Marlon Kamagi Pengabdian Masyarakat indonesia

PROPOSAL PENGABDIAN MASYARAKAT

JUDUL :
BANK ECENG GONDOK SEBAGAI SOLUSI KEMANDIRIAN ENERGI
DAN KETAHANAN PANGAN DI MINAHASA

TEMA :
LINTAS ISU

OLEH :
MARLON KAMAGI

1

Ringkasan Eksekutif :
Permasalahan Eceng Gondok di Danau Tondano sudah pada tingkatan sangat
mengkhawatirkan, karena sudah menutupi lebih dari 10% luas danau atau lebih
dari 400 ha. Danau Tondano mempunyai fungsi sebagai sumber air pertanian,
perikanan, PDAM dan PLTA di sebagian wilayah Provinsi Sulawesi Utara.
Dengan terancamnya ekosistem Danau Tondano akibat pertumbuhan Eceng
Gondok, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.

Pemerintah Daerah sudah menganggarkan biaya dan melakukan kegiatan untuk
pengangkatan eceng gondok dari Danau Tondano, namun belum mampu
menyelesaikan permasalahan ini seratus persen.
Pemanfaatan dan Pengelolaan Eceng Gondok menjadi alternatif energi dan pupuk
organik dengan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Bio-Massa (PLTBM)
merupakan salah satu solusi bagi permasalahan Eceng Gondok di Danau Tondano
sekaligus memenuhi kebutuhan energi dan pupuk organik.
Mekanisme yang digunakan adalah dengan sistem perbankan (Bank Eceng
Gondok) dimana masyarakat sekitar danau sebagai nasabah dan komunitas
pengelola eceng gondok sebagai pengelola Bank Eceng Gondok.
Produk yang dihasilkan adalah Bio-gass dan Pupuk Organik. Bio-gass yang
dihasilkan akan dimurnikan sehingga mencapai 80% Methan agar dapat
menggerakan generator set sehingga menghasilkan listrik untuk disimpan pada
battray untuk cadangan listrik. Bio-gass juga dapat langsung dimanfaatkan untuk
menghidupkan kompor gass, dan lampu petromax. Slurry/lumpur hasil fermentasi
akan digunakan sebagai pupuk organik. 1 ton bahan baku eceng gondok akan
menghasilkan 40% pupuk organik cair atau setara 400 liter.
Mekanisme bank eceng gondok dengan memanfaatkan PLTBM untuk pengolahan
Eceng Gondok di Danau Tondano merupakan solusi bagi kemandirian energi dan
ketahanan pangan di Minahasa, Sulawesi Utara.


2

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang luar biasa dan memiliki
keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Melihat kondisi bangsa yang belum
beranjak menjadi negara yang kuat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di
dunia, menjadi keprihatinan tersendiri. Indonesia dapat bangkit dengan
kepemimpinan yang kuat dan mampu mengonsolidasikan kekuatan segenap
elemen bangsa.
Kebangkitan bangsa yang di mulai dari desa dengan memanfaatkan segala
potensi sumberdaya yang ada dapat dilakukan dengan bekerjasama dan
bersinergi dengan semua pihak.
Indonesia memiliki potensi energi yang luar biasa baik energi fosil maupun
energi baru terbarukan. Untuk membangun sebuah bangsa dibutuhkan energi
yang besar, kita tidak bisa hanya bergantung kepada energi fosil yang seiring
berjalannya waktu akan habis. Saatnya kita bangkit dengan mengoptimalkan
potensi energi terbarukan seperti, bio-massa, energi surya (solar energy),
energi angin (wind energy), energi air (hydro energy), dan energi gelombang

(wave energy).
Bio-massa yang tersedia sangat berlimpah dan tersebar merata hampir di
seluruh wilayah Indonesia menjadi peluang pengembangan dan pemanfaatan
untuk kebangkitan Indonesia dari sektor energi.
Bio-massa berupa sampah pertanian, eceng gondok, limbah sampah organik,
dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik dan bio-gass dengan memanfaatkan
teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Bio-Massa (PLTBM). Disamping
untuk energi listrik dan gas, sisa fermentasi dapat menjadi pupuk organik
untuk pertanian.
Eceng Gondok (EG) adalah salah satu bahan baku PLTBM dan merupakan
monster air yang saat ini sudah banyak merepotkan pemerintah daerah hampir
di seluruh Indonesia. Waduk di Jakarta yang dipenuhi eceng gondok sangat
mengganggu bahkan menyebabkan banjir. Daerah lain seperti Gorontalo,

3

Eceng Gondok di danau Limboto dengan pertumbuhannya yang tidak
terkendali menyebabkan danau menjadi kering. Di Sumatera Utara, Eceng
Gondok mengganggu keramba masyarakat yang berdampak pada pendapatan
masyarakat berkurang di sekitar danau Toba.

Pemanfaatan teknologi PLTBM, dapat menjawab permasalahan di beberapa
daerah yang memiliki potensi bio-massa menjadi solusi bagi ketersediaan
energi listrik dan bio-gass bahkan ketersediaan pupuk organik.
Untuk membangun ketahanan dan keamanan pangan di Indonesia, kebutuhan
terhadap pupuk organik menjadi penting. Menurut perkiraan Kementerian
Pertanian, total kebutuhan pupuk organik nasional sekitar 30 juta ton
pertahun. Hitung-hitungannya, luas panen padi nasional sekitar 12 juta
ha/tahun, setiap hektar memerlukan pupuk organik rata-rata 2 ton per ha.
Sehingga perlu 24 juta ton pupuk organik. Sisanya 6 juta ton, untuk
memenuhi kebutuhan pupuk organik guna pengembangan SRI (System of
Rice Intensification) organik sekitar 10% dari luas tanam padi, yaitu seluas
1,2 juta ha dengan dosis pemupukan organik mencapai 5 ton pe ha di
awalnya. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik nasional sebesar 30 juta
ton per tahun diperlukan rumah kompos 30.000 unit dengan kapasitas
masing-masing 1000 ton pupuk organik/tahun.
Danau Tondano yang terletak di Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi
Utara juga memiliki permasalahan yang sampai saat ini belum mampu
diselesaikan sudah lebih dari 10 tahun. Permasalahan utama adalah
pertumbuhan Eceng Gondok yang tidak terkendali yang mengancam
ekosistem danau Tondano. Berdasarkan data visual (foto), menunjukkan EG

pertumbuhan dan pesebarannya, sudah di luar batas toleransi yaitu 3 persen
perhari mencapai lebih dari 10 persen luas danau (Kompas.com, 4 November
2011).
Danau Tondano mempunyai fungsi sebagai sumber air pertanian, perikanan,
PDAM dan PLTA di Sulawesi Utara. Danau ini juga dimanfaatkan sebagai
budidaya perikanan karamba dan jaring apung yang berjumlah kurang lebih
459 buah dengan luas 67.293 m2 dan Produksi ikan 9.115,1 ton per tahun

4

(sumber, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara),
Pertanian/Irigasi ada sekitar 3000 Ha sawah yang merupakan pemasok padi
untuk Kabupaten Minahasa, Peternakan unggas (itik di sekitar Danau
Tondano), rumah makan tepi Danau, pertambangan galian golongan C, serta
pariwisata.
Langkah untuk mengatasi permasalahan ini oleh berbagai pihak termasuk
pemerintah dan masyarakat, adalah program dan kegiatan padat karya
pengangkatan Eceng Gondok dari Danau Tondano. Langkah yang patut
dihargai namun belum mampu menyelesaikan masalah karena hanya diangkat
dari danau dan tidak dimanfaatkan atau diolah sehingga tidak memberikan

nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.

B. ANALISIS MASALAH YANG TERJADI DI KOMUNITAS
Permasalahan Sungai dan danau Tondano yaitu :
Kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA), Kerusakan Sempadan,
Pencemaran Perairan, Peningkatan erosi dan sedimentasi. Pendangkalan
danau dengan tingkat sedimentasi rata-rata sebesar 0,4 m/tahun. Sedangkan
tingkat erosi yang terjadi di bagian hulu berkisar pada 28,86 – 63,00
ton/ha/tahun (UNSRAT, 2000). Pendangkalan danau dalam kurun waktu 66
tahun semakin meningkat, dimana kedalaman semula sedalam 40 meter
sampai dengan tahun 2000 kedalamannya hanya sebesar 14 meter. Berikut
tersaji data pendangkalan pada Danau Tondano :
Data Penurunan Kedalaman Danau Tondano
Tahun
Kedalaman (m)
1934
40
1974
28
1983

27
1987
20
1992
16
1996
15
2000
14
2008
12

5

Permasalahan lainnya adalah Penurunan kualitas air Danau Tondano,
terjadinya peningkatan volume sampah/tumbuhan air maupun limbah
domestik yang masuk sebagai inlet dengan volume rata-rata 2-5 truck/hari.
Disamping itu penurunan kualitas perairan pun disebabkan oleh tingginya
kadar P (Phosphor) dan N (Nitrogen), limbah cair dan padat yang berasal dari
pemukiman, sarana wisata (hotel dan restoran), pertanian, pakan ikan serta

minyak dan oli dari perahu nelayan dan perahu transportasi.
Bencana banjir yang terjadi akibat dari pendangkalan danau dan kegiatan
illegal logging pada kawasan DTA (hulu), sehingga ketika hujan datang akan
terjadi penggerusan lahan/erosi lahan yang mengalir memasuki Danau
Tondano. Okupasi lahan oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian,
pemukiman, ladang/ perkebunan, serana prasarana pariwisata dan lain
sebagainya.
Akibat dari pengkayaan unsur hara di perairan danau yaitu peningkatan kadar
P dan N. Hal ini ditunjukkan dengan penyebaran enceng gondok pada
permukaan air Danau Tondano yang mencapai luas 400 ha atau 10% dari luas
danau.

STUDI LITERATUR
Banyak solusi yang dapat menjadi alternatif untuk menyelesaikan permasalahan
Eceng Gondok di danau Tondano. Pengangkatan Eceng Gondok dari danau
Tondano melalui program padat karya yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pihak
Swasta (PT PLN) dengan melibatkan komponen masyarakat sudah dilakukan
secara rutin, namun belum mampu menuntaskan permasalahan.
Jika mencermati budaya orang Minahasa, sangat berbeda dengan kultur budaya
Jawa yang lebih telaten dan sabar sehingga untuk pemanfaatan eceng gondok

menjadi kerajinan seperti di Jogja dan daerah lainnya di Pulau Jawa agak kurang
tepat. Hal ini ditinjukan dengan usaha yang coba dilakukan didesa Tandengan
Kabupaten Minahasa untuk membuat kerajinan dengan bahan baku Eceng
Gondok gagal.

6

Melalui penelitian ini, dengan mencermati kondisi spesifik di daerah Minahasa,
maka mekanisme bank eceng gondok dengan mengadopsi teknik serupa yang
diterapkan dalam pengelolaan bank sampah menjadi alternatif pemecahan
masalah sekaligus memberikan solusi bagi krisis energi dan krisis pangan yang
terjadi saat ini. Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Bio-Massa (PLTBM)
merupakan teknologi yang akan diterapkan dan dikelola oleh Tim Teknis
Pengelola PLTBM untuk menghasilkan enegi listrik dan pupuk organik.

A. BANK ECENG GONDOK
Inspirasi pengelolaan eceng gondok dengan sistem perbankan, berasal dari
pengalaman pada tahun 2012 saat mendampingi komunitas pengelola sampah
di Pulau Bunaken.
Pendampingan kelompok pengelolaan sampah di Pulau Bunaken berhasil

mendapatkan penghargaan MDG’s Award pada Tahun 2013 di Bali.
Melalui mekanisme bank eceng gondok, masyarakat sekitar danau akan
menjadi nasabah seperti nasabah bank sampah. Pengelola Bank Eceng
Gondok adalah kelompok masyarakat yang akan diberi pelatihan tentang
pengelolaan perbankan.
Benefit yang akan didapatkan oleh nasabah adalah bio-gas untuk bahan bakar,
pupuk organik, dan kebutuhan lainnya seperti pulsa listrik (bekerjasama
dengan PLN), pulsa telepon (bekerjasama dengan provider), Air Minum
Dalam Kemasan (bekerjasama dengan beberapa perusahaan air minum dalam
kemasan).

B. PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIO-MASSA (PLTBM)
Modul Instalasi Shelter Bio-elektrik BD 7-1000L adalah rangkaian
digester untuk

pembangkitan

energi

terbarukan


berupa

biogas

bagi

kepentingan menyalakan genset, gas sebagai bahan bakar kompor masak
memasak maupun produksi biogas guna didistribusi melalui teknik kompresi
kedalam tabung bertekanan (energi panas burner).

7

Instalasi BD 7-1000L terdiri dari 7 unit digester BD 1000 L - yang masingmasing unit digesternya terbuat dari bahan HDPE (High Density
Polyethylene), ketebalan 3 - 5 mm, memiliki dimensi PLT (Panjang =1 m,
lebar = 1 m, tinggi = 1 m) bisa bertahan hingga diatas 3 tahun. Tangki
diperkuat rangka alumunium, dirancang kuat bagi tekanan sampai 3 bar (45
psi), sementara biogas secara umum hanya memberi tekanan 3 psi. Instalasi
dilengkapi dengan 2 tabung pemurnian biogas MP 1270, 1 unit Genset Biogas
1 KVA, 2 unit gas holder BRT 1010, 1 unit pompa lumpur serta
perlengkapan (mini kompresor, manometer, water trap, valve, slang, pipa
PVC) serta kompor 2 tungku.
Kapasitas digester 7 unit @1 m3, ~ 7 m3, memerlukan input material, pada
saat pertama pengisian 7 m3 (7 ton) dan hari selanjutnya 350 liter~ 0,35 ton/
hari berupa bubur biomassa (sampah, gulma kebun, gulma air maupun
kotoran ternak yang dicacah hingga halus). Pada kondisi pemenuhan 350
liter/ hari,
Instalasi BD 7-1000 L menghasilkan biometan (biogas murni) > 80 % metan
(CH4) sebanyak 14 m3 yang memiliki daya nyala dan kalori tinggi sebagai
bahan kompor guna masak memasak maupun burner industri setara dengan 7
kg LPG/ hari, atau ketika dijadikan bahan bakar generator akan memberikan
output daya listrik 14 KWH (Kilo Watt Hour)/hari.
Keperluan lahan pendirian instalasi ini 7 m2= (1 m x 7 m), namun
keunggulan lain dari instalasi digester ini adalah fleksibilitas kapasitas
(scalable) dan modular dapat dibangun multi skala. Pada kondisi
bertambahnya material input yang akan diolah, dapat dilakukan penambahan
unit modular BD 1000 L dan akan terkoneksi langsung kepada sistim
pembangkitan modular biogas eksisting sebelumnya.
Selain penerimaan manfaat berupa bahan bakar gas sebagai suatu energi baru
terbarukan diatas, instalasi Shelter BD 7-1000L menghasilkan lumpur (slurry)
dengan kualitas pupuk cair organik sebanyak 1,400 liter/hari. Lumpur ini
dapat ditingkatkan kualitasnya dengan menambahkan kedalamnya aneka
bakteri (penambat N2, pelarut posfat dan KCL) atau zat tumbuh, sehingga

8

memiliki nilai tambah (added value) sebagai pupuk hayati atau pupuk
organik.
METODE RISET
A. PROGRAM PENGABDIAN MASYARAKAT
Program pengabdian masyarakat yang ditargetkan untuk mengatasi masalah
adalah :
1. Pendampingan dan Pelatihan Kelompok Pengelola Eceng Gondok untuk
operasional PLTBM;
2. Pendampingan dan Pelatihan Sistem Perbankan kepada Kelompok
Pengelola Bank Eceng Gondok.

B. TARGET PROGRAM
Yang menjadi target implementasi program adalah masyarakat di Kelurahan
Tolour Kecamatan Tondano Timur Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi
Utara. Kelurahan ini berada tepat di hulu sungai danau Tondano dan menjadi
target program karena Kantor Kelurahan sampai saat ini belum dialiri listrik
dan operasional kantor kelurahan dikerjakan di rumah Lurah.
Dengan adanya proyek ini, diharapkan akan memenuhi kebutuhan energi
listrik untuk operasional kantor kelurahan sehingga dapat menunjang
kelancaran pelayanan kepada masyarakat.
Kelompok pengelola Eceng Gondok adalah anggota masyarakat di Kelurahan
Tolour yang akan diberi pelatihan teknis pengelolaan PLTBM.
Kelompok Pengelola Bank Eceng Gondok adalah ibu rumah tangga dan
beberapa pemuda dengan latar belakang pendidikan starat-1 Ekonomi atau
SMK Akuntansi dan akan diberi pelatihan tentang Sistem Perbankan (Bank
Eceng Gondok).

C. STRATEGI
Strategi pencapaian target program dalam mengatasi masalah yang dihadapi
adalah :

9

1. Identifikasi Resource (sumberdaya), Organization (Organisasi), dan
Norms (Norma/Nilai)
Tahapan awal dalam pelaksanaan proyek adalah dengan melakukan
identifikasi : Sumber Daya (manusia, finansial, peralatan, bahan baku,
dan teknologi), Organisasi/Kelembagaan pengelola sumber daya, dan
Nilai/Norma yang melandasi organisasi/kelembagaan dalam mengelola
sumberdaya.
2. Penyusunan Rencana Aksi
Dengan teridentifikasinya R-O-N, menjadi landasan dalam penyusunan
rencana aksi program yang akan disusun bersama dengan komunitas.
Rencana aksi merupakan rencana komunitas yang akan diimplementasi
oleh komunitas dan dimonitoring oleh komunitas.
3. Implementasi Program dan Monitoring
Implementasi program akan dilaksanakan secara partisipatif dengan
keterlibatan komunitas secara maksimal dalam tahapan pelaksanaan
program.

Dalam

proses

implementasi

program,

akan

dilakukan

monitoring berbasis komunitas sehingga dapat dipastikan bahwa
partisipasi komunitas dalam program dapat optimal.
4. Evaluasi dan Feed Back
Tahapan selanjutnya adalah evaluasi dan feed back. Evaluasi akan
dilakukan bersama dengan komunitas. Hasil evaluasi akan dijadikan feedback bagi penyempurnaan program kedepan, dan dijadikan bahan untuk
replikasi kepada komunitas lain atau desa lain di sekitar danau Tondano.

JADWAL RISET DAN INDIKATOR CAPAIAN BULANAN
(terlampir)
RENCANA ANGGARAN BELANJA
(terlampir)

10

Daftar Pustaka :
1.

Modul Diklat, Diklat Manajemen Perencanaan Berbasis Komunitas dan
Mekanisme Kolaborasi serta Peran Fasilitator, kerjasama antara Pemda SeSulawesi dan JICA-Sulawesi Capacity Development Project, 2012.

2.

Anonim. 2008. Arah Kebijakan Subsidi Pupuk. Bahan Sarasehan Nasional
Pupuk dan Pemupukan Menuju 2015. Ditjen Tanaman Pangan. Jakarta

3.

http://konservasidanautondano.wordpress.com/

4.

http://kencanaonline.com/index.php?route=product/product&path=70&produ
ct_id=262

11