Agonis dan antagonis Pada Obat
Agonis Pada Obat
Agonis adalah sebuah obat yang memiliki afinitas terhadap reseptor tertentu dan
menyebabkan perubahan dalam reseptor yang menghasilkan efek diamati. Agonis lebih lanjut
dicirikan sebagai agonis penuh, menghasilkan respon maksimal dengan menempati seluruh
atau sebagian kecil dari reseptor, atau agonis parsial, menghasilkan kurang dari respon
maksimal bahkan ketika obat tersebut menempati seluruh reseptor. Afinitas menjelaskan
kecenderungan untuk menggabungkan obat dengan jenis tertentu dari reseptor, sedangkan
aktivitas efficary atau intrinsik suatu obat mengacu pada efek maksimal obat dapat
menghasilkan. Sebuah agonis parsial memiliki aktivitas kurang intrinsik dari agonis penuh.
Potensi adalah istilah yang sering disalahpahami ketika membandingkan dua atau lebih obat
yang menimbulkan efek beberapa diamati. Potensi obat mengacu pada dosis yang harus
diberikan untuk menghasilkan efek tertentu intensitas yang diberikan. Potensi dipengaruhi
oleh afinitas obat untuk obat itu adalah reseptor situs dan oleh proses-proses farmakokinetik
yang menentukan konsentrasi obat di sekitar langsung dari situs kerjanya (biophase). Potensi
obat berbanding terbalik dengan dosis; makin rendah dosis yang diperlukan untuk
menghasilkan respon lain, semakin kuat obat. Potensi adalah relatif, dan bukan merupakan
ekspresi, mutlak aktivitas obat. Untuk penentuan potensi standar harus didefinisikan, dan
perbandingan potensi hanya berlaku untuk obat yang menghasilkan respon dinyatakan
dengan mekanisme yang sama tindakan. Potensi suatu obat tidak necessarity berkorelasi
dengan keberhasilan atau keselamatan, dan obat yang paling ampuh dalam seri klinis tidak
selalu superior. rendah adalah potensi kerugian hanya jika dosis efektif adalah begitu besar
sehingga terlalu mahal untuk memproduksi atau terlalu rumit untuk dijalankan.
(Ikawati,2012)
Ada 2 tipe agonis :
– Agonis penuh adalah agonis yang menghasilkan respon maksimal terbesar dari setiap
agonis yang diketahui bekerja pada reseptor yang sama.
– Agonis parsial adalah agonis yang menghasilkan respon maksimal kurang dari respon
maksimal yang dihasilkan oleh agonis lain yang bekerja pada reseptor yang sama pada
jaringan yang sama, sebagai akibat dari aktivitas intrinsik yang lebih rendah.
(Ikawati,2012)
Antagonis Pada Obat
Antagonis adalah obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu secara
intrinsik menimbulkan efek farmakoligik sehingga menghambat karja suatu agonis.
Antagonis dibedakan menjadi 2 yaitu :
• Antagonisme fisiologi, yaitu antagonisme pada sistem fisiologi yang sama tetapi pada
sistem reseptor yang berlainan. Misalnya, efek histamin dan autakoid lainnya yang
dilepaskan tubuh sewaktu terjadi syok anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian
adrenalin.
• Antagonisme pada reseptor, yaitu antagonisme malalui sistem reseptor yang sama
(antagonisme antara agonis dengan antagonismenya). Misalnya, efek histamin yang
dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian antihistamin yang
menduduki reseptor yang sama. (Ikawati,2012)
Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif :
·
Antagonisme kompetitif : antagonis mengikat reseptor di tempat ikatan agonis (receptor site
atau active site) secara reversibel sehingga dapat digeser aloh agonis kadar tinggi. Hambatan
kadar agonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhir dicapai efek
maksimal yang sama.
·
Antagonisme nonkompetitif : hambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak
dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai
akan berkurang, tetapiafinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah. (Ikawati,2012)
v Antagonisme nonkompetitif terjadi jika :
1.
Antagonis mengikat reseptor secara ireversibel, di receptor site maupun di tempat lain
sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya. Efek maksimal akan berkurang
tetapi afinitas agonis terhadap reseptor yang bebas tidak berubah. Contoh: fenoksibenzamin
mengikat reseptor adrenergik α di receptor site secara ireversibel.
2.
Antagonis mengikat bukan pada molekulnya sendiri tapi pada komponen lain dalam sistem
reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi reseptor dalam sel terget, misalnya
molekul enzim adenilat siklase atau molekul protein yang membentuk kanal ion.
Ikatan antagonis pada molekul-molekul tersebut, secara reversibel maupun ireversibel akan
mengurangi efek yang dapat ditimbulkan oleh kompleks agonis-reseptor tanpa mengganggu
ikatan agonis dengan molekul reseptornya (afinitas agonis terhadap reseptornya tidak
berubah).
(Ikawati,2012)
Dapus
:
Zullies Ikawati. 2012. Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Agonis adalah sebuah obat yang memiliki afinitas terhadap reseptor tertentu dan
menyebabkan perubahan dalam reseptor yang menghasilkan efek diamati. Agonis lebih lanjut
dicirikan sebagai agonis penuh, menghasilkan respon maksimal dengan menempati seluruh
atau sebagian kecil dari reseptor, atau agonis parsial, menghasilkan kurang dari respon
maksimal bahkan ketika obat tersebut menempati seluruh reseptor. Afinitas menjelaskan
kecenderungan untuk menggabungkan obat dengan jenis tertentu dari reseptor, sedangkan
aktivitas efficary atau intrinsik suatu obat mengacu pada efek maksimal obat dapat
menghasilkan. Sebuah agonis parsial memiliki aktivitas kurang intrinsik dari agonis penuh.
Potensi adalah istilah yang sering disalahpahami ketika membandingkan dua atau lebih obat
yang menimbulkan efek beberapa diamati. Potensi obat mengacu pada dosis yang harus
diberikan untuk menghasilkan efek tertentu intensitas yang diberikan. Potensi dipengaruhi
oleh afinitas obat untuk obat itu adalah reseptor situs dan oleh proses-proses farmakokinetik
yang menentukan konsentrasi obat di sekitar langsung dari situs kerjanya (biophase). Potensi
obat berbanding terbalik dengan dosis; makin rendah dosis yang diperlukan untuk
menghasilkan respon lain, semakin kuat obat. Potensi adalah relatif, dan bukan merupakan
ekspresi, mutlak aktivitas obat. Untuk penentuan potensi standar harus didefinisikan, dan
perbandingan potensi hanya berlaku untuk obat yang menghasilkan respon dinyatakan
dengan mekanisme yang sama tindakan. Potensi suatu obat tidak necessarity berkorelasi
dengan keberhasilan atau keselamatan, dan obat yang paling ampuh dalam seri klinis tidak
selalu superior. rendah adalah potensi kerugian hanya jika dosis efektif adalah begitu besar
sehingga terlalu mahal untuk memproduksi atau terlalu rumit untuk dijalankan.
(Ikawati,2012)
Ada 2 tipe agonis :
– Agonis penuh adalah agonis yang menghasilkan respon maksimal terbesar dari setiap
agonis yang diketahui bekerja pada reseptor yang sama.
– Agonis parsial adalah agonis yang menghasilkan respon maksimal kurang dari respon
maksimal yang dihasilkan oleh agonis lain yang bekerja pada reseptor yang sama pada
jaringan yang sama, sebagai akibat dari aktivitas intrinsik yang lebih rendah.
(Ikawati,2012)
Antagonis Pada Obat
Antagonis adalah obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu secara
intrinsik menimbulkan efek farmakoligik sehingga menghambat karja suatu agonis.
Antagonis dibedakan menjadi 2 yaitu :
• Antagonisme fisiologi, yaitu antagonisme pada sistem fisiologi yang sama tetapi pada
sistem reseptor yang berlainan. Misalnya, efek histamin dan autakoid lainnya yang
dilepaskan tubuh sewaktu terjadi syok anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian
adrenalin.
• Antagonisme pada reseptor, yaitu antagonisme malalui sistem reseptor yang sama
(antagonisme antara agonis dengan antagonismenya). Misalnya, efek histamin yang
dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian antihistamin yang
menduduki reseptor yang sama. (Ikawati,2012)
Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif :
·
Antagonisme kompetitif : antagonis mengikat reseptor di tempat ikatan agonis (receptor site
atau active site) secara reversibel sehingga dapat digeser aloh agonis kadar tinggi. Hambatan
kadar agonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhir dicapai efek
maksimal yang sama.
·
Antagonisme nonkompetitif : hambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak
dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai
akan berkurang, tetapiafinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah. (Ikawati,2012)
v Antagonisme nonkompetitif terjadi jika :
1.
Antagonis mengikat reseptor secara ireversibel, di receptor site maupun di tempat lain
sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya. Efek maksimal akan berkurang
tetapi afinitas agonis terhadap reseptor yang bebas tidak berubah. Contoh: fenoksibenzamin
mengikat reseptor adrenergik α di receptor site secara ireversibel.
2.
Antagonis mengikat bukan pada molekulnya sendiri tapi pada komponen lain dalam sistem
reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi reseptor dalam sel terget, misalnya
molekul enzim adenilat siklase atau molekul protein yang membentuk kanal ion.
Ikatan antagonis pada molekul-molekul tersebut, secara reversibel maupun ireversibel akan
mengurangi efek yang dapat ditimbulkan oleh kompleks agonis-reseptor tanpa mengganggu
ikatan agonis dengan molekul reseptornya (afinitas agonis terhadap reseptornya tidak
berubah).
(Ikawati,2012)
Dapus
:
Zullies Ikawati. 2012. Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta