UGAS REVIEW JURNAL Jan12 TUGAS REVIEW JU

UGAS REVIEW JURNAL
Jan

12

TUGAS REVIEW JURNAL TENTANG KELOMPOK
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT serta junjungan nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan nikmat sehat kepada kita semua. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada
pemilik jagad raya yang tak terbatas ini, yang juga kita jadikan sebagai penuntun hidup di
dunia ini agar kita dapat menjadi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Amin.
Alhamdulillah, dengan terselesaikannya pembuatan review jurnal tentang kelompok ini,
kami sangat bersyukur. Karena dengan niat yang baik kami ingin melengkapi tugas yang
diberikan oleh dosen yang bersangkutan guna memenuhi nilai mata kuliah tersebut. Review
jurnal ini berisi tentang pembentukan suatu kelompok, konfik kelompok, prestasi
kelompokn beserta penjabaran lainnya yang saling berkaitan. Kami berharap dengan
kehadiran tulisan ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca yang tidak
mengetahui secara dalam tentang hal tersebut.
Demikian yang bisa kami sampaikan, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan
dalam makalah ini. Kritik yang membangun adalah satu hal yang kami butuhkan.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih.
Wassalam Wr.Wb.
PEMBAHASAN
TEORI MENGENAI KELOMPOK
A. PEMBENTUKAN KELOMPOK
Model pembentukan suatu kelompok pertama kali diajukan oleh Bruce Tackman pada 1965.
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori pembentukan kelompok yang terbaik dan
menghasilkan banyak ide-ide lain setelah konsep ini dicetuskan. Teori ini memfokuskan
pada cara suatu kelompok menghadapi suatu tugas mulai dari awal pembentukan kelompok
hingga proyek selesai. Selanjutnya Tuckman menambahkan tahap kelima yaitu adjourning
dan transforming untuk melengkapi teori ini.
1.
Tahap 1 – Forming
Pada tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok
cenderung untuk bekerja sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka belum
saling mengenal dan belum bisa saling percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk
merencanakan, mengumpulkan infomasi dan mendekatkan diri satu sama lain.
1.
Tahap 2 – Storming
Pada tahap ini kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas yang

mereka hadapi. Mereka membahas isu-isu semacam masalah apa yang harus merka
selesaikan, bagaimana fungsi mereka masing-masing dan model kepemimpinan seperti apa
yang dapat mereka terima. Anggota kelompok saling terbuka dan mengkonfrontasikan ideide dan perspektif mereka masing-masing.

Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula beberapa kelompok
yang mandek pada tahap ini. Tahap storming sangatlah penting untuk perkembangan suatu
kelompok. Tahap ini bisa saja menyakitkan bagi anggota kelompok yang menghindari
konfik. Anggota kelompok harus memiliki toleransi terhadap perbedaan yang ada.
1.
Tahap 3 – Norming
Terdapat kesepakatan dan konsensus antara anggota kelompok. Peranan dan tanggung
jawab telah jelas. Kelompok mulai menemukan haromoni seiring dengan kesepakatan yang
mereka buat mengenai aturan-aturan dan nilai-nilai yang digunakan. Pada tahap ini,
anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan mereka melihat
kontribusi penting masing-masing anggota untuk kelmpok.
1.
Tahap 4 – Performing
Kelompok pada tahap ini dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan dengan lancar
dan efektif tanpa ada konfik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok
saling tergantung satu sama lainnya dan mereka saling respek dalam berkomunikasi.

Supervisor dari kelompok ini bersifat partisipatif. Keputusan penting justru banyak diambil
oleh kelompok.
1.
Tahap 5 – Adjourning dan Transforming
Ini adalah tahap yang terakhir dimana proyek berakhir dan kelompok membubarkan diri.
Kelompok bisa saja kembali pada tahap manapun ketika mereka mengalami perubahan
(transforming). Misalnya jika ada review mengenai goal ataupun ada perubahan anggota
kelompok.
Keunggulan dari teori ini adalah menjadi suatu pedoman dalam pembentukan suatu
kelompok. Sementara itu keterbatasannya antara lain:
a) Model ini didesain untuk menjelaskan tahap-tahap yang terjadi pada kelompok dengan
ukuran kecil.
b) Pada kenyataannya, proses kelompok tidak linear seperti penjelasan pada teori Tuckman,
namun lebih bersifat siklus.
c) Karakteristik tiap tahap tidak selalu saklek seperti itu. Karena model ini berkaitan dengan
perilaku manusia, maka kadang tidak jelas ketika sebuah kelompok berpindah dari satu
tahap ke tahap lainnya. Mungkin saja terjadi tumpang tindih antar tahap tersebut.
d) Model ini tidak memperhitungkan peranan yang harus diambil individu dalam kelompok.
e) Tidak ada pedoman mengenai jangka waktu mengenai perpindahan dari satu.
B. SUMBER KONFLIK ANTAR KELOMPOK

Konfik di antara kelompok terjadi pada semua tingkat dalam organisasi sosial.
Faktor utama terjadinya konfik di antara Rattlers dan Eagle.
1) Persaingan
Persaingan terjadi karena pada dasarnya kelompok akan lebih suka “mempunyai” dari pada
“ tidak mempunyai”, dan karena itu mereka mengambil langkah perencanaan dalam
mencapai dua hasil, mencapai tujuan yang diinginkan dan mencegah kelompok lain
mendapatkan tujuannya
2) Pengelompokkan Sosial

Dalam belajar mereka memahami lingkungan sosialnya dan menggolongkan objek yang
hidup dan tidak hidup. Tajfel mengusulkan bahwa “hanya permasalahan pribadi untuk dua
kelompok yang nyata hanya itu, pengelompokkan sosial-cukup diskriminasi antar
kelompok.”
Dua dasar kategori sosial adalah :
(1) Anggota kelompok, dan
(2) Anggota kelompok lain (Hamilton, 1979).
Walaupun pengelompokkan sosial ini menolong orang memahami lingkungan sosialnya,
Tajfel (Tajfel & Turner,p. 38) mengusulkan bahwa ”hanya pemahaman pribadi untuk dua
kelompok yang nyata hanya itu, pengelompokkan sosial-cukup diskriminasi antarkelompok”.
Tajfel menyebut kelompok kecil karena :

1. Anggota pada kelompok yang sama tidak pernah bergaul dalam keadaan tatap muka,
2. Identitas di dalam kelompok dan di luar kelompok anggota tetap tidak tahu, dan
3. Bukan keuntungan ekonomi perseorangan yang bisa terjamin dengan mengizinkan
banyak atau kurangan uang pada keterangan individu. Intinya, kelompok adalah ”kognitif
murni”; mereka hanya ada pada pikiran mereka sendiri.
3) Penyerangan antara Kelompok
Dari beberapa tindakan negatif atau buruk dalam kenyataannya merupakan ancaman bagi
kelompok mencapai pertengkaran, tindakan tersebut berawal dari penghinaan suku etnik
budaya, memasuki wilayah kekuasaan kelompk lain tanpa izin atau pencarian properti geng
lain (Gannon, 1966;Yablonsky, 1959).
C. KONSEKUENSI KONFLIK ANTAR KELOMPOK
Konsekuensi antar kelompok ini disarankan agar tidak dikhususkan untuk kelompok saja,
tapi beberapa konfik sejenis nisa menciptakan sejumlah perubahan yang dapat
diperkirakan yang melibatkan kelompok. Secara umum, ada dua reaksi dasar yang terjadi.
Yang pertama, perubahan dalam tim menciptakan peningkatan kekompakkan atau rasa
solidaritas, penolakan terhadap tim lain, dan diferensiasi tim yang semakin hebat. Kedua,
konfik antar tim tampaknya dapat menciptakan salah sangka atas motif dan
kualitas anggota tim lain.
Prinsip konsekuensi konfik antar kelompok mencakup :
– Proses perubahan dalam kelompok

– Konfik dan kekompakkan (solidaritas)
– Konfik dan pemolakan kelompok lain
– Konfik diantara kelompok
– Perubahan-perubahan dan persepsi yang terjadi dalam kelompok
– Kesalahan persepsi dan pemikiran bayangan (terbalik)

– Gambaran musuh yang kejam
– Gambaran kelompok bermoral
– Gambaran kekuatan kelompok
– Bayangan terbalik
– Stereotif
D. PENGURANGAN KONFLIK INTERGROUP
Untuk mengurangi konfik yang yang terjadi antar kelompok dapat dilakukan dengan
upaya-upaya sebagai berikut :
1.
Hubungan intergroup
Sherifs mempertimbangkan untuk membawa anggota dua kelompok bersama-sama dalam
beberapa aktivitas kelompok menyenangkan dengan harapan akan menghasilkan ikatan
intergroup. Suksesnya hubungan sebagai alat untuk mengurangi konfik intergroup akan
tergantung pada apa yang terjadi sepanjang hubungannya sendiri.

1.
Kerjasama antar kelompok
Sherif membairkan keleluasaan kepada kelompok-kelompok untuk saling berhubungan
dengan dengan caranya masing-masing.karena survei membuktikan bahwa hasil yang lebih
tinggi aka dicapai oleh kelompok-kelompk yang bekerjasama dan membentuk sebagai
regu. Setiap kelompok yang sedang berselisih harus dapat bersama-sama mencari jalan
keluar yang bersifat tidak saling merugikan, supaya bisa bersma-sama mencapai hasil yang
memuaskan dan tentu saja yang memang diharapkan oleh kelompk-kelompk tersebut.
Sherif beroendapat sebuah kelompok harus dapat menciptakan kelompk tersebut. Sherif
beroendapat sebuah kelompok harus dapat menciptakan kepercayaan antara kelompokkelompok tersebut. Membangun kepercayaan ini adalah salah satu langkah dalam sistem
pengurangan konfik diantara masyarakat.
JURNAL I
KONSEP DIRI DENGAN KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA
PADA AKTIVITAS CLUBBING (Sebuah Studi Korelasi pada Siswa Kelas XI SMA
Negeri 1 Purwokerto yang Melakukan Clubbing)
1. YANG DITELITI
Konsep Diri Dengan Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya Pada Aktivitas Clubbing
2. LATAR BELAKANG
Masa remaja adalah suatu masa peralihan yang sering menimbulkan gejolak. Remaja
berasal dari istilah adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan,

baik mental, emosional, sosial, dan fsik. Pada masa ini ditandai dengan adanya
perkembangan yang pesat pada individu dari segi fsik, psikis dan sosialnya. Pada masa ini
pula timbul banyak perubahan yang terjadi, baik secara fsik maupun psikologis, seiring
dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Berkaitan dengan
hubungan sosial, remaja harus menyesuaikan diri dengan orang di luar lingkungan keluarga,
seperti meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya (peer group). Kuatnya pengaruh
kelompok sebaya terjadi karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman sebaya sebagai kelompok. Kelompok teman sebaya memiliki aturan tertentu yang
harus dipatuhi oleh remaja sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian remaja terhadap
norma dengan berperilaku sama dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas
dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas.

Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya
tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan
sajakonformitas adalah kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan norma
kelompok.Konformitas merupakan salah satu bentuk penyesuaian dengan melakukan
perubahan-perubahan perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok. Konformitas
terjadi pada remaja karena pada perkembangan sosialnya, remaja melakukan dua macam
gerak yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman
sebaya bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok yang terdiri dari remaja

yang mempunyai usia, sifat, dan tingkah laku yang sama dan ciri-ciri utamanya adalah
timbul persahabatan.
Remaja yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada
aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, sehingga remaja cenderung
mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri
konformitas yang cukup kuat tidak jarang membuat individu melakukan sesuatu yang
merusak atau melanggar norma social. kebutuhan untuk diterima dalam kelompok sebaya
menyebabkan remaja melakukan perubahan dalam sikap dan perilaku sesuai dengan
perilaku anggota kelompok teman sebaya. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba
minum alkohol, obat-obat terlarang atau berperilaku agresif, maka remaja cenderung
mengikutinya tanpa mempedulikan akibatnya bagi diri mereka sendiri. clubbing sebagai
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh remaja dengan kegiatan bersenang-senang ke tempat
hiburan yang sedang menjadi trendsetter seperti kafe, diskotik atau lounge dengan
berdisko, minum alkohol sampai mencari kenalan atau teman baru. Clubbing sering disebut
sebagai dugem atau dunia gemerlap karena tidak lepas dari kilatan lampu disko yang
gemerlap dan dentuman music techno yang dimainkan para DJ handal.
Fenomena clubbing mulai merebak di kota kecil seperti Purwokerto. Saat ini di Purwokerto
terdapat tiga tempat hiburan malam yaitu Cheer’s, De Front, dan Zone Café. Pengelola
tempat hiburan berlomba-lomba untuk menarik perhatian pengunjung dengan mengadakan
berbagai macam acara yang menarik setiap minggunya, seperti free for ladies, free tequila

for Thursday, I Love Monday, Saturdelizious, dan The Faculty.
Remaja dianggap konsumen yang potensial karena masa remaja dianggap sebagai masa
peralihan dan sering disebut sebagai masa pencarian identitas diri. Remaja gelisah untuk
meninggalkan stereotip belasan tahun dan ingin memberi kesan bahwa mereka sudah
hampir dewasa dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata belum cukup, sehingga remaja mulai memusatkan
diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum
minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks untuk
memberikan citra yang diinginkan.
Clubbing menawarkan kebebasan, tidak hanya pada masalah pakaian, gaya rambut, musik,
dan hiburan tetapi juga free sex dan narkoba. Clubbing dipersepsikan sebagai suatu hal
yang negatif karena merupakan kegiatan di tempat gelap dengan warna warni cahaya
lampu, asap rokok yang memenuhi ruangan, suasana hingar bingar musik dari live band
atau para disc jockey (DJ), dan meja bar dengan berbagai macam minuman beralkohol
bahkan narkoba Pelaku clubbing yang biasa disebut clubbers diberi kebebasan untuk
berekspresi, seperti bernyanyi, menggoyangkan kepala, berteriak- teriak dan menari di
lantai dansa diiringi musik dengan tempo cepat. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki
orang tentang dirinya menjelaskan pandangan, penilaian dan perasaan individu mengenai
dirinya yang timbul sebagai hasil dari suatu interaksi sosial sebagai konsep diri. Konsep diri
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu individu akan

bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki konsep diri akan mempengaruhi
cara individu dalam bertingkah laku di tengah masyarakat.

3. METODE YANG DIGUNAKAN
Metode Kuantitatif.
Variabel kriterium dalam penelitian ini adalah konformitas terhadap kelompok teman sebaya
pada aktivitas clubbing, sedangkan variabel bebasnya adalah konsep diri. Dalam penelitian
ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto yang
pernah melakukan aktivitas clubbing sebanyak 46 siswa.
4. PENGUJIAN
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala yang
digunakan sebagai berikut:
a) Skala Konsep Diri
Skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini diukur berdasarkan aspek yang
dikemukakan oleh Fitts (dalam Agustiani, 2006, h.139-142) yaitu diri fsik, diri etik-moral, diri
pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.
b) Skala Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aktivitas Clubbing
Skala konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada aktivitas clubbing diukur
berdasarkan aspek-aspek konformitas yang disusun oleh Wiggins dkk (1994, h.277) yaitu
menuruti keinginan kelompok dan internalisasi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical
Packages for Social Science) for windows versi 12.0.
5. HASIL
a) Uji Normalitas
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kedua variabel dalam penelitian ini memiliki
distribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari uji normalitas yang menghasilkan
Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,847 dengan p = 0,469 (p>0,05) untuk variabel konsep diri,
dan 0,766 dengan p = 0,600 (p>0,05) untuk variabel konformitas terhadap kelompok teman
sebaya pada aktivitas clubbing.
b) Uji Linearitas
Uji linearitas hubungan antara variabel konsep diri dan konformitas terhadap kelompok
teman sebaya pada aktivitas clubbing menunjukkan bahwa hubungan kedua variabeladalah
linear, sehingga dengan terpenuhinya kedua asumsi tersebut (normalitas dan linearitas),
maka analisis data dapat diteruskan dengan uji hipotesis melalui teknik
c) Analisis Regresi
Analisis regresi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan antara konsep diri
dengan konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada aktivitas clubbing melalui rxy =
-0,340 dengan p = 0,021 (p