EVALUASI KAPASITAS KOMPONEN STRUKTUR RA (1)

I.

PENDAHULUAN
JUDUL :
“EVALUASI

KAPASITAS

KOMPONEN

STRUKTUR

RANGKA

PEMIKUL MOMEN GEDUNG BALAI KOTA AMBON”
A. LATAR BELAKANG
Proses pembangunan yang terjadi di daerah – daerah berkembang di Indonesia
seiring moderenisasi dunia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sangat
diperlukan sumber daya manusia yang handal dan profesional dalam berbagai bidang.
Selain itu, hal ini perlu di dukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai untuk kelancaran pembangunan. Salah satu sarana dan prasarana tersebut

adalah gedung Balai Kota Ambon. Balai Kota Ambon merupakan struktur gedung
yang dibangun pada tahun 2004 dan difungsikan sebagai sarana perkantoran, yang
terletak di Jl Sultan Hairun no 1, Ambon.
Elemen - elemen struktur suatu bangunan merupakan bagian yang sangat vital dan
berperan penting dalam menjaga keutuhan serta kekokohan suatu bangunan. Oleh
karena itu bangunan yang hendak didirikan harus dapat dipastikan secara akurat dan
seefisien mungkin kekuatan struktur yang menopang bangunan tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar dalam pembangunan tidak terjadi pemborosan biaya namun
bangunan tetap memiliki kekuatan yang memadai sehingga dapat memberikan rasa
aman dan nyaman bagi para penggunannya.
Elemen – elemen struktur atas seperti kolom dan balok yang merupakan elemenelemen utama dari suatu struktur dalam menjaga stabilitas dan kekuatan suatu
gedung, perlu didesain secara ideal dengan perencanaan yang matang. Namun dalam
proses pengerjaannya, kadang terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat
berpengaruh pada kekuatan struktur bangunan tersebut. Selain itu, kekuatan suatu

1|Page

bangunan yang telah selesai dibangun juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan pembebanan gedung itu sendiri, apabila struktur bangunan tersebut menerima
beban sesuai dengan kapasitas atau kuat dukung beban yang direncanakan,

seharusnya struktur beton tersebut akan baik-baik saja. Tetapi kadang kala, struktur
akan menerima beban di luar kemampuannya, dan biasanya pembebanan yang
melebihi kapasitas yang telah direncanakan itulah yang menyebabkan keretakan pada
struktur bangunan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi struktur Gedung Balai Kota Ambon saat
ini mengalami keretakan pada elemen – elemen struktur (Gambar 1.1), sehingga perlu
dilakukan evaluasi kembali kapasitas elemen struktur atas gedung tersebut apakah
struktur gedung tersebut masih mampu untuk menahan beban yang ada atau tidak.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada penulisan tugas akhir ini, penulis
merasa perlu untuk melakukan evaluasi terhadap kapasitas penampang komponen
elemen struktur atas gedung Balai Kota Ambon.
Berdasarkan uraian diatas maka judul “EVALUASI KAPASITAS KOMPONEN
STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN GEDUNG BALAI KOTA AMBON”
merupakan judul yang tepat untuk meneliti kapasitas struktur gedung tersebut.

2|Page

Gambar 1.1 : Keretakan pada elemen-elemen struktur bangunan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan

dalam penulisan tugas akhir ini yaitu:
 Apakah komponen struktur rangka pemikul momen gedung tersebut masih
mampu memikul beban-beban yang ada, dan bagaimana mengevaluasi kapasitas
penampang elemen struktur gedung tersebut.

3|Page



Apakah simpangan yang terjadi pada masing-masing taraf lantai masih memenuhi
persyaratan terhadap masa layan.

C. RUANG LINGKUP
Agar lebih terarah penulisan ini maka beberapa hal yang menyangkut
permasalahan yang perlu dibatasi, antara lain:



Analisa struktur menggunakan program bantu SAP 2000 versi 11
Tinjauan kapasitas penampang struktur rangka pemikul momen dan

simpangan antar lantai berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunan gedung SNI 03-2847-2002 dan tata cara perencanaan ketahanan



gempa untuk rumah dan gedung SNI 03-1726-2002.
Analisis kapasitas penampang balok menggunakan program bantu Respon



2000.
Perhitungan analisa struktur dan kapasitas penampang struktur rangka
pemikul momen berdasarkan data asbuild drawing.

D. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
 Untuk mengetahui apakah komponen struktur rangka pemikul momen gedung





tersebut masih mampu memikul beban yang ada.
Untuk mengevaluasi kapasitas penampang elemen struktur gedung tersebut.
Untuk mengetahui apakah simpangan yang terjadi pada masing-masing taraf
lantai masih memenuhi persyaratan terhadap masa layan.

E. METODE PENULISAN
Dalam penulisan tugas akhir ini, metode yang digunakan adalah:
 Metode kepustakaan

4|Page

Pengumpulan data dari referensi-referensi yang berhubungan dengan
penelitian.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini
terbagi dalam beberapa bab dengan perincian sebagai berikut:





BAB I. PENDAHULUAN
Bagian ini diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang
lingkup, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini diuraikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian seperti perhitungan beban, evaluasi penampang elemen struktur,



dan simpangan yang terjadi.
BAB III. METODOLOGI
Bagian ini diuraikan secara rinci tentang lokasi penelitian, jenis data,
sumber data, teknik pengumpulan data.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP STRUKTUR BETON BERTULANG
1. Material beton bertulang

Material beton bertulang pada dasarnya merupakan gabungan material beton
dan baja tulangan. Penggabungan ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan
material beton dalam menahan gaya tarik. Penggabungan ini hanya akan berhasil
bila baja tulangan yang digunakan memiliki karakteristik lekatan yang baik pada
material beton dan diberi panjang pengangkuran yang memadai di dalam beton.
Material beton bertulang banyak digunakan pada konstruksi bangunan di
Indonesia. Material ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan material
bangunan lainnya, diantaranya:
 Lebih murah.

5|Page







Mudah dibentuk (terkait dengan fungsi arsitektur).
Ketahanan terhadap api yang tinggi.

Mempunyai kekakuan yang tinggi.
Biaya perawatan yang rendah.
Material pembentuknya mudah diperoleh.

Namun, ada kekurangan material beton dibandingkan material bangunan
lainnya, yaitu dalam hal:



Kekuatan tariknya rendah.
Membutuhkan bekisting atau cetakan serta penumpu sementara selama




konstruksi.
Rasio kekuatan terhadap berat yang rendah.
Stabilitas volumenya relative rendah.

2. Prinsip dasar struktur beton bertulang

Beton merupakan material yang kuat dalam menahan tekan, namun lemah
dalam menahan tarik. Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika beban
yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tarik
materialnya. Pada struktur balok beton tanpa tulangan yang tergambar dibawah
ini, momen yang timbul akibat beban luar pada dasarnya ditahan oleh kopel gayagaya dalam tarik dan tekan. Balok tersebut dapat runtuh secara tiba-tiba dan total
jika retak terbentuk pada zona tarik penampang (Gambar 2.1).
Pada balok beton bertulang, tulangan baja ditanam didalam beton
sedemikian rupa sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen
pada penampang retak dapat dikembangkan pada tulangan baja (Gambar 2.2)

6|Page

Jadi dapat dikatakan di sini bahwa untuk mengatasi kelemahan beton
dalam menahan gaya tarik maka ditambahkan tulangan baja pada bagian
penampang balok yang berpotensi mengalami tarik saat balok menahan beban.

Gambar 2.1. Distribusi tegangan pada penampang sebelum retak.
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

Gambar 2.2. Distribusi tegangan pada penampang retak

(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

B. PERHITUNGAN BEBAN GEMPA STATIK EKIVALEN
1. Periode alami struktur (T)

7|Page

Periode adalah besarnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu
getaran.
T =Ct . H

x

(2.1)

Di mana:
Ct = ditentukan dari tabel 2.1
H = ketinggian struktur diatas dasar sampai tingkat tertinggi
struktur
x = ditentukan dari tabel 2.1

Tabel 2.1. Nilai parameter periode Ct dan x berdasarkan RSNI 03-1726-201x

Tipe struktur

Ct

X

0.0724
0.0466
0.0731
0.0731
0.0488

0.8
0.9
0.75
0.75
0.75

System rangka pemikul momen dimana rangka pemikul
100% seismic yang diisyaratkan dan tidak dilingkupi atau
tidak dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan
akan mencegah rangka dari defleksi jika gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen
Rangka beton pemikul momen
Rangka baja dengan bresing eksentris
Rangka baja dengan bresing tertekan terhadap tekuk
Semua system struktur lainnya
(Sumber : Budiono & Sipriatna, 2011)

Untuk menentukan beban gempa nominal statik ekuivalen, waktu getar
alami fundamental yang dihitung dengan rumus Rayleigh ditetapkan sebagai
standar. Waktu getar alami boleh saja ditentukan dengan cara lain, asal hasilnya

8|Page

tidak menyimpang (ke atas atau ke bawah) lebih dari 20% dari nilai yang dihitung
dengan rumus Rayleigh.

T =6,3



n

∑ W i d i2
i=1
n

(2.2)

g ∑ Fi d i
i=1

Di mana:

s

Wi

= adalah massa lantai tingkat ke-i

Fi

= adalah distribusi vertikal gaya gempa sesuai

di

= adalah simpangan horizontal lantai tingkat ke-i

g

= adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/

2

berdasarkan pasal 6.1.3, distribusi gaya gempa vertical berdasarkan
persamaan berikut ini:
Fi =

W i zi
n

V

∑ W i zi

(2.3)

i=1

Di mana:
Wi

= adalah berat lantai tingkat ke-I, termasuk beban hidup yang
sesuai

Zi

= adalah ketinggian lantai tingkat ke-I diukur dari taraf penjepitan
lateral

N

= adalah nomor lantai tingkat paling atas

V

= adalah gaya geser desain total

9|Page

2. Pembatasan waktu getar alami fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai
waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung
pada koefisien ζuntuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah
tingkatnya n menurut persamaan:
T1 < ζ n

(2.4)

di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel 2.2
Tabel 2.2. Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami Fundamental struktur gedung

Wilayah Gempa
1
2
3
4
5
6

ζ
0.20
0.19
0.18
0.17
0.16
0.15

(Sumber : Budiono & Sipriatna, 2011)

3. Respons Spektra
Respons spektra merupakan konsep pendekatan yang digunakan untuk
keperluan perencanaan bangunan. Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 4.7.4,
respons spectra ditentukan berdasarkan parameter:
-

Faktor jenis tanah, yaitu terdapat tanah lunak, tanah sedang, dan tanah

-

keras.
Faktor zonasi wilayah gempa, yaitu terdapat 6 zona wilayah gempa di
Indonesia.

10 | P a g e

Respons spectra berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 4.7.4 dapat dilihat pada
gambar 2.4. Selain itu faktor keutamaan gedung berdasarkan SNI 03-1726-2002
pasal 4.1.2, dapat dilihat pada tabel 2.3.

Gambar 2.3. Enam zona wilayah gempa di Indonesia
(Sumber: SNI 03-1726-2002)

Tabel 2.3. Faktor keutamaan (I) untuk berbagai gedung dan bangunan

11 | P a g e

(Sumber: SNI 03-1726-2002)

Gamba

12 | P a g e

r 2.4. Respons spectra gempa rencana 2002
SNI 03-1726-2002)

(Sumber:

Faktor Respons Gempa C ditentukan oleh persamaan-persamaan sebagai
berikut :
- untuk T < Tc : C = Am

(2.5)

- untuk T > Tc : C = T Ar

(2.6)

dengan
Ar = Am T c

(2.7)

Dalam Tabel 2.4, nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan untuk masing-masing
Wilayah Gempa dan masing-masing jenis tanah.

Tabel 2.4. Spectrum respons gempa rencana

(Sumber: SNI 03-1726-2002)

13 | P a g e

Tabel 2.5. Klasifikasi situs

(Sumber: SNI 03-1726-2002)

4. Struktur penahan gaya seismik
System penahan gaya seismik lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah
satu tipe yang telah ditetapkan pada SNI 03-1726-2002 pasal 4.3.6. setiap tipe dibagibagi berdasarkan tipe elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya seismik
lateral. Di dalam SNI 03-1726-2002 pasal 4.3.6, system struktur penahan gaya
seismic ditentukan oleh parameter-parameter berikut ini:
- Faktor daktilitas maksimum ( μm ¿
- Faktor reduksi gempa maksimum ( Rm ¿
- Faktor tahan lebih total yang terkandung di dalam struktur gedung
secara keseluruhan (f)
Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan lebih total

14 | P a g e

15 | P a g e

(Sumber: SNI 03-1726-2002)

5. Analisis Statik Ekivalen

V=

C1 I
Wt
R
(2.8)

Di mana :
V

= Beban geser dasar nominal statik ekivalen

I

= Faktor keutamaan gedung

R

= Faktor reduksi gempa

C1

= Faktor respons gempa yang didapat dari spectrum respons gempa
rencana untuk waktu getar alami fundamental T1

W1

= berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai

C. LENTUR PADA BALOK PERSEGI
1. Teori dasar
Hampir semua elemen struktur bangunan seperti balok, kolom, dan pelat
mengalami aksi lentur akibat beban luar yang bekerja padanya.
Balok adalah elemen struktur yang utamanya menahan momen dan geser
dalam. Bila pada elemen struktur juga bekerja gaya aksial, maka elemen struktur

16 | P a g e

tersebut dinamakan elemen balok-kolom. Secara garis besar, perilaku balok beton
bertulang dalam menahan lentur dapat dijelaskan seperti gambar 2.5.
Gambar 2.6 memperlihatkan hubungan momen-kelengkungan pada
penampang balok yang dibebani lentur. Pada saat awal, dimana retak belum
terbentuk, nilai regangan yang terjadi akibat momen yang bekerja sangat kecil,
sehingga distribusi tegangan normal yang diperoleh pada dasarnya masih linier
(gambar 2.7a). pada kondisi ini hubungan momen dan kelengkungan pada
penampang juga bersifat linier (lihat segmen O-B pada gambar 2.6).
Jika beban yang bekerja terus ditingkatkan, retak akan terbentuk pada tepi
bawah penampang yang mengalami momen maksimum. Retak terjadi pada saat
tegangan tarik pada tepi bawah penampang mencapai kuat tarik beton. Pada saat
retak terbentuk, gaya tarik pada beton di lokasi retak akan ditransfer ke tulangan
baja, sehingga efektifitas penampang beton dalam menahan momen jadi
berkurang (gambar 2.7b). dalam hal ini kekakuan balok juga berkurang (segmen
B-C-D pada gambar 2.6), namun distribusi tegangan masih mendekati kondisi
linier. Jika beban terus ditingkatkan pada akhirnya baja tulangan akan leleh
(gambar 2.7c). Setelah baja tulangan leleh, kelengkungan balok meningkat
dengan cepat dengan sedikit peningkatan pada momen (segmen D-E pada gambar
2.6), hingga tercapai kondisi runtuh. Gambar 2.8 memperlihatkan mekanisme
keruntuhan yang mungkin terjadi pada balok.

17 | P a g e

Gambar 2.5. Freebody diagram momen kopel tarik-tekan pada balok
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

Gambar 2.6. Diagram momen vs kelengkungan
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

18 | P a g e

Gambar 2.7. Perilaku balok beton bertulang
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

Gambar 2.8. Bentuk keruntuhan pada balok
Imran & Zulkifli, 2014)

(Sumber:

19 | P a g e

2. Analisis versus desain
Ada dua jenis perhitungan yang biasa dilakukan dalam evaluasi
penampang beton bertulang, yaitu:


Analisis
Pada perhitungan analitis, resistance/tahanan atau kapasitas penampang
ditentukan berdasarkan data penampang, kuat tekan beton, tegangan leleh



baja, ukuran dan jumlah tulangan, serta lokasi tulangan.
Desain / Perencanaan
Pada perhitungan desain, dilakukan pemilihan penampang yang cocok
(termasuk di sini pemilihan dimensi, fc’, fy tulangan, dll) untuk menahan
pengaruh beban terfaktor (seperti Mu).

3. Kuat perlu dan kuat rencana
Pada perencanaan lentur, harus selalu dipenuhi:
ØMn ≥ Mu
(2.9)
Dimana:
ØMn = kuat lentur rencana
Mu = momen ultimit atau kuat lentur perlu
Mn = kuat lentur nominal
Ø
= faktor reduksi kuat lentur
Berdasarkan SNI beton, faktor reduksi kuat lentur bervariasi sesuai
dengan kondisi batas yang terjadi pada penampang.
4. Jenis-jenis keruntuhan lentur
Tergantung pada sifat-sifat penampang balok, bentuk-bentuk keruntuhan
lentur yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:


Keruntuhan tarik, bersifat ductile (penampang terkontrol tarik).
Pada keruntuhan jenis ini, tulangan leleh sebelum beton hancur (yatiu
mencapai regangan batas tekannya). Keruntuhan jenis ini terjadi pada

20 | P a g e

penampang dengan rasio tulangan yang kecil. Balok yang mengalami


keruntuhan ini disebut under-reinforced (gambar 2.9b).
Keruntuhan tekan, bersifat brittle/getas (penampang terkontrol tekan).
Di sini, beton hancur sebelum tulangan leleh. Keruntuhan seperti ini,
terjadi pada penampang dengan rasio tulangan yang besar. Balok yang



mengalami keruntuhan ini disebut “over-reinforced” (gambar 2.9c).
Keruntuhan seimbang (balance), bersifat brittle.
Pada keruntuhan jenis ini, kondisi beton hancur dan tulangan leleh terjadi
secara bersamaan. Balok seperti ini mempunyai tulangan yang balance
(seimbang) (gambar 2.9d).

Gambar 2.9. Jenis-jenis keruntuhan lentur
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

D. PERSAMAAN-PERSAMAAN Mn: UNTUK KONDISI TULANGAN TARIK
LELEH

21 | P a g e

Pada gambar 2.9, gaya tekan, C, pada beton:
C c =( 0,85 f 'c ) ab
C s= A ' s . f s
(2.11)
Gaya tarik T pada baja tulangan:

(2.10)

T =A s f s

(2.12)
Jika baja tulangan diasumsikan leleh, maka
T =A s f y
T =C c +C s
Keseimbangan gaya horizontal pada penampang mensyaratkan:
C=T

(2.13)
(2.14)

(2.15)
'

(2.16)

0,85 f c ab=A s f y
As f y
ωd
∴ a=
=
'
0,85
0,85 f c b

(2.17)
→ dimana ,ω=ρ

ρ=

fy
fc'

As
( bd)

Mn dapat dihitung sebagai berikut:

Mn=T jd
a
a
Mn=A s f y d− → ∅ Mn=∅ A s f y d −
2
2

Mn=C j d
a
a
Mn=0,85 f 'c ab d− →∅ Mn=∅ 0,85 f 'c ab d−
2
2
a
Mn=Cc d − +C s ( d−d ' )

2
a
Mn=0,85 f 'c ab d− + A ' s . f s ( d−d ' )
2

( )

( )
( )
( )

(2.18)

[ ( )]
[ ( )]

(2.19)
(2.20)
(2.21)
(2.22)
(2.23)
(2.24)
(2.25)

Persamaan di atas dalam bentuk lain dapat ditulis:
∅ Mn=∅ [ 0,85 f 'c bd 2 ω ( 1−0,59 ω ) ]

(2.26)

22 | P a g e

Gambar 2.10. Distribusi tegangan persegi ekivalen
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

Pemeriksaan apakah fs = fy
Pada penurunan persamaan Mn yang disampaikan sebelumnya, diasumsikan
bahwa tulangan tarik telah mengalami leleh (fs=fy) saat beton mengalami regangan
tekan batas

ε cu . Asumsi ini harus dicek kebenarannya. Untuk pemeriksaan ini,

perlu dihitung tinggi tekan (= c) pada kondisi balanced. Berdasarkan perbandingan
segitiga sebangun (gambar 2.10):
Cb
ε
= cu =
d ε cu + ε y

0,003
fy
0,003+
200.000

(2.27)
Cb
600
=
d 600+f y
(2.28)
Jika ab =

β 1 c b , maka:

23 | P a g e

ab
600
=β 1
,(f y dalam MPa)
d
600+f y

(

Untuk memeriksa apakah

)

f s=f y , (

ab
)
d

(2.29)

harus dibandingkan dengan (a/d), sebagai

berikut:


Jika



Jika

a
a
≤ b →maka f s=f y
d
d
a
a
> b → maka f s< f y
d
d

()( )
( )( )

(2.30)
(2.31)

Seperti disebutkan sebelumnya, jenis keruntuhan pada balok beton bertulang
bergantung pada rasio tulangan yang dimiliki penampang. Oleh karena itu, ada rasio
tulangan dimana keruntuhan yang akan terjadi bersifat balanced (seimbang). Pada
kondisi balanced:

Gambar 2.11. Diagram balok regangan pada kondisi balanced.
(Sumber: Imran & Zulkifli, 2014)

ab =

As f y
'
c

0,85 f b

=

ρb f y d
0,85 f

'
c

→ dimana , ρb

As
bd

(2.32)

24 | P a g e

Karena ab =β 1 C b , maka:
cb
ρb f y
=
d 0,85 β 1 f 'c

(2.33)
Jika nilai ini disubstitusikan pada persamaan c b /d sebelumnya, maka:

ρb=

0,85 β 1 f 'c 600
fy
600+ f y

(

)

(2.34)

Berdasarkan persamaan ini, dapat juga ditentukan apakah f s=f y :
 Jika ρ< ρb → kondisi under−reinforced ( f s ¿ f y ) .
(2.35)
kondisi
 Jika ρ> ρb →
(2.36)
( f ¿ f ).
−reinforced s y
Untuk menghindari terjadinya keruntuhan brittle (getas) pada elemen lentur, SNI
beton lampiran B.10.3 membatasi rasio tulangan

ρ ≤0,75 ρb . Namun berdasarkan

pengalaman lebih baik untuk membatasi rasio tulangan
0,4−0,5 ρb .
Dengan membatasi

ρmax

diantara

0,5−0,75 ρb

ρmax

sebesar

maka rasio a/d penampang juga

dibatasi berkisar antara 0,5 ab /d - 0,75 ab /d.
E. SIMPANGAN ANTARLANTAI (STORY DRIFT)
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 8, simpangan antar lantai ditentunkan
berdasarkan 2 kinerja, yaitu kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit.
1. Kinerja batas layan.
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan
antartingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya
pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah
kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan perhuni. Simpangan antartingkat ini

25 | P a g e

harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa
nominal yang telah dibagi faktor skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja
batas layan, berdasarkan SNI 03-1726-2002, struktur gedung dalam segala hal
simpangan antartingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh

melampaui

0,03
R

kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm,

bergantung pada yang nilainya lebih kecil.

∆ i<

0,03
hi
R

(2.37)
Atau

∆ i