Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan Perkembangan Filologi (1)

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN
Sejarah pemikiran para filosuf oleh dunia Barat telah dibagi menjadi tiga periode, yaitu
pertama, zaman kuno yang terbagi dua periode, yaitu zaman pra-Socrates dan pasca-Socrates, di
mana pada zaman ini terdapat kemajuan manusia. Kedua, zaman pertengahan, yakni zaman di
mana alam pikiran dikungkung atau didominasi oleh Gereja. Zaman ini telah menunjukkan
kemunduran pemikiran manusia, kebebasan pemikiran sangat terbatas, perkembangan sains amat
sulit dan perkembangan filsafat tersendat-sendat. Ketiga, zaman modern, yakni zaman sesudah
abad pertengahan berakhir hingga sekarang.
Namun batas yang jelas tentang kapan abad pertengahan berakhir sulit ditentukan.
Begitupun juga dengan zaman modern itu sendiri, masih terbagi-bagi lagi, yakni zaman
Renaissance (14-17 M), zaman modern (17-19 M) dan zaman kontemporer (abad 20 dst). Jadi
yang dimaksud zaman modern pada makalah ini adalah zaman modern pada abad 17-19 M yang
membicarakan tentang sumber pengetahuan.
Terlepas dari pembatasan itu, yang jelas zaman modern sangat dinanti-nantikan oleh
banyak pemikir manakala mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban begitu bebas,
pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan di luar dirinya. Kondisi semacam itulah yang
hendak dihidupkan kembali pada zaman modern. Kebebasan berpikir sebagai periode yang
dilawankan dengan periode abad pertengahan.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, penyusun mencoba mengkaji
tentang filsafat zaman modern yang saya ambil dari beberapa referensi yang ada.
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA ZAMAN MODERN

Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah
renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode
kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15
dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman
renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya
zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari
zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau
sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang
penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri
utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme.
Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin
ditinggalkan karena semangat humanisme.
Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M): Nicolaus
Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan
Francis Bacon (1561-1626 M).
Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M): Sir Isaac
Newton (1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black (1728-1799 M), Joseph Prestley
(1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M), dan J.J. Thompson. Perkembangan
ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika,
sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi,

arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi
perkembangan ilmu zaman kontemporer.

1

Zaman modern ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Tetapi, indikator yang
nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan
ditandai dengan adanya penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah. Menurut Slamet Iman
Sontoso, dalam buku yang disusun oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM (2001:79) ada tiga
sumber pokok yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat,
yaitu hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara Perancis,
terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya Istambul ke tangan Turki pada tahun
1453. Ilmuwan pada zaman ini membuat penemuan dalam bidang ilmiah. Eropa yang merupakan
basis perkembangan ilmu melahirkan ilmuwan yang populer.
Zaman modern di tandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan
ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah di rintis sejak zaman Renaissance.
Tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern adalah Rene Descartes. Rene Descartes juga
sebagai ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah system koordinat yang terdiri atas dua
garis lurus X Dan Y dalam bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya teori grafitasi. Charles
Darwin dengan teorinya struggle for live ( Perjuangan untuk hidup ). J.J Thompson dengan

temuannya electron. Berikut penjelasan sekilas dari filsuf-filsuf tersebut.
1.
Rene Descartes
Dia juga dikenal sebagai Renatus Cartesius. Ia adalah seorang filsuf dan
matematikawanPerancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637)
dan Meditationes de prima Philosophia (1641). Descartes, kadang dipanggil “Penemu
Filsafat Modern” dan “Bapak Matematika Modern”. Pemikirannya membuat sebuah
revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak
ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Hasil pemikirannya
berupa konsep “Aku berpikir maka aku ada (I think, therefore I am). Meski paling
dikenal karena karya-karya filosofinya, dia juga telah terkenal sebagai pencipta sistem
koordinat Kartesius, yang mempengaruhi perkembangan kalkulus modern.
2. Isaac Newton
Berperan dalam ilmu pengetahuan modern terutama penemuannya dalam tiga bidang,
yaitu teori Gravitasi, perhitungan Calculus, Dan Optika. Ketiga bidang tersebut dapat di
uraikan secara singkat adalah sebagai berikut.
a.
Teori gravitasi adalah perbincangan lanjutan mengenai soal pergerakan yang telah
di rintis oleh Galileo Dan Kepper. Galileo mempelajari pergerakan dengan lintasan
lurus. Kepper mempelajari pergerakan lintasan tertutup atau elips. Berdasarkan

perhitungan yang di ajukan oleh keppler menunjukkan bahwa tentu ada factor
penyebab mengapa planet tidak mengikuti pergerakan dengan lintasan lurus. Dugaan
sementara penyebab ditimbulkan oleh matahari yang menarik bumi atau antara
matahari dengan bumi ada gaya saling tarik menarik. Persoalan itu menjadi obsesi
Newton, namun ia menghadapi berbagai kesukaran. Perhitungan besarnya bumi Dan
matahari belum di ketahui, Dan Newton belum mengetahui bahwa pengaruh benda
pada benda yang lain dapat dipandang Dan dihitung dari pusat titik berat benda-benda
tadi. Setelah kedua hal ini di ketahui oleh Newton, barulah ia dapat menyusun teori
Gravitasi. Teori gravitasi menerapkan bahwa planet tidak bergerak lurus, namun
mengikuti lintasan elips, karena adanya pengaruh gravitasi, yaitu kekuatan yang
selalu akan timbul jika ada dua benda berdekatan. Teori Gravitasi ini dapat
menerangkan dasar dari semua lintasan planet Dan bulan, pengaruh pasang surutnya
air samudera, Dan peristiwa astronomi lainnya. Teori Gravitasi Newton ini di
2

pergunakan oleh para ahli berikutnya untuk pembuktian laboratorium Dan penemuan
planet baru di alam semesta.
b.
Perhitungan Calculus, yaitu hubungan antara X Dan Y. kalau X bertambah, maka Y
akan bertambah pula, tetapi menurut ketentuan yang tetap atau teratur. Misalnya ada

benda bergerak, panjangnya jarak yang di tempuh tergantung dari kecepatan tiap
detik Dan panjangnya waktu pergerakan. Cara perhitungan Calculus ini banyak
manfaatnya untuk menghitung berbagai hubungan antara dua atau lebih hal yang
berubah, bersama dengan ketentuan yang teratur.
c.
Optika atau mengenai cahaya jika cahaya matahari di lewatkan sebuah prisma,
maka cahaya asli yang kelihatannya homogeny menjadi terbias antara merah sampai
ungu, menjadi pelangi. Kemudian kalau pelangi itu di lewatkan sebuah prisma
lainnya yang terbalik, maka pelangi terkumpul kembali menjadi cahaya homogen.
Dengan demikian dapat di buktikan bahwa cahaya itu sesungguhnya terdiri atas
komponen yang terbentang antara merah Dan ungu.

3.

Charles Darwin
Dikenal sebagai penganut teori evolusi yang fanatik. Darwin menyatakan bahwa
perkembangan yang terjadi pada makhluk di bumi terjadi karena seleksi alam. Teori yang
terkenal ada struggle for life ( perjuangan untuk hidup ). Darwin berpendapat bahwa
perjuangan untuk hidup berlaku pada setiap kumpulan makhluk hidup yang sejenis,
karena meskipun sejenis namun tetap menampilkan kelainan-kelainan kecil. Makhlu

hidup yang berkelainan kecil itu berbeda-beda daya menyesuaikan dirinya terhadap
lingkungan. Makhluk hidup yang dapat menyesuaikan diri akan memiliki peluang yang
lebih besar untuk bertahan hidup lebih lama, sedangkan yang kurang dapat menyesuaikan
diri akan tersisihkan karena kalah tersaing. Oleh karena itu yang dapat bertahan adalah
yang paling unggul ( Survival of the fittest )
Aliran yang ada pada saat itu adalah sebagai berikut :
Rasionalisme
Adanya pendirian bahwa kebenaran- kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat
diperoleh dengan menggunakan akal. Adanya suatu penjabarannya secara logic atau deduksi
untuk memberikan pembuktian mengenai lain- lain segi dari seluruh sisa bidang pengetahuan
berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran- kebenaran hakiki.
Empirisme
Sumber pengetahuan yang memadai ialah pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan
pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia.
Kritisisme
Menurul immanuel kant (1724-1804) pengetahuan itu seharusnya sintetis apriori
(pengetahuan bersumber dari rasio dan empiris yang sekaligus bersifat apriori (rasional) dan a
posteriori (empiris)
Idealisme
Filsafatnya bersumber dari kritimesnya Immanuel kant. Yang dijuluki sebagai penganut

idealisme subjektif merupakan murid kant. Demikian juga dengan scelling ysng filsafatnya
disebut dengan idealisme ini (subjektif dan objektif) yang disintetiskan dalam filsafat
idealisme mutlaknya Hegel (1770- 1831). Bagi Hegel pikiran adalah essensi dari alam dan
alam adalah keseluruan jiwa yang diobyektifkan.
3

-

Positivisme
Terhadap arti dan pemikiran dalam struktur dunia merupakan intuisi dasar yang menjadi
asa idealisme.
Marxisme
Filsafat positivisme comte disebut juga paham empirisme- kritis, bahwa pengamatan
dengan teori berjalan seiring.
PERKEMBANGAN ILMU PADA ERA MODERN
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Zaman Modern
Filsafat modern lahir melalui proses panjang yang berkesinambungan, dimulai dengan
munculnya abad Renaissance. Istilah ini diambil dari bahasa Perancis yang berarti kelahiran
kembali. Karena itu, disebut juga dengan zaman pencerahan (Aufklarung). Pencerahan kembali
mengandung arti “munculnya kesadaran baru manusia” terhadap dirinya (yang selama ini

dikungkung oleh gereja). Manusia menyadari bahwa dialah yang menjadi pusat dunianya bukan
lagi sebagai obyek dunianya.
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan
ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance.
Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh usaha besar dari Descartes untuk memberikan
kepada filsafat suatu bangunan yang baru. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance
itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern).
Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan dunia modern. Renaissance ialah periode
penemuan manusia dan dunia, merupakan periode perkembangan peradaban yang terletak di
ujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai muncul Abad Modern. Zaman ini juga disebut
sebagai zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah manusia diangkat dari Abad Pertengahan
yang mana manusia dianggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan
ukuran Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat manusia. Humanisme menghendaki
ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan berpikir, maka humanisme
menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunia.
Jadi, zaman Modern filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya secara
esensial zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri
filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes.
Pada filsafat kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri itu antara lain ialah
menghidupkan kembali Rasionalisme Yunani (Renaissance), Individualisme, Humanisme, lepas

dari pengaruh agama dan lain-lain.
Filsafat modern menampakkan karakteristiknya dengan lahirnya aneka aliran-aliran besar
filsafat, yang diawali oleh Rasionalisme dan Empirisme. Selain kedua aliran itu, juga akan
diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan mengisi lembaran filsafat modern,
yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme.
Filsafat abad modern pada pokoknya ada 3 aliran:
1)
Aliran Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650 M).
2)
Aliran Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210-1292 M).
3)
Aliran Kriticisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724-1804 M).
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci
atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun
tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme,
4

sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang
inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Aliran-Aliran Yang Muncul Pada Zaman Modern Beserta Tokoh-Tokohnya Serta
Pemikirannya
Rasionalisme
Kata rasionalisme terdiri dari dua suku kata, yaitu “rasio” yang berarti akal atau pikiran,
dan “isme” yang berarti paham atau pendapat. Rasionalisme ialah suatu paham yang berpendapat
bahwa “kebenaran yang tertinggi terletak dan bersumber dari akal manusia.” Rasionalisme
adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut aliran ini, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanyalah
tindakan akal yang terang-benderang yang disebut Ideas Claires et Distinctes (pikiran yang
terang-benderang dan terpilah-pilah). Idea terang-benderang ini pemberian Tuhan sebelum orang
dilahirkan (idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian Tuhan, maka tak mungkin tak benar.
Oleh karena itu, rasio dipandang kecuali sebagai alat untuk memperoleh
pengetahuan/kebenaran, juga sekaligus sebagai sumber pengetahuan/kebenaran. Adapun
pengetahuan indera dianggap sering menyesatkan.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat.
Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan dari autoritas dan biasanya digunakan
untuk mengkritik ajaran agama. Sedangkan dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari
empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Jika empirisme mengatakan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui obyek empirisme, maka rasionalisme

mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir, pengetahuan dari empirisme
dianggap sering menyesatkan. Adapun alat berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam
filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh
penentangnya (Socrates, Plato, Aristoteles), dan juga beberapa tokoh sesudah itu. Pada zaman
modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes yang dibicarakan setelah ini.
Bersamaan dengan itu akan dibicarakan juga tokoh besar rasionalisme lainnya, yaitu Baruch
Spinoza dan Leibniz. Setelah periode ini rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh
Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
Di dalam karangan ini rasionalisme dilihat terutama sebagai reaksi terhadap dominasi
Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat. Sebagaimana nanti dapat dilihat, pada konteks
itulah kepentingan Descartes dibicarakan agak panjang lebar di sini. Descartes lebih diperhatikan
karena ada keistimewaan padanya: keberaniannya melepaskan diri dari kerangkeng yang
mengurung filosof Abad Pertengahan.
Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descartes. Tentu saja
pernyataan ini bermaksud menyederhanakan permasalahan. Kata modern di sini hanya
digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan
berlawanan, dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen. Corak utama filsafat modern
yang dimaksud di sini ialah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno.
Gagasan itu, disertai oleh argumen yang kuat, diajukan oleh Descartes. Oleh karena itu, gerakan
pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak renaissance. Apa yang lahir kembali itu? Ya,
rasionalisme Yunani itu. Yang harus diamati di sini ialah apakah konsekuensi rasionalisme pada
masa Yunani akan terulang kembali.
5

Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, anggapan
itu memang benar. Kata “Bapak” diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada
Zaman Modern itu yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang
dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dialah orang pertama di akhir Abad Pertengahan itu yang
menyusun argumentasi yang kuat, yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat
haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, bukan yang lainnya.
Menurut catatan, Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris.
Pada tahun 1612 Descartes pergi ke Prancis. la taat mengerjakan ibadah menurut ajaran agama
Katholik, tetapi ia juga menganut Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh
Gereja. Dari tahun 1629 sampai tahun 1649 ia menetap di Belanda.
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, yang tergambar dalam
ungkapan credo ut intelligam itu, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran
yang berbeda dengan pendapat tokoh Gereja. Apakah ada filosof yang mampu dan berani
menyelamatkan filsafat yang dicengkeram oleh iman Abad Pertengahan itu? Ada. Tokoh itu
adalah Descartes.
Descartes telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat
lamban dan banyak memakan korban itu. Amat lamban terutama bila dibandingkan dengan
perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang
mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. la ingin filsafat
dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat
Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ia ingin menghidupkan kembali rasionalisme
Yunani.

Tokoh Rasionalisme dan Pemikirannya
Rene Descartes (1596-1650)
Peletak fondasi aliran ini ialah Rene Descastes (Certasius/1596-1650) yang digelar
sebagai “Bapak filsafat modern”. Descartes berasal dari Perancis, lahir tahun 1596 di sebuah
kota bernama La Haye, dan wafat tahun 1650 di Stockholm. Karya pentingnya ialah Discours de
la Methode (Uraian tentang Metode), terbit tahun 1637; Mediationes de Prima Philosophia
(Renungan Tentang filsafat), terbit tahun 1641; dan Principia Philosophic (Prinsip-prinsip
Filsafat), terbit tahun 1644. Semboyan dari aliran ini ialah ungkapan Descartes yang berbunyi:
Cogito ergo sum/I think therefore I’m (saya berpikir maka saya ada).
Dari ungkapan sederhana ini, dapat diambil beberapa rumusan, sebagai berikut:
1. Eksistensi manusia yang paling sempurna ialah rasionya, sehingga rasio berperan sebagai
“pengenal dirinya” sesuai dengan koherensi antara berpikir dan berada. Artinya
keberadaan manusia terwujud/terkonsep setelah dia memikirkan dirinya.
2. Dengan rasio, manusia berhasil menemukan kesan (pengetahuan baru) tentang dirinya
yang tidak atau kurang diketahui sebelumnya, kecuali melalui sumber lain, yaitu kitab
suci.
3. Rasio tidak hanya sebagai penemu kesan (pengetahuan dan kebenaran) melainkan
kebenaran/pengetahuan hanyalah yang diperoleh melalui rasio tersebut.
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu) segala
sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera,
objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama metode cogito tersebut.
Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada
6

pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang
sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolaholah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang mengalami
sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (jaga). Begitu pula pada
pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan
jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata,” Aku dapat meragukan bahwa aku duduk di sini dalam
pakaian siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu karena kadang-kadang aku
bermimpi persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur, sedang bermimpi.” Tidak ada batas
yang tegas antara mimpi (sedang mimpi) dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan
mimpi. Siapa yang dapat menjamin kejadian-kejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga
ini) sebagaimana kita alami adalah kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi bukan mimpi? Tidak
ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga; demikian yang dimaksud oleh Descartes.
Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berpikir. Kalau begitu, aku berpikir pasti ada
dan benar. Jika aku berpikir ada, berarti aku ada sebab yang berpikir itu aku. Cogito ergo sum,
aku berpikir, jadi aku ada. Sekarang Descartes telah menemukan dasar (basis) bagi filsafatnya.
Basis itu bukan filsafat Plato, bukan filsafat Abad Pertengahan, bukan agama atau yang lainnya.
Fondasi itu ialah Aku yang berpikir. Pemikiranku itulah yang pantas dijadikan dasar filsafat
karena aku yang berpikir itulah yang benar-benar ada, tidak diragukan, bukan kamu atau
pikiranmu..Di sini kelihatanlah sifat subjektif, individualists, humanis dalam filsafat Descartes.
Sifat-sifat inilah, nantinya, yang mendorong perkembangan filsafat pada Abad Modern
Setelah fondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan bangunan filsafat di atasnya. Akal
itulah basis yang paling terpercaya dalam berfilsafat.
Spinoza (1632-1677)
Nama lengkapnya ialah Baruch de Spinoza, dalam bahasa Latin disebut Benedictus dan
dalam bahasa Portugis dengan Bento. Spinoza lahir di Amesterdam, Belanda tahun 1632 dan
wafat tahun 1677 di Den Haag. Sebagai filsuf pengikut rasionalisme, Spinoza sangat tertarik
kepada Descartes. Kecuali ahli dalam bidang filsafat, filsuf ini juga ahli dalam bidang politik,
teologia dan etika. Ini terekam dalam tiga bukunya, yaitu Tractus Theologico Politicus (terbit
tahun 1670), Ethica, Or dine Ceometrico Demonstrate (terbit tahun 1677), dan Tractus Politicus
(terbit tahun 1677).
Spinoza mencita-citakan suatu system berdasarkan rasionalisme, untuk mencapai
kebahagiaan bagi manusia. Menurutnya aturan dan hukum yang terdapat pada semua hal tidak
lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Sebagai dasar segala-galanya harus diterima
sesuatu yang tak terdasarkan kepada yang lain, jadi yang mutlak.
Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya “Deus sen Natura” (Tuhan atau
alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik. Menurut Spinoza, seluruh kenyataan
merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan Tuhan atau alam.
Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, Kehendak Tuhan
berarti sama dengan kehendak alam, sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehendak
Tuhan.
Leibniz (1646-1716)
Gottfried Eilhelm von Leibniz adalah filosof Jerman, pusat metafisikanya adalah idea
tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad. Metafisika Leibniz sama
memusatkan perhatian pada substansi, yaitu prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana
dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus mempunyai alas an
untuk setiap yang diciptakan-Nya.
7

Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut substansi-substansi itu monad.
Setiap monad berbeda satu dari yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satusatunya monad yang tidak dicipta) adalah pencipta monad-monad itu.
Empirisme
Istilah empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau alat indra, dan ditambah
akhiran isme, sebagai suatu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan/kebenaran yang
sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh/bersumber dari panca indra
manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Untuk memahami inti filsafat Empirisme perlu memahami dulu dua ciri pokok
Empirisme, yaitu mengenai teori makna dan teori tentang pengetahuan.
Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada Abad Pertengahan teori ini diringkaskan
dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu (tidak ada sesuatu di dalam
pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Sebenarnya pernyataan ini merupakan tesis
Locke yang terdapat di dalam bukunya, An Essay Concerning Human Understanding, yang
dikeluarkannya tatkala ia menentang ajaran idea bawaan (innate idea) pada orang-orang
rasionalis. Jiwa (mind) itu, tatkala orang dilahirkan, keadaannya kosong, laksana kertas putih
atau tabula rasa, yang belum ada tulisan di atasnya, dan setiap idea yang diperolehnya mestilah
datang melalui pengalaman; yang dimaksud dengan pengalaman di sini ialah pengalaman
inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari obervasi yang kita lakukan terhadap jiwa (mind) kita
sendiri dengan alat yang oleh Locke disebut inner sense (pengindera dalam).
Teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut
orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti “setiap kejadian tentu mempunyai
sebab”, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu
benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran a priori yang diperoleh lewat
intuisi rasional. Empirisisme menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional itu.
Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia
kebenaran a posteriori.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobbes (15881679), namun mengalami sistimatisasi pada dua tokoh berikutnya, yaitu John Locke dan David
Hume.
Tokoh Empirisme dan Pemikirannya
Francis Bacon (1210-1292)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang
diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan
sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Jadi pemikiran
Francis Bacon ini sangat bertentangan dengan pemikiran para filosof aliran rasionalis.
Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala
pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran.
Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi
belaka.
8

John Locke (1632-1704)
John Locke adalah filosof Inggris. la lahir di Wrington, Somersetshire, pada tahun 1632.
Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki Universitas Oxford,
mempelajari agama Kristen. Sementara ia mempelajari vaknya, ia juga mempelajari pengetahuan
di luar tugas pokoknya.
Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara yang
diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes. Ia juga
menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan
pengalaman; Jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). la hanya menerima
pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, Essay Concerning Human Understanding (1689), ditulis berdasarkan satu
premis, yaitu semua pengetahnan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat
dijadikan idea atau konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada idea
yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak adanya
innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and distinc idea. Adequate idea
dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak
ada.
Segala sesuatu berasal dari pengalaman indrawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari
sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi (konsep tabula
rasa). Dengan demikian, John Locke menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari
akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri). Ungkapan yang sering
digunakan ialah: Exprience, in that all knowledge is founded (Pengalaman, semua pengetahuan
berdasarkan pengalaman).
David Hume (1711-1776)
Tokoh lain ialah David Hume (1711-1776) pelanjut kajian Locke. Home lahir di
Edinburg, Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang yang
menguasai hukum, sastera dan filsafat. Karya terpentingnya ialah A Treatise on Human Nature,
terbit tahun 1738-1740; An Enquiry Concerning Human Understanding, terbit tahun 1748; dan
An Enquiry into the Principles of Moral, (terbit tahun 1751).
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang sangat singkat, yaitu: I
never catch my self at any time with out a perception (Saya selalu memiliki persepsi pada setiap
pengalaman saya)
Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa, “seluruh pemikiran dan pengalaman
tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression) dan impression inilah sebagai bahan dari
ilmu.
Kriticisme
Pendirian aliran Rasionalisme dan Empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme
berpendirian bahwa rasiolah sumber pengenalan atau pengetahuan, sedang Empirisme sebaliknya
berpendirian bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber tersebut.
Aliran ini mencoba untuk memadukan perbedaan pendapat kedua aliran tersebut dengan
tokohnya adalah Immanuel Kant (1724-1804). Ia mencoba mengembangkan suatu sintesis atas
dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan
benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari
indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita

9

memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia.
Untuk menghilangkan pertentangan di antara rasionalisme dan empirisme, Kant
mengadakan pemaduan di antara dua aliran ini dalam hal perumusan kebenaran. Dalam kaitan ini
Kant mengatakan:
Pengetahuan merupakan hasil kerjasama dua unsur; pengalaman dan kearifan akal budi.
Pengalaman inderawi merupakan unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal
budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dahulu).
Kant mengkritik Empirisme dan Rasionalisme, karena keduanya hanya mementingkan
satu dari dua unsur ini, sehingga hasilnya setiap kali berat sebelah. Padahal, katanya,
pengetahuan selalu merupakan sintesis. Untuk
menekan pertentangan itu Kant megadakan
tiga pembedaan perumusan kebenaran, yaitu akal budi (verstand), rasio (vernunft) dan
pengalaman inderawi.
Idealisme
Terma idealisme berasal dari kata idea yang berarti gambaran atau pemikiran, dan isme
yang berarti paham atau pendapat. Idealisme ialah suatu pandangan dunia atau metafisika yang
menyatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, pikiran
atau jiwa. Atau bisa disebut dengan aliran filsafat yang menjelaskan bahwa
kebenaran/pengetahuan sesungguhnya bukan bersumber dari rasio atau empiri, melainkan dari
gambaran manusia tentang suatu pengamatan.
Tokoh Idealisme dan Pemikirannya
J. G. Fichte (1762-1914)
Fichte adalah tokoh idealisme subyektif, yaitu pandangan bahwa sumber
pengenalan/pengetahuan bukanlah rasio teoritis atau praktis seperti kata Immanuel Kant,
melainkan pada aktivitas Ego. Pemikirannya didasarkan pada konsep Ego Mutlak; yang
menemukan dan meneruskan pengertian-pengertian tentang obyek; ego tidak hanya sebagai
“penemu”, melainkan kata Fichte sekaligus sebagai yang “menciptakan benda-benda” (obyek).
Dengan demikian, peran manusia sebagai subyek sangat dominan di dalam menggagaskan
sesuatu.
F. W. J. Schelling (1775-1854)
Schelling adalah tokoh idealisme obyektif sebagai kebalikan dari idealisme subyektif.
Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego),
melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau
bagaimana obyek menyadarkan subyek. Apabila aku (ego) menentukan kehendak, hal itu
diharuskan oleh kemestian yang mendahului kehendak, yaitu seluruh obyek pengamatan kecuali
sebagai pemberi kehendak, juga sebagai pemberi arah bahkan mampu merubah kehendak.
Hegel (1770-1831)
Hegel adalah tokoh idealisme mutlak, yang sangat berperan bagi penyemburnaan
idealisme. Hegel berhasil menampilkan idealisme yang terpadu setelah dikoyak-koyak oleh
Fichte dan Schelling. Apabila Fichte bersifat subyektif dan Schelling bersifat obyektif, maka
Hegel melihat secara keseluruhan (totalitas).
Membuktikan kebenarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang disebut
dengan dialektika, yaitu tesis, antitesis dan sintesis.
Materialisme

10

Berasal dari “materi” yang berarti benda. Materialisme adalah aliran filsafat yang
berpendapat bahwa, kebenaran tidaklah ditentukan oleh gambaran, melainkan oleh benda dan
seluruh kenyataan yang ada dirumuskan dan ditentukan oleh benda. Aliran ini memandang
bahwa realitas seluruhnya adalah materi belaka.
Tokoh Materialisme dan Pemikirannya
Ludwig Feuerbach (1804-1872)
Menurutnya hanya alamlah yang ada. Manusia adalah alamiah juga seperti halnya benda
seperti kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan
benda seperti kayu dan batu, tetapi materialisme mengatakan bahwa pada akhirnya/pada
prinsipnya/pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi,
betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi, batu, atau
pohon, tetapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
Karl Marx (1818-1883)
Pokok pemikiran Marx diambil dari ajaran Filsafat Hegel dan Filsafat Feurbach. Dari
Hegel diambil metode dialektikanya dan mengenai sejarah, sedang dari Feurbach diambil teori
materialismenya. Ajaran filsafat Karl Marx disebut juga materialisme dialektika, dan disebut
juga materialisme historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa kehidupan
yang didominasi oleh keadaan ekonomis yang materiil itu berjalan melalui proses dialektika:
tese, antitese dan sintese. Disebut materialisme historis, karena menurut teorinya, bahwa arah
yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang
materiil.
Positivisme
Istilah positivisme berasal dari kata “positive” yang berarti “jelas dan bisa digambarkan
serta bermanfaat”. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif.
Sesuatu di luar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan.
Menurut aliran ini, pemikiran manusia mengalami perkembangan, mulai dari yang sangat
sederhana, sampai yang modern, yaitu positif. Pada tahap ini manusia hanya mempercayai yang
riil saja berdasarkan ilmu positif (science positive) yang didasarkan pada pengamatan (observasi)
dan percobaan langsung (eksperimentasi). Melalui dua pembuktian ini, segala yang berbau
metafisis dibuang, karena tidak bisa dibuktikan dengan dua pendekatan tersebut.
Tokoh aliran ini adalah Auguste Comte (1798-1857), ia berpendapat bahwa indera itu
amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya
menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia
menyempurnakan metoda ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.
Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan Empirisme plus Rasionalisme.
Fenomenologi
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomenon yang mengandung tiga
pengertian saling terkait, yaitu “yang langsung nampak, sesuatu yang langsung menampakkan
diri tetapi masih terselubung dan proses penampakkan”. Berpijak pada tiga pengertian di atas,
maka fenomenologi menurut istilah yang dikembangkan ialah “filsafat yang menyatakan bahwa
kebenaran merupakan hasil deskripsi intuitif manusia terhadap suatu obyek sesuai dengan
penampakan diri (fenomena) obyek tersebut”.
11

Jadi aliran ini berbeda dengan rasionalisme (subyektif), empirisme (obyektif) dan
idealisme (idealistik). Maka fenomenologi menggabungkan di antara subyek (manusia), obyek
(yang diamati) dengan cara pengamatan secara intuitif.
Tokoh Fenomenologi dan Pemikirannya
Edmund Husserl (1859-1938)
Beliau adalah filosof Jerman dan pendiri Fenomenologi. Pemikiran terpentingnya adalah:
(1) Teori kebenaran; menurut Husserl kebenaran haruslah digabung di antara subyek dengan
obyek. Obyek diberi kesempatan memperkenalkan dirinya kepada subyek yang mengamati,
sesuai dengan semboyan zurukh zu den schen selbs (kembalilah kepada benda-benda sendiri).
(2) Tiga jenis reduksi; agar intuisi dapat menangkap gejala-gejala di atas secara benar, maka
manusia harus melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman dan gambaran sebelumnya yang
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Caranya ialah dengan tiga jenis reduksi, yaitu: reduksi
fenomenologis, reduksi eiditis, reduksi fenomenologi transendental.
Max Scheler (1874-1928)
Max Scheler merupakan pelanjut tradisi fenomenologi. Pemikiran eksklusif Scheler
dibanding fenomenolog (filsuf fenomenologi) lainnya ialah tentang agama. Menurutnya, agama
dan filsafat merupakan dua entitas otonom sesuai dengan posisinya. Kendati memiliki otonomi
eksklusif, namun di antara keduanya memiliki keterikatan. Misalnya, dengan memahami
metafisis dalam filsafat tidak serta merta dapat memahami konsep metafisika agama, karena
keduanya memiliki aktus kodrati yang berbeda. Sebab itu kebenaran agama hanya dapat diterima
atas dasar kepercayaan religius, bukan kebenaran metafisis-filosofis.
Di dalam upaya menemukan kepercayaan religius, Scheler menggunakan pendekatan
fenomenologi. Melalui pendekatan fenomenologi ini, menurut Scheler, dapat ditampilkan ciri
dasar aktus religius, yaitu bahwa aktus itu mempunyai intensi yang transendental dunia (yang
ilahi), dan yang ilahi ini menjadi dasar dari aktus religius. Dengan kata lain, aktus religius itu
membutuhkan pemenuhan intensional dari dunia transenden. Aktus religius membutuhkan suatu
obyek yang tak terbatas, yaitu yang ilahi. Oleh karena itu, kebutuhan akus religius hanya dapat
terpenuhi oleh sesuatu yang diyakini subyek sebagai berasal dari Tuhan.
Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri
adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri
dengan keluar dari diri sendiri. Secara umum eksistensialisme dimaksudkan sebagai aliran
filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia. Permasalahannya
ialah, siapakah yang benar-benar berada (bereksistensi); apakah manusia, atau Tuhan atau keduaduanya.
Tokoh Eksistensialisme dan Pemikirannya
Martin Heidegger (1889-1976)
Pemikiran Heidegger ialah mengenai ada/realitas dan waktu (sein und zeit), yaitu apakah ada itu
konkrit atau tidak. Persoalan yang menjadi sorotan utamanya ialah pemaknaan “Aku ada”.
Menurutnya, manusia adalah suatu makhluk yang terlempar di dunia ini tanpa persetujuannya. Ia
seolah berada di jurang ketiadaan (nothingness) yang sangat dalam yang menyebabkannya
gelisah. Hal ini menurutnya, merupakan kelemahan manusia dan sebagai dorongan agar ia dapat
memahami akan eksistensinya. Sebagai puncak eksistensi, manusia berbeda dengan benda-benda
sekitarnya. Namun manusia mempunyai kecenderungan untuk menjadi suatu benda.

12

Soren Kierkegard (1813-1855)
Kierkegard dipandang sebagai tokoh eksistensialisme teis, yaitu berupaya mengangkat eksistensi
manusia tanpa harus membuang jauh Tuhan dari kehidupan manusia. Ungkapannya ialah: “Saya
menjadi sebagaimana saya ada”. Melalui ungkapan ini Kierkegard menempatkan manusia
sebagai satu-satunya yang berkeistensi yang berhadapan dengan eksistensi Tuhan. Hanya
manusia yang bereksistensi bukan berarti yang lain tidak ada. Hanya saja tingkat eksistensi
dunia, binatang-binatang dan makhluk lainnya lebih rendah, karena mereka hanya ada, tidak
mengada.
Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan, dan
juga manfaat. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh
sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak.
Tokoh Pragmatisme dan Pemikirannya
William James (1842-1910)
Sebagai pendiri pragmatisme, pemikiran terpentingnya ialah mengenai makna
pragmatisme. Pragmatisme merupakan filsafat ala Amerika yang berciri pragmatis. Orang
Amerika tidak puas dengan filsafat teoritis yang bertanya “apa itu”, tetapi memasuki filsafat
praktis yang bertanya “apa gunanya”. Sistematisasi dari jenis kedua inilah yang melahirkan
filsafat pragmatisme. Oleh karena itu, dikaitkan dengan aliran rasionalisme dan empirisme,
pragmatisme berada di antara dua aliran tersebut.Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan
bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri
lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita
anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktek,
apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.Ukuran segala sesuatu
ialah manfaat yang praktis. Pandangan ini mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk agama
dan moral. Dalam kaitan dengan agama, James tidak bertanya “kebenaran agama” yang ia tanya
ialah “apakah hasilnya agama menjadi pedoman hidup saya”. Jadi, manusia bebas memilih di
antara percaya dan tidak percaya, sesuai dengan pertimbangan fragmatisnya. Begitu juga dalam
bidang moral, ukuran baik buruk ditentukan oleh adakah manfaat dari suatu perbuatan; jika ada
dipandang baik, dan jika tidak dipandang buruk.
John Dewey (1859-1952)
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat
adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiranpemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus
berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara praktis.Menurutnya tak ada sesuatu yang
tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk
mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat untuk bertindak.
Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan. Satusatunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya
yang sebenarnya adalah metoda induktif.
Referensi Umum
Hamersma, Harry.1984. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: PT Gramedia.

13

Zaman
Modern
(Abad
17-19
M)
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembngan
ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika.
Di abad ke-9 lahir semisal pharmakologi, geofisika, geormophologi, palaentologi, arkeologi dan
sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, mekanika kuantum,
fisika nuklir, kimia nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi, antropologi budaya, psikologi
dan
sebagainya.
Sekitar tahun 1990-1914 terjadi berbagai perubahan berdasarkan teori kenisbian. Ada teori yang
baru mengatakan bahwa ruang dan waktu tidak lagi berpisah sebagaimana dipahami oleh ahli
fisika sebelumnya. Ruang dan waktu merupakan satu kesatuan mutlak untuk memeriksa dan
menerangkan
semua
peristiwa.
Sedangkan pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin
eratnya keja sama internasional. Namun sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX,
yaitu anti positivistis, tidak mau bersistem, realistis, tidak mau menitikberatkan pada manusia,
pluralistis, antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.
Filsafat Ilmu Era Renaisance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan
baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok
sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (16421727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang
kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan
munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang
ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu
sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu
harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan
bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia.
Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge
adalah human power. Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode
eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan Aritotelian yang
menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara defenitif. Roger Bacon adalah
peletak dasar filosofis untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Bacon mengarang Novum
Organon dengan maksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori
baru. Karyanya tersebut sangat mempengaruhi filsafat di Inggris pada masa sesudahnya. Novum
Organon atau New Instrumen berisi suatu pengukuihan penerimaan teori empiris tentang
penyelidikan dan tidak perlu bertumpu sepenuhnya kepada logika deduktifnya Aritoteles sebab
dia pandang absurd. Kehadiran Bacon memberi corak baru bagi perkembangan Filsafat Ilmu,
khususnya tentang metode ilmiah. Hal ini sebagai yang dikemukakan oleh A. B. Shah dalam
Scientific Method, bahwa: “Pengertian yang paling baik tentang metode ilmiah dapat dilukiskan
yang paling baik menurut induksi Bacon”. Hart mengaggap Bacon sebagai filosof pertama yang
bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia dan dengan sangat efektif
menganjurkan penyelidikan ilmiah. Beliaulah peletak dasar-dasar metode induksi modern dan
menjadi pelopor usaha untuk mensistimatisir secara logis prosedur ilmiah. Seluruh asas
filsafatnya bersifat praktis yaitu menjadikan untuk manusia menguasai kekuasaan alam melalui
penemauan ilmiah Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal mempunyai kemamapuan
14

triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imaginatio) dan akal (ratio). Ketiga aspek
tersebut merupakan dasar segala pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan
diselidiki (historia), daya khayal menyangkut keindahan dan akal menyangkut filsafat
(philosophia) sebagai hasil kerja akal.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa perkembangan ilmu pada zaman
modern sangatlah pesat di awali dari zaman Renaisans. Zaman renasains yang merupakan era
sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan
ilmu yaitu dengan munculnya ilmuan – ilmuan seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543 M),
Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626
M).
Pada zaman modern ini melahirkan banyak sekali ilmuan – ilmuan besar dalam
bidangnya seperti Rene Descrates, Carles Darwin, Isaac Newton serta Joseph John Thomson.
Perkembangan ilmu pada modern telah banyak melahirkan ilmu seperti taksonomi,
ekonomi, kalkulus, dan statistika, pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi,
arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi
perkembangan ilmu zaman kontemporer.

__________
Gesah Priyatmono
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin,
M.Pd.)

15