Ketika merger bank tidak menarik

Kegagalan Pasca Merger dalam Dunia Perbankan di Indonesia

Hernio Bayuaji hutomo
345016
Merger bukanlah kasus yang baru dalam dunia perbankan di Indonesia. Beberapa bank di
Indonesia pernah melakukan merger. Kasus merger dalam dunia perbankan di Indonesia mulai
dikenal setelah Presiden Soeharto memberikan “lampu hijau” rencana merger tujuh bank
pemerintah (Kompas, 21 Juni 1996). Setelah itu, muncul beberapa kasus-kasus merger lain,
seperti contohnya kasus merger Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bank
Pembangunan Indonesia yang menjadi Bank Mandiri (www.bankmandiri.co.id). Bank Niaga dan
Bank Lippo yang merger menjadi Bank CIMB Niaga (nasional.kompas.com, 2 Juni 2008), serta
Bank Pikko, Bank Danpac dan Bank CIC yang menjadi bank Century (bisnis.tempo.co, 11 April
2012). Salah satu alasan merger bank-bank tersebut adalah kebijakan kepemilikan tunggal
(single presence policy/SPP) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan pengawasan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank, Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih,
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Bank dan membubarkan Bank-bank
lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
Terdapat setidaknya 3 daya tarik utama dalam merger, yaitu
Pertama, dengan merger berarti meningkatkan skala ekonomi yang berarti bahwa penggunaan

sumber daya yang ada menjadi semakin ekonomis yang menyebabkan profitabilitas perbankan
meningkat. Kedua, meningkatkan efisiensi dengan cara menutup cabang bank yang saling
berdekatan. Ketiga, mengurangi persaingan, dikarenakan bank-bank yang semula saling bersaing
menjadi satu kepemilikan. Pada akhirnya, daya tarik yang utama dari merger adalah kekuatan
antara dua bank yang bergabung. Dengan adanya daya tarik dalam merger tersebut, sejatinya
bank-bank yang melakukan merger pasti mengharapkan hasil yang baik setelah merger. Mereka

berharap dapat memunculkan kekuatan baru untuk menghadapi persaingan dalam dunia
perbankan. Akan tetapi, ada beberapa bank yang justru mengalami keterpurukan setelah
melakukan merger.
Menurut Faisal Basri, Ekonom Universitas Indonesia, menilai penggabungan empat bank negara
ke dalam PT Bank Mandiri Tbk merupakan salah satu contoh bentuk merger yang
gagal. Penggabungan BUMN yang sama-sama sakit hanya akan menghasilkan perusahaan baru
yang lebih sakit. Pemaksaan merger antara BUMN yang tidak komplementer, meskipun
bisnisnya sama, hanya akan memboroskan dana. Selain itu, Bank Mandiri sampai sekarang
belum mampu menjadi agent of development. (bisnis.news.viva.co.id, Kamis 8 Oktober 2009).
Contoh lain adalah Bank Century yang merupakan hasil merger antara Bank Pikko, Bank
Danpac, dan Bank CIC yang kinerjanya semakin terpuruk setelah merger, bahkan sekarang bank
Century telah berganti nama menjadi Bank Mutiara untuk mengubah brand image yang selama
ini dinilai buruk.

Merger menjadi salah satu keputusan yang baikdalam dunia perbankan dikarenakan adanya skala
perbankan yang penting. Skala perbankan memiliki maksud seperti sebuah kekuatan dan
pengaruh yang dimiliki oleh bank, sehingga mereka masing-masing membangun citra di
masyarakat bahwa bank tersebut adalah bank yang besar. Menurut Koch & MacDonald,
keuntungan penghematan skala perbankan tersebut dapat diperoleh berupa Pertama,
kenakeragaman produk yang dapat menghasilkan manfaat melalui penjualan produk dalam
jumlah dan variasi yang lebih banyak kepada pelanggan, Kedua, pengurangan biaya tetap yang
diperlukan untuk identifikasi merek digunakan untuk membiayai teknologi yang dibutuhkan,
Ketiga, meningkatkan leverage operasional yang dihasilkan dengan cara berbagai biaya overhead
dari sumber operasional dan pendapatan yang lebih besar, Keempat, mengurangi resiko
penghasilan sehingga mampu memperbesar nilai suatu waralaba dengan menciptakan produk
yang lebih variatif. Alasan-alasan tersebut yang cenderung mengakibatkan bank-bank melakukan
merger dengan harapan tanpa perlu menghemat berbagai biaya, bank-bank tersebut mampu
memperbesar skala perbankan. Merger juga mampu meningkatkan nilai suatu bank. Nilai suatu
bank dapat meningkat apabila bank mampu menciptakan pendapatan (aliran kas) yang lebih baik
daripada sebelum terjadinya merger.Selain itu, melalui merger bank dimungkinkan memberikan

pelayanan produk atau jasa dengan kualitas yang sama tetapi hanya melibatkan sedikit karyawan
dan modal, serta aktiva.
Beberapa bank yang semakin terpuruk kinerjanya setelah melakukan merger diakibatkan salah

perhitungan dalam menilai layak atau tidaknya melakukan merger. Merger harus dipandang
sebagai sebuah langkah investasi, sehingga pemilik atau pembeli (acquirer) harus memperoleh
keuntungan investasi pada waktu tertentu. Seharusnya, merger tidak menimbulkan pengurangan
pada penghasilan per saham. Dalam menilai layak atau tidaknya sebuah merger, hal-hal yang
harus dipertimbangkan antara lain keadaan neraca, track record bank tersebut, kondisi laporan
laba rugi dan cash flow, potensi nasabah dan struktur pasar. Selain hal tersebut, bank-bank yang
akan melakukan merger harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan
Bank Indonesia.
Dalam kasus Bank Century, akuisisi Bank Danpac dan Bank Pikko tidak memenuhi persyaratan
dan ketentuan Bank Indonesia, seperti contoh rancangan akuisisi belum dipublikasikan di media,
Chinkara tidak mampu menyampaikan laporan keuangan tiga tahun terakhir, dan rekomendasi
dari negara asal Chinkara di Kepulauan Bahama tidak jelas. Akan tetapi, semua hal tersebut
diabaikan oleh Bank Indonesia dengan member ijin merger. Selain itu, Bank Indonesia juga
mengubah status surat berharga dan rasio kecukupan modal menjadi lancar padahal sebelumnya
dinilai macet. Seharusnya, dalam penilaian layak atau tidaknya suatu merger, harus dilakukan
dengan cara yang dibenarkan dan transparan. Selain itu, penilaian juga harus didasarkan pada
peraturan yang berlaku, sehingga apabila hasil dari penilaian tersebut layak, maka hasil tersebut
adalah yang benar-benar layak.
Dapat disimpulkan bahwa merger merupakan suatu keputusan yang bijak untuk meningkatkan
kekuatan bank sehingga mampu bersaing di pasar perbankan, dan penilaian terhadap merger

harus dilakukan secara benar dan transparan sehingga mencegah terjadinya keterpurukan suatu
bank pasca merger.

Sumber referensi
Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono, Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta
http://bisnis.tempo.co/read/news/2010/02/05/093223679/bermasalah-sejak-merger diakses pada
tanggal 15 November 2015