MAKALAH MENGATASI BAHAYA KORUPSI MELALUI

1

2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seringkali kita mendengarkan kata “korupsi” di negara Indonesia ini.
Secara harfiah kata korupsi berasal dari

bahasa latin corruptio atau

corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata
asal corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun
kebanyak bahasa eropa seperti Inggris : Corruption, Corrupt;

Perancis:

Corruption dan Belanda: Corruptie. Dapat kita beranikan diri bahwa dari
bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia: ”korupsi”1.

Kemudian arti kata korupsi telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa
Indonesia itu, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia: “Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”2. Dan yang terpenting,
kemajuan

suatu

negara

sangat

ditentukan

oleh

kemampuan

dankeberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan
sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek

kehidupanmasyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama
ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang
yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat
darikeanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,
negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia
bukanlahmerupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitassumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
1
2

Hamzah, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya (Jakarta:PT.Gramedia, 1986), hal. 9
Ibid., hal. 10

3

segipengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral
dankepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari

aparatpenyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.

Grafik 1.1 Kecenderungan Korupsi di Indonesia

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa korupsi di Indonesia
merupakan ancaman utama terhadap cita-cita menuju masyarakat adil
makmur. Untuk tercapainya tahap lepas landas ekonomi diperlukan
pertumbuhan ekonomi lebih cepat dari pertambahan penduduk3. Di dalam
pasal 1 Peraturan Penguasa Perang Pusat AD tersebut perbuatan korupsi
dibedakan menjadi dua, yakni (1) perbuatan korupsi pidana dan (2) perbuatan
korupsi lainnya. Menurut pasal 2, perbuatan korupsi pidana ada tiga macam
yakni sebagai berikut.
1. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan
atau pelanggaran memperkaya diri diri sendiri atau oranglain atau suatu
badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan
suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau badan
hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran
dari masyarakat

3


Ibid., hal. 2

4

2. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan
atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
3. Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 41 sampai 50 Peraturan
Penguasa Perang Pusat ini dan dalam pasal 209, 210, 418, 419, dan 420
KUHP.
Dari tiga macam perbuatan korupsi pidana tersebut dapat disimpulkan
bahwa perbuatan pidana terjadi dalam hal apabila si pembuat melakukan
kejahatan atau pelanggaran yang merugikan negara, penyalahgunaan
kekuasaan atau tindak pindana 41 sampai 50 peraturan Penguasa Perang
Pusat ini4.
Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa hukum mengenai
tindakan korupsi mempunyai berbagai tindakan pencegahan dan hukuman
bagi koruptor. Namun yang terjadi di Indonesia, hukum-hukum tersebut
seakan-akan tidak berfungsi bahkan seperti tidak ada. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan masih banyaknya kasus-kasus korupsi yang ada di media
massa saat ini, tidak hanya itu saja kita dapat menemui tindakan korupsi
dilingkungan sekitar kita, baik di kecamatan, kelurahan, bahkan tingkat RW
sekalipun. Memang masih ada orang-orang yang jujur dilingkungan sekitar
kita namun hal tersebut seakan-akan hanya ditemukan ditengah lautan yang
luas, apalagi orang-orang yang mempunyai jabatan. Tindakan korupsi di
Indonesia tidak dapat hanya menyalahkan lemahnya hukum saja, namun
budaya bangsa ini yang mempunyai pengaruh lebih besar dalam pencegahan
ataupun terlaksananya tindakan korupsi tersebut. Korupsi sendiri merupakan
sebuah penyakit yang dimiliki oleh kebanyakan pejabat-pejabat di Indonesia
pada saat ini. Tindakan korupsi sudah bukan lagi mengenai masalah hukum,
namun lebih cenderung terhadap masalah karakter atau moral seseorang. Dan
untuk menghadapi masalah karakter ataupun moral individu tidak dapat
hanya dengan menggunakan sebuah alat “hukum” namun lebih cenderung
terhadap sebuah terapi psikologis ataupun dengan menggunakan sikap

4

Chazawi. Adami, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,
(Malang:Bayumedia, 2005), hal. 4


5

pencegahaan. Oleh sebab itu perlunya tindakan pencegahan sejak dini dan
mulai menghilangkan budaya bangsa yang dianggap buruk atau merugikan
tersebut. Salah satu caranya adalah dengan cara mendidik atau membentuk
karakter generasi penerus bangsa sejak usia dini, memang membutuhkan
waktu yang relatif lama. Namun dengan merubah budaya, tindakan korupsi
sendiri juga akan ikut berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Dan
model pendidikan karakter yang tepat digunakan adalah menggunakan model
aksi sosial Fred Newmann, dimana model ini mendepankan tantangan
pendidikan untuk tindakan moral5.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari korupsi?
2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya korupsi?
3. Apakah macam-macam korupsi?
4. Apakah dampak korupsi?
5. Bagaimana menangani korupsi melalui pendidikan karakter?


C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi;
2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya korupsi;
3. Untuk mengetahui macam-macam korupsi;
4. Untuk mengetahui dampak dari korupsi;
5. Untuk mengetahui cara penanganan korupsi melalui pendidikan karakter.

5

Cheppy, Pendidikan Moral dalam Beberapa Pendekatan,(Jakarta: Depdikbud, 1989), hal. 31

6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Secara harfiah kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau
corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata
asal corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun

kebanyak bahasa eropa seperti Inggris : Corruption, Corrupt;

Perancis:

Corruption dan Belanda: Corruptie. Dapat kita beranikan diri bahwa dari
bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia: ”korupsi”6.
Kemudian arti kata korupsi telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa
Indonesia itu, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia: “Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”. Pada dasarnya korupsi dapat
digolongkan atau dikelompokkan sebagai berikut7 :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Terdapat sebuah pendapat yang berfokus terhadap kenyataan bahwa
korupsi menimbulkan efisiensi dan pemborosan ekonomi, karena dampaknya

pada alokasi dana, pada produksi, pada konsumsi. Keuntungan yang
diperoleh melalui korupsi kemungkinan besar tidak digunakan pada sektor
investasi karena uang haram biasanya digunakan untuk bermewah-mewahan

6

Hamzah., op.cit., h. 10
Komisi. Pemberantasan. Korupsi, Memahami untuk Membasmi:Buku Panduan untuk Memahami
Tindak pidana korupsi, (Jakarta:Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006), hh. 16-17

7

7

atau disimpan dalam rekening pribadi diluar negeri itu adalah dana investasi
yang bocor dari ekonomi dalam negeri. Selain itu, korupsi menimbulkan
inefisiensi

dalam alokasi, karena memungkinkan kontraktor yang paling


ridak efisiensi tetapi pandai menyuap memperoleh kontrak dari pemerintah.
Selain itu, karena uang suap dimasukkan kedalam harga barang yang
dihasilkan, permintaan akan barang cenderung menurun, struktur produksi
menjadi bias, dan konsumsi turun ketingkat dibawah efisien. Jadi korupsi
menurunkan kesejahteraan penduduk.8 Namun ada pula orang yang
berpendapat bahwa korupsi bermanfaat : misalnya, orang dapat tanpa
kekerasan

memperoleh

inforamasi

yang

diperlukannya

mengenai

pemerintahan dan administrasi pemerintahan. Bila saluran-saluran politik
tertutup atau korupsi berguna sebagai alat untuk meredakan ketegangan yang

melumpuhkan antara birokrasi dan politisi, karena dapat membawa kedua
belah pihak ini kedalam jaringan kepentingan pribadi masing-masing.9 Dan
adapula yang mengatakan korupsi itu tidak selalu berakibat negatif, kadangkadang berakibat positif, manakala korupsi itu berfungsi sebagai uang pelicin
bagaikan fungsi minyak pelumas pada mesin. Pendapat pertama ini banyak
dianut oleh peneliti barat (Schoorl, 1980:184).10 Namun pada dasarnya dari
berbagai macam pendapat diatas sebagaian besar korupsi memiliki dampak
yang buruk bagi ekonomi, sosial, serta moral lingkungannya ataupun
pemerintahan.
Orang yang melalukan tindakan korupsi biasa disebut dengan
koruptor, sedangkan kebanyakan koruptor selalu indentik dengan “mafia”.
Istilah mafia dapat diartikan sebagai “kekuatan terselubung”. Kekuatan
terselubung sendiri dimaksudkan relasi antar aktor “ilegal” yang bersifat
sistematis , konspiratif dan kolektif hingga mendorong terjadinya pelanggaran

8

David J. Gould dan Jos A. Amaro- Reyes, The Effects of Corruption on Administratif
Performance: Illustration from Developing Countries. Word Bank Staff Working Papers Number
580, Management dan Development Series Number 7 (1983)
9
David Bayley, “The Effect of Corruption in a Developing Nation”, The Western Political
Quarterly, hlm. 272 et seq. Kita harus tidak berat sebelah. Penulis mengemukakan tesisnya dengan
banyak contoh: ia mengetengahkan pertanyaan-pertanyaan sampai ke akar-akarnya; ia menyajikan
sejumlah faktor, positif dan negatif.
10
Hamzah, op.cit., hal. 25

8

HAM.11 Mafia dalam tindakan korupsi terdapat beberapa jenis / tempat, yaitu:
Mafia Peradilan, Mafia di Kepolisian, Mafia di Kejaksaan. Pernyataanpernyataan normatif mengenai korupsi harus berdasarkan titik pandang,
standar “baik”, dan model cara kerja korupsi dalam situasi tertentu.12 Korupsi
mencakup perilaku pejabat-pejabat sektor publik, baik politisi maupun
pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan
melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan mereka, dengan
menyalah gunakan kekuasaan yang dipercayakan pada mereka. Dan jika
korupsi tidak dapat dikendalikan, korupsi dapat mengancam lembagalembaga demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam lingkungan yang korup,
sumber daya akan disalurkan ke bidang-bidang tidak produktif – kepolisian,
tentara, dan lembaga-lembaga kontrol sosial, dan kelompok penindas lainnya
karena kelompok elite akan selalu berusaha melindungi diri mereka,
kedudukan, dan harta kekayaan mereka.

B. Latar Belakang Terjadinya Korupsi
Kata sebagaian orang tindakan korupsi di Indonesia atau bahkan
didunia kebanyakan disebabkan oleh oleh kemiskinan. Tanpa kemiskinan
tidak akan ada tindakan korupsi atau kriminal lainnya. Tetapi kalaupun
merupakan penyabab korupsi, kemiskinan bukan satu-satunya penyebab. Jika
kemiskinan yang menyebabkan korupsi maka sulit menjelaskan mengapa
negara-negara kaya dan makmur penuh dengan skandal --- yang sedikit sekali
melibatkan orang yang dapat digolongkan kedalam kelompok “miskin” atau
“kekurangan”. Pendapat ini menyamakan kemiskinan dengan ketidak jujuran
– konsep ini ditentang keras oleh sejumlah pengamat, yang melihat bahwa
mengaitkan kemiskinan dengan ketidakjujuran tidak lain dari upaya
menyudutkan kelompok miskin. Juga tidak dapat dikatakan bahwa orangorang yang memanipulasi sistim perbankan, memberikan uang pinjaman uang
yang ridak dikembalikan dan melakukan perdahangan orang dalam dengan

11

Adami, op.cit., hal. 4
Susan Rose-Ackerman, Corruption: A Study in Political Economy (Newyork: Academic Press,
1978) hal. 9

12

9

deposito nasabah yang lugu, adala orang-orang melarat. Korupsi itu pisau
bermata dua --- korupsi dapat muncul dari harta dan kemakmuran.
Korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi
pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebabsebabnya, antara lain13:
1. Klasik
a) Ketiadaan

dan

pemimpinuntuk

kelemahan
menjalankan

pemimpin.
tugas

dan

Ketidakmampuan

tanggung

jawabnya,

merupakan peluangbawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang
bodoh

tidak

mungkinmampu

melakukan

kontrol

manajemen

lembaganya.kelemahanpemimpin ini juga termasuk ke-leadership-an,
artinya, seorangpemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah
dipermainkananak

buahnya. Leadership

dibutuhkan

untuk

menumbuhkan rasa takut, ewuh pakewuh di kalangan staf untuk
melakukan penyimpangan.
b) Kelemahan

pengajaran

dan

etika.

Hal

ini

terkait

dengan

sistempendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola
pengajaranetika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis,
tanpadisertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c) Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa
inimenjadi

bangsa

daripadaberusaha

yang

dan

tergantung,

senantiasa

lebih

memilih

menempatkan

diri

pasrah
sebagai

bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih
cenderungberlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan
kolusidan

nepotisme.

Sifat

dan

kepribadian

inilah

yang

menyebabkanmunculnya kecenderungan sebagian orang melakukan
korupsi.
d) Rendahnya

pendidikan.

Masalah

ini

sering

pula

sebagai

penyebabtimbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan
kemampuanmembuka peluang usaha adalah wujud rendahnya
pendidikan. Denganberbagai keterbatasan itulah mereka berupaya
13

Sofwah. Nur, Korupsi, http://www.scribd.com/doc/29350976/KORUPSI-MAKALAH,
04/03/2010

10

mencsri

peluang

denganmenggunakan

kedudukannya

untuk

memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya
pendidikan di sini adalah komitmenterhadap pendidikan yang dimiliki.
Karena pada kenyataannya, para koruptor rata-rata memiliki tingkat
pendidikan yang memadai,kemampuan, dan skill.
e) Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi
diriatas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan
seseorangcenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat
derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakankesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesarbesarnya.
f)

Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati,
seumurhidup atau di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman
sepertiitulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.

g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2. Modern
a) Rendahnya Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong
modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia.
Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
1) Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang
menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan
knowledge.
2) Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing
komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan
bangsa

dan

negara,

kepentingan

dunia

usaha,

dan

kepentinganseluruh umat manusia. Komitmen mengandung
tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan
menguntungkansemua pihak.
3) Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
4) Fisik

atau

kesehatan.

Ini

menyangkut

kemanpuan

seseorangmengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa

11

punmemiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila
tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin
standardalam mencapai tujuan.
b) Struktur Ekonomi Pada masa lalu. Struktur ekonomi yang terkait
dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara
bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada
penggantinya, sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi,
kita terlalu memporak-porandakan produk lama yang bagus

C. Macam-macam Korupsi
Sebagai langkah awal dalam pencegahan masalah korupsi, ada baiknya
kita mengetahui dan memahami mengenai hal-hal, baik macam/ motif
maupun pengelompokan tentang korupsi.

Tindakan pencegahan ini

diharapkan nantinya dapat menjaga dan menghindarkan kita agar “lebih
sedikit” untuk melanggar hukum yang dapat merugikan diri kita sendiri,
terutama orang lain. Jika dilihat berdasarkan motif perbuatannya, korupsi itu
terdiri dari empat macam, yaitu:
1.

Corruption by Greed, motif ini terkait dengan keserakahan dan
kerakusan para pelaku korupsi.

2.

Corruption by Opportunities, motif ini terkait dengan sistem yang
memberi lubang terjadinya korupsi.

3.

Corruption by Need, motif ini Berhubungan dengan sikap mental yg tdk
pernah cukup, penuh sikap konsumerisme dan selalu sarat kebutuhan yg
tidak pernah usai.

4.

Corruption by Exposures, motif ini berkaitan dengan hukuman para
pelaku korupsi yg rendah.
Macam-macam korupsi :

1.

Korupsi transaktif

2.

Korupsi investif

3.

Korupsi ekstroktif

4.

Korupsi nepotistik

5.

Korupsi autogenetik

12

6.

Korupsi suportif
Namun Korupsi dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu14:

1. Korupsi transaktif
Korupsi jenis ini ditandai adanya kesepakatan timbal balik antara
pihak yang memberi dan menerima demi keuntungan bersama, dan kedua
pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut.
Contohnya :
a. Penunjukan langsung proyek yang seharusnya melalui tender
b. Penjualan aset pemerintah dengan harga murah
2. Korupsi Investif
Korupsi investif adalah korupsi yang melibatkan suatu penawaran
barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuangan
tertentubagi pemberi, selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh
di masa datang
Contohnya :
Pejabat meminta balas budi pengusaha yang mendapatkan proyek .
Kebiasaaan ini membuat pengusaha selalu menyisihkan sebagian dana
proyek dengan mengurangi kualitas proyek untuk biaya “entertainment
(hiburan)” ini.
3. Korupsi Ekstroktif
Korupsi kategori ini menyatakan bentuk-bentuk koersi (paksaan)
tertentu di mana pihak pemberi dipaksa untuk guna mencegah kerugian
yang mengancam dirinya, kepentingan, kelompok , atau hal-hal berharga
miliknya :
Contohnya :
Seorang pemimpin proyek secara langsung maupun tidak mendapat
tekanan untuk menyetor sejumlah uang kepada pejabat di atasnya. Jika
tidak, ia bisa kehilangan kesempatan untuk menjadi pimpinan pada
proyek-proyek berikutnya
14

Uut. Mega, Pengertian Korupsi dan Macam-macamnya
http://megauuttech.blogspot.com/2012/06/definisi-korupsi-dan-macammacamnya.html, 05.09

13

4. Korupsi Nepotistik
Korupsi nepotistik berupa pemberian perlakuan khusus kepada
teman atau mereka yang mempunyai kedekatan hubungan dalam
rangkamenduduki jabatan republik.
Contohnya :
Anak atau keluarga pejabat mendapat jatah proyek paling banyak ,
juga memiliki peran besar dalam mengatur siapa yang layak
melaksanakan proyek-proyek pemerintah.
5. Korupsi Autogenetik
Korupsi autogenetik adalah korupsi yang di lakukan individu karena
memiliki kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan
pemahamnya atas sesuatu yang hanya diketahui seorang diri.
Contohnya :
Seorang penjabat penting melakukan klaim biaya perjalanan dinas
tahunan dengan jumlah hari melebihi jumlah hari dalam setahun.

D. Dampak Korupsi
Seperti yang telah diketahui korupsi telah menghasilkan pilihanpilihan yang keliru. Korupsi mendorong seseorang untuk bersaing dalam segi
penyuapan, bukan persaingan mutu dan harga barang dan jasa. Korupsi
menghambat perkembangan pasar yang sehat. Diatas semua ini, korupsi
mengacaukan pembangunan ekonomi dan sosial, yang merusak di negara ini,
negara Indonesia. Korupsi dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat
paling miskin di dunia, kelompok yang paling tidak mampu menanggung
beban biaya apapun, tidak saja harus membayar biaya yang ditimbulkan
korupsi yang dilakukan para pejabat, tetapi juga biaya yang ditimbulkan
tindak korupsi oleh perusahaan-perusahaan dari negara-negara maju. Dan
yang lebih penting lagi, biaya yang paling besar yang bukanah dalam bentuk
besarnya uang suap atau uang korupsi tersebut tetapi dalam bentuk kekacauan
ekonomi yang timbul, dan dalam hilangnya rasa hormat kepada lembaga-

14

lembaga administrasi dan tata kelola pemerintahan. Dampak Masif Korupsi
yaitu15:
1. Lesunya Perekonomian
a. Investasi dan pertumbuhan ekonomi lemah
b. Penurunan produktivitas
c. Kualitas barang dan jasa untuk publik rendah
d. Utang negara meningkat
e. Pendapatan dari pajak menurun
2. Meningkatnya Kemiskinan
a. Harga jasa dan pelayanan publik mahal
b. Pengentasan kemiskinan tidak berjalan
c. Akses masyarakat miskin semakin terbatas
Banyak proyek pemerintah ataupun bantuan asing untuk rakyat
miskin tidak efektif, karena disunat oleh oknum pejabat pemerintah yang
tidak bertanggung jawab. Dalam banyak kasus korupsi, masyarakat miskin
sering menjadi korban karena ketidak berdayaan mereka yang disebabkan
oleh diantaranya: (1) tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya
pemahaman tentang korupsi & penanggulangannya, (2) tidak adanya akses
terhadap pelayanan hukum yang appropriate bagi mereka, (3) perhatian
yang rendah dari aparat penegak hukum terhadap mereka-mereka yang
berasal dari ekonomi tidak mampu.
3. Tingginya Kriminalitas
a. Sindikat kejahatan atau penjahat leluasa melanggar hukum
b. Proteksi terhadap kelompok kejahatan
c. Desakan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin sempit
d. Solidaritas sosial semakin langka
Di banyak negara, polisi dan pengadilan merupakan salah satu
institusi yang paling korup. Tidak jarang oknum yang bekerja pada kedua
institusi tersebut berkolaborasi dengan kelompok-kelompok kriminal
tertentu, seperti bisnis prostitusi, bisnis judi dan bisnis obat terlarang.

15

Paramadina. Universitas, Dampak Korupsi bagi Eksistensi dan Negara. Jakarta:2010. Hal . 5-11

15

Kolaborasi, yang nyata-nyata merupakan tindakan korupsi ini, membuat
pemberantasan aktifitas kriminal tersebut menjadi sulit
4. Demoralisasi
a. Runtuhnya otoritas pemerintah
b. Matinya etika sosial-politik
c. Tidak efektifnya peraturan dan perundang-undangan
d. Menghalalkan segala cara
Korupsi yang merajalela yang berlarut-larut membuat masyarakat
pesimis akan keberhasilan upaya pemberantasan korupsi, padahal
optimisme masyarakat merupakan modal utama sukses perang melawan
korupsi. Pesimisme ini membuat masyarakat melakukan pembiaran
terhadap aktifitas korupsi, walaupun mereka jelas-jelas menjadi korban.
Contoh paling kasat mata adalah uang sogok kepada polisi lalu lintas
untuk menghindari surat tilang, hal yang jelas-jelas melanggar hukum ini
seolah-olah merupakan hal yang wajar-wajar saja. Dalam dataran yang
lebih besar misalnya sogok-menyogok untuk mempengaruhi penyusunan
kebijakan pemerintah, money politic dll.
5. Kehancuran Birokrasi
a. Birokrasi tidak efisien (boros)
b. Fungsi pelayanan tidak berjalan
c. Komersialisasi birokrasi
d. Birokrasi menjadi loket tiket
e. Menguatnya birokratisasi
Pada mulanya birokrasi mempunyai konotasi positif yaitu efisien, rapi
dan teratur, tetapi saat ini birokrasi mempunyai konotasi sangat negatif
yaitu tidak efisien, korup dan lamban. Perubahan makna ini terjadi akibat
kinerja lembaga pemerintah yang tidak menggembirakan. Bureaucracy is
driven by rule not by goal, sehingga sangat sulit ditemukan sosok-sosok
kreatif yang bisa bertahan dijajaran birokrasi kita. Kondisi ini diperburuk
dengan korupsi yang terjadi, sehingga sesuatu yang sudah tidak efisien dan
lamban ini menjadi semakin buruk lagi. Akibatnya posisi sebagai pegawai

16

negeri tidak menarik lagi bagi sosok-sosok muda yang cerdas dan kreatif,
mayoritas mereka lebih tertarik berkarir di perusahaan swasta
6. Terganggunya Sistim Politik & Pemerintah
a. Munculnya kepemimpinan koruptor
b. Sistem politik mandul
c. Fungsi pemerintahan tidak berjalan
d. Hilangkah ekspektasi dan kepercayaan rakyat terhadap lembaga
pemerintah
7. Buyarnya Masa Depan Demokrasi
a. Hilangnya kepercayaan publik terhadap demokrasi
b. Hancurnya kedaulatan rakyat
8. Runtuhnya Penegakan Hukum

E. Cara Mengatasi Korupsi Melalui Pendidikan Karakter
Korupsi adalah sebuah karakter manusia yang sangat meresahkan
kehidupan masyarakat. Karena korupsilah hak–hak masyarakat terbelenggu
dan terinjak. Definisi korupsi beragam. Dalam arti luas, korupsi berarti
menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi16. Jabatan adalah kedudukan
kepercayaan seseorang yang diberi wewenang atau kekuasaan untuk bertindak
atas nama lembaga. Lembaga swasta, lembaga pemerintah, atau lembaga
nirlaba. Korupsi berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya
diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak
sah. Korupsi terdiri dari berbagai jenis: suap, pemerasan,uang pelicin,
menjajakan pengaruh, nepotisme, pemalsuan, penggelapan, dan sebagainya17.
Korupsi dijumpai di berbagai negara di dunia. Tetapi dampak korupsi di
negara-negara miskin lebih merusak karena korupsi cenderung menyebabkan
hak milik tidak dihormati, terjadi kekebalan hukum, menimbulkan kerugian
ekonomi karena mengacaukan insentif; kerugian politik, karena meremehkan
lembaga – lembaga pemerintahan; kerugian sosial, karena kekayaan dan
16

Robert Klitgard, Ronald Maclean dan Lindsey Parris.2002.Penuntut Pemberantasan Korupsi
Dalam Pemerintahan Derah.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia and Partnership for Governance
Reform in Indonesi, hlm.2
17
Ibid, hal.4

17

kekuasaan jatuh kepada orang yang tidak berhak18. Kita terhenyak ketika
mendengar berita bahwa kerusakan dahsyat yang timbul setelah gempa bumi di
Turki adalah akibat korupsi yang merajalela di dalam sektor industri konstruksi
dan dalam kalangan pejabat pemerintahan Turki19.
Terkuaknya perilaku-perilaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat
Indonesia dari berbagai departemen, tidak terkecuali Departemen Agama,
membantah bahwa korupsi merupakan sebab dari kemiskinan, rendahnya
pendidikan seseorang dan ketiadaan prinsip-prinsip kaidah agama yang
membimbing kehidupannya sehari–hari20. Pejabat bukanlah orang yang
berpendidikan rendah bukanlah merupakan suatu tudingan yang tidak
mendasar, hal ini merupakan kenyataan yang ada di Indonesia, misalnya dapat
dipresentasikan dari sederet gelar yang menghiasi di depan dan di belakang
nama mereka. Haji., Drs., Prof., SH., S.Sos., dan lain sebagainya. Pejabat
bukanlah seorang yang ateis atau tidak beragama, pejabat yang dipilih oleh
rakyat salah satu syaratnya adalah harus bersumpah untuk taat kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan roh pancasila. Yang semakin membuat kita
terperangah adalah pejabat yang bergelar haji dan gelar keagamaan lainnya dari
jajaran Departemen Agama ternyata juga tidak lepas dari perilaku korupsi.
Korupsi bukan merupakan sebab dari kemiskinan, pendidikan rendah atau
seberapa jauh mereka memahami kaidah-kaidah beragama, namun korupsi
berakarkan kepada kesadaran manusia secara menyeluruh. Kesadaran manusia
dibentuk oleh lingkungan sosial, status sosial, dan pengalaman dalam
perjalanan hidup seseorang. Ketiga faktor itu adalah arsitektur dari kesadaran
manusia. Ketiga faktor itu yang menyejarah dalam perkembangan masyarakat
yang bersangkut. Dinamika faktor -faktor tersebut ditentukan oleh bangunan
sosial yang terbangun dalam kehidupan masyarakat secara kontinu. Apabila
bangunan sosial itu mengarahkan manusia terhadap pendewaan materi, maka
kepribadian seseorang akan selalu berorientasi pada perolehan materi dan
penimbunan materi. Sedangkan apabila bangunan sosial yang terbangun dalam

18

Ibid, hal.4
Ibid , hal. xiii
20
Dwi, Ismantoro. 2008.Para Pencuri Uang Rakyat: Daftar 59 Koruptor Versi KPK 20032008.Yogyakarta: Pustaka Timur, hal. 1
19

18

kehidupan masyarakat mengarahkan kepada penyampingan materi dan
memprioritaskan cinta, maka kepribadian orang akan selalu dikaitkan dengan
system-sistem dan nilai-nilai kemanusiaan. Pendewaan terhadap materi telah
menggiring seseorang untuk melakukan tindakan apa saja demi kepentingan
materi. Korupsi merupakan bentuk nyata dari pendewaan terhadap materi.
Apabila materi telah diadopsi sebagai dewa oleh manusia, maka tidak ayal lagi
manusia akan terperangkap dalam gaya hidup hedonistik. Apabila orang sudah
terperangkap dalam pendewaan materi dengan kitab sucinya yang berupa
prinsip – prinsip hedonisme, maka orang akan bertendensi memiliki penyakit
yang selalu haus akan materi, penyakit ini adalah penyakit rakus. Orang yang
rakus adalah orang yang tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah
dimilikinya.
Mencegah
pemerintah,

korupsi

dapat

memperbaiki

membantu

layanan

meningkatkan

masyarakat,

dan

pendapatan

mengembalikan

kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Upaya penanggulangan korupsi
dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu pengobatan dan pencegahan :
1. Pengobatan, menghukum secara tegas para pelaku korupsi. Khususnya pada
koruptor kelas “kakap”. Koruptor besar harus diumumkan namanya,
dihukum secara tegas sesuai tindak pidana yang dilakukan, dan dicopot dari
jabatannya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku tindak korupsi akan diadili
secara tegas, bukan sekedar hiasan bibir belaka. Ketika korupsi merajalela,
yang pertama harus dibasmi adalah persepsi salah bahwa kebal hukum itu
ada. Siapapun pelaku tindak korupsi akan mendapatkan perlakuan yang
sama.
2. Pencegahan, setelah dilakukan pengobatan maka tahap selanjutnya adalah
pencegahan yang meliputi :
a. Seleksi para pejabat dan staf pemerintahan sehingga mencapai tingkat
efisiensi. Artinya, mengurangi pegawai pemerintah yang tidak memiliki
standard. Sehingga mengurangi kemungkinan untuk memperoleh gaji
buta.

19

b. Peningkatan kehidupan beragama, yaitu dengan memperbaiki akhlak dan
selalu mengingat bahwa yang dilakukan di dunia akan dimintai
pertanggung jawabannya di akhirat.
c. Adakan perubahan sistem yang baik, misalnya pembayaran pajak yang
dialihkan kepada bank sehingga memperkecil aksi suap-menyuap,
menyederhanakan peraturan dan prosedur surat-menyurat, perijinan dan
membayar pajak.
d. Pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah.
Seseorang dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap
nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Pendidikan sering disamakan
dengan pendidikan budi pekerti. Sementara itu, pengertian pendidikan
budi pekerti menurut draft kurikulum berbasis kompetensi21 dapat
ditinjau secara konsepsional dan operasional.
1) Hakekat Pendidikan Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari
bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”
(Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan
mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan
Shadily, 1987: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter”
diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter
juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat
dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas,
2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti
ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari

21

Balitbang-Puskur.2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi Pekerti untuk
Sekolah Menengah Atas, Buram ke-6 Juli 2001. Jakarta : Depdiknas, di dalam Zuriah, Nurul.2007.
Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Prespektif Perubahan: Menggagas Platform
Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik.Jakarta: Bumi Aksara, hal.20

20

lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
sejak lahir (Koesoema, 2007: 80).
Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas
Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to
respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona
menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts:
moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991:
51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi
pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat)
terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.
Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan
(cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta
perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik
dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik
dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan
sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.
Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter
(character education).
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun
1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama
ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character
Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character:
How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui
buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya
pendidikan

karakter.

Pendidikan

karakter

menurut

Lickona

mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing
the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan
kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Pendidikan karakter

21

tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah
kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik
paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.
Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan
akhlak atau pendidikan moral.
Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan
dikemukakan juga pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak
berasal dari bahasa Arab “al-akhlaq” yang merupakan bentuk jamak
dari kata “al-khuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Sedangkan secara
terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke
arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah
pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali
mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27).
Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang
setara maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini
sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama, atau
sopan santun (Faisal Ismail, 1988: 178). Pada dasarnya secara
konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni
sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau
dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam
aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk
mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur
untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa’id,
1986: 23- 24). Etika lebih memandang perilaku secara universal,
sedang moral memandangnya secara lokal. Untuk mengaplikasikan
akhlak, etika, atau moral dalam diri seseorang dimunculkan bidang
ilmu yang disebut Pendidikan Akhlak, Pendidikan Etika, atau
Pendidikan Moral.

22

Berikut merupakan pengertian pendidikan karakter menurut
beberapa ahli antara lain:
a)

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas,

sifat,

tabiat,

temperamen,

watak”.

Adapun

berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan
berwatak.
b) Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional,
karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam
lingkup

keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter bai
k adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
buat.
c)

W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah
sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah
atribut yang dapat diamati pada individu.

d) Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya
kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifatsifat yang relatif tetap.
e)

Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian.

f)

Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran
tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk)
baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan
kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun
karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan

23

sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan
dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Dari pengertian pendidikan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan karakter merupakan upaya penanaman kecerdasan
dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan
dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang
menjadi

jati

dirinya,

diwujudkan

dalam

interaksi

dengan

Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya.
Dengan

demikian,

terbentuklah

pribadi

seutuhnya

yang

tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran,
perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai – nilai agama serta
norma dan moral luhur bangsa.
2) Tujuan pendidikan Karakter
Pentingnya pendidikan karakter untuk segera dikembangkan dan
diinternalisasikan, baik dalam dunia pendidikan formal maupun dalam
pendidikan non formal tentu beralasan, karena memiliki tujuan yang
cukup mulia bagi bekal kehidupan peserta didik agar senantiasa siap
dalam

merespon segala dinamika kehidupan dengan penuh

tanggungjawab.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sudah sangat mendesak
pendidikan karakter diterapkan di dalam lembaga pendidikan negara
Indonesia. Alasan-alasan kemerosotan moral, seharusnya membuat
bangsa ini perlu

mempertimbangkan kembali bagaimana lembaga

pendidikan mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

24

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru, tapi
juga semua stakeholder pendidikan harus terlibat dalam rangka
mengembangkan pendidikan karakter ini, bahkan pemangku kebijakan
harus menjadi teladan terdepan. Sebagai seorang guru harus bekerja
secara profesional, memberikan pelayanan yang optimal kepada
peserta didiknya, dan bekerja dengan penuh kesabaran dalam
membawa peserta didiknya menuju cita-cita pendidikan.
Doni

mengemukakan, dengan menempatkan pendidikan

karakter dalam rangka dinamika proses pembentukan individu, para
insan pendidik seperti guru, orang tua, staff sekolah, masyarakat dan
lainnya, diharapkan

semakin menyadari pentingnya pendidikan

karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai
individu dengan cara memberikan ruang bagi figur keteladanan bagi
anak didk dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses
pertumbuhan berupa kenyamanan dan keamanan yang membantu
suasana pengembangan diri satu sama lain dalam keseluruhan
dimensinya.
Secara operasional tujuan pendidikan karakter dalam setting
sekolah sebagai berikut:
a)

Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian
kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang
dikembangkan. Tujuannya adalah memfasilitasi penguatan dan
pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam
perilaku anak, baik pada saat masih sekolah maupun setelah lulus.

b) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki
makna bahwa tujuan pendidikan karakter memiliki sasaran untuk
meluruskan berbagai perilaku negatif anak menjadi positif.

25

c)

Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat

dalam

memerankan

tanggung jawab

karakter

bersama. Tujuan ini bermakna bahwa karakter di sekolah harus
dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga.
Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong
royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada tuhan yang maha esa berdasarkan pancasila. Tujuan
pembentukan karakter menghendaki adanya perubahan tingkah laku,
sikap dan kepribadian pada subjek didik.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan diadakannya
pendidikan karakter, baik di sekolah, madrasah maupun rumah adalah
dalam rangka menciptakan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia serta memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam
menjalankan kehidupan ini.

3) Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter
Berbicara tentang karakter sesungguhnya karakter merupakan
pilar penting dalam kehidupan bangsa dan negara. Ia ibarat kemudi
dalam kehidupan. Namun dalam kenyatannya, perhatian terhadap
karakter yang begitu pentingnya tidak di perhatikan dengan baik
bahkan boleh dibilang terabaikan.
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa inti

pendidikan

karakter bukanlah sekadar mengajarkan pengetahuan kepada peserta
didik tentangmana yang baik dan mana yang buruk. Namun lebih dari
itu, pendidikan karakter merupakan proses menanamkan nilai-nilai
positif kepada peserta didik melalui berbagai cara yang tepat.
Pendidikan

karakter

yang menjadi

isu

utama

dunia

pendidikan saat ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Latar
belakang menghangatnya isu pendidikan karakter adalah harapan

26

tentang pemenuhan sumber daya manusia yang berkualitas yang lahir
dari pendidikan. Dengan demikian, penanaman pendidikan karakter
sudah

tidak

dapat

ditawar

untuk

diabaikan,

terutama

pada

pembelajaran di sekolah, di samping lingkungan keluarga dan
masyarakat. Secara umum, nilai-nilai karakter atau budi pekerti ini
menggambarkan sikap dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan,
diri sendiri, masyarakat dan alam sekitar. Mengutip dari pendapatnya
Lickona (1991), “pendidikan karakter secara psikologis harus
mencakup dimensi penalaran berlandasan moral (moral reasoning),
perasaan berlandasan moral (moral behaviour).
Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter,
ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011,
seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan
berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya.
18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas
adalah:
Tabel 2.1 Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
No
.
1

Nilai
Religius

2

Jujur

3

Toleransi

4

Disiplin

5

Kerja Keras

Deskripsi
Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinyasebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama,suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuhpada berbagai ketentuan
dan peraturan.
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguhdalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas,

27

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

serta menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya.
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan caraatau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung padaorang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai samahak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untukmengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Semangat
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
Kebang-saan
yangmenempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
Menghargai
Sikap dan tindakan yang mendorong
Prestasi
dirinya untukmenghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
Bersahabat/Komu Tindakan yang memperlihatkan rasa
niktif
senang berbicara,bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan oranglain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagaibacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
Peduli
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
Lingkungan
mencegahkerusakan pada lingkungan
alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuanpada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.

28

18

Tanggung-jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugasdan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.

29

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Korupsi merajalela karena ada sebab yaitu fenomena kerakusan manusia,
sistem yang kurang efisien, hukum yang sering diremehkan, dan karakter
bangsa yang tidak bagus. Pendidikan karakter merupakan salah satu solusi
menanggulangi korupsi sejak dini. Lingkungan harus meningkatkan mutu
pendidikan agar membentuk karakter siswa yang baik serta menciptakan
lingkungan yang berakhlak mulia.

B. Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang-Puskur. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi
Pekerti untuk Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas
Chazawi. Adami. 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,
Malang: Bayumedia.
Cheppy. 1989. Pendidikan Moral dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta:
Depdikbud,
Hamzah. 1986. Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya, Jakarta:
PT.Gramedia.
Komisi Pemberantasan. Korupsi. 2006. Memahami untuk Membasmi:Buku
Panduan untuk Memahami Tindak pidana korupsi. Jakarta: Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility. Bantam Books, New York.
Lickona, Thomas. 1994. Raising Good Children: From Birth Through the
Teenage Year. Bantam Book, New York.
Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk
Membangun Bangsa. Indonesia Heritage Foundation: Jakarta.
Muin, Fatchul. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik & Praktik. Ar
Ruzz Media. Jogjakarta.
Robert Klitgard, Ronald Maclean dan Lindsey Parris. 2002. Penuntut
Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Derah. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia and Partnership for Governance Reform in Indonesia.
Susan Rose-Ackerman. 1978. Corruption: A Study in Political Economy,
Newyork: Academic Press.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Prespektif
Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara
Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam
Prespektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.
Internet :
Uut.
Mega,
Pengertian
Korupsi
dan
Macam-macamnya
http://megauuttech.blogspot.com/2015/11/definisi-korupsi-dan-macammacamnya.html, 10.40 WIB