MODEL ANALISIS KOEFISIEN SATUAN PEKERJAA

MODEL ANALISIS KOEFISIEN SATUAN PEKERJAAN
KONSTRUKSI GEDUNG DI KOTA MAKASSAR
Yuliandi1, Shirly Wunas2, Wihardy Tjaronge2, Rudy Djamaluddin2
1
2

Mahasiswa Program Studi S3 Teknik Sipil Program Pascasarjana Unhas
Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

ABSTRAK
Semakin meningkatnya korupsi dengan cara mark-up biaya pembangunan gedung
menjadi ancaman moral yang akan membawa kehancuran Negara dan Bangsa
Indonesia. Hampir semua pembangunan bangunan gedung terindikasi adanya mark-up
biaya yang bertujuan korupsi, seakan sudah menjadi budaya bahwa dimana ada
pembangunan disitu ada korupsi. Menjadi pertanyaan, mengapa tindakan korupsi lebih
banyak menggunakan sarana mark-up. Apakah dengan mark-up biaya pembangunan
gedung tidak dapat diketahui dan diawasi ?
Penelitian ini bertujuan membentuk (1) formulasi baru atau modifikasi formulasi
sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh berbagai pihak pada analisis koefisien
satuan pekerjaan untuk menentukan dengan tepat biaya pembangunan gedung, (2)
formulasi yang memperhitungkan pengaruh lokasi dan unjuk sifat tenaga kerja lokal, dan

(3) formulasi yang mudah dimodifikasi untuk digunakan pada lokasi berbeda dengan
unjuk sifat tenaga kerja yang berbeda pula. Akan dilakukan secara aktual pada
perhitungan biaya pembangunan gedung-gedung pemerintah, seperti bangunan
perkantoran, bangunan sekolah, dan bangunan-bangunan pelayanan kesehatan dengan
menggunakan data dari proyek-proyek yang sudah selesai mencapai 80% hingga 100%.
Hasil penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat mencegah mark-up biaya yang
bertujuan untuk tindakan korupsi.
A. PENDAHULUAN
Proses analisis biaya konstruksi adalah suatu proses untuk memprakirakan atau
mengestimasi jumlah biaya yang akan digunakan untuk membangun suatu konstruksi
gedung mulai dari pekerjaan pondasi sampai selesainya bangunan gedung yang
memenuhi spesifikasi yang ditentukan dalam rancangannya. Selain spesifikasi dimaksud,
bangunan gedung sebagai tempat kegiatan manusia, maka harus memenuhi syarat
andal, aman, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Telah ada banyak metode yang dapat diterapkan pada prakiraan biaya konstruksi
tetapi sampai saat ini, belum ada kesamaan hasil antara prakiraan konsultan, pemilik dan
kontraktor. Para estimator di Indonesia baik konsultan maupun kontraktor masih banyak
mengacu pada BOW (Burgerlijke Open bare Werken) yang ditetapkan tanggal 28
Pebruari 1921 pada jaman pemerintah Belanda, yang tentunya sudah banyak hal pada
jaman itu yang tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Akibatnya penerapan metode

BOW pada estimasi biaya menjadi tidak akurat lagi.
Meskipun sudah ada upaya yang dilakukan oleh Puslitbang Pemukiman untuk
meningkatkan Kualitas Infrastruktur Bidang Permukiman melalui Pengembangan
Teknologi Tepat Guna antara lain Kajian Indeks Biaya Konstruksi Pekerjaan Beton
Bertulang dan Baja untuk Konstruksi Bangunan Gedung, tetapi belum menghasilkan
suatu rumusan baku yang mudah digunakan pada berbagai lokasi yang berbeda ataupun
dapat dimodifikasi dengan mudah untuk lokasi-lokasi dengan tingkat kesulitan khusus.

1

Ketidak-akuratan dalam estimasi dapat memberikan efek negatif pada seluruh
proses konstruksi dan semua pihak yang terlibat didalamnya. Menurut Pratt (1995)
fungsi dari estimasi biaya dalam industri konstruksi adalah:
a) Untuk mengetahui apakah prakiraan biaya konstruksi dapat terpenuhi dengan biaya
yang ada
b) Untuk mengatur aliran dana ketika pelaksanaan konstruksi sedang berjalan
c) Untuk kompetisi pada saat proses penawaran
Estimasi biaya berdasarkan spesifikasi dan gambar kerja yang disiapkan pemilik
bangunan harus menjamin bahwa pekerjaan akan terlaksana baik dengan tepat waktu
sehingga kontraktor dapat menerima keuntungan yang layak. Estimasi biaya yang akurat

sangat tergantung pada keahlian dan pengalaman serta kerajinan estimator
menggunakan informasi informasi terbaru dalam mengikuti seluruh proses pelaksanaan
pekerjaan bangunan gedung; yang pada umumnya para estimator mengacu pada
metode BOW dengan membagi kelompok biaya dalam 4 (empat) komponen utama
sebagai berikut:
1) Estimasi biaya langsung (material, labor dan peralatan)
2) Estimasi biaya tak langsung
3) Keuntungan (profit)
4) Biaya tak terduga (unexpected costs)
Pengelompokan tersebut di atas mempunyai banyak kelemahan yang dapat
berakibat mark-up, yang menyebabkan terjadinya korupsi terutama pada biaya tak
terduga dan biaya tak langsung maupun keuntungan atau profit bagi kontraktor. Oleh
karena itu, Departemen Kimpraswil memperbaharui metode BOW tersebut kedalam
Standar Nasional Indonesia (SNI), meskipun belum mencakup seluruh jenis pekerjaan.
Tetapi kedua acuan tersebut tetap menggunakan nilai-nilai indeks atau koefisien yang
didefinisikan sebagai faktor pengali pada perhitungan biaya bahan dan upah kerja tukang
pada setiap satuan jenis pekerjaan. Metoda ini dapat dilakukan apabila rencana gambar
teknis dan persyaratan teknis telah tersedia sehingga volume pekerjaan dapat dihitung
dengan tepat.
Estimasi biaya yang mengacu pada kedua panduan tersebut di atas pada awalnya

digunakan sebagai penawaran yang bertujuan menstandarkan harga bangunan
berdasarkan kualitas bangunan yang sama. Tetapi hal ini sangat menyulitkan para
estimator apabila harus memperhitungkan berbagai faktor resiko yang berbeda pada
setiap daerah. Antara lain, resiko ketidak-seragaman ketrampilan tukang, bervariasinya
mutu bahan di setiap daerah, kendala-kendala teknis lainnya yang mempengaruhi
pemilihan metoda konstruksi dan lain sebagainya adalah merupakan faktor yang
berpengaruh secara signifikan pada estimasi biaya. Faktor resiko tersebut yang
menyebabkan nilai indeks juga berbeda. Sementara nilai indeks yang tercantum dalam
BOW maupun SNI masih menganut nilai tunggal.
Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi perbedaan-perbedaan estimasi biaya
seperti tersebut di atas akan dikaji lebih dalam pada penyusunan disertasi ini. Hal ini
penting untuk didalami guna mengetahui sejauhmana aplikasi penggunaan SNI Analisa
Biaya Kontruksi untuk Bangunan Gedung; dan apabila terdapat perbedaan maka berapa
besar persentasi perbedaan tersebut. Hal lain yang perlu didalami pula dalam penelitian
ini adalah pengaruh produktivitas kerja dari para tukang yang melakukan pekerjaan sama
yang berulang. Hal ini sangat penting mengingat bahwa efisiensi pekerjaan juga
dipengaruhi dengan faktor pembelajaran atau learning effect sehingga kebutuhan waktu
pelaksanaan pekerjaan pada waktu pertama kali pekerjaan dilakukan akan berbeda
dengan pelaksanaan yang kedua dan seterusnya. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi
jumlah biaya konstruksi yang diperlukan apabila tingkat ketrampilan tukang dan

kebiasaan tukang berbeda.
2

Tujuan Penelitian
 Membentuk formulasi baru atau modifikasi formulasi sehingga dapat digunakan
dengan mudah oleh berbagai pihak pada analisis koefisien satuan pekerjaan untuk
menentukan dengan tepat biaya pembangunan gedung.
 Membentuk formulasi yang memperhitungkan pengaruh lokasi dan unjuk sifat
tenaga kerja lokal.
 Membentuk formulasi yang mudah dimodifikasi untuk digunakan pada lokasi
berbeda dengan unjuk sifat tenaga kerja yang berbeda pula.
Hipotesis
Besarnya biaya pembangunan gedung sangat tergantung pada unjuk sifat tenaga
kerja dan ketersediaan material di lokasi pembangunan.
B. METODE ANALISIS BIAYA KONSTRUKSI
Analisis biaya konstruksi adalah suatu tahapan yang selalu dilakukan pada saat
seorang estimator memprakirakan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk mengerjakan
suatu konstruksi bangunan yang selanjutnya dicantumkan dalam dokumen penawaran.
Koefisien atau indeks biaya yaitu konstanta pengali yang digunakan dalam analisis
perhitungan estimasi dengan metoda harga satuan. Harga satuan perkerjaan sesuai

dengan definisinya adalah harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan konstruksi. Tetapi pada umumnya dalam perincian biaya konstruksi antara
pihak pemilik dan pihak kontraktor serta konsultan mempunyai perbedaan yang sangat
besar, karena itu diperlukan metode perhitungan yang tepat supaya hasilnya mempunyai
kesamaan.
Metode analisis biaya konstruksi yang telah dikembangkan dan digunakan sampai
saat ini antara lain:
1. Menggunakan Analisis BOW (Burgerlijke Open bare Werken)
Analisis biaya konstruksi satuan pekerjaan metode BOW berasal dari penelitian
zaman Belanda dahulu, tetapi masih banyak digunakan sampai saat ini, meskipun
sudah terjadi penyimpangan yang sangat besar terutama pada tenaga kerja saat ini
sehingga menimbulkan pembengkakan biaya pada koefisien tenaga tersebut.
2. Menggunakan Standar Nasional Indonesia ( SNI )
Standar nasional ( SNI ) ini di keluarkan resmi oleh badan standarisasi nasional,
dikeluarkan secara berkala sehigga SNI tahun terbaru merupakan revisi edisi SNI
sebelumya. Untuk memudahkan mengetahui edisi yang terbaru, SNI ini diberi nama
sesuai tahun terbitnya misal : SNI 1998, SNI 2002 , SNI 2007.
3. Menggunakan Standar Perusahaan
Perusahaan tertentu menerbitkan sendiri metode analisis biaya satuan pekerjaan
sebagai pedoman kerja karyawannya. Analisis biaya satuan pekerjaan perusahaan

biasanya merupakan rahasia perusahaan.
4. Pengamatan dan Penelitian Langsung di Lapangan.
Cara ini cukup merepotkan dan membutuhkan cukup banyak waktu, tapi hasilnya
akan mendekati ketepatan karena diambil langsung dari pengalaman dilapangan,
caranya dengan meneliti kebutuhan bahan, waktu dan tenaga kerja pada suatu
pekerjaan yang sedang dilaksanakan.
5. Menggunakan standar harga satuan
Harga satuan ini dikeluarkan per wilayah oleh pemerintah Indonesia maupun standar
perusahaan masing-masing. Jika kita menggunakan harga satuan ini maka kita tidak
memerlukan analisis koefisien satuan pekerjaan karena untuk menghitung rencana
anggaran biaya kita hanya perlu mengalikan volume pekerjaan dengan harga satuan
3

tersebut. Kelemahan metode ini karena tidak memperhitungkan karakteristik tenaga
kerja, tingkat kesulitan lokasi maupun ketersediaan material pada lokasi yang berbeda.
B.1 Metode Analisis Koefisien Satuan Kerja
Metode yang dikembangkan pada penelitian ini adalah menggunakan koefisien
atau indeks satuan perkerjaan, yang dinyatakan sebagai angka-angka jumlah
kebutuhan bahan maupun jumlah tenaga yang diperlukan untuk mengerjakan suatu
pekerjaan dalam satu satuan tertentu. Analisis koefisien satuan pekerjaan berfungsi

sebagai pedoman awal perhitungan rencana anggaran biaya bangunan. Kondisi
tersebut membuat analisis koefisien satuan pekerjaan menjadi kunci penghitungan
dengan tepat anggaran biaya bangunan.
Contoh: Pekerjaan Plesteran Dinding seluas 150 m 2
Analisis koefisien satuan pekerjaan bangunan pada pekerjaan plesteran dinding
seluas 1 m2 sebagai berikut:
Kebutuhan bahan, dengan asumsi tebal plesteran ± 2,5 cm maka volumenya
adalah: 0,025 m3. Jika menggunakan perbandingan 1 pc : 4 ps (cement-pasir) maka
kebutuhan semen adalah = 0,025 / 5 = 0,005 m3, atau dapat dinyatakan dengan 1/5
zak semen, dan kebutuhan pasir = 0,020 m 3, atau setara dengan 1 zak pasir. Dengan
ukuran pendekatan bahwa dimensi 1 zak untuk 50 kg semen adalah: 60 cm x 40 cm x
10 cm, maka volume 1 zak ± 0,024 m3.
Kebutuhan tenaga kerja, dengan interval waktu kerja normal dari jam 08.00
sampai jam 16.00, jadi ± 8 jam sudah termasuk didalamnya waktu istirahat, maka jika
seorang Tukang batu berdasarkan pengalaman dan keterampilannya dapat
menyelesaikan pekerjaan plesteran 10 m2 per-hari, maka waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan plesteran 1 m2 adalah ± 0,8 jam atau ± 48 menit, maka koefisien
tenaga tukang = 48 / (8 x 60) = 0,1 hari. Tetapi dengan tingkat kesulitan mobilisasi
material menyebabkan penurunan volume kerja tukang tersebut, sehingga hanya bisa
mencapai 8 m2 perhari, yang berarti waktu kerja bertambah lama menjadi 60 menit /

m2, maka koefisien tenaga tukang menjadi = 60 / ( 8 x 60) = 0,125 hari. Tentunya
tukang tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya dibantu oleh pekerjanya, diberi
petunjuk oleh kepala tukang dan diawasi oleh mandornya, maka koefisien satuan
pekerjaan plesteran dinding 1 m2 dapat dinyatakan seperti Tabel 1, di bawah ini:
Tabel 1, Koefisien satuan pekerjaan plesteran dinding perbandingan 1pc : 4 ps
Bahan

Tenaga

Semen

0,005

m3 = 0,20 zak

Pasir pasang

0,020

m3


Tukang batu

0,125 hari

Pekerja

0,150 hari

Kepala tukang

0,010 hari

Mandor

0,005 hari

Berdasarkan tabel 1, di atas maka dapat ditentukan besarnya biaya yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan plesteran dinding seluas 150 m2, sebagai
berikut:

Kebutuhan semen = 0,2 x 150 = 30 zak
Kebutuhan Pasir pasang = 0,020 x 150 = 3 m3
Tukang batu = 0,125 x 150 = 18,75 hari
Pekerja (pembantu tukang) = 0,150 x 150 = 22,5 hari
Kepala tukang = 0,010 x 150 = 1,5 hari
4

Mandor = 0,005 x 150 = 0,75 hari
Total biaya yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mengalikan hasil
hitungan di atas dengan harga satuan setempat.
B.2 Penawaran Harga Pekerjaan Konstruksi Gedung
Ada beberapa metoda yang sering dilakukan pada saat penawaran biaya
konstruksi antara lain:
B.2.1 Penawaran Harga-Pasti (fixed-price)
a. Metoda lumpsum (lumpsum method)
Metoda ini umumnya dilakukan bila jenis pekerjaan dan jumlahnya atau volumenya
telah diketahui dan dikenal benar. Kontraktor berani mengambil resiko. Bila
ketidakpastian terjadi di lapangan, maka tingkat resiko yang dipikul kontraktor lebih
besar. Keuntungan bagi pemilik adalah bahwa harga konstruksi diketahui dengan
baik sehingga memudahkan untuk menentukan anggaran.
b. Metoda harga satuan (unit-price method)
Metoda harga satuan biasanya berdasarkan harga satuan setiap jenis pekerjaan.
Dalam penawaran juga dicantumkan juga prakiraan jumlah setiap jenis pekerjaan
untuk mendapatkan total biaya yang mana volume jumlah hanya berdasarkan
pada gambar rencana arsitektur yang belum tentu dijamin keakuratannya. Seperti
halnya pada metode lumpsum, hasil prakiraan jumlah dibuat untuk setiap jenis
penawaran. Biaya total proyek dihitung meliputi tenaga kerja, material, peralatan,
sub-kontrator, overhead, mark-up, dan sebagainya.
B.2.2 Penawaran Harga-Prakiraan (approximate estimate)
Metoda ini didasarkan pacta perincian biaya dari proyek sebelumnya. Ada beberapa
metoda yang termasuk kategori ini yaitu :
• Harga per fungsi, metoda ini didasarkan pada estimasi biaya setiap jenis
penggunaan
• Harga luas, metoda ini menggunakan harga per luas lantai
• Harga volume kubik, metoda ini didasarkan pada volume bangunan
• Modular takeoff, metoda ini mengacll pada konsep modul dan kemudian dikalikan
untuk selllruh proyek
• Partial takeoff, metoda ini merupakan jumlah dari gabungan jenis-jenis pekerjaan
yang diperkirakan menggunakan harga satuan.
• Harga satuan panel, metoda ini dilakukan dengan mengasumsikan harga satuan per
luas lantai, keliling, dinding, atap, dan sebagainya
• Harga parameter, metoda ini menggunakan harga satuan dari komponen bangunan
yang berbeda seperti site work, pondasi, lantai, dinding, dan sebagainya
C. PERMASALAN DALAM ESTIMASI BIAYA KONSTRUKSI
Seorang estimator akan berusaha melakukan estimasi biaya sedekat mungkin
dengan kebutuhan biaya aktual. Untuk melakukan estimasi biaya suatu pekerjaan sering
dijumpai beberapa kesulitan permasalahan yaitu :
1. Memilih Metoda Kerja
Dalam setiap jenis pekerjaan mungkin terdiri dari beberapa metoda kerja.
Sebagai contoh seorang estimator harus mengasumsikan terIebih dahulu berapa tukang
yang diperIukan dalam melakukan pekerjaan dinding pasangan bata, apakah diperlukan
pekerja 3 orang atau 4 orang untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik? Bagaimana
mengawali pekerjaan? Apa saja kendala yang dihadapi? Semua pertanyaan-pertanyaan
tersebut harus dicari solusinya dan dipilih yang paling ekonomis.

5

2. Kebutuhan tenaga kerja
Untuk mengasumsikan kebutuhan tenaga kerja, biasanya didasarkan pada hasil kinerja
pekerjaan sebelumnya untuk satu jenis pekerjaan yang sama. Dengan demikian
dokumentasi pekerjaan di lapangan sangat berguna untuk membantu para estimator
dalam menganalisa proyek berikutnya. Manipulasi data mungkin tetap diperlukan,
misalnya karena terjadi penurunan kondisi pekerjaan.
3. Upah tenaga kerja
Berapa biaya yang diperlukan untuk tukang? Seorang estimator harus memperkirakan
biaya tersebut. Biaya tukang akan bervariasi tergantung pada pekerjaan, keahlian,
peraturan upah minimum, kondisi pasar, dan sebagainya
4. Biaya material (yang terpakai clan terbuang)
Hal ini dapat diperkirakan dengan tepat apabila material tersedia dan banyak dijual di
pasaran. Jumlah material yang diperlukan harus dihitung berdasarkan gambar kerja dan
tidak tergantung pada kinerja tukang atau metoda kerja. Akan tetapi seorang estimator
tidak hanya mempertimbangkan material yang diperlukan dalam perkejaan, tetapi juga
prakiraan material yang terbuang. Faktor ini sangat bervariasi dan tergantung pada
kinerja dan prosedur kerja yang dipakai oleh tukang.
5. Biaya overhead dan keuntungan
Jumlah ini akan tergantung pada kebijakan perusahaan, kondisi pasar, dan banyak
variable lainnya, karena itu menjadi sumber mark-up biaya.
C.1 Pengaruh Lokasi Proyek
Perhitungan estimasi biaya konstruksi sangat dipengaruhi oleh lokasi. Seorang
estimator harus sadar betul bahwa suatu harga di lokasi A yang berada di pusat ko ta
akan berbeda dengan dengan lokasi B yang berada di daerah pegunungan. Faktor lokasi
muncul karena terdapat beberapa perbedaan yang menimbulkan kesulitan, seperti :
(l) Keterpencilan kawasan (remoteness)
(2) Keterbatasan lokasi (confined sites)
(3) Ketersediaan tukang (labor availability)
(4) Cuaca (weather)
(5) Pertimbangan desain (design consideration)
(6) Kerawanan dan keamanan lokasi (vandalism and site security)
C.2 Keterpencilan Kawasan (Remoteness)
Daerah yang terpencil akan mengalami tambahan permasalahan baru, yang lain
dari beberapa kesulitan yang telah disebutkan pada bagian terdahulu di atas , yaitu
• Permasalahan Komunikasi.
Jika kesulitan komunikasi seperti tidak adanya jaringan telepon, maka diperlukan alat
komunikasi lainnya. Kesulitan komunikasi dalam melaksanakan proyek adalah masalah.
• Permasalahan Transportasi
Semula material dan tenaga kerja perlu diangkut ke lokasi. Jika rote jalan buruk bisa
terjadi keterlambatan pengiriman material; mendatangkan kendaraan berat bisa merusak
jembatan sempit sehingga diperlukan biaya perbaikan.
• Harga material berfluktuasi.
Harga material naik biasanya karena naiknya biaya transportasi seperti karena jarak jauh
atau kesulitan transportasi.
• Sumber listrik dan air
Tenaga listrik dan sumber air selalu diperlukan pada saat pelaksanaan konstruksi. Air
diperlukan untuk pengceoran beton, membersihkan dan banyak perkerjaan lainnya. Air
yang mengandung garam tidak diperkenankan pada persyaratan pekerjaan beton, atau
plesteran. Sehingga perlu didatangkan air pada lokasi. Hal ini tentunya akan menambah
biaya konstruksi. Demikian juga untuk kebutuhan tenaga listrik.
C.3 Keterbatasan Lokasi (Confined Sites)
6

Lokasi yang terkurung umumnya disebabkan karena kemacetan atau sebab
lainnya sehingga lokasi tersebut tidak bebas. Hal ini bisa berakibat produktivitas pekerja
dan alat rendah. Lebih jauh lagi karena keterbatasan lokasi dapat membatasi pemilihan
metoda kerja, jenis alat yang digunakan dan jumlah pekerja yang bisa dikaryakan.
Dengan keterbatasan ruang gerak, pada awal proyek perIu kehati-hatian dalam
menentukan utilitas agar tetap menghasilkan keuntungan yang maksimum dengan
menghasilkan produktivitas kerja yang tetap baik. Keterbatasan ruang gerak dapat
menimbulkan masalah logistik.
Pengangkutan material tidak dapat dilakukan sekaligus, sehingga setiap jenis material
perlu diangkut setiap waktu tertentu. Kondisi ini akan memerlukan biaya tambahan.
Seorang estimator perlu memahami masalah-masalah logistik di setiap lokasi. Masalah
tersebut dapat terjadi karena jalan masuk terbatas, penimbunan material terbatas,
penyimpanan peralatan terbatas, kendaraan trailer tidak dapat digunakan. Semua
keterbatasan tersebut menyebabkan pembatasan penggunaan jenis peralatan, pengaruh
pada efektivitas manajemen pekerjaan, produktivitas pekerja, pembatasan jumlah
pekerja. Hal tersebut dapat menimbulkan penambahan biaya konstruksi.
C.4 Ketersediaan tukang (labor availability)
Setiap lokasi mempunyai beragam ketersediaan jumlah pekerja yang terampil dan tidak
terampil, tergantung pada kondisi ekonomi lokal. Jika di lokasi setempat pekerja yang
terampil tidak tersedia maka perlu didatangkan pekerja dari luar lokasi. Mendatangkan
tenaga kerja dari satu lokasi ke lokasi lainnya akan memerlukan biaya insentif. Besamya
biaya insentif tergantung pada kondisi pasar. Jika mendatangkan tenaga kerja dari luar
harus disediakan juga akomodasinya.
C.5 Cuaca (weather)
Kondisi cuaca sangat mempengaruhi hasil kualitas kerja yang nantinya berpengaruh juga
pada biaya konstruksi. Sebagai contoh pelaksanaan konstruksi yang dilakukan pada
tempat
tinggi dengan kecepatan angin kencang, akan mempengaruhi penggunaan keran (crane)
dan perIu pengontrolan debu, tambahan perancang sementara untuk menahan dari
hempasan angin
C.6 Pertimbangan desain (design consideration)
Lokasi suatu proyek mempunyai beberapa aspek yang harus dipertimbangkan oleh
perencana. Sebagai contoh konstruksi bangunan sejarah, seluruh desainnya harus
harmonis dengan bangunan sejarah yang ada di lokasi setempat. Pertimbangan
penggunaan material dan konfigurasi bangunan perlu disesuaikan dengan kondisi lokal.
Pertimbangan-pertimbangan ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Seorang
estimator
harus paham apakah ada persyaratan khusus untuk material, apakah tersedia tenaga
kerja
lokal dengan keahlian yang direncanakan, jika tidak maka perIu didatangkan spesialis.
C.7 Kerawanan dan keamanan lokasi (vandalism and site securily)
Keamanan dan kerawanan di lokasi perIu juga diperhitungkan. Misalnya perIu penjagaan
selama 24 jam.
Tingkat keamanan akan mempengaruhi tingkat resiko pelaksanaan proyek, sehingga
kadang kala keamanan setempat perlu dilibatkan.
D. ANALISIS BIAYA PADA BAHAGIAN-BAHAGIAN KONSTRUKSI
7

D.1 Biaya Konstruksi Pekerjaan Beton
Biaya pada pekerjaan pembuatan beton bertulang, total biaya yang diperlukan
digunakan untuk pekerjaanpekerjaan, Bekesting , Penulangan , Beton, Finishing jika
diperlukan dan Curing (perawatan)
Bila perincian biaya digunakan untuk setiap unit kerja, maka satuan yang digunakan
untuk setiap jenis pekerjaan adalah:
• Bekesting, dengan satuan: luas permukaan
• Penulangan, dengan satuan: berat
• Beton, dengan satuan: volume
• Finishing dan curing, dengan satuan : luas
D.2 Bekesting
Biaya cetakan tergantung pada kerumitan dari bentuknya, jadi bentuk sederhana
lebih murah daripada yang rumit karena ekstra material dan keahlian tukang yang
diperlukan berbeda. Bekesting yang dapat digunakan ulang (reuse material) juga dapat
mengurangi biaya cetakan. Oleh karena biaya keseluruhan pekerjaan beton tergantung
juga pada biaya cetakan (bekesting) maka para perancang (designer) harus
memperhitungkan pengaruh daripada bentuk struktur. Umumnya bahan yang digunakan
untuk membuat cetakan adalah dari kayu, plywood, baja, almunium dan kombinasinya
atau bahan komposit lainnya. Jika cetakan hanya digunakan sekali atau dua kali, maka
bahan kayu masih lebih ekonomis dibandingkan denngan bahan baja atau almunium.
Akan tetapi apabila cetakan dapat difabrikasi menjadi bentuk-bentuk panel atau bentuk
lainnya seperti bentuk kolom bulat, yang dapat digunakan berulang ka!i, maka bahan
baja atau almunium jauh lebih ekonomis daripada kayu Penggunaan material untuk
cetakan perlu diseleksi agar didapat biaya yang termurah.
Perlu dipertimbangkan juga biaya finishing untuk permukaan beton apabila cetakan telah
dibuka. Pada penggunaan kayu biasanya setelah cetakannya dibuka akan meninggalkan
bekas-bekas, sehingga perlu dibersihkan atau dipoles, yang berakibat pada penambahan
biaya. Dengan demikian penggunaan plywood yang permukaannya mulus atau logam
dapat mengurangi biaya pemolesan tersebut. Pada prakteknya lebih baik mengeluarkan
ekstra uang, untuk menggunakan material cetakan yang berkualitas bagus daripada
untuk membayar tukang guna memperkerjakan finishing beton.
Faktor pengaruh dalam pekerjaan bekesting meliputi :
(i) Material yang dibutuhkan untuk membuat cetakan bekesting
• Plywood. Kayu / kaso-kaso
• Paku
• Minyak pelumas
• Pengait (form ties)
• Penggaris (form liners)
(ii) Tukang yang diperlukan untuk membuat cetakan.
Jumlah tukang yang diperlukan untuk pembuatan bekesting tergantung pada
1. Ukuran bekesting
2. Jenis material yang digunakan. Lembaran plywood yang lebar memerlukan jumlah
tukang lebih banyak dari pada kayu
3. Bentuk struktur. Bentuk yang kompleks memerlukan keahlian tukang lebih banyak
4. Lokasi bekesting. Bekesting yang dibuat di alas lebih banyak daripada dibuat di
bawah
5. Berapa kali penggunaan panel cetakan fabrikasi atau potongan
6. Kekakuan dari persyaratan bekesting
7. Cetakan yang difabrikasi sebelumnya di bengkel kemudian diangkut ke lokasi
8

Jika bekesting terdiri dari panel-panel atau penampang fabrikasi, kebutuhan
tukang diperlukan untuk melakukan pekerjaan merakit, memakai, memindahkan, clan
menggunakan ulang. Sedangkan bila bekesting dibuat di tempat maka tenaga tukang
diperlukan untuk membuat, merakit, memindahkan dan membersihkan. Urutan kerja
para tukang tersebut tentunya juga mempengaruhi biaya pekerjaan bekesting secara
keseluruhan.
D.3 Penulangan
Penulangan untuk beton biasanya terdiri dari batang tulangan baik ulir maupun polos,
dan kawat beton. Biaya untuk pekerjaan tulangan dihitung dalam satuan berat. Tahap
pekerjaan tulangan biasanya meliputi, pemotongan sesuai panjang yang diperlukan dan
pembekokan kedalam beberapa bentuk. Untuk pembentukan khusus yang memerlukan
mesin pernbekokan dilakukan di bengkel untuk kemudian dibawa ke lokasi. Hal tersebut
lebih ekonomis dibandingkan apabila dikerjakan di lapangan.
Apabila penulangan terdiri dari beberapa ukuran diameter maupun panjangnya, maka
dibuatkan daftar untuk tiap diameter dan ukurannya seperti contoh berikut.
Untuk menentukan biaya pekerjaan tulangan pertama kali perlu menentukan berat
dari tualangan berdasarkan panjang dan ukuran diameter. Jika ingin mengestimasi biaya
maka perlu dibuatkan dulu daftar tualangan. Biaya pekerjaan tulangan meliputi:
(i) Biaya bahan dari tulangan
(ii) Biaya untuk persiapan shop drawing
(iii) Biaya pengangkutan, pemotongan, bending, dsb
(iv) Biaya overhead taka dan keuntungan
(v) Biaya transportasi dari toko ke lokasi
(vi) Biaya spesialis seperti spacers, saddles, chairs, dsb, jika digunakan
Jumlah tukang yang diperlukan untuk pekerjaan tulangan tergantung pada beberapa
faktor:
a. ukuran dan panjang tulangan
b. bentuk tulangan
c. kerumitan struktur
d. jarak dan panjang tulangan yang harus dibawa
e. toleransi yang diijinkan untuk bentang tulangan
f. pengikatan yang diperlukan
g. keahlian pekerja
D.4 Coran Beton
Biaya pekerjaan beton meliputi biaya pasir. agregrat, semen, air, admixture,
pencampuran, transportasi dan penuangan. Mencampur beton di lapangan masih banyak
dilakukan.
Sementara itu penggunaan beton raedy-mix lebih sering dilakukan untuk proyek-proyek
konstruksi yang dibangun di kota-kota besar. Biaya pekerjaan beton akan bertambah
untuk pengiriman coran beton ke lokasi yang nilainya beraviasi tergantung ukuran
pekerjaan, lokasi, dan kualitas beton. Hal ini dapat dilihat dari tahap-tahap pekerjaan
yang diperlukan dalam
pekrjan pembuatan coran beton yang meliputi:
(i) Pengukuran bahan dasar beton, pasir, semen, batu split, air, dsb
(ii) Pengadukan
(iii) Pengiriman (transportasi)
(iv) Penuangan
Biaya untuk menempatkan beton di lokasi juga tergantung pada peralatan yang
digunakan.
9

Sebagi contoh, campuran beton bisa ditempatkan langsung di cetakan secara manual,
atau dituangkan menggunakan crane atau dipompa menggunakan truk pompa. Jumlah
material yang diperlukan untuk pekerjaan beton harus ditambahkan 10% untuk proyek
kecil dan 5% untuk proyek besar.
D.5 Konstruksi Pekerjaan Baja
1 Material
Sampai sejauh ini pekerjaan baja yang digunakan untuk struktur baja didirikan
berdasarkan komponen bentuk fabrikasi yang sudah standar, seperti lWF, C, T, L, pipa,
pelat, dan sebagainya. Satuan untuk bahan baja adalah satuan berat. Dalam
memperkirakan berat struktur baja harus dihitung berdasarkan dari gambar proyek.
Manual produser baja biasanya sudah mencantumkan berat setiap penampang baja.
Akan tetapi berat tersebut bervariasi sekitar 2%.
2 Biaya Estimasi
Dalam mengestimasi biaya struktur baja, kontraktor akan menyerahkan satu set
rencana dan spesifikasinya. Supplier akan menentukan jumlah yang diperlukan termasuk
komponen utama, detail sambungan, dan jenis lainnya. Kemudian ditambahkan dengan
biasa fabrikasi untuk pemotongan, punching, pengeboran, pengelasan, overhead dan
keuntungan. Kadangkala juga ditambahkan biaya pengecatan sebelum baja dikirim ke
lokasi.
Macam-macam biaya yang diperlukan untuk estimasi biaya pekerjaan baja meliputi :
1. Biaya standar bentuk structural dari supplier baja
2. Biaya persiapan gambar pelaksanaan fabrikasi
3. Biaya fabrikasi bentuk baja menjadi komponen jadi
4. Biaya transportasi baja ke lokasi
5. Biaya mendirikan baja termasuk peralatan, tukang, baut atau pengelasan
6. Biaya pengecatan struktur baja di lapangan
7. Biaya overhead, pajak dan keuntungan.
D.6 Pengembangan Model Analisis
Suatu model HST ( Harga Satuan Tertinggi ) bangunan gedung, merupakan salah
metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah biaya estimasi, atau
penawaran konstruksi suatu pembangunan gedung terindikasi korupsi atau tidak. HST
adalah harga standar bangunan per-meter bujur sangkar untuk bangunan gedung.
Biasanya harga standar bangunan per-meter bujur sangkar ditentukan oleh pemerintah..
Dengan memperhitungkan faktor lokasi dan waktu pembangunan maka besarnya harga
standar bangunan per-m2 berbeda di setiap lokasi kabupaten dan kota.
Dengan standar harga satuan tertinggi, maka penganggaran biaya konstruksi
bangunan gedung, nilai estimasinya tidak boleh melebihi harga satuan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Selain menjadi acuan dalam estimasi
sebagai nilai maksimum yang dibolehkan dalam penganggaran, juga dapat digunakan
sebagai alat pengukur biaya pembangunan gedung yang sengaja di mark-up untuk
tujuan korupsi. Maka dengan manfaat tersebut, HST dapat dijadikan sebagai alat
pengendali dan proses audit kegiatan pembangunan gedung negara maupun swasta.
Model matematis HST dapat dirumuskan sebagai luas bangunan dikalikan dengan
harga satuan per-meter bujur sangkar yang berlaku pada lokasi tersebut. Kemudian
disederhanakan dengan hanya memperhatikan jumlah komponen dominan yang
digunakan dalam pembangunan gedung tersebut sehingga dirumuskan sebagai berikut:

10

n

HST =∑ Q i x C i … … … … … … … … … … … … … … … ..(1)
i=1

dengan;
Qi = Jumlah komponen dominan bangunan gedung
Ci = Harga persatuan komponen dominan bangunan gedung.
HST = Harga Satuan Tertinggi
E. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk mengkaji faktor pengaruh dari learning effect dan produktivitas kerja
pekerjaan komposit dilakukan dengan metoda eksperimental. Spesimen untuk pengujian
di laboratorium terdiri dari balok, kolom dan pelat beton bertulang. Sementara untuk
mengkaji produktivitas kerja pekerjaan komposit dilakukan dengan membuat model
kolom komposit yang digunakan sebagai struktur utama konstruksi bangunan.
Pengujian di laboratorium dilakukan dengan membuat spesimen skala penuh
untuk pekerjaan pembuatan beton bertulang. Spesimen terdiri dari balok, kolom dan
pelat. Analisis dilakukan untuk menentukan faktor learning effect, yaitu faktor yang
tergantung pada pengalaman kerja dari pekerja akibat dari proses pembelajaran.
Untuk menganalisis indeks biaya berdasarkan data sekunder basil survey lapangan
sangat sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena tidak semua responden atau instansi yang
dikunjungi mau memberikan dokumen analisis biaya suatu proyek karena menyangkut
"kerahasian" suatu penawaran proyek kerja. Dari data yang terkumpul tentang analisis
biaya proyek kadangkala sulit untuk memilahmilah biaya pekerjaan mumi, karena dalam
analisis biaya sudah dimasukan biaya markup, overhead, pajak, keuntungan maupun
biaya lainnya.
F. HASIL PEMBAHASAN
Data hasil survey yang terkumpul terdapat perbedaan nyata dalam format perincian
analisis biaya. Hal ini dibedakan berdasarkan kedudukan daripada perusahaan tersebut,
apakah sebagai owner, konsultan perencana atau kontraktor. Format yang digunakan
oleh owner maupun konsultan perencana umumnya mempunyai format sama, karena
perincian kerja disusun berdasarkan kebutuhan perencanaan pekerjaan konstruksi.
Sementara format yang digunakan kontraktor sedikit berbeda formatnya karena perincian
analisis biaya lebih digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan. Pada dukumen data
analisis biaya yang disusun oleh kontraktor karena nantinya akan disampaikan pada
owner untuk digunakan penawaran ataupun negosiasi, maka analisis biaya yang
sebelumnya dimodifikasi formatnya disesuaikan dengan format yang dibutuhkan oleh
owner. Kondisi-kondisi itulah yang menyebabkan beberapa kesulitan dalam menentukan
indeks biaya yang mumi diperlukan dalam analisis satuan pekerjaan beton dan pekerjaan
baja. Daram perincian biaya digunakan format yang berbeda antara konsultan dan
kontraktor.
Kedua format perincian biaya antara konsultan dan kontraktor tersebut di atas jelas
terlihat bahwa
(i) Dalam pendetailan di pekerjaan persiapan, kontraktor perlu memperinci lebih jelas
semua jenis peralatan yang diperlukan dan berbagai keperluan. Hal ini terkait erat
dengan perhitungan faktor resiko di lapangan selama pelaksanaan proyek. Sementara
pada estimasi biaya yang dikeluarkan oleh konsultan tidak mendetailkan semua jenis
peralatan ataupun keperluan laiinya. Hal ini terjadi karena ruang lingkup pekerjaan
konsultan dan kontraktor berbeda sehingga format dalam estimasi biaya berbeda.
(ii) Format estimasi yang digunakan konsultan dapat dikategorikan sebagai estimasi
disain (design estimate), karena metoda analisis harga satuannya diuraikan dalam sistem
11

struktur major seperti harga satuan seluruh lantai atau diuraikan lebih detail yaitu harga
komponen major seperti
Secara umum total biaya untuk pelaksanaan proyek konstruksi terdiri dari beberapa
pekerjaan yang masing-masing terbentuk berdasarkan prakiraan biaya yang dibutuhkan
untuk bahan, tenaga kerja dan peralatan yang digunakan.
Produktivitas Kerja
Analisis produktivitas kerja tergantung pada beberapa faktor yaitu tingkat kesulitan kerja.
Sebagai contoh, dalam melaksanakan pekerjaan beton bertulang pacta lantai pertama
akan lebih cepat dibandingkan dengan pelaksanaan yang dilakukan di lantai sepuluh.
Semakin tinggi lantai semakin berkurang produktivitas kerjanya. Tingkat pengulangan
juga mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu pada saat pekerjaan dilakukan pertama kali
oleh sekelompok tukang umumnya akan memakan waktu lebih lama dibandingkan
pekerjaan serupa yang dilakukan kedua kalinya, ketiga kalinya dan seterusnya. Semakin
sering perkerjaan dilakukan, seorang tukang akan semakin memahami tingkat kesulitan
sehingga pekerjaan tersebut semakin cepat diselesaikan. Berbagai alasan yang bisa
disampaikan akibat fenomena ini adalah bahwa tukang semakin ahli dalam pekerjaannya
dan kemudian tukang menjadi jenuh atau bosan akibat pekerjaan sama. Konsep
tersebutlah yang dikenal dengan istilah faktor.pembelajaran (learning effect). Akan tetapi
hubungan antara jumlah pengulangan dan waktu produktivitas tidak selalu linear,
terdapat titik optimum, dimana pada pengulangan tertentu mempuyai produktivitas kerja
tinggi.
Berdasarkan analisis produktiitas kerja terlihat bahwa pada pekerjaan pembuatan balok
mempunyai nilai produktivitas terendah, artinya waktu yang dibutuhkan lebih singkat
dibandingkan dengan pada pembuatan pelat dan kolom. Pada pekerjaan penulangan bila
diamati antara pembuatan pelat, balok dan kolom, pada pembuatan kolom lebih tinggi
karena waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan pada pelat dan balok. Sementara
pada pekerjaan bekesting, produktivitas kerja pada pembuatan pelat lebih rendah atau
waktu pembuatan lebih lama. Pengkajian dan analisis Learning Effect dapat pada
pelaksanaan pembuatan pelat dan balok, dan kolom perlu dipahami bahwa pada
pengukuran produktivitas kerja perlu memasukan factor Learning Effect tersebut.
G. KESIMPULAN
Penggunaan nilai tunggal sebagai nilai indeks atau koefisien pengali dalam
analisis biaya kontruksi seperti yang tercantum dalam SNI kumpulan Analisa Biaya
Konstruksi tahun 2002 sangat menyulitkan penggunaannya di lapangan. Hal ini terlihat
dari hasil kompilasi data di lapangan terdapat perbedaan yang signifikan. Banyak
alasan yang mendasari tindakan memodifikasi nilai indeks tersebut antara lain karena
perhitungan faktor resiko di lapangan.
Secara Umum perbedaan nilai indeks yang paling mencolok adalah nilai indeks untuk
perhitungan upah tukang dan biaya peralatan. Pencantuman nilai range yaitu
menerapkan nilai indeks minimum dan maksimum, dianggap lebih sesuai dan lebih
leluasa bagi para estimator dalam menyesuaikan dengan kebutuhan tingkat resiko di
lapangan. Selain itu juga dapat menggambarkan bagaimana tingkat keprofesionalan
seorang estimator dalam menganalisis biaya penawaran suatu proyek konstruksi.
Acuan perhitungan analisa biaya konstruksi yang digunakan masih banyak yang
menggunakan Panduan BOW meskipun mereka. para estimator menganggap bahwa
indeks atau koefisien penggali tidak relevan lagi dengan kebutuhan analisis pekerjaan.
Metoda yang digunakan untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan melakukan
modifikasi nilai indeks yang diambil berdasarkan pengalaman kerja. Sementara SNI
Analisa Biaya Konstruksi yang diresmikan tahun 2002, umumnya belum digunakan
12

sebagai acuan karena dianggap belum dikenal secara Umum dan belum
mengakomodasi semua jenis pekerjaan.
Tingkat pengulangan akan mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu bahwa pada
saat pekerjaan dilakukan pertama kali oleh sekelompok tukang umumnya akan memakan
waktu lebih lama dibandingkan pekerjaan serupa yang dilakukan kedua kalinya, ketiga
kalinya dan seterusnya. Semakin sering perkerjaan dilakukan, seorang tukang akan
semakin ahli dan memahami tingkat kesulitan sehingga pekerjaan tersebut semakin
cepat diselesaikan. Akan tetapi hubungan antara jumlah pengulangan dan waktu
produktivitas tidak selalu linear, terdapat titik optimum, dimana pada pengulangan
tertentu waktu pelaksanaan terendah dan kemudian pada pengulangan berikutnya waktu
kerja menjadi naik kembali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendrickson, Chris (2003), Project Management for Construction, Department of Civil
and Environmental Engineering, Carnegie Mellon University, Pittsburgh
2. Peurifoy, Robert L. & Oberlender, Garold D. (2002) Estimating Construction Costs Mc
Graw Hill, Fifth Edition
3. Puslitbang Permukiman (2004) Laporan Final Kajian Indeks Biaya Konstruksi
Pekerjaan Beton Bertulang , Baja Dan Bahan Komposit (lwlom, Lantai,
Dinding) Untuk Bangunan Gedung, Laporan Proyek Pengembangan
Teknologi Permukiman dan Perkotaan Tahun Anggaran 2004, Departemen
Kimpraswil, Balitbang, Puslitbangkim.
4. Sinclair, Neil, Philips Artin, Stewart Mulford (2002) Construction Cost Data Workbook,
Conference on the International Comparison Program World Bank,
Washington, D.C.

13