FAKTOR faktor yang mempengaruhi terjadinya

FAKTOR-FAKTOR
YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN TINDAKAN AKSEPTOR KB DALAM
MEMILIH ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM
(AKDR) DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI
TAHUN 2007
27 April 2009
Endang sulistiyani

ABSTRAK
Pelayanan KB yang berkualitas mencakup pemberian jaminan pelayanan yang dapat
melindungi klien dari resiko, efek samping dan komplikasi serta meminimalkan
kemungkinan terjadinya kegagalan pemakaian kontrasepsi.
Pelaksanaan program Keluarga Berencana di Kabupaten Boyolali secara Nasional
sudah berjalan 35 tahun. Namun masih banyak calon akseptor KB mengalami kesulitan di
dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan,
termasuk status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan akan kehamilan yang tidak
diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya
lingkungan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

tindakan akskeptor KB dalam memilih alat Kontrasepsi Dalam Rahim di RSU Pandan Arang
Boyolali.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptik analitik dengan rancangan penelitian
Cross Sectional dengan lokasi penelitian di RSU Pandan Arang Boyolali. Responden adalah
ibu yang menggunakan alat kontrasepsi di RSU Pandan Arang Boyolali sebanyak 60
responden. Pengumpulan data dengan cara kuesioner, analisa data dengan mengelompokkan
jawaban responden sesuai item, yang disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor umur, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, dukungan keluarga, tarif layanan tidak mempunyai hubungan yang
mempengaruhi akseptor KB untuk memilih metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
Kata Kunci : Akseptor, KB, AKDR, Rumah Sakit Umum.
A. Latar Belakang
Pelaksanaan program KB secara umum di Kabupaten Boyolali yang sejak tahun
2004 telah menjadi badan daerah, dan telah melaksanakan upaya-upaya yang bermakna
untuk meningkatkan kualitas akses dan pelayanan lebih aman, terjangkau biayanya, lebih
mudah diakses oleh klien dan adanya jaminan ketersediaan alat / obat kontrasepsi yang
berkualitas. Hal ini sesuai dengan visi baru program KB nasional tahun 2007 seluruh

keluarga di Indonesia mengikuti program KB, dengan mewujudkan visi yaitu
“Mewujudkan Keluarga Berkualitas 2015”, salah satu misi yang dijalankan dalam rangka

mencapai visi tersebut adalah mewujukan kelurga kecila bahagia sejahtera.
Jaminan dan pelayanan kontrasepsi tidak lagi berorientasi pencapaian kuantitas atau
memaksimalkan akses dan cakupan peserta program KB, tetapi terus berupaya dan
berorientasi pada pemenuhan permulaan pelayanan berkualitas yang dapat diberikan
secara maksimal. Pelayanan KB yang berkualitas mencakup pemberian jaminan
pelayanan yang dapat melindungi klien dari resiko dan efek samping dan komplikasi serta
meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan pemakaian kontrasepsi.
Pelaksanaan pelayanan program KB, senantiasa dilaksanakan terintegrasi dengan
kegiatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi, serta selalu memperhatikan kesehatan dan kesetaraan gender sebagai salah
satu upaya pemenuhan hak-hak reproduksi kepada masyarakat.
Memperhatikan hal-hal tersebut, maka operasional / pelaksanaan progam KB perlu
dikelola secara lebih serius, profesional dan berkesinambungan sehingga upaya-upaya
tersebut dapat memberi kepuasan bagi semua pihak baik klien maupun pemberi
pelayanan (provider) yang pada akhirnya akan meningkatkan kesertaan masyarakat dalam
ber KB, terhindar dari masalah kesehatan, reproduksi, meningkatnya kesejahteraan
keluarga.
Dalam ICPD (Internationale Conference on Population and development) Kairo
1994, disebutkan bahwa salah satu tujuan program keluarga berencana yaitu membantu
pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tentang

jumlah dan jarak antara satu anak dengan anak lainnya dan untuk mendapatkan informasi
dan sarana dalam melakukannya, juga untuk memberi kebebasan serta ketersediaan
berbagai macam alat kontrasepsi yang aman dan sehat.
Pelaksanaan program KB di Kabupaten Boyolali seiring dengan perjalanan program
KB secara nasional dan sudah berjalan lebih 35 tahun. Namun masih banyak calon
akseptor KB mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidak tahuan
mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor
harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan
akan kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan
pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua. Tidak ada satupun metode
kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai
kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan
metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut : aman, yaitu tidak akan menimbulkan
komplikasi berat bila digunakan, berdaya guna, bila digunakan sesuai dengan aturan akan
dapat mencegah terjadinya kehamilan, dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan
juga oleh lingkungan budaya dan masyarakat, terjangkau harganya oleh masyarakat, bila
metode tersebut dihentikan klien akan segera kembali kesuburuannya, kecuali untuk
kontrasepsi mantap (Panduan Praktis, 2003).
Salah satu metode kontrasepsi yang banyak digunakan adalah alat kontrasepsi

dalam rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device). AKDR
adalah alat kotrasepsi yang terbuat dari plastic halus berbentuk spiral atau bentuk lain

yang dipasang didalam rahim (Depkes RI, 1990). Keuntungan dari AKDR adalah praktis,
ekonomis, mudah dikontrol, aman untuk jangka waktu yang lama dan kembalinya
kesuburan cukup tinggi, tidak dipengaruhi oleh faktor lupa seperti Pil (Mardiya, 1999).
Adapun
kerugiannya
adalah
dapat
terjadi
perdarahan
(Spotting
dan
menometrorangie), leocorea, infeksi, kehamilan ektopik, dan tali AKDR dapat
menimbulkan perlukaan presio dan mengganggu hubungan seksual (Manuaba, 1998).
Beberapa faktor dapat mempengaruhi seorang ibu dalam memilih alat kontrasepsi
dalam rahim, diantaranya : tingkat pendidikan, pengetahuan, lingkungan, ekonomi,
kebutuhan, tarif pelayanan, keluarga, oleh karena itu tenaga kesehatan diharapkan mampu
memberikan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih efektif kepada calon

akseptor KB, dan juga dapat memberikan asuhan kebidanan kepada ibu khususnya dalam
pelayanan alat-alat kotrasepsi dalam rahim secara professional. Berdasarkan survei
pendahuluan jumlah akseptor KB di Kabupaten Boyolali sebanyak 547 orang, antara lain
IUD 66 orang (12,06 %), suntik 130 orang (23, 76 %), MOW 211 orang (38,57 %), dan
pil 140 orang (25,59 %). (Rekapitulasi KB Bidan RSU Pandan Arang, Boyolali)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Faktor-faktor apakah
yang berhubungan dengan tindakanakseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi dalam
rahim di RSU Pandan Arang, Boyolali ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan akseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi dalam
rahim di RSU Pandan Arang, Boyolali.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan umur responden dengan tindakan memilih AKDR
b. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan responden dengan tindakan memilih
AKDR.
c. Mengetahui hubungan pekerjaan responden dengan tindakan memilih AKDR.

d. Mengetahui hubungan penghasilan responden dengan tindakan memilih
AKDR.
e. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tindakan memilih AKDR.
f. Mengetahui hubungan tarif layanan dengan tindakan memilih AKDR.
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Diharapkan penelitian ini dapat berguna dan memberi sumbangan, menambah
informasi juga menambah khasanah ilmu pengetahuan.
2. RSU Pandan Arang, Boyolali
Sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan dan memberikan pelayanan
keluarga berencana kepada WUS dan PUS
3. Bagi petugas KB
Sebagai bahan kebijakan untuk melakukan penyuluhan.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman
dalam menyusun karya tulis ilmiah dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut
serta sarana untuk menerapkan ilmu dan teori yang telah diperoleh.
E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik di Bidang KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB
(Keluarga Berencana) di RSU Pandan Arang, Boyolali.Bulan Agustus 2007
F. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan akseptor
KB dalam memilih alat kontrasepsi dalam rahim di RSU Pandan Arang, Boyolali“
sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.Adapun penelitian yang pernah ada
diantaranya;
Penelitian mengenai AKDR yang pernah dilakukan, diantaranya :
1. Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kehamilan extopik di RS Sardjito
Yogyakarta tahun 1988 / 1992. Budi Santoso, Natalia (1993)
2. Evaluasi Keputusan Pemilihan Kontrasepsi Pada Akseptor KB di RSU Pandan
Arang, Boyolali. Soniatun Nikmah (2005)
G. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian diskriptif analitik dengan rancangan penelitian crosssectional untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
responden atau akseptor KB dalam memilhi AKDR. Data primer diambil melalui
wawancara dengan ibu hamil menggunakan kuesioner. Hasil penelitian diuji secara
statistik dengan tehnik tabulasi silang (Crosstab) analisa data dengan uji korelasi
koefisien kontingensi Chi Square .

1. Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu yang akan melakukan atau menggunakan
alat kontrasepsi yang datang di Rumah Sakit Pandan Arang, Boyolali, Jawa Tengah,
sejumlah 100 aseptor KB pada Agustus 2007.
Sampel yang diambil ditentukan dengan teknik Simple Random Sampling dan
diperoleh sampel sebanyak 60 orang.
2. Variabel Penelitian
a. Variabel terikat ( variabel dependen )
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindakan memilih
AKDR
b. Variabel bebas ( variabel independen)
Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dukungan keluarga, tarif layanan.
3. Teknik pengumpulan dan analisis data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan akseptor KB dalam memilih AKDR kepada
ibu yang akan memasang atau memilih alat kontrapsepsi di Rumah Sakit Pandan
Arang, Boyolali, Jawa Tengah.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan ujicrosstab,
dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik. Sebelum digunakan
teknik crosstab, data terlebih dahulu diuji dengan uji validitas dan reliabilitas.

H. Daftar Pustaka
Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta
Anonim. 1993. Panduan Pelatihan MKET Bagi Dokter dan Bidan Khususnya
Pelayanan Implant dan IUD. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Jakarta.
Affandi, B. 2003. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.
Jakarta
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya (Edisi Kedua) Cetakan
Pertama. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
BKKBN, 1999. Iformasi Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta

BKKBN, 1999. Panduan Pelaksanaan Jaminan Mutu Pelayanan Keluarga
Berencana. Jakarta
BKKBN, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta
Budiarto. 1992. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGS.
Jakarta.
Depkes, 2001. Panduan
Berencana. Jakarta


Buku

Klinis

Program

Pelayanan

Keluarga

Hadi, S. 1987. Statistik Jilid 2. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Jogjakarta.
Hartanto. 1992. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
IBI, 1994. Pedoman Keluarga Berencana Ikatan Bidan Indonesia.Jakarta
Manuaba, E.B.G. 1998. Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.
Mardiyo. 1999. Sebuah Pedoman Bagi PUS yang Ber-KB dalam petunjuk Praktis
Cara Memilih Kontrasepsi. Liberty. Jogjakarta.
Notoadmojoo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

___________, S. 2003. Pendidikan Perilaku Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta
PKBI. 1999. Panduan Pelayanan Kesehatan Reproduksi. PKBI. Jakarta.
Prawirahardjo, S. Dkk. 2003. Buku Panduan Prakstis Pelayanan Kontrasepsi.
Yayasan Bina Aksara. Jakarta.
Saifuddin, AB. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
Sugioyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung
Tombokan. 2002. Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Hamil Tentang
Tentang Tanda Bahaya Kehamilan di Puskesmas.(Karya Tulis Ilmiah). UGM.
Jogjakarta. Tidak diterbitkan
Ingin mendapatkan lengkapnya ? hubungi : stikes_smart@ymail.com atau tinggalkan
komentar Anda

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN - KESEHATAN MASYARAKAT

PROPOSAL PENELITIAN
STATUS PEKERJAAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PADA BAYI DI KELURAHAN SIMPONG
KABUPATEN BANGGAI
TAHUN 2011

OLEH
KELOMPOK III
YULIANTI
FERAWATI. L
NURLAELA
SITI RUHANA
ANGGRAINI PADJU

GREFFI D. MARIANA
BEATRIS SALINDEHO
YUNIARTI KIENG
FIRMANSYAH
ZULBAIR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT (FKM)
UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi/anak umur 0-24
bulan melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara
menyeluruh. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak,
dan adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak
langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak,
khususnya pada umur dibawah 2 tahun (baduta).
Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya. Ketika bayi
memasuki usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat,
protein dan beberapa vitamin dan mineral yang terkandung dalam ASI atau susu
formula tidak lagi mencukupi. Sebab itu sejak usia 6 bulan, kepada bayi selain
ASI mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) Agar kebutuhan gizi
bayi/anak terpenuhi.Dalam pemberian MP-Asi perlu diperhatikan waktu
pemberian MP-ASI ,frekuensi porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan
dan cara pemberiannya. Disamping itu perlu pula diperhatikan pemberian
makanan pada waktu anak sakit dan bila ibu bekerja di luar rumah.Pemberian
MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi,
namun juga merangsang keterampilon makan dan merangsang rasa percaya
diri.
Beberapa permasalahan pemberian makanan pendamping ASI (MP Asi)
antara lain ; pemberian makanan pralaktat sebelum Asi keluar, kolostrum
dibuang, pemberian MP Asi terlalu dini atau terlambat, MP Asi yang diberikan
tidak cukup, pemberian MP-Asi sebelum Asi, frekuensi pemberian MP-Asi kurang,
pemberian Asi terhenti karena ibu kembali bekerja, kebersihan kurang, prioritas
gizi yang salah pada keluarga.
Bahaya dari pemberian MP Asi terlalu dini adalah Pemberian MP-Asi dini
sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman
sebab, system imun bayi dibawah 6 bulan masih belum sempurna. Belum lagi
jika tidak disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia
menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MP-Asi sebelum ia berumur 6 bulan,
lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi

yg hanya mendapatkan ASI eksklusif. Belum lagi penelitian dari badan kesehatan
dunia lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-Asi dini adalah
status pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja diluar rumah pada umumnya cenderung
memberikan makanan pendamping Asi pada bayinya lebih cepat dari waktu
yang ditetapkan, dikarenakan waktu yang dimiliki olehnya relatif singkat untuk
berada bersama bayinya di dalam rumah.
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status
gizi yang baik atau optimal terjadi apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga kemungkinan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensisal. Status gizi lebih terjadi bila
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan sehingga menimbulkan
efek toksis. Status gizi kurang atau lebih merupakan gangguan gizi.
Turut sertanya ibu dalam mencari nafkah akan meningkatkan daya beli
keluarga, akan tetapi juga menimbulkan masalah, yaitu pembagian waktu
terutama dalam hal waktu untuk bekerja di luar rumah dengan waktu untuk
mengelola rumah tangga serta mengasuh anak. Peran ganda ibu ini menuntut di
satu pihak perlu curahan waktu penuh untuk mengasuh anak, bersamaan
dengan itu perlu sisipan waktu untuk bekerja di luar rumah. Salah satu peluang
untuk mengatasinya adalah anak diasuh oleh pembantu, keluarga atau family
yang ada di rumah. Keterbatasan waktu ibu dalam mengasuh anak dan
menyediakan makanan akan berpengaruh terhadap pola makan anak (bayi) dan
konsumsi gizi anak, karena pada usia anak-anak ini merupakan usia yang
membutuhkan konsumsi pangan yang ideal untuk membantu kecerdasan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Banggai tahun
2010 bahwa 67 % ibu rumah tangga di kelurahan Simpong bekerja di luar rumah.

Data Puskesmas Simpong tahun 2010 diperoleh informasi bahwa
cakupan pemberian Asi Eksklusif di Kelurahan Simpong hanya berjumlah 32,3 %.
Hal ini menandakan bahwa masih tingginya pemberian MP Asi di bawah 6 bulan.
Karena hal-hal tersebut di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti
apakah ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP Asi di
bawah 6 bulan.
B.

Rumusan Masalah

1.

Apakah ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan ibu dengan

pemberian MP Asi dini ?
C. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP
Asi dini di Kelurahan Simpong.
2.

Tujuan Khusus

a.

Untuk mengetahui status pekerjaan ibu yang berisiko terhadap kurangnya

asupan pemberian Asi Eksklusif.
b.

Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara pekerjaan ibu dengan

pemberian MP Asi dini.

D. Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Untuk Institusi pendidikan (kampus)

Dapat menambah referensi bagi perpustakaan dan menjadi data awal bagi
peneliti selanjutnya.
2.

Manfaat Untuk Pemerintah Kelurahan Simpong

Dapat lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan
khususnya masalah gizi masyarakat yang berada di Kelurahan Simpong.
3.

Manfaat Untuk Peneliti

Sebagai penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya untuk
masalah-masalah gizi keluarga terutama zat gizi untuk bayi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.

Tinjauan Umum
Konsep Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan

Pendamping Pada Bayi
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi
peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI
merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti
memberikan zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat
kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional
antara ibu dan bayinya (Sunartyo, 2008).
Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI
merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 3 – 4

bulan pertama. ASI yang diproduksi pada 1 – 5 hari pertama dinamakan
kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat
menguntungkan bayi karena mengandung lebih banyak antibodi, protein,
mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap
saat. Produksi ASI dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang.
Disamping itu perlu diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan
perawatan payudara. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap
saat terutama ASI eksklusif (As’ad, 2002).
ASI eksklusif adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara
eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi
bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai
bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).

Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan yaitu:
1.

Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 3 – 4 bulan pertama.
2.

Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.

3.

Mengandung beberapa zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya infeksi.

4.

Mengandung laktoferin untuk mengikat zat besi.

5.

Tidak mengandung beta laktoglobulin yang dapat menyebabkan alergi.

6.

Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal dan dalam

keadaan segar serta bebas dari kuman.
7.

Berfungsi menjarangkan kehamilan.

8.

Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi.

Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6
bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat
setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi
peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-tanda
lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik.
Namun, sebelum diberi makanan tambahan sebaiknya coba diperbaiki dahulu cara
menyusuinya. Cobalah hanya memberi bayi ASI saja tanpa memberi minuman atau
makanan lain. Selain itu, bayi harus sering disusui, perhatikan posisi menyusui. Secara
umum usahakan dahulu agar cara pemberian ASI dilakukan sebaik mungkin. Apabila
setelah 1 – 2 minggu ternyata upaya perbaikan tersebut tidak menyebabkan
peningkatan berat badan, maka pemberian makanan tambahan atau padat diberikan
bagi bayi berusia diatas 4 bulan (Roesli, 2000).
Bila oleh suatu sebab (misalnya ibu bekerja atau hamil lagi) bayi tidak
memperoleh ASI, maka kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). PASI
dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah menjadi hampir sama
dengan susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa
menyebabkan akibat sampingan. Akan tetapi belum ada PASI yang tepat
menyerupai susunan ASI (As’ad, 2002).

Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Pada beberapa kelompok
masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia 6 bulan. Bahkan
ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun. Sebaliknya, pada
masyarkat urban bayi disapih terlalu dini yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberi
makanan tambahan (Arisman, 2004).
Menurut Sulistjani (2001), seiring bertambahnya usia anak, ragam
makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting
untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak. Dalam hal pengaturan
pola konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih
jenis makanan yang bergizi seimbang. Setelah berumur 6 bulan, bayi

memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan
tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI. Menurut Arisman (2004), pemberian
makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk bubur
cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan
lembek dan akhirnya makanan padat. Pemberian pertama cukup 2 kali sehari,
satu atau dua sendok teh penuh. Pada usia 6-9 bulan bayi setidak-tidaknya
membutuhkan empat porsi. Menginjak usia 9 bulan bayi telah mempunyai gigi
dan mulai pandai menguyah makanan. Sekitar usia 1 tahun bayi sudah mampu
memakan makanan orang dewasa. Anak usia 2 tahun memerlukan makanan
separuh takaran orang dewasa.

Makanan sapihan yang ideal harus mengandung makanan pokok, lauk pauk,
sayur-sayuran, buah-buahan dan minyak atau lemak. Makanan sapihan baru boleh
diberikan setelah bayi disusui atau diantara dua jadwal penyusunan. Sebab, diawal
masa penyapihan, ASI masih merupakan makanan pokok. Sementara makanan sapihan
hanyalah sebagai pelengkap. Kemudian secara berangsur ASI berubah fungsi sebagai
makanan tambahan, sementara makanan sapihan menjadi santapan utama (Arisman,
2004).
Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat
mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada
bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian
makanan padat atau tambahan pada usia 4 – 6 bulan lebih menguntungkan.
Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap
kesehatan bayi (Roesli, 2000).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) diberikan kepada bayi setelah berusia 6
bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Jadi, selain MP-ASI, ASI pun harus tetap
diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan. Adapun hal-hal penting
yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan untuk bayi yaitu
makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan
oleh bayi, dan diberikan kepada bayi yang telah berumur 6 bulan sebanyak 4-6

kali/hari, sebelum berumur dua tahun, bayi belum dapat mengkonsumsi
makanan orang dewasa, makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi (Krisnatuti,
2007).
Keadaan kekurangan gizi pada bayi dan anak di sebabkan kebiasaan
pemberian MP-ASI yang tidak tepat (Media indo online, 2006). Akibat rendahnya
sanitasi dan hygiene MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh
mikroba, hingga meningkatkan resiko dan infeksi lain pada bayi, hasil penelitian
Widodo (2006) bahwa masyarakat pedesaan di Indonesia jenis MP-ASI yang
umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang (57,3%) dan
rata-rata berat badan bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih besar dari pada
kelompok bayi yang diberikan MP-ASI (Depkes online, 2007)
2.

Konsep tentang Pekerjaan Ibu
Kerja adalah aktivitas, gawai, kegiatan, operasi. Sedangkan yang dimaksud

dengan pekerjaan adalah operasi, order, proyek, kewajiban, tugas, aktivitas,
kegiatan, kesibukan, urusan, karier, profesi , pencaharian seseorang. (Tesaurus
Bahasa Indonesia)

Merawat anak, mulai dari memandikan, menyuapi sampai mengasuh hampir
semuanya dilakukan oleh ibu. Merawat anak dan menyediakan keperluan makan dan
minum anak merupakan tugas sehari-hari yang sudah melekat pada diri seorang ibu.
Akan tetapi, tugas itu tidak hanya itu saja bila ibu bekerja diluar rumah. Ibu juga harus
mengingatkan tugas anak-anaknya mengenai pekerjaan yang harus dilakukan atau
belum dilakukan seperti mengingatkan anak supaya mandi, makan dan mengingatkan
waktu bila anaknya bermain (Supanto, 1990). Anak memerlukan berbagai variasi
permainan untuk kebutuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya. Bermain bukan
berarti membuang-buang waktu, juga bukan berarti membuat anak menjadi sibuk
sementara orangtuanya mengerjakan pekerjaannya sendiri. Anak harus mempunyai
cukup waktu untuk bermain. Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai
dengan umur dan taraf perkembangannya (Soetjiningsih, 1995).

Program untuk memperbaiki dorongan psikososial melalui pendidikan
orang tua tentang interaksi orang tua dan anak melalui kegiatan kunjungan
rumah telah dapat menurunkan angka kurang gizi pada anak balita. Penelitian
lainnya membuktikan bahwa perubahan pola asuh psikososial telah
meningkatkan derajat pertumbuhan anak. Penelitian di Bogota, Columbia
membuktikan bahwa anak-anak yang menderita kurang gizi, dikunjungi
rumahnya setiap minggu selama 6 bulan oleh kader desa, ternyata pertumbuhan
pada umur 3 tahun lebih tinggi daripada yang tidak dikunjungi. Dengan
dikunjungi rumahnya, ibu- ibu menjadi lebih memahami kebutuhan anak dan
memberi makan pada saat anak sedang lapar. Didapatkan juga bahwa ibu-ibu
yang memahami tentang kebutuhan untuk perkembangan kognitif anak, anakanaknya lebih pintar daripada ibu yang lalai dalam pengasuhan anaknya (Anwar,
2008).
B.
1.

Kerangka Konsep
Makanan Pendamping Asi (MP-Asi) adalah makanan yang diberikan pada

bayi berusia 6 bulan keatas dengan tetap memberikan Asi.
2.

Pekerjaan adalah kesibukan atau aktifitas yang menghasilkan upah yang

dilaksanakan oleh seseorang sebagai upaya untuk kelangsungan hidupnya.
3.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-Asi dini adalah

status pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja diluar rumah pada umumnya cenderung
memberikan makanan pendamping Asi pada bayinya lebih cepat dari waktu
yang ditetapkan, dikarenakan waktu yang dimiliki olehnya relatif singkat untuk
berada bersama bayinya di dalam rumah.

C.

Definisi Operasional
Dimaksudkan dengan pekerjaan ibu dalam penelitian ini adalah pekerjaan

ibu menyusui yang berada di luar rumah dan memakan waktu yang banyak

untuk berada di luar rumah. Seperti menjaga toko, berdagang di Pasar,
Karyawan Perusahaan, pegawai negeri pada instansi pemerintah, dll.
Adapun pemberian MP Asi Dini dalam penelitian ini adalah Makanan
Pendamping yang sudah diberikan pada bayi sebelum berusia genap 6 bulan.
Bila MP Asi diberikan pada H-1 sebelum 6 bulan maka masih termasuk dalam
penelitian ini.

BAB III
METODE DAN INSTRUMEN PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode ………………………(analitik, deskriptif
atau kualitatif)
B.

LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kelurahan Simpong
1.

Gambaran umum lokasi

………………………………………………………………………………….
C.

WAKTU PENELITIAN

Tanggal mulai dari penyusunan proposal hingga skripsi
D. POPULASI DAN SAMPEL


Populasi adalah sasaran penelitian. Misalnya sumur populasinya adalah air

sumur.


Sampel adalah bagian representative dari populasi

1.

Sampel itu siapa ?

2.

Tekniknya bagaimana ?

Teknik pengambilan sampel ; Random sampling, stratified random sampling dan
cluster ramdom sampling, dll
3.

Sampel sizex berapa ?

Angka confidence/tingkat kepercayaan : tingkat kesalahan (misalnya 0,05  5
%) ada rumusnya !!!!
E.

METODE PENGUMPULAN DATA

1.

Cek list

2.

Kuesioner

F.

METODE ANALISIS DATA (UNTUK PENELITIAN ANALITIK- KALO UNTUK

PENELITIAN DESKRIPTIF DISAJIKAN DULU BARU DI ANALISIS)

G. INSTRUMEN PENELITIAN



Memakai instrument yang dibuat sendiri jika tidak ada instrument baku

yang digunakan.


Harus kuat pada teori disesuaikan dengan DASAR TEORI

MEMBUAT INTRUMEN PENELITIAN
1.

Mengukur pengetahuan

Apa yang dia ketahui tentang topic
2.

Mengukur sikap

Bagaimaimana sikap dia tetang topic (pendapat, tanggapan, dll)

BAB IV
HASIL PENELITIAN
1.

Jelaskan semua hasil penelitian

2.

Pembahasan ; antar dengan teori penunjang hasil penelitian, sambung

dengan hasil penelitian yang diperoleh, sambung dengan penelitian orang lain
yang berhubungan dengan penelitian,
3. kesimpulan

santa simpati


7
Jun

ke
saya

Dalam penelitian sosial ekonomi, kita akan seringkali menemukan data kategorik daripada data interval. Data ini
biasanya dapat disajikan dalam 2 bentuk, dalam bentuk list atau table. Jika kita ingin melihat hubungan antara
pekerjaan yang terdiri dari karyawan swasta (0), pegawai negeri (1), usaha sendiri (2) terhadap jenis kelamin
(0=pria; 1=wanita) di sebuah kota “Y”, maka data yang disajikan dapat berbentuk sebagai berikut:

Atau dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Ketika data telah
dikonversi dalam bentuk table 2×3 seperti di atas, kita akan lebih mudah menginterpretasikannya, karena dapat
langsung kita tarik kesimpulan jumlah pria atau wanita yang berprofesi sebagai karyawan swasta, pegawai
negeri ataupun usaha sendiri. Misalnya di kota “Y” kita ketahui bahwa pria yang bekerja sebagai karyawan
swasta berjumlah 6 orang, begitu pula wanita yang berprofesi sebagai pegawai negeri berjumlah 4 orang. Tabel
yang sama juga dapat kita buat untuk 2×2, 2×4, 3×4 dan seterusnya.
Masalahnya adalah ketika data yang kita miliki berjumlah banyak, tentunya akan sulit untuk berhitung manual
karena dengan jumlah data yang banyak maka tingkat kesalahan akan tinggi. SPSS juga menyediakan fasilitas
konversi data dalam bentuk list ke bentuk table melalui menu descriptive – crosstab (tabulasi silang).
Menu crosstab pada SPSS dapat digunakan untuk menghitung kasus-kasus yang melibatkan banyak variabel
dan kombinasi nilai antar variabel yang berbeda.

Tahapan menjalankan crosstab dengan SPSS adalah dengan memilih analyze-descriptive-crosstab seperti
berikut ini:

Kemudian pada kotak
dialog crosstab, pindahkan masing-masing variabel ke kolom factor list atau dependent list;

Output:

Dengan sajian output tersebut data yang terdiri
atas banyak kasus dan variabel akan lebih mudah diterjemahkan serta dilihat hubungannya dalam satu kesatuan
(yoz).

Uji Validitas Item adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan seberapa valid suatu item
pertanyaan mengukur variabel yang diteliti. Uji Reliabilitas item adalah uji statistik yang digunakan
guna menentukan reliabilitas serangkaian item pertanyaan dalam kehandalannya mengukur suatu
variabel.

1. Uji Validitas
Uji Validitas Item atau butir dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS.[1] Untuk proses
ini, akan digunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji
relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di
dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut.
Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r) dengan skor total
masing-masing variabel ≥ 0,25.[2] Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan akibat
mereka tidak melakukan pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala dan
lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran seseorang jika bukan malah
mengacaukan.
Cara melakukan Uji Validitas dengan SPSS:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Buat skor total masing-masing variable.
Klik Analyze > Correlate > Bivariate
Masukkan seluruh item variable x ke Variables
Masukkan total skor variable x ke Variables
Ceklis Pearson ; Two Tailed ; Flag
Klik OK
Lihat kolom terakhir. Nilai >= 0,25.
Lakukan hal serupa untuk Variabel Y.

2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

Note:

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha >
0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal
karena memiliki reliabilitas yang kuat.[3] Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:






Jika
Jika
Jika
Jika

alpha
alpha
alpha
alpha

> 0,90 maka reliabilitas sempurna
antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat
< 0,50 maka reliabilitas rendah[4]

Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel: Segera identifikasi dengan
prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kelanjutan dari tes Aplha sebelumnya guna
melihat item-item tertentu yang tidak reliabel. Lewat ItemAnalysis ini maka satu atau beberapa
item yang tidak reliabel dapat dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi lagi nilainya.
Reliabilitas item diuji dengan melihat Koefisien Alpha dengan melakukan Reliability Analysis
dengan SPSS ver. 16.0 for Windows. Akan dilihat nilai Alpha-Cronbach untuk reliabilitas keseluruhan
item dalam satu variabel. Agar lebih teliti, dengan menggunakan SPSS, juga akan dilihat kolom
Corrected Item Total Correlation.
Nilai tiap-tiap item sebaiknya ≥ 0.40 sehingga membuktikan bahwa item tersebut dapat dikatakan
punya reliabilitas Konsistensi Internal.[5] Item-item yang punya koefisien korelasi < 0.40 akan
dibuang kemudian Uji Reliabilitas item diulang dengan tidak menyertakan item yang tidak reliabel
tersebut. Demikian terus dilakukan hingga Koefisien Reliabilitas masing-masing item adalah ≥
0.40.
Cara Uji Reliabilitas dengan SPSS:
1.
2.
3.
4.

Klik Analyze > Scale > Reliability Analysis
Masukkan seluruh item Variabel X ke Items
Pastikan pada Model terpilih Alpha
Klik OK
Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha >
0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal
karena memiliki reliabilitas yang kuat.[6] Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:






Jika
Jika
Jika
Jika

alpha
alpha
alpha
alpha

> 0,90 maka reliabilitas sempurna
antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat
< 0,50 maka reliabilitas rendah[7

Proposal Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Tahun 1978, WHO dan UNICEF melakukan pertemuan di Alma Ata yang
memusatkan perhatian terhadap tingginya angka kematian maternal perinatal.
Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk menetapkan konsep Primary Health

Care yang memberikan pelayanan antenatal, persalinan bersih dan aman,
melakukan upaya penerimaan keluarga berencana, dan meningkatkan pelayanan
rujukan (Handayanai, 2010: 13).
Dapat dikemukakan bahwa untuk dapat menyelamatkan nasib manusia
di muka bumi tercinta ini, masih terbuka peluang untuk meningkatkan kesehatan
reproduksi melalui gerakan yang lebih intensif pada pelaksanaan keluarga
berencana. Tanpa gerakan KB yang makin intensif maka manusia akan terjebak
pada kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan yang merupakan malapetaka
manusia yang paling dahsyat dan mencekam. Gerakan KB yang kita kenal
sekarang bermula dari kepeloporan beberapa orang tokoh, baik di dalam
maupun di luar negeri. Sejak saat itulah berdirilah perkumpulan-perkumpulan KB
diseluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan PKBI (Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia) (Handayani, 2010: 14).
Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya
manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat
derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan
ekonomi dan keluarga berencana yang merupakan sisi masing-masing mata
uang. Bila gerakan keluarga berencana tidak dilakukan bersamaan dengan
pembangunan tidak akan berarti. Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan
bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

(NKKBS) yang berorientasi pada “catur warga” atau zero population growth
(pertumbuhan seimbang). Gerakan keluarga berencana Nasional Indonesia telah
berumur panjang sejak 1970 dan masyarakat dunia menganggap Indonesia
berhasil menurunkan angka kelahiran dengan bermakna. Masyarakat dapat
menerima hampir semua metode medis teknis keluarga berencana
dicanangkan oleh pemerintah (Manuaba, 2010: 591).
Program KB adalah bagian terpadu (integral)

dalam

yang

program

pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahtraan ekonomi,
spritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan
yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Handayani, 2010: 28).
Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan
sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. (anggraini, 2012 : 48).

Tabel 1.1
Cakupan Jumlah Peserta KB Kota Jambi Tahun 2011 - 2012
Keterang
an

N
o

Alat
Kontrase
psi

Jumlah

%

Jumlah

%

1

Iud

36.891

11,60

37.213

11,63

2

Kondom

10.182

3,20

10.392

3,25

3

Suntik

12.125

3,81

12.432

3,88

4

Pil

182.554

57,42

183.122

57,23

5

Implant

70.981

22,33

71.124

22,23

6

Mow

3.965

1,25

4.235

1,32

7

Mop

1.222

0,38

1.432

0,45

317.92
0

100

319.95
0

100

Jumlah

2011

2012

Sumber : BKKBN, 2012
Berdasarkan data pada tabel 1.1, terdapat peningkatan jumlah peserta
KB di Kota Jambi. Sementara itu alat kontrasepsi yang banyak dipakai oleh
pasien tahun 2011 adalah Pil berjumlah 182.554 pasien (57,42%), disusul
dengan Implant sebanyak 70.981 pasien (22,33%) dari 317.920 pasien.
Sedangkan pada tahun 2012 adalah Pil berjumlah 183.122 pasien (57,23%),
disusul dengan Implant sebanyak 71.124 pasien (22,23%) dari 319.950 pasien
(BKKBN, 2012).

Tabel 1.2
Cakupan Peserta KB Aktif di
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2012
METODE YANG DIPAKAI AKSEPTOR
no

Bulan

IUD

ST
K

Pil

KDM

147

14

34

IMP

JML

1

196

1

Januari

2

Februari

87

15

113

215

3

Maret

78

11

120

209

4

April

87

18

104

209

5

Mei

91

9

41

141

6

Juni

97

11

89

197

7

Juli

97

8

92

197

8

Agustus

69

8

89

166

9

September

70

8

78

156

88

3

79

172

85

4

79

168

10

Oktober

11

November

2

12

Desember
Jumlah

1

86

4

101

3

1.07
6

113

1.019

192
1

2212

Sumber : Puskesmas Tahtul Yaman 2012
Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa di Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi
Tahun 2012 alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah Pil yaitu 1.076
orang, kemudian Suntik yaitu sebanyak 1.019 orang. Sedangkah untuk alat
kontrasepsi IUD hanya 3 orang.
B.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran
pengetahuan dan sikap tentang penggunaan AKDR terhadap akseptor KB aktif di
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2013.

C.
1.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana Gambaran pengetahuan dan sikap tentang
penggunaan AKDR terhadap akseptor KB aktif di Puskesmas Tahtul Yaman Kota

Jambi Tahun 2013
2. Tujuan khusus
a.
Diketahuinya gambaran Pengetahuan akseptor KB tentang penggunaan AKDR
b.

di Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi tahun 2013.
Diketahuinya gambaran Sikap Akseptor KB tentang penggunaan AKDR di
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi tahun 2013.

D.
1.

Manfaat Penelitian
Bagi Puskesmas Tahtul Yaman
Diharapkan sebagai bahan informasi

tentang

pelaksanaan

program

Keluarga Berencana (KB) dan program promosi kesehatan agar penggunaan alat
kontrasepsi khususnya AKDR dapat lebih ditingkatkan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan dan dapat menjadi
3.

referensi

memberikan informasi dan pengetahuan tentang penggunaan AKDR.
Bagi Peneliti

dalam

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian lanjutan yang di harapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan
E.

khususnya pelayanan AKDR.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional, yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran pengetahuan dan sikap
Ibu Akseptor KB tentang Penggunaan AKDR di Puskesmas Tahtul Yaman Kota
Jambi Tahun 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh akseptor KB aktif yang
berkunjung ke Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi selama bulan Oktober sampai
Desember Tahun 2012 yaitu sebanyak 529 orang yang meliputi Suntik yaitu 259
orang, Pil yaitu 259 orang dan Kondom 11 orang. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode proportional random sampling.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat.

Alat bantu penelitian

berupa lembar kuesioner yang akan disebarkan guna mendapatkan data
peneltian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.
1.

Kontrasepsi
Pengertian
Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak
anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah
beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan
(Sulistyawati, 2011 : 12).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, upaya
ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat, atau obat-obatan.
(Proverawati, 2010 : 1 ).
Keluarga Berencana (KB) suatu upaya yang di lakukan manusia untuk
mengatur secara segaja kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum
2.

dan moral Pancasila untuk kesejahteraan keluarga.(Maritalia, 2012 : 101).
Macam-macam metode kontrasepsi
Macam-macam metode kontrasepsi yang ada di dalam program KB di

a.

Indonesia menurut (handayani, 2010 : 35) adalah :
Metode kontrsepsi sederhana
Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari 2 yaitu, metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi
tanpa alat antara lain : Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Coitus Interuptus,
Metode kalender, Metode Lendir Serviks (MOB), Metode Suhu Basal Badan, dan
simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan
metode kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom,diafragma, cup serviks

dan spermisida.
b. Metode kontrasepsi Hormonal
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu
kombinasi (mengandung hormon progesteron dan esterogen sintetik) dan yang
hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi
suntika/injeksi.

Sedangkan

kontrasepsi

kombinasi terdapat pada pil dan

hormonal

yang

berisi

progesteron

terdapat pada pil, suntik, implant.
c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu AKDR yang
mengandung hormon (sintetik progesterone). Dan yang tidak mengandung
d.

hormone.
Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu, Metode Operatif
Wanita (MOW), dan Metode Operatif Pria (MOP). MOW sering dikenal dengan
tubektomi karna prinsip metode ini adalah memotong atau mengikat saluran
tuba/tuba falopii sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma

sedangkan MOP sering dikenal dengan Vasektomi yaitu memotong atau
mengikat saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak ejakulasikan.
e.

Metode Kontrasepsi Darurat
Metode kontrasepsi yang dipakai dalam kondisi darurat ada 2 macam yaitu
Pil dan AKDR.

B.

Pengertian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Pada tahun 1909, AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) ini pertama
kali diperkenalkan oleh Richter di Polandia yang terdiri dari atas dua benang
sutra yang tebal. Pada tahun 1930-an cincin Grafenberg mulai dipakai dijerman,
cincin ini mungkin merupakan pengembangan AKDR Richter juga, karena
Granfenbreg mula-mula menggunakan cincin yang dibuat dari benang sutra
dipilin. Kemudian cincin ini dibuat dari benang perak berupa spiral. Menurut
granfenberg, angka kehamilan dengan cincin perak ini hanya 1,6% (diantara
2000 kasus). (sulistyawati, 2011 : 86)
Saat ini, AKDR telah mendapat penerimaan yang luas dikalangan
masyarakat

sehingga

berpengaruh

pada

tersedianya

antibiotik

untuk

mengendalikan infeksi, perbaikan desain AKDR, serta kesadaran yang meningkat
terhadap pengendalian kesuburan. (sulistyawati, 2011 – 87).
IUD dikenal luas oleh masyarakat awam sebagai spiral atau AKDR
(Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). IUD adalah suatu benda kecil yang terbuat dari
plastik lentur,mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan di
masukkan

ke

dalam

rahim

melalui

vagina

dan

mempunyai

benang

(Handayani,2010:140).
1. Jenis-jenis AKDR
Jenis alat kontrasepsi dalam rahim yang sering digunakan di Indonesia
a.

antara lain:
Copper-T
AKDR berbentuk T,terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian
vertikalnya duberi lilitan kawat tembaga halus.

b.

Copper-7
AKDR ini

berbentuk

angka

7

dengan

maksud

untuk

memudahkan

pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertical 32 mm dan
c.

ditambah gulungan kawat tembaga (Cu).
Multi Load
AKDR ini terbuat dari plastik ( polyethelene) dengan dua tenaga kiri dan

d.

kanan berbentuk sayap atau fleksibel.
Lipper Loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyyethelene,bentuknya seperti spiral atau
huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang atasnya
(Proverawati, 2010: 53).

C.

Efektivitas AKDR
Efektivitas dari AKDR dinyatakan dalam angka kontinuitas (continuation
rate) yaitu berapa lama AKDR tetap tinggal in-utero tanpa : Ekspulsi spontan,
Terjadinya kehamilan dan pengangkatan / pengeluaran karena alasan-alasan

medis atau pribadi.
Efektivitas dari bermacam-macam AKDR tergantung pada :
a.
AKDR-nya : Ukuran, Bentuk dan mengandung Cu atau Progesteron.
b.
Akseptor :
1)
Umur : Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan
2)

pengangkatan / pengeluaran AKDR
Paritas : Makin muda usia, terutama pada nilligravid, makin tinggi angka

3)
c.

ekspulsi dan pengangkatan/ pengeluaran AKDR
Frekuensi senggama
Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6 – 0,8 kehamilan
per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125- 170
kehamilan ). (Handayani, 2010 : 143).
Pada umumnya perempuan dapat menggunakan AKDR dengan aman dan
efektif. AKDR dapat digunakan pada perempuan dengan segala kemungkinan
keadaan seperti berikut ini: perokok, sedang memakai (Pinem,2009:289)
AKDR juga sangat efektif digunakan dan tidak perlu diingat setiap hari
seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui IUD juga tidak mempengaruhi
kelancaran ASI maupun kadar air susu ibu. (Proverawati,2010 : 53).

D.

Waktu pemasangan AKDR
AKDR dapat dipasang dalam keadaan berikut:
1) Insersi Interval

a)

Kebijakan (policy) lama: Insersi AKDR dilakukan selama atau segera sesuah
haid. Alasannya: Ostrium uteri lebih terbuka, canalis cervicalis lunak, perdarahan
yang timbul karena prosedur inserasi,tertutup oleh perdarahan yang normal,
wanita pasti tidak hamil.tetapi, akhirnya kebijakan ini ditinggalkan karena: infeksi
dan ekspulsi lebih tinggi bila insersi dilakukan saat haid, Dilatasi canalis

b)

cervicalis adalah sama pada akseptor pada setiap ia datang ke klinik KB.
Kebijakan (policy) sekarang: Inserasi AKDR dapat dilakukan setiap saat dari
siklus haid asal kita yakin seyakin-yakinnya bahwa calon akseptor tidak dalam

2)
a)

keadaan hamil.
Insersi Post Partum
Pemasangan AKDR setelah melahirkan dapat dilakukan secara dini ( immediate

b)

insertion) yaitu AKDR dipasang pada wanita yang melahirkan di rumah sakit.
Secara Langsung (direct insertion) yaitu AKDR dipasang dalam masa tiga bulan

setelah partus atau abortus.
c) Secara tidak langsung (indirect insertion) yaitu AKDR dipasang sesudah masa
ti