LITERASI ISLAM and LITERASI SAINS SEBAGA

LITERASI ISLAM & LITERASI SAINS SEBAGAI PENJAMIN MUTU
KUALITAS MANUSIA INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
Fuad Jaya Miharja
Prodi Pendidikan Biologi – FKIP Univ. Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang
email: fuad.jayamiharja@gmail.com

ABSTRAK
Perkembangan globalisasi membawa dampak yang teramat luas, baik dampak positif maupun dampak
negatif. Kualitas masyarakat yang baik sangat dibutuhkan untuk dapat bertahan dan turut
mengendalikan perkembangan global ke arah yang baik. Masyarakat yang berkualitas tinggi ditunjukkan
dengan kemampuan berliterasi sains yang baik meliputi kemampuan berpikir kreatif, menganalisis
masalah, mengambil keputusan, bersikap dan menyelesaikan masalah. Namun, untuk membendung
dampak negatif perkembangan global tidak cukup dengan kemampuan literasi sains tetapi juga butuh
kemampuan literasi islam yang baik. kemampuan berliterasi islam yang baik sebagai bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT meliputi pemahaman nilai-nilai tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah. Keseimbangan
dalam pembangunan manusia berdasarkan kedua ranah ini merupakan aspek penting untuk
menghasilkan manusia Indonesia yang beradab, berkepribadian dan berkemajuan.
Kata Kunci: literasi sains, literasi islam, kualitas manusia Indonesia
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan perkembangan ilmu

pendidikan
berjalan
seiring
dengan
perkembangan globalisasi. Perkembangan ilmu
pendidikan tersebut turut berdampak terhadap
pembangunan
kualitas
masyarakat.
Ciri
masyarakat yang berkualitas ditunjukkan dengan
kemampuan literate meliputi kemampuan
berpikir kreatif, menganalisis, mengambil
keputusan, bersikap dan memecahkan masalah
berdasarkan pertimbangan informasi ilmiah
yang diperoleh sebelumnya. Dalam era
globalisasi seperti saat ini, setiap orang harus
memiliki kemampuan untuk berhubungan dalam
percakapan dan debat publik secara cerdas
berdasarkan perkembangan IPTEK (Zuriyani,

2012). Individu yang mampu melakukan
komunikasi dan mengikuti perkembangan
IPTEK tentu dapat bertahan atau bahkan
mengendalikan era globalisasi
Di sisi lain, perkembangan IPTEK yang
semakin maju tidak hanya memberikan dampak

positif tapi juga dampak negatif. Hal tersebuut
tampak karena setiap perkembangan IPTEK
seringkali dibarengi dengan permasalahan baru
seperti permasalahan etika, moral, serta hal-hal
lain yang dapat menurunkan harkat dan martabat
manusia (Rahayu, 2014). Ketidakmampuan
dalam pengendalian dampak negatif ini
dikhawatirkan akan menghasilkan peradaban
yang lebih jahiliyah dari kaum yang pernah ada
sebelumnya. Kekhawatiran ini setidaknya sudah
banyak bermunculan bahkan pada berbagai level
usia
seperti

masih
banyaknya
angka
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat
aditif (NAPZA) oleh remaja, serta kasus
kenakalan yang bersifat destruktif seperti
perkelahian, tawuran, dan aksi bullying
(Miharja, 2015).
Salah satu solusi dari permasalahan
tersebut
adalah
pembangunan
kualitas
masyarakat Indonesia tidak boleh hanya
difokuskan pada dimensi yang bersifat
jasmaniah-duniawi
saja
melainkan

pembangunan kualitas ruhaniyah-Ilahiyah pun

sangat dibutuhkan. Pembangunan kedua dimensi
harus berjalan seiring sejalan dan saling
melengkapi satu sama lain. Pembangunan
jasmaniah yang baik harus dapat mengarah pada
kualitas ruhaniyah-Ilahiyah yang mantap sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Keseimbangan pembangunan kedua ranah ini
merupakan aspek penting untuk menghasilkan
manusia Indonesia yang beradab dan
berkepribadian.
Peningkatan kualitas manusia secara
jasmaniah ini dapat dibangun melalui
kemampuan berliterasi sains, sedangkan
pembangunan
kualitas
ruhaniyah-Ilahiyah
dibangun berdasarkan penguatan pengetahuan
melalui kegiatan kajian dan aplikasi nilai-nilai
luhur islam atau disebut dengan literasi islam.
Sebuah proses literasi islam disusun tidak hanya

sampai
pada
ranah
pengetahuan
dan
pemahaman, melainkan sampai pada ranah
terapan dan aktualisasi dalam kehidupan seharihari (Miharja, 2015).
TINGKAT LITERASI SAINS MANUSIA
INDONESIA
Tingkat literasi sains manusia Indonesia
dapat diidentifikasi dari berbagai indikator
mikro (Tjalla, 2012). Secara umum, tingkat
literasi berbanding lurus dengan kualitas
pendidikan suatu negara. Indikator mikro
tentang tingkat literasi sains manusia dan
kualitas pendidikan Indonesia dikaji oleh
beberapa studi internasional seperti The Trends
in International Mathematics and Science Study
(TIMSS), The Programme for International
Student Assesment (PISA), dan Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS).
Hasil studi TIMSS tahun 2011
menunjukkan bahwa peserta didik di Indonesia
belum menunjukkan prestasi sains yang
memuaskan. Studi TIMSS 2011 menempatkan
Indonesia di posisi 59 dari 63 negara yang
berpartisipasi dengan skor rata-rata 386 (Mullis,
2011). Hasil ini menunjukkan bahwa prestasi
sains peserta didik Indonesia masuk kategori
rendah (low achievement) dengan estimasi lebih
dari 15% namun tidak lebih dari 25%. Skor
tahun 2011 ini ternyata lebih rendah 11 poin
dibandingkan dengan skor yang diperoleh pada
studi TIMSS 2007 (397). Disparitas prestasi

gender juga tampak sangat signifikan
berdasarkan hasil studi TIMSS. Prestasi peserta
didik perempuan (392) lebih tinggi dari pada
prestasi peserta didik laki-laki (379) pada tahun
2007. Hal ini berarti, menurut sudut pandang

TIMSS prestasi peserta didik Indonesia
mengalami penurunan skor rata-rata walaupun
masih pada level yang sama .
Hasil studi PISA mendefinisikan literasi
sains sebagai kapasitas individu dalam
menggunakan
pengetahuan
ilmiah,
mendefinisikan pertanyaan, menarik kesimpulan
dan mengambil keputusan berdasarkan bukti
yang dipahami tentang dunia dan interaksi
manusia (OECD, 2012). Hasil penilaian terbaru
PISA tahun 2012 terhadap kemampuan literasi
sains Indonesia adalah 375 dari nilai rata-rata
494 dan berada di peringkat 63 dari 64 anggota.
Skor penilaian ini lebih rendah 1.9 poin dari
skor yang diperoleh pada saat Indonesia pertama
kali bergabung pada tahun 2000, sedangkan
untuk kemampuan membaca meningkat 2.3 poin
pada tahun yang sama. Lebih lanjut, penilaian

PISA terhadap proporsi tingkat pencapaian
anak-anak
Indonesia
terhadap
literasi
matematika mayoritas pada level 0 dan level 1
(76%) sehingga masih masuk kategori low
achievers (Baswedan, 2014). Hasil ini
menunjukkan bahwa kemampuan berliterasi
manusia Indonesia masih rendah. Di lingkup
Asia Tenggara (ASEAN) posisi Indonesia masih
di belakang Vietnam (411), Thailand (427), dan
Malaysia (421).
Studi PIRLS berfokus pada penilaian
terhadap kemampuan membaca peserta didik
yang meliputi dua dimensi yaitu dimensi
membaca sebagai sebuah pengalaman (reading
for literary experience) dan dimensi membaca
untuk memperoleh dan menggunakan informasi
(reading to acquire and use information). Skor

literary experience peserta didik Indonesia
sebesar 418 dan skor acquire and use
information sebesar 439 dengan skor rata-rata
428 (Thompson, 2012). Skor rata-rata tahun
2011 lebih tinggi dari skor yang diperoleh tahun
2006 (405). Hasil ini juga menunjukkan
kemampuan membaca peserta didik Indonesia
masih dalam kategori rendah (low) dan dapat
dideskripsikan bahwa kebanyakan peserta didik
di Indonesia hanya dapat membaca eksplisit

tanpa mampu berpikir lebih lanjut (kritisanalitis) dari apa yang sudah mereka baca.
PENGEMBANGAN LITERASI SAINS
DALAM ERA GLOBALISASI
Penerapan Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum pendidikan
sebagai sebuah visi masa depan tidak lepas dari
faktor-faktor yang berhubungan dengan
kurikulum seperti tantangan internal, tantangan
eksternal, penyempurnaan pola pikir, penguatan

tata kelola kurikulum, dan penguatan materi.
Tantangan internal antara lain terkait dengan
kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan
pendidikan yang mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Tantangan internal
lainnya terkait dengan perkembangan penduduk
Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif. Tantangan eksternal antara lain
terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu
yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan
industri kreatif dan budaya, dan perkembangan
pendidikan di tingkat internasional.
Penyempurnaan terhadap pola pikir
tampak
pada
adanya
pergeseran
dari
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher

centered) menjadi berpusat pada peserta didik
(student centered), interaksi guru harus lebih
berkembang menjadi interaktif, pembelajaran
pasif menjadi aktif, dan lain sebagainya. Faktor
lain yang mendukung berkembangnya suatu
kurikulum adalah penguatan tata kelola
kurikulum yang menyoroti 3 hal yaitu, 1) tata
kerja guru yang bersifat individual diubah
menjadi tata kerja yang kolaboratif, 2)
penguatan
manajeman
sekolah
melalui
penguatan kemampuan manajemen kepala
sekolah sebagai pimpinan kependidikan
(educational leader), dan 3) penguatan sarana
dan prasarana untuk kepentingan manajemen
dan proses pembelajaran. Faktor terakhir yang
juga sangat mendukung ialah penguasaan materi
yang dilakukan dengan cara pendalaman dan
peluasan materi yang relevan bagi peserta didik.
Penguatan karakteristik dalam Kurikulum
2013 diantaranya terkait pengembangan sikap
peserta didik, sekolah sebagai sebuah bagian
dari masyarakat yang memberikan pengalaman
belajar, alokasi waktu yang cukup, penjelasan
mengenai kompetensi, kompetensi inti, dan

kompetensi dasar. Perancangan Kurikulum 2013
bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu
berkontribusi
pada
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan
landasan filosofis yang memberikan dasar bagi
pengembangan seluruh potensi peserta didik
menjadi manusia Indonesia berkualitas yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013
dikembangkan menggunakan filosofi sebagai
berikut:
1. Pendidikan berakar pada budaya bangsa
untuk membangun kehidupan bangsa masa
kini dan masa mendatang. Pandangan ini
menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan
berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang
beragam, diarahkan untuk membangun
kehidupan masa kini, dan untuk membangun
dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik
di masa depan.
2. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa
yang kreatif. Menurut pandangan filosofi
ini, prestasi bangsa di berbagai bidang
kehidupan di masa lampau adalah sesuatu
yang harus termuat dalam isi kurikulum
untuk dipelajari peserta didik.
3. Pendidikan
ditujukan
untuk
mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan
akademik
melalui
pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini
menentukan bahwa isi kurikulum adalah
disiplin ilmu dan pembelajaran adalah
pembelajaran disiplin ilmu (essentialism).
4. Pendidikan untuk membangun kehidupan
masa kini dan masa depan yang lebih baik
dari masa lalu dengan konsep ketuhanan
(ketaqwaan kepada Allah SWT), berbagai
kemampuan
intelektual,
kemampuan
berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan
berpartisipasi untuk membangun kehidupan
masyarakat dan bangsa yang lebih baik
(experimentalism
and
social
reconstructivism).

Pengembangan
Model
Pembelajaran
Kooperatif
Terbentuknya masyarakat yang melek
sains (science literate) merupakan salah satu
fokus pembangunan pada masa globalisasi.
Menurut Setyaningrum (2014) konsep sains
yang berupa fenomena alam penting digunakan
sebagai dasar pemikiran dalam memecahkan
masalah dan diterapkan dalam kehidupan seharihari. Pengembangan literasi sains dibangun
dengan membudayakan dan meningkatkan
kemampuan literasi seperti membaca, menulis,
dan berdiskusi. Pembangunan sumber daya
manusia yang berliterasi ditanamkan dalam
model-model pembelajaran yang bersifat
melibatkan dan mengaktifkan seluruh potensi
peserta didik (pembelajaran kooperatif). Modelmodel pembelajaran seperti inquiry, problem
based learning (PBL), dan project based
learning (PjBL) merupakan model yang banyak
dikembangkan dalam Kurikulum 2013.
Model pembelajaran kooperatif menurut
(Nur, 2005; Susanti 2013) menginisiasi tiga
tujuan pembelajaran sebagai berikut.
1. Hasil belajar akademik yang bertujuan
untuk meningkatkan kinerja mahapeserta
didik dalam tugas-tugas akademik. Selain
itu, model pembelajaran ini juga dapat
memberi keuntungan baik pada peserta
didik kelompok bawah maupun atas yang
bekerja sama dalam menyelesaikan tugastugas akademik. Peserta didik kelompok
bawah dapat memperoleh bantuan khusus
dari teman sebaya yang memiliki orientasi
dan bahasa yang sama.
2. Kompetensi sosial seperti penerimaan yang
luas terhadap orang yang berbeda baik ras,
budaya, kelas sosial, pola pikir dan
kemampuan maupun ketidakmampuan
antar peserta didik, serta antara peserta
didik dengan lingkungan di sekitarnya.
3. Tujuan yang ketiga adalah pengembangan
keterampilan
sosial.
Pembelajaran
kooperatif memberi peluang kepada peserta
didik yang berbeda latar belakang dan
kondisi untuk bekerja sama, saling
tergantung satu sama lain atas tugas-tugas
bersama dan melalui penggunaan struktur
penghargaan kooperatif, belajar menghargai
satu sama lain.

Penerapan
model
pembelajaran
kooperatif juga menginisiasi tumbuhnya nilai
percaya diri, optimis, tidak takut gagal,
menghargai orang lain dan beberapa sikap
positif lainnya. Kepercayaan diri peserta didik
terbangun dari kepercayaan yang diberikan oleh
guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Rasa percaya diri yang tinggi merujuk pada
adanya beberapa aspek dari kehidupan individu
tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi,
yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa
karena didukung oleh pengalaman, potensi
aktual, prestasi, serta harapan yang realistik
terhadap diri sendiri (Rahmawati, 2010).
Kepercayaan diri akan timbul secara simultan
dengan berkembangnya nilai-nilai positif
lainnya. Optimisme yang tinggi akan tumbuh
seiring dengan perkembangan kepercayaan
dirinya melalui serangkaian pembelajaran
mandiri, praktikum, asistensi, serta diskusi.
Pembelajaran kooperatif pada dasarnya
memberikan ruang berfikir dan berkreasi yang
jauh lebih luas dari pembelajaran konvensional.
Sehingga, pembiasaan penerapan model
pembelajaran kooperatif dalam jangka panjang
mampu menanamkan nilai positif yang menjadi
spirit pengembangan dan penerapan kurikulum
2013. Lebih lanjut, pembelajaran kooperatif
menuntut peserta didik untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran
model ini tidak hanya menitikberatkan pada
hasil akhir melainkan pada proses yang terjadi.
Penghargaan peserta didik terhadap sebuah
proses yang jauh lebih penting dari sekadar hasil
akhir menjadi bekal yang baik dalam
menghadapi kehidupan pada periode berikutnya.
Pembangunan Sarana dan Prasarana
Pendidikan
Pengembangan
mutu
pendidikan
manusia Indonesia tidak lepas dari faktor
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan.
Kebijakan pembangunan bidang pendidikan
yang diutamakan oleh pemerintah (pemerintah
pusat maupun daerah) terfokus dalam membantu
peserta didik untuk dapat mengembangkan
kemampuan belajar secara optimal, yaitu
diantaranya: (1) menyediakan fasilitas sekolah
yang memungkinkan peserta didik belajar
dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas

olahraga dan ruang ruang bermain yang
memadai dan ruang kerja guru; (2) Menyediakan
media pembelajaran yang kaya, yang
memungkinkan peserta didik terus-menerus
belajar dengan membaca buku wajib, buku
rujukan, dan buku bacaan (termasuk novel),
serta
kelengkapan
laboratorium
dan
perpustakaan, yang memungkinkan peserta didik
belajar sampai tingkatan menikmati belajar
(Yudi, 2012).
Pengembangan literasi di lingkungan
sekolah mulai banyak dikembangkan dengan
menyediakan fasilitas internet (wifi), pojok baca,
peningkatan kualitas (upgrading) majalah
dinding, dan penggunaan waktu luang untuk
kebiasaan membaca (Erman, 2014). Melalui
aktivitas membaca dan kegiatan literasi ini
peserta didik mampu mengisi waktu dengan
berbagai kegiatan positif. Pembangunan sarana
dan prasarana pendidikan tidak hanya pada
lingkungan pendidikan formal saja. Kepedulian
pemerintah daerah dengan banyak menyediakan
ruang terbuka hijau seperti taman baca,
perpustakaan, dan gazebo di ruang publik dan
dilengkapi dengan fasilitas internet memberikan
sebuah
stimulus
bagi
berkembangnya
kemampuan dalam berliterasi.
Pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan
secara
berkesinambungan
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang
ditetapkan. Pembangunan kualitas literasi sains
dapat dikembangkan dengan keberadaan:
1. Laboratorium untuk kegiatan yang bersifat
eksperimen. Kegiatan laboratoris secara
simultan mampu membentuk pola berpikir
ilmiah (sains) berdasarkan atas kejadian
atau pengamatan yang dilakukan.
2. Ruang baca, baik berupa perpustakaan
(konvesional) dengan koleksi buku-buku
referensi ilmiah dan popular, maupun
perpustakaan
berbasis
online
yang
dilengkapi dengan fasilitas sarana untuk
terciptanya ruang diskusi bagi peserta didik.
3. Ketersediaan
peralatan
penunjang
pembelajaran, baik pembelajaran di kelas
maupun di dalam laboratorium seperti alat
pembelajaran
audio-visual
untuk
mendapatkan kualitas pembelajaran terbaik.
4. Ketersediaan sarana penunjang lain seperti
instalasi listrik, air, kelengkapan tulis

kantor untuk menciptakan suasana yang
nyaman dalam belajar.
LITERASI ISLAM SEBAGAI PENUNJUK
ARAH
PEMBANGUNAN
MANUSIA
INDONESIA
Islam merupakan agama yang sangat
memperhatikan ilmu pengetahuan (sciencefriendly). Banyak bidang ilmu pendidikan yang
berkembang pesat melalui pemikiran-pemikiran
umat islam. Ilmu kedokteran berkembang
menurut pemikiran dan penelitian Ibnu Sina,
begitu juga perkembangan ilmu pendidikan
tidak lepas dari pemikiran-pemikiran ilmuwan
islam seperti Hassan Al-Banna. Perkembangan
ilmu pengetahuan merupakan hasil peradaban
umat islam yang peduli terhadap ilmu sehingga
pemahaman (literate) yang baik terhadap nilainilai islam dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi
manusia dalam melakukan setiap aktivitasnya.
Al-Quran sebagai sebuah mukjizat bagi
Rasullullah SAW dan pegangan hidup umat
islam (sumber dari segala sumber ilmu) menjadi
inisiator atau stimulus bagi perkembangan ilmu
pengetahuan (sains).
Pendidikan pada dasarnya merupakan
sebuah cara sadar yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia. Kualitas
hidup manusia yang dimaksud tentunya
bermuaran pada terwujud masyarakat yang
beradab
dan
berkepribadian
islami.
Pembangunan pendidikan di Indonesia yang
diharapkan melalui penerapan kurikulum 2013
adalah terbentuknya manusia yang memiliki
karakter dan dekat dengan Allah SWT yang
tertuang dalam kompetensi inti 1 (KI 1) dan
kompetensi inti 2 (KI 2). Pemerintah mulai
menyadari bahwa kualitas hidup manusia
Indonesia membutuhkan suatu keseimbangan,
tidak hanya terkait pada ranah keilmuan saja
tetapi pada saat yang sama butuh pembangunan
atau penguatan ranah keimanan (agama).
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh
manusia haruslah mempertimbangkan dua aspek
yaitu
keadilan
dan
kemaslahatan.
Ketidakpahaman
dan
ketidakpedulian
masyarakat terhadap nilai-nilai luhur agama
adalah pintu awal timbulnya kerusakan.
Sebagian besar bencana yang ditimpakan oleh
Allah SWT terhadap manusia adalah akibat dari
perbuatan manusia itu sendiri. Seperti Firman
Allah SWT “Telah tampak kerusakan di

daratan dan di lautan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah menimpakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali ke jalan yang
benar” (QS. Ar-rum [30]: 41).
Timbulnya berbagai kerusakan di
masyarakat seperti penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat aditif (NAPZA) oleh
remaja, serta kasus kenakalan yang bersifat
destruktif
merupakan
dampak
dari
ketidakpahaman
dan
ketidakpedulian
masyarakat dalam membaca, menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai luhur Al-Quran
sehingga terjadi ketimpangan dan ketidakadilan.
Allah SWT dalam Surat Al-Maidah: 8
menjelaskan tentang konsep keadilan sebagai
berikut: “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu
terhadap
sesuatu
kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.
Konsep keadilan menurut Islam tidak
hanya terpatok pada satu bidang kajian
melainkan berlaku universal pada berbagai jenis
bidang kajian. Keadilan dalam pembangunan
kehidupan bernegara, baik dalam bidang
pendidikan, budaya, hukum, tata kelola
lingkungan, dan sebagainya. Hal ini penting,
karena tidak ada kebebasan yang mutlak
melainkan dibatasi oleh kebebasan-kebebasan
yang lain. Allah Azza wa Jalla yang memiliki
kebebasan dalam penguasaan alam semesta
sehingga ketika manusia menetapkan kebijakan
dalam lingkungan harus memperhatikan
keadilan bagi alam dan sesama manusia.
Pilar terakhir adalah istishlah atau
kebaikan/kemaslahatan bagi manusia. Al-Quran
secara eksplisit menjelaskan akan larangan
untuk membuat kerusakan dimuka bumi,
sehingga setiap kebijakan yang diputuskan oleh
manusia harus memperhatikan pilar ini.
Pelaksanaan pilar bangunan ini hanya
memberikan dua rambu yaitu halal dan haram
yang masing-masing memiliki konsekuensi yaitu
pahala atau dosa. Jika semua kebijakan terhadap
pembangunan pendidikan membawa kebaikan

bagi kualitas hidup manusia maka hal tersebut
halal dilakukan dan mereka berhak mendapatkan
pahala karena telah menjalankan ketaatan
terhadap perintah Allah Azza wa Jalla
sedangkan sebaliknya jika mereka membuat
kebijakan yang dapat merusak kualitas hidup
manusia maka hal tersebut haram dari sisi aturan
dan dosa jika tetap dilakukan.
Pada akhirnya, pembangunan kualitas
manusia
dengan
menitikberatkan
pada
pembangunan keilmuan dan keimanan mampu
menghasilkan generasi baru yang cerdas berilmu
dan berkemajuan dan memiliki spirit keimanan
dan tauhid kepada Allah Azza wa Jalla.
Sehingga islam hadir pada setiap pola pikir
masyarakat, pada setiap pengambilan keputusan,
serta pada segenap lini kehidupan di masyarakat.
Implikasi lebih jauh dari hal tersebut adalah
terciptanya lingkungan serta kehidupan socialmasyarakat yang baik dan beradab.
PENUTUP
Kesimpulan
Kerusakan yang tampak di tengah-tengah
masyarakat
saat
ini
terbentuk
akibat
ketidakpahaman dan ketidakpedulian terhadap
nilai-nilai luhur islam. Pembangunan terhadap
literasi sains saja tidak dapat menyelesaikan
semua permasalahan yang terjadi tanpa adanya
kemampuan literasi islam yang baik.
Pemahaman terhadap nilai-nilai luhur islam
mampu membentuk manusia yang lebih berbudi,
beradab, dan berkemajuan dengan bekal ilmu
yang dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bahriah,
Evi
Sapinatul.
2014.
Meningkatkan Literasi Sains Peserta didik
pada Aspek Proses Sains melalui
Pembelajaran
Berbasis
Multimedia
Interaktif. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan IPA “Pengembangan Profesi
Guru Sains melalui Penelitian dan Karya
Teknologi yang Sesuai Tuntutan Kurikulum
2013”. 11 September 2014
[2] Baswedan, Anies. 2014. Gawat Darurat
Pendidikan
di
Indonesia.
Makalah
disampaikan pada Silaturahmi Kementerian
dengan Kepala Dinas Tanggal 1 Desember
2014.
Retrieved
by

[3]

[4]

[5]

[6]
[7]

[8]

[9]

http://www.republika.co.id/files/kemendikb
ud/Paparan-Menteri-Kadisdik-141201Low-v.0.pdf. diakses 14 Mei 2015
Erman. 2014. Berdaya Saing dengan
Literasi Sains. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan IPA “Pengembangan Profesi
Guru Sains melalui Penelitian dan Karya
Teknologi yang Sesuai Tuntutan Kurikulum
2013”. 11 September 2014
Mullis, IVS., Martin, MO., Foy, P. 2011.
TIMSS 2011 International Results in
Mathematics.
TIMSS
&
PIRLS
International Study Center, Lynch School
of Education, Boston College
Miharja, Fuad Jaya. 2015 Peran Media
Pembelajaran
Islam
dalam
Mengembangkan Kualitas Pendidikan
Nasional di Era Global. Prosiding Seminar
Nasional
Pendidikan
“Reformasi
Pendidikan dalam Asean Economic
Community (AEC)” di FKIP Universitas
Jember. 30 Mei 2015
Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah UNESA
OECD. 2012. PISA 2012 Results in Focus:
What 15-Year-Olds Know and What They
Can Do With What They Know. Retrieved
by
http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa2012-results-overview.pdf. diakses 9 Juli
2015
OECD. 2013. PISA 2012 Assessment and
Analytical
Framework:
Mathematics,
Reading, Science, Problem Solving and
Financial Literacy. OECD Publishing
Rahmawati, Anis. 2010. Pengembangan
Model Pembelajaran
Student Teams
Achievement Divisions (STAD) pada
Matakuliah
Struktur
Baja
Untuk
Meningkatkan
Pemahaman
dan
Kepercayaan Diri Mahasiswa. Retrieved by

http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Ess
ay/197904262002122001seminas
%20karakter.doc. diakses 8 Oktober 2015
[10] Susanti, Arik. 2013. Pengembangan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC Untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Menulis
Bahasa Inggris Mahapeserta didik D3
Administrasi
Negara
FIS
UNESA.
Retrieved
by
http://id.scribd.com/doc/189876536/Penge
mbangan-Model-Pembelajaran-KooperatifTipe-CIRC-Untuk-MeningkatkanKemampuan-Menulis-Bahasa-InggrisMahapeserta
didik-D3-AdministrasiNegara-FIS-Unesa#scribd.
diakses
8
Oktober 2015
[11] Tjalla, Awaluddin. 2012. Potret Mutu
Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasilhasil Studi Internasional. Retrieved by
http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pd
f
[12] Thompson, S., Provasnik, S., Kastberg, D.,
Ferraro, D., Lemanski, N., Roey, S., and
Jenkins, F. 2012. Highlights From PIRLS
2011: Reading Achievement of U.S.
Fourth-Grade Students in an International
Context (NCES 2013–010 Revised).
National Center for Education Statistics,
Institute of Education Sciences, U.S.
Department of Education. Washington, DC.
Government Printing Office
[13] Yudi, Alex Aldha. 2012. Pengembangan
Mutu Pendidikan Ditinjau dari Segi Sarana
dan Prasarana (Sarana dan Prasarana
PPLP). Jurnal Cerdas Sifa Vol.1 MeiAgustus 2012.
[14] Zuriyani, Elsi. 2012. Literasi Sains dan
Pendidikan.
Retrieved
by
http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULIS
AN/wagj1343099486.pdf. diakses 8 Juli
2015

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

EFEKTIVITAS MEDIA PENYAMPAIAN PESAN PADA KEGIATAN LITERASI MEDIA (Studi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung)

15 96 159