konteks, Dalam komunikasi interpersonal untuk membantu lebih memahami apa seseorang mengatakan dalam konteks tertentu. Kata-kata yang diucapkan dapat berarti berbagai hal yang sangat tergantung pada bagaimana mereka mengatakan atau dalam konteks apa. Isi Pesan merujuk ke permukaan tingkat makna dari pesan dan Hubungan Pesan dilihat bagaimana pesan dikatakan. Keduanya akan dikirim secara bersamaan, tetapi masing-masing mempengaruhi arti yang ditugaskan untuk komunikasi.

3. Membangun Identitas, Komunikasi interpersonal adalah untuk membangun identitas. Peran kita bermain dalam hubungan kita membantu kita membangun identitas.

4. Kebutuhan interpersonal, Dalam komunikasi interpersonal karena kita perlu untuk mengekspresikan dan menerima kebutuhan interpersonal. William Schutz telah mengidentifikasi tiga kebutuhan, yaitu :

a. Inklusi adalah kebutuhan untuk membangun identitas dengan orang lain.

b. Kontrol adalah kebutuhan untuk latihan kepemimpinan dan membuktikan kemampuan seseorang.

c. Kasih sayang adalah kebutuhan untuk membangun hubungan dengan orang. Kelompok adalah cara terbaik untuk mendapatkan teman dan menjalin hubungan.1

1

Google.co.id/interpersonal/http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://ww w.abacon.com/commst dies/interpersonal/infunctions.html/diakses pada tanggal 27/03/2012/pukul 16.15 WIB


(55)

2.1.4 Tinjauan Tentang Studi Fenomenologi

Penelitian ini mengenai studi fenomenologi maka, pada tinjauan pustaka ini akan mengkaji mengenai fenomenologi dengan mengawali pengertian dari fenomenologi, sebagai berikut:

2.1.4.1 Pengertian Fenomenologi

Istilah phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Oleh karena itu fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. Pemikiran fenomenologi bukan merupakan sebuah gerakan pemikiran yang koheren.

Menurut Edmund Husserl (1859-1938) dalam bukunya Natanson (1966:3) yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto & Bambang Q-Aness dalam bukunya, menyatakan :

“Fenomenologi adalah untuk memurnikan sikap alamiah kehidupan sehari-hari dengan tujuan menerjemahkannya sebagai sebuah objek untuk penelitian filsafat secara cermat dan dalam rangka menggambarkan serta memperhitungkan struktur esensialnya”. (Ardianto & Q-Aness, 2007: 128)

Pengertian fenomenologi menjelaskan akan apa yang terjadi dan tampak dalam kehidupan dengan menintrepretasikan sesuatu yang dilihatnya. Dengan demikian fenomenologi membuat pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas.

Menurut Stephen W. Little Jhon dalam bukunya Theories of Human Communication, menurutnya :


(56)

“Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif mengintrepretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya”. (Little Jhon & Foss, 2009:57)

2.1.4.2 Keragaman Fenomenologi

Suatu hal yang terjadi dan ada dalam lingkungan yang diintrepretasikan dari pengalamannya yang nyata menjadi sebuah realitas, memiliki keragaman dalam tradisi fenomenologinya. Menurut Little Jhon & Foss dalam bukunya Theories of Human Communication, Tiga kajian pemikiran umum membuat beberapa tradisi fenomenologis, Yaitu :

1. Fenomenologi Klasik, dimana mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran yang terfokus.

2. Fenomenologi Persepsi, sebuah reaksi yang menentang objektivitas, dimana penggabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna didunia.

3. Fenomenologi Hermeneutik, mengintrepretasikan keberadaan dimana pengalaman alami yang tidak terelakkan. Realitas sesuatu itu tidak diketahui dengan analisis yang cermat atau pengurangan, melainkan oleh pengalaman alami yang diciptakan oleh penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. (Little Jhon & Foss, 2009:58-59)

2.1.5 Tinjauan Tentang Identitas Seksual

Castells memberikan beberapa definisi tentang identitas antara lain sebagai berikut:

Identitas merupakan sumber makna pengalaman seseorang. Selain itu identitas merupakan proses konstruksi makna yang berdasarkan pada atribusi kultural. Pengertian ini memberikan pemahaman pada identitas yang dimaknakan dari luar. Identitas bersifat jamak (plural) dan tidak tunggal. Identitas tidak sama dengan peran atau seperangkat


(57)

peran (roles). Identitas dalam hal ini lebih berfungsi sebagai penata dan pengelola makna. Sementara peran dengan sendirinya akan menata fungsi-fungsi sosialnya. Gugus identitas adalah sumber-sumber makna bagi subyek yang dikontruksi melalui proses individualisasi. Identitas berhubungan erat dengan proses internalisasi nilai, norma, dan tujuan yang sifatnya sangat ideal. Pada dasarnya identitas itu bisa dibedakan menjadi dua yaitu identitas individu dan identitas sosial.2

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti pendapat berikut ini:

Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men. (Karakteristik seksual dibagi menjadi dua jenis. Karakteristik seksual primer adalah langsung berhubungan dengan reproduksi dan termasuk organ seks (alat kelamin). Karakteristik seksual sekunder adalah atribut lain selain organ seks yang umumnya membedakan satu jenis kelamin dengan yang lainnya namun tidak penting untuk reproduksi, seperti payudara yang lebih besar sebagai karakteristik perempuan dan rambut yang tumbuh pada wajah serta suara yang lebih dalam sebagai karakteristik laki-laki (Microsoft Encarta Encyclopedia, 2002)

Dari pernyataan di atas berdasarkan perkembangan fisik laki-laki dan perempuan yang berbeda jenis karakter seksualnya, ada pembagian 2 (dua)

2

Manuel Castells The Power of Identity, perdebatan tentang pemaknaan ini lebih jauh

dibahas dalam bab I, Identity and the Meaning in the Network Society, Blackwell, Oxsford,1997, p. 5-67


(58)

jenis karakter seksualnya yaitu seksual primer dan seksual sekunder. Primary sexual merupakan karakteristik seksual yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi dan organ alat kelamin laki-laki maupun perempuan (genitalia). Secondary sexual adalah karakteristik seksual yang berupa tanda-tanda pertumbuhan organ seksual, seperti pada remaja putra; tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain-lain. Sedangkan pada remaja putri; tumbuh rambut kemaluan, pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, mulai mengalami haid dan lain sebagainya.

Identitas seksual berarti bagaimana seseorang memandang dirinya, baik sebagai laki-laki atau pun sebagai perempuan. Identitas seksual mengacu pada hasil pembagian jenis kelamin secara kromosomal, kromatinal (genetis), gonadal, hormonal, dan somatis (fenotipis, biotipis)(Oetomo, 2001:26). Atau dengan kata lain, identitas seksual mengacu pada kejantanan (maleness) atau kebetinaan (femaleness) dari segi ragawi (bentuk tubuh), khususnya alat kelamin luar.

Kaum gay masih tetap merasa dan menganggap dirinya sebagai laki-laki. Dalam mewujudkan seksualitasnya, ada yang bertindak sebagai pihak pasif (seperti peran perempuan dalam hubungan seksual) dan ada yang bertindak sebagai pihak aktif (seperti peran laki-laki), tetapi masing-masing tetap menganggap diri sebagai laki-laki, baik secara fisik maupun psikis. Dalam hubungan seksual, kaum homoseksualitas melakukan hubungan intim


(59)

seperti halnya perilaku seksual pada umumnya, semua tipe kontak langsung genital, didapati juga di kalangan kaum homoseksual Pada kaum homoseksual, dikenal teknik masturbasi mutual, fellatio (seks oral), koitus interfemoral dan “gesek-gesek” (frottage), serta koitus genito-anal (semburit).

2.1.6 Tinjauan Tentang Pasangan

Sering kali kita mendengar kata “pasangan”, telah kita ketahui bersama bahwa Allah menciptakan segala sesuatu itu berpasang-pasangan seperti yang tertulis dalam surat Yaasin ayat 36 yang artinya Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.

Semua yang ada di dunia ini tentu memiliki pasangan. Sebagai contohnya yaitu pria dengan wanita, suami dengan istri, ibu dengan bapak, benar dengan salah, dan lain-lain. Dalam artikata.com kata pasangan dieja menjadi pa-sang-an berarti yang merupakan pelengkap bagi yang lain, yang menjadi padanannya (jodoh, teman bermainnya, dan sebagainya), atau dapat diartikan sebagai partner.3

3 KBBI 3. 2011. Melalui http://artikata.com/arti-373231-pasangan.html diakses pada tanggal


(60)

2.1.7 Tinjauan Tentang Gay 2.1.7.1 Pengertian Gay

Gay, istilah ini menunjuk pada homophili laki-laki. Gay berarti orang yang meriah. Istilah ini muncul ketika lahir gerakan emansipasi kaum homoseks (laki-laki maupun perempuan) yang dipicu oleh Peristiwa Stonewall di New York pada tahun 60-an. Istilah gay ini mengacu pada gaya hidup, suatu sikap bangga, terbuka, dan kadang-kadang militan terhadap masyarakat. Orang yang menyebut diri gay, ke-gay-annya itu dianggap mencakupi keseluruhan pribadinya (Oetomo, 2001:6).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa homoseksualitas atau di Indonesia yang identik dengan kata “gay” adalah bentuk penyimpangan orientasi seksual dan psikososial yang dialami oleh individu tertentu.

Berdasarkan hasil sebuah riset ilmiah, setiap individu mempunyai potensi menjadi seorang homoseksual. Namun tingkatannya berbeda satu sama lainnya. Sebagian besar dari kita mungkin akan terkejut ketika ternyata, dari salah satu penelitian yang dilakukan hampir semuanya mengacu bahwa gen ternyata berperan sangat penting dalam orientasi seksual seseorang.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selama berada dalam kandungan, ketika bayi terpapar testosteron (hormon pria lebih banyak, maka jari manis akan tumbuh lebih cepat. Dari dasar penelitian inilah, maka salah satu peneliti lain (yang juga tidak pernah disebutkan namanya, dan dibahas dalam


(1)

B. DATA ORANG TUA/WALI

I. Nama Lengkap Ayah : Joko Sutrianto

Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 11 November 1965

Alamat : Jl. Raya Jagawana, Kavling Jagawana Blok D/43 Rt 07/03 Desa Sukarukun, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Kota Cikarang 17630

Pekerjaan : Wiraswasta

II. Nama Lengkap Ibu : Listyowati

Tempat, Tanggal Lahir : Jombang, 19 Mei 1967

Alamat : Jl. Raya Jagawana, Kavling Jagawana Blok D/43 Rt 07/03 Desa Sukarukun, Kecamatan Sukatani,

Kabupaten Bekasi, Kota Cikarang 17630 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


(2)

C. RIWAYAT PENDIDIKAN

PENDIDIKAN FORMAL

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2008 – Sekarang

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Kosentrasi Ilmu Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

-

2. 2005 – 2008 SMA Negeri 1 Cikarang Utara Berijazah 3. 2002 – 2005 SMP Negeri 1 Cikarang Utara Berijazah 4. 2001 – 2002 SDN 01 Sukarukun Cikarang Berijazah 5. 1995 – 2001 SDN 09 Pagi Percontohan SIEMENS

Jakarta Timur

Pindah

6. 1994 – 1995 TK Kurnia Jakarta Timur Berijazah

PENDIDIKAN NONFORMAL

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2005 Kursus Bahasa Inggris di Lembaga IEC Cikarang Utara

Bersertifikat

2. 2009 Pelatihan Melejitkan Potensi dan Pengembangan Diri Personal Development and Self Empowerment Bandung.


(3)

No.

Tahun

Uraian Keterangan

3. 2011 Pelatihan Menulis Dalam Rangka

Memperingati HUT ke 121 tahun Bio Farma “Mengabdi Kepada Indonesia Dalam Rangka Menyehatkan Bangsa Dari Generasi ke Generasi” Bandung

Bersertifikat

D. PENGALAMAN ORGANISASI

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2008 – 2009 Sekretaris UKM PIB Mahasiswa Unikom - 2. 2005 – 2006 Sekretaris Ektrakulikuler SMA Negeri 1

Cikarang Utara, Teater Ki Jara

-

E. PELATIHAN DAN SEMINAR

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2009 Peserta Mentoring Agama Islam, di Auditorium UNIKOM.

Bersertifikat

2. 2009 Peserta Pelatihan Melejitkan Potensi dan Pengembangan Diri Personal Development and Self Empowerment, di Auditorium UNIKOM.

Bersertifikat

3. 2009 Peserta Pelatihan Table Manner di Hotel Jayakarta, Bandung.

Bersertifikat

4. 2009 Peserta Workshop Penyiaran Radio, di Auditorium UNIKOM.


(4)

No Tahun Uraian Keterangan 5. 2009 Peserta Seminar Muslimah “Atas Nama

Cinta” (Mengupas Lika-Liku Cinta Remaja

Dalam Perspektif Islam), di Auditorium UNIKOM.

Bersertifikat

6. 2010 Peserta Seminar Budaya Preneurship “Mengangkat Budaya Bangsa Melalui Jiwa Enterpreneurship”, di Auditorium

UNIKOM.

Bersertifikat

7. 2010 Peserta “Study Tour Ke Media Massa TRANS TV.”

Bersertifikat

8. 2011 Peserta Acara ”Rossy Goes to Campus” di Sasana Budaya Ganesha, Bandung.

Bersertifikat

9. 2011 Peserta Pelatihan Menulis Dalam Rangka Memperingati HUT ke 121 Tahun Bio Farma “Mengabdi kepada Indonesia dalam Rangka Menyehatkan Bangsa dari

Generasi ke Generasi” di Gedung Administrasi PT Bio Farma (Perseo), Bandung.

Bersertifikat

10. 2012 Peserta Bedah Buku “Handbook of Public Relations” Dan Seminar “How To Be A Good Writer”, di Auditorium UNIKOM


(5)

F. PENGALAMAN KERJA

No

Waktu

Keterangan

1. 1 Juli – 26 Agustus 2011

PT Bio Farma (Persero)

Jalan Pasteur No. 28 Bandung – 40161 Indonesia

G. PRESTASI

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2007 Juara I Lomba News Reader tingkat SMA Bersertifikat

2. 2008 Juara I Lomba Kaligrafi tingkat SMA -

3. 2010 Peraih Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Tahun Akademik 2009/2010


(6)

H.

KEAHLIAN

Mampu Mengoperasikan Program Komputer dan lainnya

:

Microsoft Office (Word, Excel, Acces, Front Page, Power Point) Master of Ceremony

Melukis, Menyanyi, Bermain Alat Musik

Demikian CV ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bandung, Juni 2012

Hormat saya,

Dita Gita Listian NIM. 41808159