Sejarah Perkembangan Seni Rupa Islam
I. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Tinjauan Sosial Budaya
1
Masyarakat Indonesia
pada Awal Kedatangan
Islam
Penduduk Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam
sukubangsa mempunyai struktur pemerintahan yang
bersifat khusus kedaerahan, struktur ekonomi, dan sosial
budaya yang berbeda-beda.
Sukubangsa yang hidup dan bertempat tinggal di
pedalaman memiliki budaya yang masih murni dan belum
banyak mengalami percampuran budaya dari luar jika
dibandingkan dengan sukubangsa yang bermukim di
daerah pesisir pantai, terutama yang dekat dengan kota
pelabuhan. Mereka yang berdiam di wilayah pesisir pantai
cenderung menunjukkan ciri-ciri kehiduapan sosial budaya
yang majemuk karena adanya percampuran dengan
budaya dari luar.
Pada masa awal kedatangan dan tersebarnya
agama Islam di tanah air, khususnya di wilayah Indonesia
Barat terdapat kerajaan-kerajaan yang bercorak IndonesiaHindu. Di Sumatera pada waktu itu terdapat kerajaan
Sriwijaya dan Melayu, di pulau Jawa terdapat kerajaan
Majapahit dan Sunda, di Bali terdapat kerajaan bercorak
Hindu. Sementara di wilayah Indonesia Timur seperti
Kalimantan terdapat kerajaan Negara, Daha, dan Kutai.
Sedangkan pada Sulawesi Selatan terdapat kerajaan
Gowa-Tallo, Wajo, dan Bone. Kerajaan-kerajaan ini tidak
banyak mendapat pengaruh Hindu tatapi masih memiliki
kepercayaan lama (asli) yang mengacu pada adat-istiadat
leluhur, yakni dengan menyembah berhala. Bahkan sampai
1
sekarang kepercayaan seperti itu pada beberapa wilayah
pedalaman masih tampak.
Menurut catatan pengembaraan Tome Pires
(seorang penulis asing Portugis) dalam kunjungannya ke
Indonesia pada sekitar tahun 1512-1515 menyebutkan
bahwa di Sulawesi pada waktu itu terdapat kurang lebih 50
buah kerajaan yang menyembah berhala.1
Salah satu kepercayaan lama yang dimaksud
tampak dalam tata cara penguburan yang masih mengikuti
tradisi masa prasejarah. Pada masyarakat Gowa misalnya
jenasah dikubur dengan arah hadap timur-barat dan pada
makamnya disertakan sejumlah bekal kubur bagi jenazah
bangsawan atau orang-orang terkemuka.
Pada abad-abad awal kedatangan dan penyebaran
Islam di daerah Maluku dan Kalimantan masih terdapat
beberapa kelompok masyarakat yang membuat patung dari
kayu atau batu untuk menghormati arwah nenek moyang.
Pada masa pra-Hindu di Indonesia terdapat
kepercayaann berupa pemujaan kepada arwah nenek
moyang yang biasanya diwujudkan dalam bentuk patung
yang diukir yang ditempatkan di atas punden berundak.
Tradisi seperti ini sampai sekarang masih ditemukan di
Nias dan Flores.
Tome Pires ketika mengunjungi kepulauan Maluku
(sekitar abad ke-16) melaporkan bahwa di kepulauan
Maluku masih ditemukan beberapa masyarakat non-Islam
serta beberapa diantaranya tidak mendapat pengaruh
Hindu.
Salah satu bukti kedatangan Islam di Indonesia
dapat ditunjukkan dengan ditemukannya batu nisan pada
makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang
berangka tahun 425 H/1082 Masehi.2
Pengaruh India dan Islam di Indo-Malaysia (hlm. 202)
1 Notosusanto, dkk., 1992: 11.
2 Notosusanto, dkk., 1992:12.
2
Gejala Indianisasi dan Islamisasi di Asia Tenggara
telah lama menjadi kajian utama di bidang sejarah. Ini
dibuktikan dengan penemuan benda-benda arkeologis,
yakni berupa tembikar India di Sembiran, Bali, tembikar
Cina, serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han
dan zaman sesudahnya yang ditemukan di Sumatera
bagian selatan dan di Jawa bagian timur.
Pengaruh India dan Islam di Indo-Malaysia,
terutama di kawasan barat dan timur selama 1500 sampai
2000 tahun yang lalu. Para ahli sejarah berpendapat bahwa
proses Indianisasi dalam bidang agama dan politik di
lingkungan istana telah berkembang beberapa abad
setelah masa perdagangan awal antara India dan
Indonesia.3 Bukti-bukti tertua yang menunjukkan bahwa
para penguasa pribumi dari negara-negara perdagangan di
Indo-Malaysia mulai meniru raja-raja Pallawa dari Tamil
Nadu dan raja-raja sejaman muncul sekitar abad ke-5
ketika prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta yang ditulis
dengan aksara Pallawa mencatat nama raja-raja yang
menggunakan nama gelar dengan akhiran nama
Sansekerta, yaitu:
warman, seperti Mulawarman,
Purnawarman, dll. Warman, artinya yang dilindungi oleh.
Menjelang abad ke-7, sumber pengaruh India Utara dan
kerajaan Pala dari Bengal, dan saat itulah untuk pertama
kalinya kerajaan-kerajaan yang jelas telah dipengaruhi
budaya India. Ini dibuktikan dengan monumen-monumen
bercorak Hindu dan Budha mulai bermunculan di
kepulauan Indonesia.4
Negara perdagangan Sriwijaya yang beragama
Budha di Sumatera yang didirikan sekitar tahun 670,
mungkin merupakan pusat dari suatu kelompok kota
dagang yang saling berhubungan di Sumatera bagian timur
(khususnya di Palembang) dan Semenanjung Malaka.
Meskipun Sriwijaya tidak mempunyai tinggalan arkeologis,
3 Peter Bellwood, 2000: 203.
4 Bernet Kempers, 1959.,
3
namun terdapat penemuan baru, berupa keramik yang
bertarikh antara abad ke-8 dan ke-13 dari Palembang.5
Kerajaan-kerajaan agraris Jawa terkenal dengan
monumen-monumen yang megah, seperti stupa besar
Borobudur yang dibangun oleh Dinasti Sailendra pada abad
ke-8 atau awal abad ke-9, sedangkan candi-candi bercorak
Hindu dibangun tidak lama setelah itu di daerah
Prambanan. Setelah 930 M, pusat pemerintahan kerajaan
Jawa begeser ke Jawa Timur dan mencapai puncaknya
dengan kehadiran Majapahit pada abad ke-14 yang
akhirnya mundur di bawah tekanan agama Islam.
Peran para Brahmana dalam proses Indianisasi
Peran para Brahmana dalam proses Indianisasi, penting
sekali dan jauh melebihi peran para pedagang. Karena itu,
agama Hindu dan Budha yang menjadi dasar kerajaankerajaan di Nusantara hampir dipastikan dibawa masuk ke
kepulauan Nusantara oleh para Brahmana Hindu dan
pemeluk Budha terpelajar untuk memperkuat kekuasaan
mereka. Lalu didirikanlah bangunan berarsitektur
peradaban Hindu-Budha.6
Secara geografis, dampak pengaruh India di kepulauan
Indonesia terpusat pada negeri-negeri sekitar Selat Malaka
dan Laut Jawa. Karena itu, pengaruh India yang paling kuat
ada di Sumatera bagian timur, Semenanjung Malaka
bagian barat (kecuali Nias dan Mentawai), Jawa, dan Bali,
serta sedikit di Kalimantan bagian Timur melalui kerajaan
Kutai. Sulawesi, Sunda Kecil, dan Maluku tidak secara
mendalam terpengaruh oleh peradaban India.7
5 Peter Bellwood, 2000: 203.
6 Boash 1961 dalam Peter Bellwood, 2000: 204.
7 Peter Bellwood, 2000: 205.
4
Pengaruh kebudayaan India yang sesungguhnya
sepanjang kurun waktu tersebut terlihat jelas pada prasastiprasasti berbahasa Melayu Kuno (Jawa kuno), serta pada
desain bangunan berteras Borobudur, atapun dalam
konsep-konsep kosmologi tertentu. Kini satu-satunya
kelompok etnis di Asia Tenggara yang masih
mempertahankan
tradisi Hindu meskipun dengan
perubahan-perubahan adalah masyarakat Bali.
Pengaruh Islam di Indo-Malaysia
Selain agama Hindu dan Budha, agama lain yang
berpengaruh kuat di Nusantara pada zaman sebelum
kedatangan bangsa Eropa adalah Islam. Kesultanankesultanan besar terjadi sekitar seabad sebelum
kedatangan bangsa Portugis menjelang abad ke-8,
komunitas-komunitas Arab dan Persia Muslim sudah
menetap sebagai pedagang di Guang Zhou (Kanton) dan
kota-kota Cina sebelah selatan. Penyebaran Islam ke
Indonesia terjadi beberapa abad kemudian. Bukti linguistik
menunjukkan bahwa kosakata pinjaman dari bahasa Arab
dan Persia dalam bahasa-bahasa Austronesia sebagian
besar datang langsung dari India.8 Menjelang akhir abad
ke-13, pengaruh Islam sudah cukup kuat di Sumatera
Utara. Sebuah batu nisan yang ditemukan di pantai barat
laut pulau tersebut diyakini bertarikh 1206 memperkuat
sejarah masuknya Islam di Nusantara ini.9
Selama abad ke-14, sejumlah kesultanan Islam
berkembang di Nusantara, dan pada tahun 1400 sampai
dengan tumbuhnya kekuasaan Portugis pada awal abad
ke-16 penyebaran Islam terjadi dengan sangat cepat,
terutama di Semenanjung Malaka, pantai utara Jawa,
Banjarmasin di Kalimantan, dan pulau-pulau Ternate dan
Tidore. Pada abad ke-17 adalah di Makassar dan Bugis di
Sulawesi Selatan.
8 Hall 1977 dalam Wood, 2000: 206.
9 Ambary, 1981 dalam Wood, 2000: 207.
5
6
PERKEMBANGAN SENI RUPA ISLAM DI
INDONESIA
Keragaman kebudayaan Nusantara yang ada dan proses
akulturasi yang wajar menumbuhkan budaya Islam
Nusantara yang beragam, kaya dan mempesona.
Keragaman tersebut antara lain dapat dilihat dalam
berbagai cabang kesenian (sastra, musik, tari, seni rupa,
arsitektur, film, dsb). Dalam suplemen ini, keragaman
budaya Islam Nusantara secara khusus dibatasi pada
bidang seni rupa, khususnya seni bangunan yang bercorak
Islam.
A.
Awal Kesenian
Indonesia
dan
Kebudayaan
Islam
di
Membicarakan
awal
masuknya
kesenian
dan
kebudayaan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari
pembicaraan
mengenai
awal
masuk
dan
berkembangnya agama Islam itu sendiri. Emile
Durkhaim mengemukakan bahwa agama dan budaya
merupakan dua produk sosial dari masyarakat yang
menyatu dan tak dapat dipisahkan.10
Mengenai awal pertumbuhan Islam di Indonesia, sulit
dipastikan karena masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia di sekitar abad ke-13 Masehi tidak ditandai
dengan penaklukan suatu kerajaan atau peristiwa besar
lainnya. Islam menyebar di Indonesia melalui para
pedagang Gujarat yang berlayar dari India. Karena itu
hampir tidak ada dokumen atau catatan kuat yang
menandai peristiwa besar tersebut yang bisa dijadikan
patokan untuk menandai awal penyebaran kebudayaan
Islam di Indonesia. Namun demikian, Islam telah
mewarnai proses pembentukan kebudayaan dan
kesenaian Indonesia. Saudagar-saudagar asing dapat
dikatakan sangat berperan dalam proses pembentukan
kebudayaan bangsa Indonesia. Para saudagar Arab
10 The Elementary Forms of the Relegious Life, 1954.
7
ternyata tidak hanya menularkan sistem norma dan
etika religius belaka, tetapi juga mengenalkan corak
kebudayaan, termasuk kesenian yang telah mentradisi
dalam kehidupan mereka.
Dalam kaitannya dengan proses islamisasi, telah
berkembang berbagai pemikiran tentang Islam di
Nusantara. Ada yang menduga bahwa Islam telah mulai
menyebar di Nusantara pada abad I Hijriah dengan
alasan bahwa pada waktu itu para pedagang Arab juga
telah aktif dalam perdagangan jarak jauh, yang
melintasi perairan di kepulauan Indonesia. Hanya saja,
bukti-bukti yang sahih memang belum didapatkan.
Semuanya hanya bersifat dugaan (inferensi) saja. Batubatu nisan dari abad ke-11 di Jawa Timur memberikan
kesaksian bahwa pada waktu itu telah ada pemukiman
komunitas yang beragama Islam. Namun tak ada
jaminan bahwa ketika itulah agama Islam telah
berkembang karena pada waktu yang sama, bahkan
lebih awal lagi, batu nisan orang-orang Muslim, juga
didapatkan di Canton (Cina Selatan), tetapi Islam malah
berkembang di Cina Timur. Kita baru merasa pasti
bahwa Islam tak hanya datang dan membentuk
komunitas (sebagai diisyaratkan oleh batu nisan
tersebut), tetapi juga berkembang dan menyebar
setelah pusat kekuasaan Islam berdiri.
Mengenai awal pertumbuhan Islam di Indonesia, sulit
dipastikan karena masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia di sekitar abad ke-13 Masehi tidak ditandai
dengan penaklukan suatu kerajaan atau peristiwa besar
lainnya. Islam menyebar di Indonesia melalui para
pedagang Gujarat yang berlayar dari India. Karena itu
hampir tidak ada dokumen atau catatan kuat yang
menandai peristiwa besar tersebut yang bisa dijadikan
acuan dasar untuk menandai awal penyebaran
kebudayaan Islam di Indonesia.
8
Namun demikian, Islam telah mewarnai proses
pembentukan kebudayaan dan kesenaian Indonesia.
Saudagar-saudagar asing dapat dikatakan sangat
berperan dalam proses pembentukan kebudayaan
bangsa Indonesia. Para saudagar Arab ternyata tidak
hanya menularkan sistem norma dan etika religius
belaka, tetapi juga mengenalkan corak kebudayaan,
termasuk kesenian yang telah mentradisi dalam
kehidupan mereka.
Dalam kaitannya dengan proses islamisasi, telah
berkembang berbagai pemikiran tentang Islam di
Nusantara. Ada yang menduga bahwa Islam telah mulai
menyebar di Nusantara pada abad I Hijriah dengan
alasan bahwa pada waktu itu para pedagang Arab juga
telah aktif dalam perdagangan jarak jauh, yang
melintasi perairan di kepulauan Indonesia. Hanya saja,
bukti-bukti yang sahih memang belum didapatkan.
Semuanya hanya bersifat dugaan (inferensi) saja. Batubatu nisan dari abad ke-11 di Jawa Timur memberikan
kesaksian bahwa pada waktu itu telah ada pemukiman
komunitas yang beragama Islam. Namun tak ada
jaminan bahwa ketika itulah agama Islam telah
berkembang karena pada waktu yang sama, bahkan
lebih awal lagi, batu nisan orang-orang Muslim, juga
didapatkan di Canton (Cina Selatan), tetapi Islam malah
berkembang di Cina Timur. Kita baru merasa pasti
bahwa Islam tak hanya datang dan membentuk
komunitas (sebagai diisyaratkan oleh batu nisan
tersebut), tetapi juga berkembang dan menyebar
setelah pusat kekuasaan Islam berdiri.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis (batu nisan di
Samudera-Pasai), dan historiografi tradisional seperti
hikayat raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu, serta
berita-berita asing seperti dari Marco Polo, dan Ibn
Batutah (pengembara bangsa Arab) yang bertarikh
1345 Masehi dengan tingkat kepastian sejarah yang
tinggi, dapatlah dikatakan bahwa kerajaan Islam telah
9
berdiri pada akhir abad ke-13 (1345 Masehi) di pulau
Sumatera yang diperintah oleh seorang raja yang
bernama Malikul Thahir. Pada waktu yang bersamaan,
kerajaan Hindu-Budha, juga berdiri di pulau Jawa
(Majapahit).
Dalam Sejarah Kebudayaan Indonesia tercatat pula
bahwa pada awal abad ke-13 Masehi, terdapat sebuah
kerajaan di Sumatera Utara yang berpusat di Pasai.
Melalui bandar Samudera Pasai ini, saudagar-saudagar
Gujarat masuk dengan tujuan bedagang sambil
menyebarkan agama Islam. Dokumen tersebut
menunjukkan bahwa pada masa itu terdapat kerajaan di
Sumatera yang diperintah oleh seorang raja beragama
Islam. Dalam catatan tersebut terungkap pula bahwa
tulisan Arab sudah dikenal di lingkungan terbatas sejak
abad ke-13 Masehi.
Skema Perkembangan Sejarah Seni Rupa di
Indonesia
Prasejarah
Hindu-Buda
(Klasik)
Islam
10
Moderen
Modern
11
SULAWESI & SEKITARNYA
Prasejarah
Islam
Moderen
Modern
KEPERCAYAAN
MASYARAKAT
Kepercayaan Lama
Animisme
Agama
Baru
Dinamis
me
Hindu &
Buda
Kosmologi
Masuknya Islam di Indonesia
Sumatera (abad 7/13) )
Jawa (abad 13)
Sulsel 1603-1605
12
Islam
Luwu 1603
Tiro 1604
Gowa 1605
Soppeng 1605/1609
Wajo 1610
Bone 1611
Buton dan Sumbawa (1628)
Kalimantan Selatan (1550)
B.
Pusat-Pusat Pekembangan Kebudayaan dan
Kesenian Islam di Indonesia
Pada mulanya, kebudayaan dan kesenian Islam di
Indonesia berpusat di istana kerajaan atau keraton,
khususnya pada wilayah kesultanan atau kerajaan
penting yang pernah jaya pada zamannya.
1. Kesultanan Demak
Dalam sejarah disebutkan bahwa Kesultanan Demak
merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa (berdiri
tahun 1500-1550), didirikan oleh Raden Fatah 15001518), bangsawan kerajaan Majapahit (Ensiklopedi
Islam, Seri 1, 1994:297). Peninggalan-peninggalan
terpenting antara lain makam-makam keturunan Sunan
Kalijaga Demak, Masjid Agung Demak (masjid tertua di
Indonesia).
Wali Songo (sembilan ulama besar) yang dianggap
keramat, merupakan kelompok penasihat raja Demak
dalam soal-soal agama dan dalam situasi tertentu
menjadi penasihat politik raja. Tradisi menyebutkan
antara lain bahwa mukjizat Sunan Kalijaga dapat
mengubah bongkahan batu menjadi emas. Sunan Giri
dan Sunan Bonang dapat berjalan di atas air laut.
Kesaktian-kesktian
tersebut
digunakan
untuk
penyebaran agama Islam, terutama untuk membuat
13
keheranan orang yang amsih urang percaya dan untuk
menundukkan kesaktian pada musuh.
2. Kesultanan Cirebon
Dalam sejarah
disebutkan bahwa
raja pertama
kesultanan Cirebon
ialah Sunan
Gunung Jati.
Sumber Portugis
menyebutnya
Faletehan = Fatahillah. Ia menjadi raja sejak tahun
1552-1570. Sunan Gunung Jati meninggal di Cirebon
dan makamnya terletak di luar kota Cirebon, yaitu di
atas bukit Gunungjati.
Di Cirebon terdapat Keraton Cirebon dan Keraton
Kesepuhan. Dulu, keraton ini disebut Tamansari.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Keraton Kesepuhan
Cirebon dibangun pada abad ke-16 oleh raja pertama
Kesultanan Cirebon (Sunan Gunungjati). Sumber
Portugis menyebutnya Faletehan = Fatahillah. Ia
menjadi raja sejak tahun 1552-1570. Dalam Buku
Ensiklopedi Islam, Seri 1, 1994: 273) disebutkan bahwa
Keraton
Kesepuhan
Cirebon
dibangun
oleh
Penembahan Girilaya (1650-1662).
Keraton ini menyimpan benda-benda bersejarah
peninggalan Kesultanan Cirebon. Salah diantaranya
adalah kereta kencana yang melambangkan Trisula.
Trisula melambangkan cipta, rasa, dan karya. Kepala
burung garuda melambangkan …..,
Badan burung garuda melambangkan ….….., dan Ekor
burung garuda melambangkan ….……
Dinding keraton dihiasi keramik-keramik dari Belan da
berwarna kebiruan. Di keraton ini terdapat gua
14
(merupakan tempat untuk bersemedi) dengan loronglorong yang sempit. Di dalam gua ini ada patung - yang
menurut mitos, tidak boleh dipegang oleh perawan.
Lorong-lorong dan pintu (mulut gua yang sempitsempit), mengandung makna yang terkait dengan etika
pergaulan, yaitu agar orang-orang muda hormat kepada
yang tua.
Tidak jauh dari Cirebon terdapat kota Kuningan. Di
Kuningan terdapat gedung Linggarjati11, wisata alam,
dan fasilitas rekreasi, seperti permandian alam, kolam
renang yang di dalamnya dipelihara ikan-ikan yang
dikeramatkan.12
3. Kesultanan Banten
Benteng Kesultanan Banten
4. Kerajaan Mataram, 1575-1601 M
Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Penembahan
Senapati (raja pertama kerajaan Mataram Islam, 15751601 M). Kerajaan ini berkembang dengan sangat
cepat hingga menguasai hampir seluruh pulau Jawa,
11Dahulu, gedung Linggarjati digunakan sebagai tempat
perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Belanda untuk memutuskan suatu kedaulatan
rakyat setelah kemerdekaan.
12 Menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa ikan-ikan
di dalam kolam tersebut tidak boleh dimakan oleh orang
Kuningan. Konon, siapa yang memakan ikan tersebut akan
meninggal dunia (Sumber Data: Siaran RCTV, 6 Agustus 2006).
15
dan. memasuki masa kejayaannya saat dipimpin oleh
Sultan Agung Hanyokrokusumo (raja yang sangat
disegani oleh penjajah Belanda atas keberaniannya).
Ada mitos yang menyebutkan bahwa terdapat
hubungan khusus antara raja yang memimpin dengan
sosok penguasa gaib Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul
dipandang sebagai pelindung gaib kerajaan Mataram.
Bahkan hubungan ini hingga sekarang masih tetap
terjaga.
Kerajaan Mataram Islam berdiri sejak runtuhnya
Kesultanan Pajang pada tahun 1982. Riwayatnya
menjadi salah satu episode penting dalam perjalanan
sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusanara karena
peranan penting yang dimainkannya sejak abad ke-16
sampai datangnya penetrasi Barat di Jawa Tengah. Hal
ini terlihat dari semangat raja-rajanya untuk
memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan
penduduk pada wilayah yang dikuasainya, serta
keterlibatan para pemuka agama dalam pengembangan
kebudayaan yang bercorak Islam.
Menurut sebagian ahli sejarah bahwa sebelum kerajaan
Islam terbentuk di daerah Kali Progo telah ada
peradaban yang bercorak Hindu-Buda. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya reruntuhan candi Siwa
dan Buda di sekitar daerah Kedu dan Yogyakarta.
Dalam cerita-cerita babad disebutkan betapa Sultan
Agung telah berhasil membangun ibukota Mataram dan
mendirikan kraton Plered yang seringkali dikaitkan
dengan lahirnya peradaban Jawa. Salah satu
peninggalan yang lagendaris ialah dalam
usaha
menyelaraskan kalender Jawa yang menggunakan
tahun saka dengan kalender Islam yang menggunakan
sistem bulan (hijriah) sebagai kalender resmi
Mataram.13
13 Sistem ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 8
Agustus 1633/1 Muharram 1043 Hijriah.
16
5. Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengapa
Karena
disebut daerah istimewa?
Yogyakarta memiliki sejumlah
potensi alam dan budaya
sehingga
membuat
Yogya
dipandang
sebagai
daerah
istimewa. Di wilayah
ini
pernah
berdiri
kerajaan Mataram Hindu
yang Berjaya pada sekitar abad ke-7 Masehi. Kerajaan
ini dipandang sebagai cikal-bakal dari kerajaankerajaan besar yang ada di Nusantara. Salah satu
peninggalan terbesar pada masa lalu ialah candi
Borobudur dan candi Prambanan.
6. Kerajaan Singasari (1222-1292)
Kertanegara memerintah sejak tahun 1268-1292).
7. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 Raden Wijaya dinobatkan sebagai
raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Masa keruntuhan Majapahit terjadi pada tahun 1400
saka (1478 M). Sumber lain menyebutkan pada tahun
1364 M.
17
8. Kerajaan Sriwjaya
9. Istana Kesultanan Bima
Istana Kesultanan
Bima (Ensiklopedi
Islam Seri 1,
1994:252).
Pintu Gerbang Kesultanan Bima
Ensiklopedi Islam Seri 1,
1994:251).
(
10. Istana Kesultanan Ternate
Istana Kesultanan Ternate, Ambon.
Keraton Buton memiliki tg +12 meter, memiliki 12 buah
pintu gerbang (lawa).
Menurut sejarahnya, kraton Buton dibangun kurang
lebih 7 tahun dengan mengerahkan laki-laki selama
pembangunannya.14
11. Kerajaan Gowa-Tallo
Dalam sejarah disebutkan bahwa Kerajaan Gowa
berdiri sejak awal abad ke-13 hingga rajanya yang
terakhir pada tahun 1947. Kerajaan Gowa tercatat
sebagai kerajaan tertua di samping Luwu dan Bone.
Kerajaan Gowa terletak di wilayah pesisir selatan
Makassar, sedangkan Kerajaan Tallo terletak di wilayah
pesisir utara Makassar.
C. PENINGGALAN SENI RUPA ISLAM
14 Dengan demikian, selama 7 tahun itu, juga terjadi KB
massal, karena tidak ada ibu-ibu yang melahirkan.
18
Bukti-bukti arkeologi Islam di Indonesia banyak dijumpai
di seluruh Nusantara, terutama pada wilayah-wilayah
persebaran kebudayaan Islam pada masa-masa awal
islamisasi. Artifak tersebut menjadi saksi sejarah bahwa
kebudayaan Islam sejak lama ada, tumbuh dan
berkembang di Indonesia.
Peninggalan kerajaan Islam yang paling tua ditemukan
di Sumatera (bekas kerajaan Pasai), di Palembang, dan
di Jawa. Peninggalan itu berupa batu nisan pada
kuburan Islam yang diperkirakan berasal dari abad ke13 Masehi. Batu-batu nisan berukir ini terbuat dari batu
pualam bertuliskan huruf Arab dengan hiasan yang
sangat kaya. Di Jawa, batu nisan yang menyerupai
nisan di Pasai terdapat pada makam Maulana malik
Ibrahim di Gersik yang wafat dan dimakamkan pada
tahun 1419 Masehi. Namun diketahui bahwa batu-batu
nisan tersebut tidak dibuat di Indonesia, tetapi
didatangkan dari Gujarat, India.
Perlu ditambahkan di sini bahwa tidak berkembangnya
seni dekoratif Islam seperti yang berkembang di Persia
dan India karena berhadapan dengan kekayaan seni
dekoratif Indonesia pra-Islam. Seni dekoratif Islam di
Indonesia didominasi oleh stilisasi flora dan fauna
dipadukan dengan bntuk-bentuk geometris. Ornamen
semacam ini juga banyak dijumpai pada dekorasi
interioior bangunan istana kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia, pada benda-benda pusaka kerajaan, seperti
senjata, alat-alat musik, busana kerajaan, dan
sebagainya.
erpaduan semangat Islam dan kesenian etnik Islam
Nusantara telah secara luas membentuk kekayaan
khasanah seni Islam Nusantara. Semangat Islam
adalah kecenderungan pada kejiwaan yang dipengaruhi
nilai-nilai agama Islam. Ungkapannya dapat tampil
dalam berbagai aktivitas, kata-kata, ciptaan audiovisual, musik, arsitektural, dsb. Pertumbuhan arsitektur
19
Islam mempunyai alur
yang sama dengan
perkembangan
kesenian tersebut.
ARSITEKTUR ISLAM DI INDONESIA
Jika kita ingin mengetahui sejarah perkembangan Islam
di Indonesia, salah satunya adalah dengan melihat
bangunan utama umat Islam, yaitu masjid. Dari bangunan
sebuah masjid terseut, lalu kita dapat mengetahui budaya
masyarakat setempat, dan dari proses pembangunannya,
kita dapat mengetahui sejarah perkembangan Islam di
daerah itu.
Dari segi fisik, bangunan masjid yang ada di Indonesia
memperlihatkan adanya akulturasi budaya masyarakat
setempat dan budaya Islam yang datang dari luar.
Berdasarkan sejarahnya, masjid tidak saja sebagai
tempat beribadah, tetapi juga dijadikan sebagai tempat
musyawarah, melakukan syiar Islam, sebagai sarana
pendidikan, sebagai benteng pertahanan umat Islam, dan
sebagainya.
a. Struktur, Bentuk, dan Corak Masjid di Indonesia
Istilah masjid berasal dari kata sajada, yasjudu, yang
berarti bersujud atau menyembah.15 Masjid merupakan
salah satu karya budaya umat Islam dalam bidang
teknologi konstruksi yang telah dirintis sejak masa
permulaannya dan menjadi ciri khas dari suatu negeri
atau kota Islam. Masjid juga merupakan salah satu
corak dan perwujudan perkembangan kesenian Islam
yang dipandang sebagai salah satu kebudayaan Islam
terpenting. Bahkan dapat dipandang sebagai lambang
dan kecintaan umat Islam kepada Tuhannya - sekaligus
sebagai bukti tingkat perkembangan peradaban Islam.
15 Ensiklopedi Islam, Seri 3, 1994, hlm. 169.
20
Sejarah perkembangan bangunan masjid erat kaitannya
dengan perluasan wilayah Islam dan pembangunan
kota-kota baru. Pada masa permulaan perkembangan
Islam ke berbagai negeri, dan ketika umat Islam
menetap di suatu daerah baru, maka salah satu sarana
untuk kepentingan umum yang mereka buat adalah
masjid.
Sisa-sisa peninggalan arkeologis Islam tersebar luas di
Nusantara dalam bentuk bangunan sakral maupun
profan. Diantara yang sakral adalah masjid-masjid
kuno. Dilihat dari bentuk arsitekturnya, menunjukkan ciri
arsitektur sesuai zaman ketika didirikan dengan arti
perlambangannya masing-masing. Meskipun demikian,
terdapat kesan adanya elemen-elemen arsitektural dan
ornamental, yang telah dipadukan antara yang satu
dengan yang lain.
Secara teoritis, munculnya arsitektur masjid di
Indonesia, sangat erat hubungannya dengan kehadiran
masyarakat Muslim. Kedatangan Islam di Indonesia
menurut versi pertama adalah sekitar abad ke-7 atau
ke-8. Versi lain mengatakan baru pada abad ke-13
Masehi. Jika pendapat ini benar, maka seharusnya
pada masa tersebut sudah ada bangunan masjid yang
didirikan. Namun sampai sekarang, belum ditemukan
sisa-sisa peninggalan bangunan masjid dari masa itu
sehingga arsitekturnyapun tidak bisa dibicarakan secara
lebih jauh. Namun jika mengacu pada peninggalan
masjid terkuno di Indonesia, terutama dilihat dari segi
arsitekturnya, menunjukkan ciri-ciri abad ke-16, 17, dan
18 Masehi.
Salah satu ciri khas bentuk bangunan masjid di
Indonesia yang dapat diamati ialah pada umumnya
memiliki atap berbentuk limas, sekalipun ada juga yang
memakai kubah. Atap bentuk limas umumnya dijumpai
pada masjid-masjid tua di pulau Jawa, sedangkan
kubah pada umumnya dijumpai pada masjid-masjid di
21
Sumatera. Kubah itu sendiri tidak memiliki
masa lalu di Indonesia, khsusnya di Jawa.
sejarah
Dilihat dari segi bentuknya, maka corak atau gaya, dan
komponen-komponen masjid di Indonesia ada yang
dipengaruhi oleh (1) gaya seni bangunan IndonesiaHindu dan Jawa, dan (2) gaya bangunan Timur Tengah,
Persia, India dan Eropa. Pengaruh seni bangunan
Indonesia-Hindu dan Jawa tampak pada bentuk dan
konstruksi masjid-masjid tua, seperti pada masjid
Menara Kudus, masjid Agung Demak, masjid Agung
Banten, masjid Agung Yogyakarta. Sedangkan
pengaruh gaya seni bangunan masjid Timur Tengah,
Persia, India, dan Eropa, seperti terlihat pada masjidmasjid tua yang telah direhabilitasi dengan mengganti
atau menambahkan unsur-unsur bangunan tertentu,
dan atau pada masjid-masjid yang didirikan kemudian,
seperti tampak pada masjid-masjid modern.
Ciri khas bangunan masjid-masjid tua di Indonesia pada
umumnya memiliki ruangan bujur sangkar atau persegi
panjang menyerupai bangunan joglo (arsitektur Jawa),
atap bentuk limas tunggal atau bersusun dalam
bilangan ganjil, memiliki empat buah tiang induk (tiang
sokoguru) di tengah-tengah ruangan yang menopang
atap limas (brunjung), pekarangan berdinding, menara
yang terpisah dari bangunan induk.16 Barisan tiang
sekeliling sokoguru menopang atap tumpang yang
menutup ruangan selasar (serambi). Masjid-masjid tua
yang dibangun pada zaman kesultanan pada umumnya
terbuat dari konstruksi kayu.
Mengenai asal mula bentuk atau corak masjid kuno di
Indonesia, ada yang menghubungkan dengan bentuk
Meru dari zaman Majapahit yang dibangun sebelum
penyebaran Islam di Indonesia. Arsitektur masjid-masjid
kuno yang didirikan pada sekitar abad ke-16, 17, dan 18
Masehi mempunyai arti penting dan mendalam. Bukan
16 Nafas Islam, 1991, hlm. 50.
22
hanya sebagai ciri khas dari segi arsitektur tetapi juga
sebagai salah satu daya tarik dalam proses dakwah
Islamiah, yaitu untuk menarik orang-orang yang belum
memeluk Islam supaya berangsur-angsur masuk Islam.
Masjid berbentuk atap Meru dianggap sebagai salah
satu daya tarik yang secara psiologis-religius seakanakan mereka yang baru masuk Islam belum diputuskan
aktivitasnya dengan alam pikiran kepada Meru. Namun
kemudian pola pikir masyarakat muslim secara
berangsur-ansur
berubah
sejalan
dengan
perkembangan zaman. Demikian pula halnya dengan
corak dan bentuk bangunan masjid-masjid di Indonesia
juga mengalami perkembangan dan perubahan, baik
terhadap masjid-masjid tua maupun masjid-masjid yang
didirikan kemudian, kecuali masjid-masjid yang didirikan
oleh Yayasan Muslim Pancasila yang pada umumnya
menyerupai bangunan joglo.
Nama atau julukan dan profil beberapa masjid di
Indonesia antara lain adalah masjid jami’, masjid raya,
dan masjid agung. Masjid jami’ dan masjid raya berarti
masjid yang terpenting dalam suatu wilayah.
Sedangkan masjid Agung biasanya memiliki kaitan
dengan suatu kesultanan atau kerajaan Islam dan
terletak di kompleks istana atau kraton.
Komponen Masjid
Masjid-masjid di Indonesia memiliki unsur-unsur
bangunan, seperti menara, kubah, mihrab, mimbar, dan
beduk yang beradaannya memiliki fungsi yang berbeda.
Kubah
23
Menara
Mihrab
Bagian-bagian masjid: mihrab, kubah,
menara, pintu masuk, dan teras.
Bentuk atap masjid tua di Indonesia.
Menara
Menara adalah bangunan yang bentuknya tinggi
ramping (lebih kecil) jika dibandingkan dengan
bangunan lain yang juga merupakan bagian dari
bangunan tersebut.17 Menara masjid adalah bangunan
yang
berfungsi
sebagai
tempat
untuk
mengumandangkan
azan
yang
mungkin
bisa
disamakan dengan pembunyian lonceng pada gereja.
Kubah
Kubah adalah komponen bangunan masjid yang
ditempatkan pada bagian puncak atap bangunan yang
berfungsi sebagai penutup atap sekaligus sebagai
penanda bangunan masjid.
Bentuk-bentuk kubah di Indonesia bervariasi. Ada yang
berbentuk setengan lingkaran seperti tempurung
kelapa, ada yang berbentuk bawang, dan sebagainya.
17 Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, 1995, hlm. 434.
24
Berdasarkan bentuknya, ada yang membedakan
menjadi 3 tipe, yakni: tipe bentuk umbi, tipe bentuk
bawang, dan tipe bentuk piramid (tipe bentuk runcing).
Pada masa kini, kubah menjadi paradigma baru bagi
masjid di Indonesia, padahal konstruksi kubah di
Indonesia tidak punya sejarah masa lalu. Akhirnya
kubah menjadi sekedar tanda.
Beduk
Beduk, ialah sejenis gendang besar dan panjang,
berbentuk silinder atau cembung simetris, terbuat dari
pohon kayu pilihan dengan ukuran panjang kurang lebih
2 meter atau lebih, mulutnya ada yang ditutupi selembar
membran pada satu sisi atau kedua sisinya dengan
lembaran kulit kerbau.
Beduk pada masjid merupakan ciri khas masjid-masjid
tua di Indonesia. Fungsinya adalah merupakan
pasangan dari menara masjid. Jika beduk ditabuh untuk
memberi tahu tentang masuknya waktu shalat.
Selanjutnya akan dikumandangkan suara azan. Beduk
terbesar sekarang adalah beduk yang terdapat di
masjid Istiqlal Jakarta.18
Beduk
Beduk, ialah sejenis gendang besar dan panjang,
berbentuk silinder atau cembung simetris, terbuat dari
pohon kayu pilihan dengan ukuran panjang kurang lebih
2 meter atau lebih, mulutnya ada yang ditutupi selembar
membran pada satu sisi atau kedua sisinya dengan
lembaran kulit kerbau.
Beduk pada masjid merupakan ciri khas masjid-masjid
tua di Indonesia. Fungsinya adalah merupakan
pasangan dari menara masjid. Jika beduk ditabuh untuk
memberi tahu tentang masuknya waktu shalat.
Selanjutnya akan dikumandangkan suara azan. Beduk
18 Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994, hlm. 175.
25
terbesar sekarang adalah beduk yang terdapat di
masjid Istiqlal Jakarta.19
Kiri: Beduk pada masjid Istiqlal Jakarta.
Kanan: Beduk dan kentongan bersejarah peninggalan Kesultanan
Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.20
Berikut ini
Nusantara.
disajikan
masjid-masjid
bersejarah
dii
1) Masjid Agung Demak
Masjid
Agung
Demak
terletak
di alunalun kota
Demak
(22
kilometer
di
sebelah timur laut Semarang, Jawa Tengah).21
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid
tertua di Indonesia dan paling dihormati di pulau Jawa.
Negara-negara Islam yang bergabung dalam
19 Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994, hlm. 175.
20 Ensiklopedi Islam, Seri 2, 1994, hlm. 248.
21 Ensiklopedi Islam ,Seri 1, 1994, hlm. 300.
26
Organisasi Komferensi Islam (OKI) menetapkan Masjid
Agung Demak sebagai peninggalan kerajaan Islam
pertama di Jawa.
Menurut lagenda, masjid ini didirikan oleh Walisongo
secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Dalam
Babak Demak diceritakan bahwa masjid ini didirikan
pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh
candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”. Pada
mimbar masjid terdapat lambang tahun saka 1401 yang
menunjukkan bahwa masjid ini berdiri pada tahun 1479.
Masjid ini dengan konstruksi kayu jati berukuran 31X31
meter, bagian serambi berukuran 31X15 meter, atap
tengahnya ditopang oleh empat buah tiang utama
(sokoguru) yang dibuat oleh empat Walisongo,
diantaranya ialah Sunan Ampel, Sunan Gunungjati,
Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.22 Saka sebelah
tenggara adalah buatan Sunan Ampel, saka sebelah
barat daya adalah buatan Sunan Gunungjati, saka
sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedangkan
saka sebelah timur laut yang disusun dari beberapa
potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal),
merupakan
sumbangan
dari
Sunan
Kalijaga.
Serambinya dengan delapan buah buah tiang boyongan
merupakan bangunan tambahan pada zaman Adi Pati
Yunus (Pati Unus atau Pangerag Sabrang Lor), Sultan
Demak II (1518-1521), pada tahun 1520.
Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga
memegang peranan yang amat penting. Wali inilah
yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat,
Sunan Kalijaga memperoleh wasiat antarkusuma, yaitu
sebuah bungkusan yang berisi baju. Konon “hadiah dari
Nabi Muhammad Saw yang jatuh dari langit di hadapan
para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid
waktu itu.
22 Ensiklopedi Islam, Seri 1, 1994 : 299-300.
27
Bangunan
masjid
Demak
mempunyai
unsur
kebudayaan Hindu Jawa - dimana bentuk bangunannya
menyerupai atau mirip bangunan candi yang runcing ke
atas. Motif-motif hiasan yang terdapat di dalamnya
tampaknya punya hubungan dengan zaman kerajaan
Majapahit. Dilihat dari segi bentuknya, Masjid Agung
Demak mirip dengan bentuk bangunan Masjid Kraton
Yogyakarta. Ciri lain yang tampak dari bangunan masjid
ini ialah corak masjid “kuburan” yang diliputi oleh
suasana mistik. Atapnya yang bersusun tiga tingkat
(melambangkan Islam, iman, dan ihsan). Jumlah
pintunya sebanyak lima buah (melambangkan rukun
Islam), sedangkan jendelanya berjumlah enam buah
(melambangkan rukun iman).
Pada awalnya, masjid Agung Demak merupakan pusat
kegiatan kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah.
Bangunan ini juga dijadikan markas para wali untuk
bermusyawarah dalam rangka proses islamisasi,
termasuk upacara sekaten. Pada upacara sekaten ini
dibunyikanlah gamelan dan rebana di depan serambi
sehingga
masyarakat
datang
berduyun-duyun
memenuhi depan gapura. Para wali lalu mengadakan
tablik, dan rakyatpun seraya sukarela dituntun
megucapkan dua kalimat syahadat.
2) Masjid Agung Banten
Arsitektur Masjid Agung Banten memperlihatkan
morfologi asalnya, yaitu menyerupai bentuk pura HinduBudha. Ciri lainnya adalah atapnya bersusun lima, yang
semakin ke atas semakin mengecil, sedangkan
menaranya berbentuk seperti mercusuar.23
23 Nafas Islam, 1991: 82.
28
3)
Masjid Kraton Yogyakarta (1773)
Masjid
Kraton
Yogyakarta24 terletak di sebelah barat kompleks AlunAlun Utara. Masjid Kraton Yogyakarta disebut juga
masjid Gedhe Kauman, di sisi sebelah dalam bagian
barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari
kayu, mihrab, dan sebuah bangunan mirip dengan
sangkar yang disebut maksura.
4) Masjid Jami’ Sumenep
Masjid Jami’ Sumenep, Jawa Timur didirikan pada akhir
abad ke-18 yang diparakarsai oleh Adipati Sumenep.
Arsitekturnya merupakan kombinasi dari tiga citra
estetik, yakni kebudayaan Sumenep yang berakar pada
kebudayaan Jawa, budaya Eropa diwakili Belanda dan
Portugis, serta budaya Cina peranakan. Arsiteknya
24 Nafas Islam, 1991, hlm. 90-91.
29
sendiri adalah seorang
peranakan Cina.25
5)
Masjid Ngampel Surabaya
Konstruksi rangka kayu
yang menjadi ciri utama
arsitektur
Nusantara
menampilkan kesan yang
ringan,
namun
rumit
seperti
terlihat
pada
interior masjid Ngampel,
Surabaya.
Masjid Agung Surabaya
6) Masjid Cheng Hoo, Jawa Timur
Masjid Cheng Hoo menampilkan gaya arsitektur
Tiongkok, ornamennya bergaya Tionghoa. Interior
bangunan ini dicat dominan warna merah, hijau, dan
kuning keemasan. Menurut masyarakat Tionghoa dulu
bahwa warna kuning keemasan adalah warna ekslusif
yang hanya boleh digunakan oleh raja.
Arsitekturnya sangat simpel dengan pertimbangan
keterbatasan lahan. Terbatasnya lahan, maka masjid ini
25 Nafas Islam, 1991:90-91).
30
dibangun berlantai dua. Luas bangunan adalah 21 X 11
meter untuk ruang utama, 11 X 9 meter untuk ruang
teras. Bangunan utama dan struktur atapnya berbentuk
segi delapan. Menurut falsafah orang Cina bahwa
delapan sisi maksudnya agar kita selalu mengingat
arah mata angin.
Masjid ini dibangun oleh Cheng Hoo untuk mengenang
warga Tionghoa yang ikut berjuang di Jawa Timur 100
tahun yang lalu.26 Jemaah masjid ini juga kebanyakan
dari warga Tionghoa. Karena keunikan arsitekturnya
sehingga masjid ini banyak dikunjungi oleh wisatawan
mancanegara baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.
7) Masjid Agung Yogyakarta
Masjid
Agung
Yogyakarta di kompleks keraton (berdiri 1773). Masjid
ini memiliki peran penting dalam syiar Islam di Pulau
Jawa.
Masjid Agung Yogyakarta
(Ensiklopedi Islam Seri 2, 1994:250).
8) Masjid Agung Surakarta
26 Sumber: “Jelajah Masjid-Msjid Nusantara”, RCTV, 1 Oktober
2007.
31
Masjid Agung Surakarta memperlihatkan perwujudan
bangunan masjid Indonesia yang luwes dan memiliki
berbagai langgam sekaligus. Gerbang di latar depan
memperlihatkan ciri-ciri arsitektur kolonial, menaranya
bergaya Timur Tengah, sementara masjidnya sendiri
beratap tumpang tradisional.27
9) Masjid Agung Purworejo
Masjid Agung Purwerejo dibangun oleh Bupati
Purwerejo yang pertama, yaitu R.T. Cokronegoro I pada
tahun 1823. Masjid ini selain usianya yang sudah
sangat tua, juga terdapat beduk raksasa yang
dikeramatkan. Konon merupakan beduk terbesar di
Indonesia, yaitu memiliki ukuran panjang sekitar 2,92
meter dan diameternya mencapai 1,94 meter. Rangka
beduk ini terbuat dari bahan kayu jati pandawa yang
telah berusia ratusan tahun.28
10) Masjid Al-Iman Loano
Selain masjid Agung Purworejo, juga ada Masjid AlIman Loano, di Desa Loano, Kecamatan Loano,
Purworejo yang konon diyakini sebagai masjit tertua di
Pulau Jawa. Masjid ini diduga dibangun sebelum
berdirinya masjid Agung Demak. Dalam sejarahnya,
masjid ini dibangun oleh Sunan Kalijaga dan Sunan
Gesang. Ada satu hal yang menjadikan masjid ini
berbeda dengan masjid tua lainnnya. Seperti pada
umumnya masjid-masjid berarsitektur Jawa, masjid
Loano juga memiliki mustaka di puncak atapnya. Hanya
saja, pada ujung mustaka di masjid ini bisa berubahubah arah sekalipun dipasang menancap sangat kuat
dan tidak mudah digerakkan. Bagi masyarakat
setempat, hal ini diyakini sebagai petunjuk mengenai
berbagai peristiwa penting (musibah) yang. Kemana
arah mustika itu menghadap menunjukkan arah
27 Nafas Islam Kebudayaan Indonesia, 1991:66.
28 (Sumber; Majalah Liberty, Desember 2007, hlm. 22-23).
32
terjadinya musibah, dan sejauh ini selalu terbukti.
Misalnya saja peristiwa terjadinya gempa di Yogya barubaru ini, beberapa hari sebelumnya arah mustaka
berubah ke timur.29
11) Masjid Al-Manar Menara Kudus, Jateng (1600 M).
Masjid Al-Manar atau
lazim disebut Masjid
Menara Kudus yang
terletak di pantai
utara Jawa Tengah
(kurang lebih 51
kilometer di sebelah
utara
kota
Semarang)
merupakan
salah
satu masjid tertua di Indonesia yang didirikan pada
tahun 956 H/1549 M (pada masa pemerintahan
Kesultanan Demak).30
Dalam sejarah disebutkan bahwa masjid ini didirikan
oleh Sunan Kudus (Jafar Sadiq) salah seorang dari
sembilan Wali Songo. Masjid ini telah berulang kali
mengalami perubahan/perbaikan sehingga bentuk
aslinya sudah tidak jelas lagi. Kubah masjid merupakan
perluasan terakhir dan menampilkan gaya arsitektur
Moghul. Keunikan masjid ini ialah di sampingnya
terdapat menara yang dikenal dengan menara kudus
tempat menaruh beduk. Bangunan menaranya
menyerupai candi jago yang didirikan pada tahun 1685.
Menara masjid ini adalah sisa sebuah kompleks
percandian Hindu-Buda sebelum penduduknya beralih
menjadi pemeluk Islam pada awal abad ke-16.
29 (Sumber: Majalah Liberty, Desember 2007, hlm. 24).
30 Suptandar, J. Pamudji, “Menara Masjid Al-Manar di Kudus”,
Kompas Minggu, 8 September 2002, hlm. 15.
33
Bangunan penting lainnya yang tedapat di sini ialah
makam Sunan Kudus, gapura, dan tajuk. Makam Sunan
Kudus terletak di sebelah barat masjid dikelilingi oleh
makam-makam para wali, istri Sunan Kudus dan para
pangeran/ahli waris Sunan Kudus.
12) Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal terletak di Taman Wijayakusumah Jakarta
Pusat adalah masjid terbesar di Asia tenggara. Masjid
ini dibangun oleh Presiden pertama RI (Soekarno), dan
menjadi kebanggaan masyarakat Jakarta. Masjid Istiqlal
Jakarta memiliki sejarah yang berhubungan dengan
peristiwa
kemerdekaan
RI.
Istiqlal
artinya
“kemenangan”. Masjid ini dibangun di atas areal seluas
1 ha. Bangunan ini berlantai 5, arsitekturnya mengacu
pada gaya arsitektur modern dengan konstruksi beton
bertulang. Lantai dan dinding berlapis marmar, memiliki
7 buah pintu masuk. Pada pintu utama (depan) terdapat
13 anak tangga. Kubah berbentuk setengah bola
dengan garis tengah 45 meter yang ditopang oleh 17
buah tiang. Jumlah tiang seluruhnya adalah 5000 buah.
Pada masjid ini juga ada beduk besar (berat 2,3 ton,
panjang 3 meter, diameter pada sisi depan 2 meter, sisi
belakang 1,7 meter,).
13) Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung didirikan pada tahun 1812 adalah
salah satu masjid megah - sebagai Pusat Da’wa
Islamiah (PUSDAI) kebanggaan masyarakat Sunda,
Bandung, Jawa Barat.
Awalnya masjid ini hanya berupa bangunan panggung
beratap rumbia dengan konstruksi atap tumpang, lalu
kemudian dirubah menjadi bentuk kubah. Masjid ini
telah mengalami beberapa kali perbaikan dan perluasan
renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2001, yakni
diperluas dengan mengambil sebagian alun-alun
menjadi bangunan tambahan. Masjid ini mengacu pada
34
gaya arsitektur masjid Nabawi di Madinah. Untuk
keserasian bangunan, lalu kemudian di atasnya
ditambahkan dua buah kubah lebih kecil dari kubah
induk. Kubah induk berbentuk setengah bola bergaris
tengah 30 meter yang ditopang oleh tiang-tiang kokoh.
Pada puncak kubah terdapat ornament struktural
seperti yang terdapat pada puncak atap gedung Sate
Bandung.
Pada bangunan lama sengaja dibuat banyak tiangunan
mengelilingi bangunuk menopang beban kubah di
atasnya, juga dibuat balok yang dikonstruksi
menyerupai kotak-kotak melalui konstruksi squinches
(struktur penopang yang dibangun membentang sudutsudut diantara dinding-dinding atau tiang-tiang untuk
menyangga suatu supra struktur yang berada di
atasnya). Lantai dan dinding berlapis marmar. Masjid ini
memiliki 5 buah pintu masuk pada bagian depan
dengan gaya lengkung kubah. Pada pintu utama
(depan) diberi ornamen kaca patri bermotif bunga dan
motif geometri menghiasi jendela-jendela. Di atas pintu
masuk diberi hiasan kaligrafi Arab terbuat dari kayu
ukiran Jepara. Pada dinding bagian atas diberi ornamen
yang terbuat dari susunan batu/tegel berwarna-warni
membentuk hiasan geometri dan kaligrafi gaya Kufi.
14) Masjid Salman ITB, Bandung
Masjid Salman terletak di sebelah selatan Kampus ITB,
Bandung berdampingan dengan Kantin Salman. Masjid
ini tidak memiliki tiang penyangga pada bagian interior
dalam. Lantai dasar terbuat dari kayu jati, kecuali lantai
padabagian teras diberi mamar. Pada bagian belakang
berlantai dua. Ciri khas masjid ini antara lain tidak
memiliki kubah, pada bagian ujung bawah atap
melengkung ke atas menyerupai mangkok yang
sekaligus berfungsi sebagai talang air.
35
Pada halaman depan bangunan berdiri menara setinggi
kurang lebih 70 meter. Masjid ini selalu ramai ditempati
shalat berjamaah oleh warga kampus.
Kiri: Menara Masjid Salman, ITB, Bandung.
15) Masjid Agung At-Tin, TMII
Masjid Agung At-Tin, TMII
16) Masjid Raya Baiturrahman, 1991:52-53).
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (salah satu
masjid terindah di Nusantara yang dibangun pada masa
Kesultanan Aceh, dan diresmikan pada tahun 1881.31
Masjid ini didirikan sebagai pengganti masjid lama yang
telah dibumihanguskan oleh penjajah semasa perang
Aceh.
17) Masjid Agung Bengkulu
31 Ensiklopedi Islam Seri 1, 1994, hlm. 52-53.
36
Masjid Agung Bengkulu32
dengan
kubah
kecil
mengapit
pintu
masuk
bagian muka masjid.
Masjid Agung Bengkulu
(Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994:172).
18) Masjid Raya Medan
Masjid Raya Medan
dibangun pada
puncak kejayaan
Kesultanan Deli
Serdang (awal abad
ke-20). Dalam Buku
Ensiklopedi Islam
Seri 1 (1994 : 170)
disebutkan bahwa
Masjid Raya Medan dibangun oleh Sultan Makmur arRasyid Perkasa Alam sekitar tahun 1873-1924. Di
depan masjid terdapat kompleks pemakaman raja.
Masjid Raya Medan menggunakan selasar terbuka
yang dibatasi rangkaian lengkung berasal dari arsitektur
wangsa Abbasyiah di Spanyol serta panil-panil kaca
timah dari budaya Eropa.
Konstruksi kubah dan dinding pemikul seperti pada
masjid Raya Medan memperlihatkan kesan kokoh dan
kelegaan pandangan (Nafas Islam, 1991:71). Pengaruh
kolonial mencapai puncaknya pada awal abad ini.
32 Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994:172).
37
Pengaruhnya terlihat pula pada masjid-masjid zaman
tersebut.
Masjid Raya Medan dengan kubah khas
(Nafas Islam, 1991 : 58-60).
Masjid Raya Medan dan Makam Raja-Raja.
19)
Masjid Azizi Tanjungpura, Medan
Menara masjid Azizi Tanjung Pura, Medan (Nafas Islam,
1991:80).
20) Masjid Arraudah, Martapura
38
21) Masjid Al-Markas AL-Islami Makassar
22) Masjid Raya Bandung didirikan pada tahun 1812 adalah
salah satu masjid megah - sebagai Pusat Da’wa
Islamiah (PUSDAI) kebanggaan masyarakat Sunda,
Bandung, Jawa Barat.
Masjid Tua di Sulawesi Selatan
Masjid Tua Katangka
Masjid Tua Katangka di Kabupaten Gowa.
39
Masjid Al-Markas
Bentuk atap masjid Al-Markas mengacu dari bentuk atap masjid
Al Hilal-Katangka, Gowa.
Masjid Tua Palopo
Masjid Jami’ Palopo didirikan
pada abad ke-17 (pada masa
pemerintahan Sultan Abdullah).
Struktur dan bentuk asli tampak
pada konstruksi atap yang tidak
menyerupai masjid-masjid di
Arab atau Persia. Atap asli
menyerupai bentuk tumpang. Masjid ini memiliki satu
sokoguru sebagai ciri khasnya, terletak di tengah-tengah
bangunan menopang puncak atap tumpang.33
Masjid Jami’ Palopo.
Masjid Agung Al-Humaerah, Benteng, Selayar
Kiri: Kubah masjid Selayar; Kanan: Menara masjid Selayar setelah
rampung pebangunannya
(Dokumentasi A. Muliati, 2009).
Kiri: Menara masjid Selayar (sementara dalam proses pembanunannya);
Kanan: Menara masjid lama dan menara baru (Dokumentasi Yabu M.,
2008).
Masjid Raya, Soppeng
33 Irfan Mahmud, 2003, hlm. 69.
40
Menara masjid
12. Peninggalan-Peninggalan Penting Lainnya
Peninggalan-peninggalan bersejarah yang cukup
penting artinya dalam sejarah seni rupa Islam yang
penting diketahui antara lain adalah istana raja atau
keraton (Inggris: Palace; Royal palace) serta bendabenda kerajaan yang tersimpan di dalamnya; pintu
gerbang; dan bangunan benteng pertahanan. Artifakartifak tersebut tidak hanya memiliki peranan penting
dalam kehidupan diistana tetapi juga menyimpan nilainilai sejarah, khususnya tentang sejarah seni rupa Islam
di Indonesia.
a. Keraton Cirebon dan Keraton Kesepuhan
Di Cirebon terdapat Keraton Cirebon dan Keraton
Kesepuhan. Dulu, keraton ini disebut Tamansari.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Keraton Kesepuhan
Cirebon dibangun pada abad ke-16 oleh raja pertama
Kesultanan Cirebon (Sunan Gunungjati). Sumber
Portugis menyebutnya Faletehan = Fatahillah. Ia
menjadi raja sejak tahun 1552-1570. Dalam Buku
Ensiklopedi Islam, Seri 1, 1994:273) disebutkan bahwa
Keraton
Kesepuhan
Cirebon
dibangun
oleh
Penembahan Girilaya (1650-1662). Sunan Gunungjati
meninggal di Cirebon, makamnya terletak beberapa
kilometer di luar kota Cirebon, yaitu di atas bukit
Gunungjati.
41
Keraton ini menyimpan benda-benda bersejarah
peninggalan Kesultanan Cirebon. Salah diantaranya
adalah kereta kencana yang melambangkan Trisula.
Trisula melambangkan cipta, rasa, dan karya. Kepala
burung garuda melambangkan ….., badan burung
garuda melambangkan ….….., dan ekor burung garuda
melambangkan ….……
Dinding kraton dihiasi keramik-keramik dari Belanda
berwarna kebiruan. Di keraton ini terdapat gua
(merupakan tempat untuk bersemedi) dengan loronglorong yang sempit. Di dalam gua ini ada patung - yang
menurut mitos, tidak boleh dipegang oleh perawan.
Lorong-lorong dan pintu (mulut gua yang sempitsempit), mengandung makna yang terkait dengan etika
pergaulan, yaitu agar orang-orang muda hormat kepada
yang tua.
Tidak jauh dari Cirebon terdapat kota Kuningan. Di
Kuningan terdapat gedung Linggarjati34, wisata alam,
dan fasilitas rekreasi, seperti permandian alam, kolam
renang yang di dalamnya dipelihara ikan-ikan yang
dikeramatkan. Menurut kepercayaan masyarakat
setempat bahwa ikan-ikan di dalam kolam tersebut tidak
boleh dimakan oleh orang Kuningan. Konon, siapa yang
memakan ikan tersebut akan meninggal dunia (Siaran
RCTV, 6 Agustus 2006).
1.
2.
Keraton …
Keraton ….
a.
Masjid Agung Bengkulu
34 Dahulu, gedung Linggarjati digunakan sebagai tempat
perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Belanda untuk memutuskan suatu kedaulatan
rakyat setelah kemerdekaan (Sumber Data: RCTV, 6 Agustus
2006 pukul 07.30 pagi/Siaran Melancong).
42
Masjid Agung Bengkulu dengan kubah kecil
mengapit pin
PENDAHULUAN
Tinjauan Sosial Budaya
1
Masyarakat Indonesia
pada Awal Kedatangan
Islam
Penduduk Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam
sukubangsa mempunyai struktur pemerintahan yang
bersifat khusus kedaerahan, struktur ekonomi, dan sosial
budaya yang berbeda-beda.
Sukubangsa yang hidup dan bertempat tinggal di
pedalaman memiliki budaya yang masih murni dan belum
banyak mengalami percampuran budaya dari luar jika
dibandingkan dengan sukubangsa yang bermukim di
daerah pesisir pantai, terutama yang dekat dengan kota
pelabuhan. Mereka yang berdiam di wilayah pesisir pantai
cenderung menunjukkan ciri-ciri kehiduapan sosial budaya
yang majemuk karena adanya percampuran dengan
budaya dari luar.
Pada masa awal kedatangan dan tersebarnya
agama Islam di tanah air, khususnya di wilayah Indonesia
Barat terdapat kerajaan-kerajaan yang bercorak IndonesiaHindu. Di Sumatera pada waktu itu terdapat kerajaan
Sriwijaya dan Melayu, di pulau Jawa terdapat kerajaan
Majapahit dan Sunda, di Bali terdapat kerajaan bercorak
Hindu. Sementara di wilayah Indonesia Timur seperti
Kalimantan terdapat kerajaan Negara, Daha, dan Kutai.
Sedangkan pada Sulawesi Selatan terdapat kerajaan
Gowa-Tallo, Wajo, dan Bone. Kerajaan-kerajaan ini tidak
banyak mendapat pengaruh Hindu tatapi masih memiliki
kepercayaan lama (asli) yang mengacu pada adat-istiadat
leluhur, yakni dengan menyembah berhala. Bahkan sampai
1
sekarang kepercayaan seperti itu pada beberapa wilayah
pedalaman masih tampak.
Menurut catatan pengembaraan Tome Pires
(seorang penulis asing Portugis) dalam kunjungannya ke
Indonesia pada sekitar tahun 1512-1515 menyebutkan
bahwa di Sulawesi pada waktu itu terdapat kurang lebih 50
buah kerajaan yang menyembah berhala.1
Salah satu kepercayaan lama yang dimaksud
tampak dalam tata cara penguburan yang masih mengikuti
tradisi masa prasejarah. Pada masyarakat Gowa misalnya
jenasah dikubur dengan arah hadap timur-barat dan pada
makamnya disertakan sejumlah bekal kubur bagi jenazah
bangsawan atau orang-orang terkemuka.
Pada abad-abad awal kedatangan dan penyebaran
Islam di daerah Maluku dan Kalimantan masih terdapat
beberapa kelompok masyarakat yang membuat patung dari
kayu atau batu untuk menghormati arwah nenek moyang.
Pada masa pra-Hindu di Indonesia terdapat
kepercayaann berupa pemujaan kepada arwah nenek
moyang yang biasanya diwujudkan dalam bentuk patung
yang diukir yang ditempatkan di atas punden berundak.
Tradisi seperti ini sampai sekarang masih ditemukan di
Nias dan Flores.
Tome Pires ketika mengunjungi kepulauan Maluku
(sekitar abad ke-16) melaporkan bahwa di kepulauan
Maluku masih ditemukan beberapa masyarakat non-Islam
serta beberapa diantaranya tidak mendapat pengaruh
Hindu.
Salah satu bukti kedatangan Islam di Indonesia
dapat ditunjukkan dengan ditemukannya batu nisan pada
makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang
berangka tahun 425 H/1082 Masehi.2
Pengaruh India dan Islam di Indo-Malaysia (hlm. 202)
1 Notosusanto, dkk., 1992: 11.
2 Notosusanto, dkk., 1992:12.
2
Gejala Indianisasi dan Islamisasi di Asia Tenggara
telah lama menjadi kajian utama di bidang sejarah. Ini
dibuktikan dengan penemuan benda-benda arkeologis,
yakni berupa tembikar India di Sembiran, Bali, tembikar
Cina, serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han
dan zaman sesudahnya yang ditemukan di Sumatera
bagian selatan dan di Jawa bagian timur.
Pengaruh India dan Islam di Indo-Malaysia,
terutama di kawasan barat dan timur selama 1500 sampai
2000 tahun yang lalu. Para ahli sejarah berpendapat bahwa
proses Indianisasi dalam bidang agama dan politik di
lingkungan istana telah berkembang beberapa abad
setelah masa perdagangan awal antara India dan
Indonesia.3 Bukti-bukti tertua yang menunjukkan bahwa
para penguasa pribumi dari negara-negara perdagangan di
Indo-Malaysia mulai meniru raja-raja Pallawa dari Tamil
Nadu dan raja-raja sejaman muncul sekitar abad ke-5
ketika prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta yang ditulis
dengan aksara Pallawa mencatat nama raja-raja yang
menggunakan nama gelar dengan akhiran nama
Sansekerta, yaitu:
warman, seperti Mulawarman,
Purnawarman, dll. Warman, artinya yang dilindungi oleh.
Menjelang abad ke-7, sumber pengaruh India Utara dan
kerajaan Pala dari Bengal, dan saat itulah untuk pertama
kalinya kerajaan-kerajaan yang jelas telah dipengaruhi
budaya India. Ini dibuktikan dengan monumen-monumen
bercorak Hindu dan Budha mulai bermunculan di
kepulauan Indonesia.4
Negara perdagangan Sriwijaya yang beragama
Budha di Sumatera yang didirikan sekitar tahun 670,
mungkin merupakan pusat dari suatu kelompok kota
dagang yang saling berhubungan di Sumatera bagian timur
(khususnya di Palembang) dan Semenanjung Malaka.
Meskipun Sriwijaya tidak mempunyai tinggalan arkeologis,
3 Peter Bellwood, 2000: 203.
4 Bernet Kempers, 1959.,
3
namun terdapat penemuan baru, berupa keramik yang
bertarikh antara abad ke-8 dan ke-13 dari Palembang.5
Kerajaan-kerajaan agraris Jawa terkenal dengan
monumen-monumen yang megah, seperti stupa besar
Borobudur yang dibangun oleh Dinasti Sailendra pada abad
ke-8 atau awal abad ke-9, sedangkan candi-candi bercorak
Hindu dibangun tidak lama setelah itu di daerah
Prambanan. Setelah 930 M, pusat pemerintahan kerajaan
Jawa begeser ke Jawa Timur dan mencapai puncaknya
dengan kehadiran Majapahit pada abad ke-14 yang
akhirnya mundur di bawah tekanan agama Islam.
Peran para Brahmana dalam proses Indianisasi
Peran para Brahmana dalam proses Indianisasi, penting
sekali dan jauh melebihi peran para pedagang. Karena itu,
agama Hindu dan Budha yang menjadi dasar kerajaankerajaan di Nusantara hampir dipastikan dibawa masuk ke
kepulauan Nusantara oleh para Brahmana Hindu dan
pemeluk Budha terpelajar untuk memperkuat kekuasaan
mereka. Lalu didirikanlah bangunan berarsitektur
peradaban Hindu-Budha.6
Secara geografis, dampak pengaruh India di kepulauan
Indonesia terpusat pada negeri-negeri sekitar Selat Malaka
dan Laut Jawa. Karena itu, pengaruh India yang paling kuat
ada di Sumatera bagian timur, Semenanjung Malaka
bagian barat (kecuali Nias dan Mentawai), Jawa, dan Bali,
serta sedikit di Kalimantan bagian Timur melalui kerajaan
Kutai. Sulawesi, Sunda Kecil, dan Maluku tidak secara
mendalam terpengaruh oleh peradaban India.7
5 Peter Bellwood, 2000: 203.
6 Boash 1961 dalam Peter Bellwood, 2000: 204.
7 Peter Bellwood, 2000: 205.
4
Pengaruh kebudayaan India yang sesungguhnya
sepanjang kurun waktu tersebut terlihat jelas pada prasastiprasasti berbahasa Melayu Kuno (Jawa kuno), serta pada
desain bangunan berteras Borobudur, atapun dalam
konsep-konsep kosmologi tertentu. Kini satu-satunya
kelompok etnis di Asia Tenggara yang masih
mempertahankan
tradisi Hindu meskipun dengan
perubahan-perubahan adalah masyarakat Bali.
Pengaruh Islam di Indo-Malaysia
Selain agama Hindu dan Budha, agama lain yang
berpengaruh kuat di Nusantara pada zaman sebelum
kedatangan bangsa Eropa adalah Islam. Kesultanankesultanan besar terjadi sekitar seabad sebelum
kedatangan bangsa Portugis menjelang abad ke-8,
komunitas-komunitas Arab dan Persia Muslim sudah
menetap sebagai pedagang di Guang Zhou (Kanton) dan
kota-kota Cina sebelah selatan. Penyebaran Islam ke
Indonesia terjadi beberapa abad kemudian. Bukti linguistik
menunjukkan bahwa kosakata pinjaman dari bahasa Arab
dan Persia dalam bahasa-bahasa Austronesia sebagian
besar datang langsung dari India.8 Menjelang akhir abad
ke-13, pengaruh Islam sudah cukup kuat di Sumatera
Utara. Sebuah batu nisan yang ditemukan di pantai barat
laut pulau tersebut diyakini bertarikh 1206 memperkuat
sejarah masuknya Islam di Nusantara ini.9
Selama abad ke-14, sejumlah kesultanan Islam
berkembang di Nusantara, dan pada tahun 1400 sampai
dengan tumbuhnya kekuasaan Portugis pada awal abad
ke-16 penyebaran Islam terjadi dengan sangat cepat,
terutama di Semenanjung Malaka, pantai utara Jawa,
Banjarmasin di Kalimantan, dan pulau-pulau Ternate dan
Tidore. Pada abad ke-17 adalah di Makassar dan Bugis di
Sulawesi Selatan.
8 Hall 1977 dalam Wood, 2000: 206.
9 Ambary, 1981 dalam Wood, 2000: 207.
5
6
PERKEMBANGAN SENI RUPA ISLAM DI
INDONESIA
Keragaman kebudayaan Nusantara yang ada dan proses
akulturasi yang wajar menumbuhkan budaya Islam
Nusantara yang beragam, kaya dan mempesona.
Keragaman tersebut antara lain dapat dilihat dalam
berbagai cabang kesenian (sastra, musik, tari, seni rupa,
arsitektur, film, dsb). Dalam suplemen ini, keragaman
budaya Islam Nusantara secara khusus dibatasi pada
bidang seni rupa, khususnya seni bangunan yang bercorak
Islam.
A.
Awal Kesenian
Indonesia
dan
Kebudayaan
Islam
di
Membicarakan
awal
masuknya
kesenian
dan
kebudayaan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari
pembicaraan
mengenai
awal
masuk
dan
berkembangnya agama Islam itu sendiri. Emile
Durkhaim mengemukakan bahwa agama dan budaya
merupakan dua produk sosial dari masyarakat yang
menyatu dan tak dapat dipisahkan.10
Mengenai awal pertumbuhan Islam di Indonesia, sulit
dipastikan karena masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia di sekitar abad ke-13 Masehi tidak ditandai
dengan penaklukan suatu kerajaan atau peristiwa besar
lainnya. Islam menyebar di Indonesia melalui para
pedagang Gujarat yang berlayar dari India. Karena itu
hampir tidak ada dokumen atau catatan kuat yang
menandai peristiwa besar tersebut yang bisa dijadikan
patokan untuk menandai awal penyebaran kebudayaan
Islam di Indonesia. Namun demikian, Islam telah
mewarnai proses pembentukan kebudayaan dan
kesenaian Indonesia. Saudagar-saudagar asing dapat
dikatakan sangat berperan dalam proses pembentukan
kebudayaan bangsa Indonesia. Para saudagar Arab
10 The Elementary Forms of the Relegious Life, 1954.
7
ternyata tidak hanya menularkan sistem norma dan
etika religius belaka, tetapi juga mengenalkan corak
kebudayaan, termasuk kesenian yang telah mentradisi
dalam kehidupan mereka.
Dalam kaitannya dengan proses islamisasi, telah
berkembang berbagai pemikiran tentang Islam di
Nusantara. Ada yang menduga bahwa Islam telah mulai
menyebar di Nusantara pada abad I Hijriah dengan
alasan bahwa pada waktu itu para pedagang Arab juga
telah aktif dalam perdagangan jarak jauh, yang
melintasi perairan di kepulauan Indonesia. Hanya saja,
bukti-bukti yang sahih memang belum didapatkan.
Semuanya hanya bersifat dugaan (inferensi) saja. Batubatu nisan dari abad ke-11 di Jawa Timur memberikan
kesaksian bahwa pada waktu itu telah ada pemukiman
komunitas yang beragama Islam. Namun tak ada
jaminan bahwa ketika itulah agama Islam telah
berkembang karena pada waktu yang sama, bahkan
lebih awal lagi, batu nisan orang-orang Muslim, juga
didapatkan di Canton (Cina Selatan), tetapi Islam malah
berkembang di Cina Timur. Kita baru merasa pasti
bahwa Islam tak hanya datang dan membentuk
komunitas (sebagai diisyaratkan oleh batu nisan
tersebut), tetapi juga berkembang dan menyebar
setelah pusat kekuasaan Islam berdiri.
Mengenai awal pertumbuhan Islam di Indonesia, sulit
dipastikan karena masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia di sekitar abad ke-13 Masehi tidak ditandai
dengan penaklukan suatu kerajaan atau peristiwa besar
lainnya. Islam menyebar di Indonesia melalui para
pedagang Gujarat yang berlayar dari India. Karena itu
hampir tidak ada dokumen atau catatan kuat yang
menandai peristiwa besar tersebut yang bisa dijadikan
acuan dasar untuk menandai awal penyebaran
kebudayaan Islam di Indonesia.
8
Namun demikian, Islam telah mewarnai proses
pembentukan kebudayaan dan kesenaian Indonesia.
Saudagar-saudagar asing dapat dikatakan sangat
berperan dalam proses pembentukan kebudayaan
bangsa Indonesia. Para saudagar Arab ternyata tidak
hanya menularkan sistem norma dan etika religius
belaka, tetapi juga mengenalkan corak kebudayaan,
termasuk kesenian yang telah mentradisi dalam
kehidupan mereka.
Dalam kaitannya dengan proses islamisasi, telah
berkembang berbagai pemikiran tentang Islam di
Nusantara. Ada yang menduga bahwa Islam telah mulai
menyebar di Nusantara pada abad I Hijriah dengan
alasan bahwa pada waktu itu para pedagang Arab juga
telah aktif dalam perdagangan jarak jauh, yang
melintasi perairan di kepulauan Indonesia. Hanya saja,
bukti-bukti yang sahih memang belum didapatkan.
Semuanya hanya bersifat dugaan (inferensi) saja. Batubatu nisan dari abad ke-11 di Jawa Timur memberikan
kesaksian bahwa pada waktu itu telah ada pemukiman
komunitas yang beragama Islam. Namun tak ada
jaminan bahwa ketika itulah agama Islam telah
berkembang karena pada waktu yang sama, bahkan
lebih awal lagi, batu nisan orang-orang Muslim, juga
didapatkan di Canton (Cina Selatan), tetapi Islam malah
berkembang di Cina Timur. Kita baru merasa pasti
bahwa Islam tak hanya datang dan membentuk
komunitas (sebagai diisyaratkan oleh batu nisan
tersebut), tetapi juga berkembang dan menyebar
setelah pusat kekuasaan Islam berdiri.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis (batu nisan di
Samudera-Pasai), dan historiografi tradisional seperti
hikayat raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu, serta
berita-berita asing seperti dari Marco Polo, dan Ibn
Batutah (pengembara bangsa Arab) yang bertarikh
1345 Masehi dengan tingkat kepastian sejarah yang
tinggi, dapatlah dikatakan bahwa kerajaan Islam telah
9
berdiri pada akhir abad ke-13 (1345 Masehi) di pulau
Sumatera yang diperintah oleh seorang raja yang
bernama Malikul Thahir. Pada waktu yang bersamaan,
kerajaan Hindu-Budha, juga berdiri di pulau Jawa
(Majapahit).
Dalam Sejarah Kebudayaan Indonesia tercatat pula
bahwa pada awal abad ke-13 Masehi, terdapat sebuah
kerajaan di Sumatera Utara yang berpusat di Pasai.
Melalui bandar Samudera Pasai ini, saudagar-saudagar
Gujarat masuk dengan tujuan bedagang sambil
menyebarkan agama Islam. Dokumen tersebut
menunjukkan bahwa pada masa itu terdapat kerajaan di
Sumatera yang diperintah oleh seorang raja beragama
Islam. Dalam catatan tersebut terungkap pula bahwa
tulisan Arab sudah dikenal di lingkungan terbatas sejak
abad ke-13 Masehi.
Skema Perkembangan Sejarah Seni Rupa di
Indonesia
Prasejarah
Hindu-Buda
(Klasik)
Islam
10
Moderen
Modern
11
SULAWESI & SEKITARNYA
Prasejarah
Islam
Moderen
Modern
KEPERCAYAAN
MASYARAKAT
Kepercayaan Lama
Animisme
Agama
Baru
Dinamis
me
Hindu &
Buda
Kosmologi
Masuknya Islam di Indonesia
Sumatera (abad 7/13) )
Jawa (abad 13)
Sulsel 1603-1605
12
Islam
Luwu 1603
Tiro 1604
Gowa 1605
Soppeng 1605/1609
Wajo 1610
Bone 1611
Buton dan Sumbawa (1628)
Kalimantan Selatan (1550)
B.
Pusat-Pusat Pekembangan Kebudayaan dan
Kesenian Islam di Indonesia
Pada mulanya, kebudayaan dan kesenian Islam di
Indonesia berpusat di istana kerajaan atau keraton,
khususnya pada wilayah kesultanan atau kerajaan
penting yang pernah jaya pada zamannya.
1. Kesultanan Demak
Dalam sejarah disebutkan bahwa Kesultanan Demak
merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa (berdiri
tahun 1500-1550), didirikan oleh Raden Fatah 15001518), bangsawan kerajaan Majapahit (Ensiklopedi
Islam, Seri 1, 1994:297). Peninggalan-peninggalan
terpenting antara lain makam-makam keturunan Sunan
Kalijaga Demak, Masjid Agung Demak (masjid tertua di
Indonesia).
Wali Songo (sembilan ulama besar) yang dianggap
keramat, merupakan kelompok penasihat raja Demak
dalam soal-soal agama dan dalam situasi tertentu
menjadi penasihat politik raja. Tradisi menyebutkan
antara lain bahwa mukjizat Sunan Kalijaga dapat
mengubah bongkahan batu menjadi emas. Sunan Giri
dan Sunan Bonang dapat berjalan di atas air laut.
Kesaktian-kesktian
tersebut
digunakan
untuk
penyebaran agama Islam, terutama untuk membuat
13
keheranan orang yang amsih urang percaya dan untuk
menundukkan kesaktian pada musuh.
2. Kesultanan Cirebon
Dalam sejarah
disebutkan bahwa
raja pertama
kesultanan Cirebon
ialah Sunan
Gunung Jati.
Sumber Portugis
menyebutnya
Faletehan = Fatahillah. Ia menjadi raja sejak tahun
1552-1570. Sunan Gunung Jati meninggal di Cirebon
dan makamnya terletak di luar kota Cirebon, yaitu di
atas bukit Gunungjati.
Di Cirebon terdapat Keraton Cirebon dan Keraton
Kesepuhan. Dulu, keraton ini disebut Tamansari.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Keraton Kesepuhan
Cirebon dibangun pada abad ke-16 oleh raja pertama
Kesultanan Cirebon (Sunan Gunungjati). Sumber
Portugis menyebutnya Faletehan = Fatahillah. Ia
menjadi raja sejak tahun 1552-1570. Dalam Buku
Ensiklopedi Islam, Seri 1, 1994: 273) disebutkan bahwa
Keraton
Kesepuhan
Cirebon
dibangun
oleh
Penembahan Girilaya (1650-1662).
Keraton ini menyimpan benda-benda bersejarah
peninggalan Kesultanan Cirebon. Salah diantaranya
adalah kereta kencana yang melambangkan Trisula.
Trisula melambangkan cipta, rasa, dan karya. Kepala
burung garuda melambangkan …..,
Badan burung garuda melambangkan ….….., dan Ekor
burung garuda melambangkan ….……
Dinding keraton dihiasi keramik-keramik dari Belan da
berwarna kebiruan. Di keraton ini terdapat gua
14
(merupakan tempat untuk bersemedi) dengan loronglorong yang sempit. Di dalam gua ini ada patung - yang
menurut mitos, tidak boleh dipegang oleh perawan.
Lorong-lorong dan pintu (mulut gua yang sempitsempit), mengandung makna yang terkait dengan etika
pergaulan, yaitu agar orang-orang muda hormat kepada
yang tua.
Tidak jauh dari Cirebon terdapat kota Kuningan. Di
Kuningan terdapat gedung Linggarjati11, wisata alam,
dan fasilitas rekreasi, seperti permandian alam, kolam
renang yang di dalamnya dipelihara ikan-ikan yang
dikeramatkan.12
3. Kesultanan Banten
Benteng Kesultanan Banten
4. Kerajaan Mataram, 1575-1601 M
Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Penembahan
Senapati (raja pertama kerajaan Mataram Islam, 15751601 M). Kerajaan ini berkembang dengan sangat
cepat hingga menguasai hampir seluruh pulau Jawa,
11Dahulu, gedung Linggarjati digunakan sebagai tempat
perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Belanda untuk memutuskan suatu kedaulatan
rakyat setelah kemerdekaan.
12 Menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa ikan-ikan
di dalam kolam tersebut tidak boleh dimakan oleh orang
Kuningan. Konon, siapa yang memakan ikan tersebut akan
meninggal dunia (Sumber Data: Siaran RCTV, 6 Agustus 2006).
15
dan. memasuki masa kejayaannya saat dipimpin oleh
Sultan Agung Hanyokrokusumo (raja yang sangat
disegani oleh penjajah Belanda atas keberaniannya).
Ada mitos yang menyebutkan bahwa terdapat
hubungan khusus antara raja yang memimpin dengan
sosok penguasa gaib Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul
dipandang sebagai pelindung gaib kerajaan Mataram.
Bahkan hubungan ini hingga sekarang masih tetap
terjaga.
Kerajaan Mataram Islam berdiri sejak runtuhnya
Kesultanan Pajang pada tahun 1982. Riwayatnya
menjadi salah satu episode penting dalam perjalanan
sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusanara karena
peranan penting yang dimainkannya sejak abad ke-16
sampai datangnya penetrasi Barat di Jawa Tengah. Hal
ini terlihat dari semangat raja-rajanya untuk
memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan
penduduk pada wilayah yang dikuasainya, serta
keterlibatan para pemuka agama dalam pengembangan
kebudayaan yang bercorak Islam.
Menurut sebagian ahli sejarah bahwa sebelum kerajaan
Islam terbentuk di daerah Kali Progo telah ada
peradaban yang bercorak Hindu-Buda. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya reruntuhan candi Siwa
dan Buda di sekitar daerah Kedu dan Yogyakarta.
Dalam cerita-cerita babad disebutkan betapa Sultan
Agung telah berhasil membangun ibukota Mataram dan
mendirikan kraton Plered yang seringkali dikaitkan
dengan lahirnya peradaban Jawa. Salah satu
peninggalan yang lagendaris ialah dalam
usaha
menyelaraskan kalender Jawa yang menggunakan
tahun saka dengan kalender Islam yang menggunakan
sistem bulan (hijriah) sebagai kalender resmi
Mataram.13
13 Sistem ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 8
Agustus 1633/1 Muharram 1043 Hijriah.
16
5. Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengapa
Karena
disebut daerah istimewa?
Yogyakarta memiliki sejumlah
potensi alam dan budaya
sehingga
membuat
Yogya
dipandang
sebagai
daerah
istimewa. Di wilayah
ini
pernah
berdiri
kerajaan Mataram Hindu
yang Berjaya pada sekitar abad ke-7 Masehi. Kerajaan
ini dipandang sebagai cikal-bakal dari kerajaankerajaan besar yang ada di Nusantara. Salah satu
peninggalan terbesar pada masa lalu ialah candi
Borobudur dan candi Prambanan.
6. Kerajaan Singasari (1222-1292)
Kertanegara memerintah sejak tahun 1268-1292).
7. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 Raden Wijaya dinobatkan sebagai
raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Masa keruntuhan Majapahit terjadi pada tahun 1400
saka (1478 M). Sumber lain menyebutkan pada tahun
1364 M.
17
8. Kerajaan Sriwjaya
9. Istana Kesultanan Bima
Istana Kesultanan
Bima (Ensiklopedi
Islam Seri 1,
1994:252).
Pintu Gerbang Kesultanan Bima
Ensiklopedi Islam Seri 1,
1994:251).
(
10. Istana Kesultanan Ternate
Istana Kesultanan Ternate, Ambon.
Keraton Buton memiliki tg +12 meter, memiliki 12 buah
pintu gerbang (lawa).
Menurut sejarahnya, kraton Buton dibangun kurang
lebih 7 tahun dengan mengerahkan laki-laki selama
pembangunannya.14
11. Kerajaan Gowa-Tallo
Dalam sejarah disebutkan bahwa Kerajaan Gowa
berdiri sejak awal abad ke-13 hingga rajanya yang
terakhir pada tahun 1947. Kerajaan Gowa tercatat
sebagai kerajaan tertua di samping Luwu dan Bone.
Kerajaan Gowa terletak di wilayah pesisir selatan
Makassar, sedangkan Kerajaan Tallo terletak di wilayah
pesisir utara Makassar.
C. PENINGGALAN SENI RUPA ISLAM
14 Dengan demikian, selama 7 tahun itu, juga terjadi KB
massal, karena tidak ada ibu-ibu yang melahirkan.
18
Bukti-bukti arkeologi Islam di Indonesia banyak dijumpai
di seluruh Nusantara, terutama pada wilayah-wilayah
persebaran kebudayaan Islam pada masa-masa awal
islamisasi. Artifak tersebut menjadi saksi sejarah bahwa
kebudayaan Islam sejak lama ada, tumbuh dan
berkembang di Indonesia.
Peninggalan kerajaan Islam yang paling tua ditemukan
di Sumatera (bekas kerajaan Pasai), di Palembang, dan
di Jawa. Peninggalan itu berupa batu nisan pada
kuburan Islam yang diperkirakan berasal dari abad ke13 Masehi. Batu-batu nisan berukir ini terbuat dari batu
pualam bertuliskan huruf Arab dengan hiasan yang
sangat kaya. Di Jawa, batu nisan yang menyerupai
nisan di Pasai terdapat pada makam Maulana malik
Ibrahim di Gersik yang wafat dan dimakamkan pada
tahun 1419 Masehi. Namun diketahui bahwa batu-batu
nisan tersebut tidak dibuat di Indonesia, tetapi
didatangkan dari Gujarat, India.
Perlu ditambahkan di sini bahwa tidak berkembangnya
seni dekoratif Islam seperti yang berkembang di Persia
dan India karena berhadapan dengan kekayaan seni
dekoratif Indonesia pra-Islam. Seni dekoratif Islam di
Indonesia didominasi oleh stilisasi flora dan fauna
dipadukan dengan bntuk-bentuk geometris. Ornamen
semacam ini juga banyak dijumpai pada dekorasi
interioior bangunan istana kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia, pada benda-benda pusaka kerajaan, seperti
senjata, alat-alat musik, busana kerajaan, dan
sebagainya.
erpaduan semangat Islam dan kesenian etnik Islam
Nusantara telah secara luas membentuk kekayaan
khasanah seni Islam Nusantara. Semangat Islam
adalah kecenderungan pada kejiwaan yang dipengaruhi
nilai-nilai agama Islam. Ungkapannya dapat tampil
dalam berbagai aktivitas, kata-kata, ciptaan audiovisual, musik, arsitektural, dsb. Pertumbuhan arsitektur
19
Islam mempunyai alur
yang sama dengan
perkembangan
kesenian tersebut.
ARSITEKTUR ISLAM DI INDONESIA
Jika kita ingin mengetahui sejarah perkembangan Islam
di Indonesia, salah satunya adalah dengan melihat
bangunan utama umat Islam, yaitu masjid. Dari bangunan
sebuah masjid terseut, lalu kita dapat mengetahui budaya
masyarakat setempat, dan dari proses pembangunannya,
kita dapat mengetahui sejarah perkembangan Islam di
daerah itu.
Dari segi fisik, bangunan masjid yang ada di Indonesia
memperlihatkan adanya akulturasi budaya masyarakat
setempat dan budaya Islam yang datang dari luar.
Berdasarkan sejarahnya, masjid tidak saja sebagai
tempat beribadah, tetapi juga dijadikan sebagai tempat
musyawarah, melakukan syiar Islam, sebagai sarana
pendidikan, sebagai benteng pertahanan umat Islam, dan
sebagainya.
a. Struktur, Bentuk, dan Corak Masjid di Indonesia
Istilah masjid berasal dari kata sajada, yasjudu, yang
berarti bersujud atau menyembah.15 Masjid merupakan
salah satu karya budaya umat Islam dalam bidang
teknologi konstruksi yang telah dirintis sejak masa
permulaannya dan menjadi ciri khas dari suatu negeri
atau kota Islam. Masjid juga merupakan salah satu
corak dan perwujudan perkembangan kesenian Islam
yang dipandang sebagai salah satu kebudayaan Islam
terpenting. Bahkan dapat dipandang sebagai lambang
dan kecintaan umat Islam kepada Tuhannya - sekaligus
sebagai bukti tingkat perkembangan peradaban Islam.
15 Ensiklopedi Islam, Seri 3, 1994, hlm. 169.
20
Sejarah perkembangan bangunan masjid erat kaitannya
dengan perluasan wilayah Islam dan pembangunan
kota-kota baru. Pada masa permulaan perkembangan
Islam ke berbagai negeri, dan ketika umat Islam
menetap di suatu daerah baru, maka salah satu sarana
untuk kepentingan umum yang mereka buat adalah
masjid.
Sisa-sisa peninggalan arkeologis Islam tersebar luas di
Nusantara dalam bentuk bangunan sakral maupun
profan. Diantara yang sakral adalah masjid-masjid
kuno. Dilihat dari bentuk arsitekturnya, menunjukkan ciri
arsitektur sesuai zaman ketika didirikan dengan arti
perlambangannya masing-masing. Meskipun demikian,
terdapat kesan adanya elemen-elemen arsitektural dan
ornamental, yang telah dipadukan antara yang satu
dengan yang lain.
Secara teoritis, munculnya arsitektur masjid di
Indonesia, sangat erat hubungannya dengan kehadiran
masyarakat Muslim. Kedatangan Islam di Indonesia
menurut versi pertama adalah sekitar abad ke-7 atau
ke-8. Versi lain mengatakan baru pada abad ke-13
Masehi. Jika pendapat ini benar, maka seharusnya
pada masa tersebut sudah ada bangunan masjid yang
didirikan. Namun sampai sekarang, belum ditemukan
sisa-sisa peninggalan bangunan masjid dari masa itu
sehingga arsitekturnyapun tidak bisa dibicarakan secara
lebih jauh. Namun jika mengacu pada peninggalan
masjid terkuno di Indonesia, terutama dilihat dari segi
arsitekturnya, menunjukkan ciri-ciri abad ke-16, 17, dan
18 Masehi.
Salah satu ciri khas bentuk bangunan masjid di
Indonesia yang dapat diamati ialah pada umumnya
memiliki atap berbentuk limas, sekalipun ada juga yang
memakai kubah. Atap bentuk limas umumnya dijumpai
pada masjid-masjid tua di pulau Jawa, sedangkan
kubah pada umumnya dijumpai pada masjid-masjid di
21
Sumatera. Kubah itu sendiri tidak memiliki
masa lalu di Indonesia, khsusnya di Jawa.
sejarah
Dilihat dari segi bentuknya, maka corak atau gaya, dan
komponen-komponen masjid di Indonesia ada yang
dipengaruhi oleh (1) gaya seni bangunan IndonesiaHindu dan Jawa, dan (2) gaya bangunan Timur Tengah,
Persia, India dan Eropa. Pengaruh seni bangunan
Indonesia-Hindu dan Jawa tampak pada bentuk dan
konstruksi masjid-masjid tua, seperti pada masjid
Menara Kudus, masjid Agung Demak, masjid Agung
Banten, masjid Agung Yogyakarta. Sedangkan
pengaruh gaya seni bangunan masjid Timur Tengah,
Persia, India, dan Eropa, seperti terlihat pada masjidmasjid tua yang telah direhabilitasi dengan mengganti
atau menambahkan unsur-unsur bangunan tertentu,
dan atau pada masjid-masjid yang didirikan kemudian,
seperti tampak pada masjid-masjid modern.
Ciri khas bangunan masjid-masjid tua di Indonesia pada
umumnya memiliki ruangan bujur sangkar atau persegi
panjang menyerupai bangunan joglo (arsitektur Jawa),
atap bentuk limas tunggal atau bersusun dalam
bilangan ganjil, memiliki empat buah tiang induk (tiang
sokoguru) di tengah-tengah ruangan yang menopang
atap limas (brunjung), pekarangan berdinding, menara
yang terpisah dari bangunan induk.16 Barisan tiang
sekeliling sokoguru menopang atap tumpang yang
menutup ruangan selasar (serambi). Masjid-masjid tua
yang dibangun pada zaman kesultanan pada umumnya
terbuat dari konstruksi kayu.
Mengenai asal mula bentuk atau corak masjid kuno di
Indonesia, ada yang menghubungkan dengan bentuk
Meru dari zaman Majapahit yang dibangun sebelum
penyebaran Islam di Indonesia. Arsitektur masjid-masjid
kuno yang didirikan pada sekitar abad ke-16, 17, dan 18
Masehi mempunyai arti penting dan mendalam. Bukan
16 Nafas Islam, 1991, hlm. 50.
22
hanya sebagai ciri khas dari segi arsitektur tetapi juga
sebagai salah satu daya tarik dalam proses dakwah
Islamiah, yaitu untuk menarik orang-orang yang belum
memeluk Islam supaya berangsur-angsur masuk Islam.
Masjid berbentuk atap Meru dianggap sebagai salah
satu daya tarik yang secara psiologis-religius seakanakan mereka yang baru masuk Islam belum diputuskan
aktivitasnya dengan alam pikiran kepada Meru. Namun
kemudian pola pikir masyarakat muslim secara
berangsur-ansur
berubah
sejalan
dengan
perkembangan zaman. Demikian pula halnya dengan
corak dan bentuk bangunan masjid-masjid di Indonesia
juga mengalami perkembangan dan perubahan, baik
terhadap masjid-masjid tua maupun masjid-masjid yang
didirikan kemudian, kecuali masjid-masjid yang didirikan
oleh Yayasan Muslim Pancasila yang pada umumnya
menyerupai bangunan joglo.
Nama atau julukan dan profil beberapa masjid di
Indonesia antara lain adalah masjid jami’, masjid raya,
dan masjid agung. Masjid jami’ dan masjid raya berarti
masjid yang terpenting dalam suatu wilayah.
Sedangkan masjid Agung biasanya memiliki kaitan
dengan suatu kesultanan atau kerajaan Islam dan
terletak di kompleks istana atau kraton.
Komponen Masjid
Masjid-masjid di Indonesia memiliki unsur-unsur
bangunan, seperti menara, kubah, mihrab, mimbar, dan
beduk yang beradaannya memiliki fungsi yang berbeda.
Kubah
23
Menara
Mihrab
Bagian-bagian masjid: mihrab, kubah,
menara, pintu masuk, dan teras.
Bentuk atap masjid tua di Indonesia.
Menara
Menara adalah bangunan yang bentuknya tinggi
ramping (lebih kecil) jika dibandingkan dengan
bangunan lain yang juga merupakan bagian dari
bangunan tersebut.17 Menara masjid adalah bangunan
yang
berfungsi
sebagai
tempat
untuk
mengumandangkan
azan
yang
mungkin
bisa
disamakan dengan pembunyian lonceng pada gereja.
Kubah
Kubah adalah komponen bangunan masjid yang
ditempatkan pada bagian puncak atap bangunan yang
berfungsi sebagai penutup atap sekaligus sebagai
penanda bangunan masjid.
Bentuk-bentuk kubah di Indonesia bervariasi. Ada yang
berbentuk setengan lingkaran seperti tempurung
kelapa, ada yang berbentuk bawang, dan sebagainya.
17 Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, 1995, hlm. 434.
24
Berdasarkan bentuknya, ada yang membedakan
menjadi 3 tipe, yakni: tipe bentuk umbi, tipe bentuk
bawang, dan tipe bentuk piramid (tipe bentuk runcing).
Pada masa kini, kubah menjadi paradigma baru bagi
masjid di Indonesia, padahal konstruksi kubah di
Indonesia tidak punya sejarah masa lalu. Akhirnya
kubah menjadi sekedar tanda.
Beduk
Beduk, ialah sejenis gendang besar dan panjang,
berbentuk silinder atau cembung simetris, terbuat dari
pohon kayu pilihan dengan ukuran panjang kurang lebih
2 meter atau lebih, mulutnya ada yang ditutupi selembar
membran pada satu sisi atau kedua sisinya dengan
lembaran kulit kerbau.
Beduk pada masjid merupakan ciri khas masjid-masjid
tua di Indonesia. Fungsinya adalah merupakan
pasangan dari menara masjid. Jika beduk ditabuh untuk
memberi tahu tentang masuknya waktu shalat.
Selanjutnya akan dikumandangkan suara azan. Beduk
terbesar sekarang adalah beduk yang terdapat di
masjid Istiqlal Jakarta.18
Beduk
Beduk, ialah sejenis gendang besar dan panjang,
berbentuk silinder atau cembung simetris, terbuat dari
pohon kayu pilihan dengan ukuran panjang kurang lebih
2 meter atau lebih, mulutnya ada yang ditutupi selembar
membran pada satu sisi atau kedua sisinya dengan
lembaran kulit kerbau.
Beduk pada masjid merupakan ciri khas masjid-masjid
tua di Indonesia. Fungsinya adalah merupakan
pasangan dari menara masjid. Jika beduk ditabuh untuk
memberi tahu tentang masuknya waktu shalat.
Selanjutnya akan dikumandangkan suara azan. Beduk
18 Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994, hlm. 175.
25
terbesar sekarang adalah beduk yang terdapat di
masjid Istiqlal Jakarta.19
Kiri: Beduk pada masjid Istiqlal Jakarta.
Kanan: Beduk dan kentongan bersejarah peninggalan Kesultanan
Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.20
Berikut ini
Nusantara.
disajikan
masjid-masjid
bersejarah
dii
1) Masjid Agung Demak
Masjid
Agung
Demak
terletak
di alunalun kota
Demak
(22
kilometer
di
sebelah timur laut Semarang, Jawa Tengah).21
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid
tertua di Indonesia dan paling dihormati di pulau Jawa.
Negara-negara Islam yang bergabung dalam
19 Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994, hlm. 175.
20 Ensiklopedi Islam, Seri 2, 1994, hlm. 248.
21 Ensiklopedi Islam ,Seri 1, 1994, hlm. 300.
26
Organisasi Komferensi Islam (OKI) menetapkan Masjid
Agung Demak sebagai peninggalan kerajaan Islam
pertama di Jawa.
Menurut lagenda, masjid ini didirikan oleh Walisongo
secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Dalam
Babak Demak diceritakan bahwa masjid ini didirikan
pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh
candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”. Pada
mimbar masjid terdapat lambang tahun saka 1401 yang
menunjukkan bahwa masjid ini berdiri pada tahun 1479.
Masjid ini dengan konstruksi kayu jati berukuran 31X31
meter, bagian serambi berukuran 31X15 meter, atap
tengahnya ditopang oleh empat buah tiang utama
(sokoguru) yang dibuat oleh empat Walisongo,
diantaranya ialah Sunan Ampel, Sunan Gunungjati,
Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.22 Saka sebelah
tenggara adalah buatan Sunan Ampel, saka sebelah
barat daya adalah buatan Sunan Gunungjati, saka
sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedangkan
saka sebelah timur laut yang disusun dari beberapa
potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal),
merupakan
sumbangan
dari
Sunan
Kalijaga.
Serambinya dengan delapan buah buah tiang boyongan
merupakan bangunan tambahan pada zaman Adi Pati
Yunus (Pati Unus atau Pangerag Sabrang Lor), Sultan
Demak II (1518-1521), pada tahun 1520.
Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga
memegang peranan yang amat penting. Wali inilah
yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat,
Sunan Kalijaga memperoleh wasiat antarkusuma, yaitu
sebuah bungkusan yang berisi baju. Konon “hadiah dari
Nabi Muhammad Saw yang jatuh dari langit di hadapan
para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid
waktu itu.
22 Ensiklopedi Islam, Seri 1, 1994 : 299-300.
27
Bangunan
masjid
Demak
mempunyai
unsur
kebudayaan Hindu Jawa - dimana bentuk bangunannya
menyerupai atau mirip bangunan candi yang runcing ke
atas. Motif-motif hiasan yang terdapat di dalamnya
tampaknya punya hubungan dengan zaman kerajaan
Majapahit. Dilihat dari segi bentuknya, Masjid Agung
Demak mirip dengan bentuk bangunan Masjid Kraton
Yogyakarta. Ciri lain yang tampak dari bangunan masjid
ini ialah corak masjid “kuburan” yang diliputi oleh
suasana mistik. Atapnya yang bersusun tiga tingkat
(melambangkan Islam, iman, dan ihsan). Jumlah
pintunya sebanyak lima buah (melambangkan rukun
Islam), sedangkan jendelanya berjumlah enam buah
(melambangkan rukun iman).
Pada awalnya, masjid Agung Demak merupakan pusat
kegiatan kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah.
Bangunan ini juga dijadikan markas para wali untuk
bermusyawarah dalam rangka proses islamisasi,
termasuk upacara sekaten. Pada upacara sekaten ini
dibunyikanlah gamelan dan rebana di depan serambi
sehingga
masyarakat
datang
berduyun-duyun
memenuhi depan gapura. Para wali lalu mengadakan
tablik, dan rakyatpun seraya sukarela dituntun
megucapkan dua kalimat syahadat.
2) Masjid Agung Banten
Arsitektur Masjid Agung Banten memperlihatkan
morfologi asalnya, yaitu menyerupai bentuk pura HinduBudha. Ciri lainnya adalah atapnya bersusun lima, yang
semakin ke atas semakin mengecil, sedangkan
menaranya berbentuk seperti mercusuar.23
23 Nafas Islam, 1991: 82.
28
3)
Masjid Kraton Yogyakarta (1773)
Masjid
Kraton
Yogyakarta24 terletak di sebelah barat kompleks AlunAlun Utara. Masjid Kraton Yogyakarta disebut juga
masjid Gedhe Kauman, di sisi sebelah dalam bagian
barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari
kayu, mihrab, dan sebuah bangunan mirip dengan
sangkar yang disebut maksura.
4) Masjid Jami’ Sumenep
Masjid Jami’ Sumenep, Jawa Timur didirikan pada akhir
abad ke-18 yang diparakarsai oleh Adipati Sumenep.
Arsitekturnya merupakan kombinasi dari tiga citra
estetik, yakni kebudayaan Sumenep yang berakar pada
kebudayaan Jawa, budaya Eropa diwakili Belanda dan
Portugis, serta budaya Cina peranakan. Arsiteknya
24 Nafas Islam, 1991, hlm. 90-91.
29
sendiri adalah seorang
peranakan Cina.25
5)
Masjid Ngampel Surabaya
Konstruksi rangka kayu
yang menjadi ciri utama
arsitektur
Nusantara
menampilkan kesan yang
ringan,
namun
rumit
seperti
terlihat
pada
interior masjid Ngampel,
Surabaya.
Masjid Agung Surabaya
6) Masjid Cheng Hoo, Jawa Timur
Masjid Cheng Hoo menampilkan gaya arsitektur
Tiongkok, ornamennya bergaya Tionghoa. Interior
bangunan ini dicat dominan warna merah, hijau, dan
kuning keemasan. Menurut masyarakat Tionghoa dulu
bahwa warna kuning keemasan adalah warna ekslusif
yang hanya boleh digunakan oleh raja.
Arsitekturnya sangat simpel dengan pertimbangan
keterbatasan lahan. Terbatasnya lahan, maka masjid ini
25 Nafas Islam, 1991:90-91).
30
dibangun berlantai dua. Luas bangunan adalah 21 X 11
meter untuk ruang utama, 11 X 9 meter untuk ruang
teras. Bangunan utama dan struktur atapnya berbentuk
segi delapan. Menurut falsafah orang Cina bahwa
delapan sisi maksudnya agar kita selalu mengingat
arah mata angin.
Masjid ini dibangun oleh Cheng Hoo untuk mengenang
warga Tionghoa yang ikut berjuang di Jawa Timur 100
tahun yang lalu.26 Jemaah masjid ini juga kebanyakan
dari warga Tionghoa. Karena keunikan arsitekturnya
sehingga masjid ini banyak dikunjungi oleh wisatawan
mancanegara baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.
7) Masjid Agung Yogyakarta
Masjid
Agung
Yogyakarta di kompleks keraton (berdiri 1773). Masjid
ini memiliki peran penting dalam syiar Islam di Pulau
Jawa.
Masjid Agung Yogyakarta
(Ensiklopedi Islam Seri 2, 1994:250).
8) Masjid Agung Surakarta
26 Sumber: “Jelajah Masjid-Msjid Nusantara”, RCTV, 1 Oktober
2007.
31
Masjid Agung Surakarta memperlihatkan perwujudan
bangunan masjid Indonesia yang luwes dan memiliki
berbagai langgam sekaligus. Gerbang di latar depan
memperlihatkan ciri-ciri arsitektur kolonial, menaranya
bergaya Timur Tengah, sementara masjidnya sendiri
beratap tumpang tradisional.27
9) Masjid Agung Purworejo
Masjid Agung Purwerejo dibangun oleh Bupati
Purwerejo yang pertama, yaitu R.T. Cokronegoro I pada
tahun 1823. Masjid ini selain usianya yang sudah
sangat tua, juga terdapat beduk raksasa yang
dikeramatkan. Konon merupakan beduk terbesar di
Indonesia, yaitu memiliki ukuran panjang sekitar 2,92
meter dan diameternya mencapai 1,94 meter. Rangka
beduk ini terbuat dari bahan kayu jati pandawa yang
telah berusia ratusan tahun.28
10) Masjid Al-Iman Loano
Selain masjid Agung Purworejo, juga ada Masjid AlIman Loano, di Desa Loano, Kecamatan Loano,
Purworejo yang konon diyakini sebagai masjit tertua di
Pulau Jawa. Masjid ini diduga dibangun sebelum
berdirinya masjid Agung Demak. Dalam sejarahnya,
masjid ini dibangun oleh Sunan Kalijaga dan Sunan
Gesang. Ada satu hal yang menjadikan masjid ini
berbeda dengan masjid tua lainnnya. Seperti pada
umumnya masjid-masjid berarsitektur Jawa, masjid
Loano juga memiliki mustaka di puncak atapnya. Hanya
saja, pada ujung mustaka di masjid ini bisa berubahubah arah sekalipun dipasang menancap sangat kuat
dan tidak mudah digerakkan. Bagi masyarakat
setempat, hal ini diyakini sebagai petunjuk mengenai
berbagai peristiwa penting (musibah) yang. Kemana
arah mustika itu menghadap menunjukkan arah
27 Nafas Islam Kebudayaan Indonesia, 1991:66.
28 (Sumber; Majalah Liberty, Desember 2007, hlm. 22-23).
32
terjadinya musibah, dan sejauh ini selalu terbukti.
Misalnya saja peristiwa terjadinya gempa di Yogya barubaru ini, beberapa hari sebelumnya arah mustaka
berubah ke timur.29
11) Masjid Al-Manar Menara Kudus, Jateng (1600 M).
Masjid Al-Manar atau
lazim disebut Masjid
Menara Kudus yang
terletak di pantai
utara Jawa Tengah
(kurang lebih 51
kilometer di sebelah
utara
kota
Semarang)
merupakan
salah
satu masjid tertua di Indonesia yang didirikan pada
tahun 956 H/1549 M (pada masa pemerintahan
Kesultanan Demak).30
Dalam sejarah disebutkan bahwa masjid ini didirikan
oleh Sunan Kudus (Jafar Sadiq) salah seorang dari
sembilan Wali Songo. Masjid ini telah berulang kali
mengalami perubahan/perbaikan sehingga bentuk
aslinya sudah tidak jelas lagi. Kubah masjid merupakan
perluasan terakhir dan menampilkan gaya arsitektur
Moghul. Keunikan masjid ini ialah di sampingnya
terdapat menara yang dikenal dengan menara kudus
tempat menaruh beduk. Bangunan menaranya
menyerupai candi jago yang didirikan pada tahun 1685.
Menara masjid ini adalah sisa sebuah kompleks
percandian Hindu-Buda sebelum penduduknya beralih
menjadi pemeluk Islam pada awal abad ke-16.
29 (Sumber: Majalah Liberty, Desember 2007, hlm. 24).
30 Suptandar, J. Pamudji, “Menara Masjid Al-Manar di Kudus”,
Kompas Minggu, 8 September 2002, hlm. 15.
33
Bangunan penting lainnya yang tedapat di sini ialah
makam Sunan Kudus, gapura, dan tajuk. Makam Sunan
Kudus terletak di sebelah barat masjid dikelilingi oleh
makam-makam para wali, istri Sunan Kudus dan para
pangeran/ahli waris Sunan Kudus.
12) Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal terletak di Taman Wijayakusumah Jakarta
Pusat adalah masjid terbesar di Asia tenggara. Masjid
ini dibangun oleh Presiden pertama RI (Soekarno), dan
menjadi kebanggaan masyarakat Jakarta. Masjid Istiqlal
Jakarta memiliki sejarah yang berhubungan dengan
peristiwa
kemerdekaan
RI.
Istiqlal
artinya
“kemenangan”. Masjid ini dibangun di atas areal seluas
1 ha. Bangunan ini berlantai 5, arsitekturnya mengacu
pada gaya arsitektur modern dengan konstruksi beton
bertulang. Lantai dan dinding berlapis marmar, memiliki
7 buah pintu masuk. Pada pintu utama (depan) terdapat
13 anak tangga. Kubah berbentuk setengah bola
dengan garis tengah 45 meter yang ditopang oleh 17
buah tiang. Jumlah tiang seluruhnya adalah 5000 buah.
Pada masjid ini juga ada beduk besar (berat 2,3 ton,
panjang 3 meter, diameter pada sisi depan 2 meter, sisi
belakang 1,7 meter,).
13) Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung didirikan pada tahun 1812 adalah
salah satu masjid megah - sebagai Pusat Da’wa
Islamiah (PUSDAI) kebanggaan masyarakat Sunda,
Bandung, Jawa Barat.
Awalnya masjid ini hanya berupa bangunan panggung
beratap rumbia dengan konstruksi atap tumpang, lalu
kemudian dirubah menjadi bentuk kubah. Masjid ini
telah mengalami beberapa kali perbaikan dan perluasan
renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2001, yakni
diperluas dengan mengambil sebagian alun-alun
menjadi bangunan tambahan. Masjid ini mengacu pada
34
gaya arsitektur masjid Nabawi di Madinah. Untuk
keserasian bangunan, lalu kemudian di atasnya
ditambahkan dua buah kubah lebih kecil dari kubah
induk. Kubah induk berbentuk setengah bola bergaris
tengah 30 meter yang ditopang oleh tiang-tiang kokoh.
Pada puncak kubah terdapat ornament struktural
seperti yang terdapat pada puncak atap gedung Sate
Bandung.
Pada bangunan lama sengaja dibuat banyak tiangunan
mengelilingi bangunuk menopang beban kubah di
atasnya, juga dibuat balok yang dikonstruksi
menyerupai kotak-kotak melalui konstruksi squinches
(struktur penopang yang dibangun membentang sudutsudut diantara dinding-dinding atau tiang-tiang untuk
menyangga suatu supra struktur yang berada di
atasnya). Lantai dan dinding berlapis marmar. Masjid ini
memiliki 5 buah pintu masuk pada bagian depan
dengan gaya lengkung kubah. Pada pintu utama
(depan) diberi ornamen kaca patri bermotif bunga dan
motif geometri menghiasi jendela-jendela. Di atas pintu
masuk diberi hiasan kaligrafi Arab terbuat dari kayu
ukiran Jepara. Pada dinding bagian atas diberi ornamen
yang terbuat dari susunan batu/tegel berwarna-warni
membentuk hiasan geometri dan kaligrafi gaya Kufi.
14) Masjid Salman ITB, Bandung
Masjid Salman terletak di sebelah selatan Kampus ITB,
Bandung berdampingan dengan Kantin Salman. Masjid
ini tidak memiliki tiang penyangga pada bagian interior
dalam. Lantai dasar terbuat dari kayu jati, kecuali lantai
padabagian teras diberi mamar. Pada bagian belakang
berlantai dua. Ciri khas masjid ini antara lain tidak
memiliki kubah, pada bagian ujung bawah atap
melengkung ke atas menyerupai mangkok yang
sekaligus berfungsi sebagai talang air.
35
Pada halaman depan bangunan berdiri menara setinggi
kurang lebih 70 meter. Masjid ini selalu ramai ditempati
shalat berjamaah oleh warga kampus.
Kiri: Menara Masjid Salman, ITB, Bandung.
15) Masjid Agung At-Tin, TMII
Masjid Agung At-Tin, TMII
16) Masjid Raya Baiturrahman, 1991:52-53).
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (salah satu
masjid terindah di Nusantara yang dibangun pada masa
Kesultanan Aceh, dan diresmikan pada tahun 1881.31
Masjid ini didirikan sebagai pengganti masjid lama yang
telah dibumihanguskan oleh penjajah semasa perang
Aceh.
17) Masjid Agung Bengkulu
31 Ensiklopedi Islam Seri 1, 1994, hlm. 52-53.
36
Masjid Agung Bengkulu32
dengan
kubah
kecil
mengapit
pintu
masuk
bagian muka masjid.
Masjid Agung Bengkulu
(Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994:172).
18) Masjid Raya Medan
Masjid Raya Medan
dibangun pada
puncak kejayaan
Kesultanan Deli
Serdang (awal abad
ke-20). Dalam Buku
Ensiklopedi Islam
Seri 1 (1994 : 170)
disebutkan bahwa
Masjid Raya Medan dibangun oleh Sultan Makmur arRasyid Perkasa Alam sekitar tahun 1873-1924. Di
depan masjid terdapat kompleks pemakaman raja.
Masjid Raya Medan menggunakan selasar terbuka
yang dibatasi rangkaian lengkung berasal dari arsitektur
wangsa Abbasyiah di Spanyol serta panil-panil kaca
timah dari budaya Eropa.
Konstruksi kubah dan dinding pemikul seperti pada
masjid Raya Medan memperlihatkan kesan kokoh dan
kelegaan pandangan (Nafas Islam, 1991:71). Pengaruh
kolonial mencapai puncaknya pada awal abad ini.
32 Ensiklopedi Islam Seri 3, 1994:172).
37
Pengaruhnya terlihat pula pada masjid-masjid zaman
tersebut.
Masjid Raya Medan dengan kubah khas
(Nafas Islam, 1991 : 58-60).
Masjid Raya Medan dan Makam Raja-Raja.
19)
Masjid Azizi Tanjungpura, Medan
Menara masjid Azizi Tanjung Pura, Medan (Nafas Islam,
1991:80).
20) Masjid Arraudah, Martapura
38
21) Masjid Al-Markas AL-Islami Makassar
22) Masjid Raya Bandung didirikan pada tahun 1812 adalah
salah satu masjid megah - sebagai Pusat Da’wa
Islamiah (PUSDAI) kebanggaan masyarakat Sunda,
Bandung, Jawa Barat.
Masjid Tua di Sulawesi Selatan
Masjid Tua Katangka
Masjid Tua Katangka di Kabupaten Gowa.
39
Masjid Al-Markas
Bentuk atap masjid Al-Markas mengacu dari bentuk atap masjid
Al Hilal-Katangka, Gowa.
Masjid Tua Palopo
Masjid Jami’ Palopo didirikan
pada abad ke-17 (pada masa
pemerintahan Sultan Abdullah).
Struktur dan bentuk asli tampak
pada konstruksi atap yang tidak
menyerupai masjid-masjid di
Arab atau Persia. Atap asli
menyerupai bentuk tumpang. Masjid ini memiliki satu
sokoguru sebagai ciri khasnya, terletak di tengah-tengah
bangunan menopang puncak atap tumpang.33
Masjid Jami’ Palopo.
Masjid Agung Al-Humaerah, Benteng, Selayar
Kiri: Kubah masjid Selayar; Kanan: Menara masjid Selayar setelah
rampung pebangunannya
(Dokumentasi A. Muliati, 2009).
Kiri: Menara masjid Selayar (sementara dalam proses pembanunannya);
Kanan: Menara masjid lama dan menara baru (Dokumentasi Yabu M.,
2008).
Masjid Raya, Soppeng
33 Irfan Mahmud, 2003, hlm. 69.
40
Menara masjid
12. Peninggalan-Peninggalan Penting Lainnya
Peninggalan-peninggalan bersejarah yang cukup
penting artinya dalam sejarah seni rupa Islam yang
penting diketahui antara lain adalah istana raja atau
keraton (Inggris: Palace; Royal palace) serta bendabenda kerajaan yang tersimpan di dalamnya; pintu
gerbang; dan bangunan benteng pertahanan. Artifakartifak tersebut tidak hanya memiliki peranan penting
dalam kehidupan diistana tetapi juga menyimpan nilainilai sejarah, khususnya tentang sejarah seni rupa Islam
di Indonesia.
a. Keraton Cirebon dan Keraton Kesepuhan
Di Cirebon terdapat Keraton Cirebon dan Keraton
Kesepuhan. Dulu, keraton ini disebut Tamansari.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Keraton Kesepuhan
Cirebon dibangun pada abad ke-16 oleh raja pertama
Kesultanan Cirebon (Sunan Gunungjati). Sumber
Portugis menyebutnya Faletehan = Fatahillah. Ia
menjadi raja sejak tahun 1552-1570. Dalam Buku
Ensiklopedi Islam, Seri 1, 1994:273) disebutkan bahwa
Keraton
Kesepuhan
Cirebon
dibangun
oleh
Penembahan Girilaya (1650-1662). Sunan Gunungjati
meninggal di Cirebon, makamnya terletak beberapa
kilometer di luar kota Cirebon, yaitu di atas bukit
Gunungjati.
41
Keraton ini menyimpan benda-benda bersejarah
peninggalan Kesultanan Cirebon. Salah diantaranya
adalah kereta kencana yang melambangkan Trisula.
Trisula melambangkan cipta, rasa, dan karya. Kepala
burung garuda melambangkan ….., badan burung
garuda melambangkan ….….., dan ekor burung garuda
melambangkan ….……
Dinding kraton dihiasi keramik-keramik dari Belanda
berwarna kebiruan. Di keraton ini terdapat gua
(merupakan tempat untuk bersemedi) dengan loronglorong yang sempit. Di dalam gua ini ada patung - yang
menurut mitos, tidak boleh dipegang oleh perawan.
Lorong-lorong dan pintu (mulut gua yang sempitsempit), mengandung makna yang terkait dengan etika
pergaulan, yaitu agar orang-orang muda hormat kepada
yang tua.
Tidak jauh dari Cirebon terdapat kota Kuningan. Di
Kuningan terdapat gedung Linggarjati34, wisata alam,
dan fasilitas rekreasi, seperti permandian alam, kolam
renang yang di dalamnya dipelihara ikan-ikan yang
dikeramatkan. Menurut kepercayaan masyarakat
setempat bahwa ikan-ikan di dalam kolam tersebut tidak
boleh dimakan oleh orang Kuningan. Konon, siapa yang
memakan ikan tersebut akan meninggal dunia (Siaran
RCTV, 6 Agustus 2006).
1.
2.
Keraton …
Keraton ….
a.
Masjid Agung Bengkulu
34 Dahulu, gedung Linggarjati digunakan sebagai tempat
perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Belanda untuk memutuskan suatu kedaulatan
rakyat setelah kemerdekaan (Sumber Data: RCTV, 6 Agustus
2006 pukul 07.30 pagi/Siaran Melancong).
42
Masjid Agung Bengkulu dengan kubah kecil
mengapit pin