Implementasi Model Contextual Teaching a

IMPLEMENTASI MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR PESERTA DIDIK TINGKAT
MENENGAH ATAS
Oleh : Anwar Musaddad1
A. Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu pendidik
dan peserta didik. Perilaku pendidik adalah mengajar dan perilaku peserta didik
adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan
bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai
kesusilaan, seni, agam sikap, dan keterampilan. Hasil penelitian para ahli tentang
kegiatan pendidik dan peserta didik dalam kaitannya dengan bahan pengajaran
adalah model pembelajaran.2
Pada umumnya Peserta didik tingkat menengah atas termasuk pada
kategori remaja. Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari
kata dalam bahasa latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja), yang
berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.
Batasan remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak dengan dewasa
yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa
dewasa. Menurut Sartilo, tidak ada profil remaja di Indonesia yang seragam dan
berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagi


1

Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,
(Jakarta : Rajawali Pers. 2003), h. 131
2

suku, adat dan tingkat sosial-ekonomi, maupun pendidikan. Sebagai pedoman
umum remaja di Indonesia dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun.3
Kemampuan berfikir peserta didik tingkat menengah atas yang termasuk
pada kategori remaja, memiliki karakteristik yang khas, diantaranya adalah mulai
berfikir kritis dan logis. Maka dalam proses pembelajaran pada tingkatan
menengah atas ini perlu menerapkan model pembelajaran yang lebih menekankan
untuk melakukan, mencoba dan mengalami sendiri (learning to do) serta
menjunjung tinggi kreativitas peserta didik, dan bahkan tidak sekedar menjadi
pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang
disampaikan oleh pendidik. Karena sesungguhnya hakikat pembelajaran adalah
belajarnya peseta didik dan bukan mengajarnya pendidik.
Berdasarkan hal tersebut, tentunya demi efisiensi dan efektivitas proses
pembelajaran serta tercapainya tujuan pembelajaran perlu mengimplementasikan

suatu model pembelajaran yang relevan dan aplikatif. Diantara model-model
pembelajaran yang beraneka ragam, penulis menganggap bahwa model
pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) relevan dengan
perkembangan psikologis pada peserta didik tingkat menengah atas dan cukup
aplikatif untuk diimpelementasikan.
B. Karakteristik Peserta Didik Tingkat Menangah Atas
Para Psikolog memandang bahwa para peserta didik tingkat menengah
atas berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangka proses perkembangan
individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari
periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka
3

Desmita ,Psikologi Perkembangan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 189

melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak
mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa,
mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Adapun aspek-aspek dan karakteristik perkembangan psikologis peserta
didik tingkat menengah atas yang termasuk pada kategori remaja4, yang penulis
simpulkan melalui tabel berikut ini:

No

Aspek Perkembangan
-

Secara

Karakteristik
intelektual remaja

mulai

dapat berfikir logis tentang gagasan
abstrak
-

Dapat membuat rencana, strategi,
keputusan-keputusan,

serta


memecahkan masalah
1

Perkembangan kognitif

-

(kemampuan berpikir)

Sudah

mampu

menggunakan

abstraksi-abstraksi,

membedakan


yang konkrit dengan yang abstrak
-

Munculnya kemampuan nalar secara
ilmiah

-

Memikirkan

masa

depan

dan

berwawasan luas

2


Perkembangan emosi

-

Mulai

-

berintropeksi
Tingkat emosi tinggi

-

Bersifat

menyadari

sensitif,

reaktif.


proses

Pada

lingkungan yang kurang kondusif
bertingkah agresif dan lari dari
kenyataan.
4

195-208

Samsunuwiyati, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Melrat Losda Karya, 2005), h.

-

Mudah marah, sedih, dan murung

-


Pada tahap remaja akhir, emosi
sudah dapat dikendalikan.

-

Mampu

berperilaku

yang

tidak

hanya mengejar kepuasan fisik saja,
tetapi meningkatkan pada tatanan
psikologis (rasa diterima, dihargai,
-

dan penilaian positif dari orang lain).
Dapat memahami orang lain dan

menjalin persahabatan

3

Memilih teman yang memiliki sifat
dan kualitas psikologis yang relatif

Perkembangan sosial

sama dengan dirinya.
-

Kencenderungan untuk menyerah
dan mengikuti apa yang diperbuat

-

temannya.
Mulai mencari identitas diri


-

Adanya dorongan dan emosi-emosi
baru

4

Perkembangan

-

Muncul kesadaran terhadap diri dan
mengevaluasi kembali obsesi dan

kepribadian

cita-citanya
-

Interaksi dan persahabatan meluas


-

Muncul konflik/masalah akibat masa

-

transisi.
Kritis dalam menyoroti nilai-nilai
agama

5

Perkembangan
kesadaran beragama

-

Membawa

nilai-nilai

agama

ke

dalam dirinya
-

Kritis

dengan

hal-hal

yang

menyimpang dengan agama (akhlak
dan perilaku).

C. Model Pembelajaran yang Relevan dengan Peserta Didik Tingkat
Menangah Atas
Demi efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran pada peserta didik
tingkat menengah atas, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan, mencoba dan
mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan tidak sekedar menjadi pendengar
yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan
oleh pendidik. Karena sesungguhnya hakikat pembelajaran adalah belajarnya
peseta didik dan bukan mengajarnya pendidik.
Diantara model-model pembelajaran yang beraneka ragam, penulis
menganggap bahwa model pembelajaran Contextual Teaching And Learning
(CTL)

relevan

dengan

perkembangan

psikologis

dan

aplikatif

untuk

diimpelementasikan pada peserta didik tingkat menengah atas. Dipilihnya model
pembelajaran ini, dilandasi oleh pemikiran bahwa model pembelajaran
kontekstual membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata peserta didik dan membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916)
yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau
peristiwa yang terjadi disekelilingnya.5
5

Departemen
Pendidikan
Nasional, Pendekatan
Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h 5

Kontekstual

dalam

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
peserta didik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa dalam dunia nyata.
Dengan demikian, pembelajaran akan lebih menarik, juga akan sangat dibutuhkan
oleh setiap peserta didik karena apa yang dipelajari dirasakan langsung
manfaatnya.
Pada implementasinya, terdapat tujuh prinsip pembelajaran kontekstual
yang perlu dikembangkan oleh guru, yaitu:
1. Contructivism (Kontruktivisme)
Proses pembelajaran mengarahkan siswa untuk membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif. Siswa dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide. Sedangkan guru bertugas untuk memfasilitasi
sehingga pengetahuan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa
2. Inquiry (Menemukan)
Inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis dan analisis, sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama
pembelajaran dengan inquiry adalah sebagai berikut.
a. Keterlibatan siswa secara maksimal, yang melibatkan mental intelektual
sosial emosional siswa.

b. Keterarahan

kegiatan

secara

logis

dan

sistematis

pada

tujuan

pembelajaran.
c. Mengembangkan

sikap

percaya

diri

siswa

tentang

apa

yang

ditemukannya dalam proses inquiry.
3. Questioning (Bertanya)
Bertanya merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang berlangsung
secara informatif untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir siswa. Kegiatan bertanya akan mendorong siswa sebagai partisipan
aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini berguna untuk:
a. Menggali informasi, baik administratif maupun akademis,
b. Mengecek pemahaman siswa,
b. Membangkitkan respon kepada siswa,
c. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
d. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,
e. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru,
f. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa,
g. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Learning Community (Masyarakat belajar)
Konsep ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan teman atau orang lain. Masyarakat belajar terjadi bila ada
komunikasi dua arah yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar.
5. Modelling (Pemodelan)

Pemodelan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu maksudnya adanya model yang ditiru. Model bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, contoh: cara melakukan pengukuran yang benar.
Model tak hanya dari guru tapi juga dari siswa atau ahli.
6. Reflection (Refleksi)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa-apa yang dilakukan di masa yang lalu. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima. Realisasinya dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut.
a. Pernyataan langsung, tentang apa-apa yang diperoleh hari itu.
b. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.
c. Diskusi.
d. Hasil karya.
7. Authentic Assessment (Penilaian yang sebenarnya)
Assessment

adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Penilaian
yang dilakukan bukan hanya karena bisa menjawab serangkaian pertanyaan
di atas kertas, tapi juga kemampuannya dalam mengaplikasikannya, inilah
yang disebut authenthic. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai
prestasi siswa antara lain: proyek kegiatan dan laporannya, presentasi atau
penampilan siswa, demonstrasi, dan tes tulis.6

6

19

Nurhadi, Contextual Teaching and Learning (CTL), (Jakarta: Depdiknas. 2002), h. 15-

Adapun langkang-langkah implementasi penerapan model pembelajaran
contextual teaching and learning (CTL) secara umum dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan
dimilikinya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan Inquiry untuk semua topik.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaanpertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, Tanya jawab dan lain-lain
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebernarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.7

D. Penutup
Kemampuan berfikir peserta didik tingkat menengah atas yang termasuk
pada kategori remaja, memiliki karakteristik yang khas, diantaranya adalah mulai
7

Rusman, op, cit., h. 200

berfikir kritis dan logis. Maka dalam proses pembelajaran pada tingkatan
menengah atas ini perlu menerapkan model pembelajaran yang lebih menekankan
untuk melakukan, mencoba dan mengalami sendiri (learning to do) serta
menjunjung tinggi kreativitas peserta didik, dan bahkan tidak sekedar menjadi
pendengar pasif yang hanya menyimak informasi yang disampaikan oleh
pendidik. Karena sesungguhnya hakikat pembelajaran adalah belajarnya peseta
didik dan bukan mengajarnya pendidik.
Diantara model-model pembelajaran yang beraneka ragam, penulis
menganggap bahwa model pembelajaran Contextual Teaching And Learning
(CTL)

relevan

dengan

perkembangan

psikologis

dan

aplikatif

untuk

diimpelementasikan pada peserta didik tingkat menengah atas. Dipilihnya model
pembelajaran ini, dilandasi oleh pemikiran bahwa model pembelajaran
kontekstual membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata peserta didik dan membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan konsep tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi peserta didik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, pembelajaran akan lebih menarik, juga akan sangat dibutuhkan
oleh setiap peserta didik karena apa yang dipelajari dirasakan langsung
manfaatnya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendekatan Kontekstual dalam
Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nurhadi. 2002. Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Rusman. 2003. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta : Rajawali Pers
Samsunuwiyati. 2005. Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosda Karya