Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah dan bank Konvensional dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BANK SYARIAH

DAN BANK KONVENSIONAL DENGAN MENGGUNAKAN

METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS ( DEA)

Oleh:

VINI SAPTA DINI EKA PUTRI NOOR 105081002451

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Vini Sapta Dini Eka Putri Noor

NIM : 105081002451

Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang, 07 Juni 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Sekarang : Jl. IR. H. Djuanda No. 50 RT. 06/ RW. 01 Cipayung–Ciputat Tangerang Selatan15411 Alamat Asal : Cimandiri Raya No. 07 Cipayung-Ciputat

Tangerang Selatan 15411 No. Telpon : 081288124996 / 02195314616

II.PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Ciputat I, Tangerang : 1993 – 1999

2. SMP Al-Musaddadiyah Garut, Jawa Barat : 1999 – 2002 3. SMA Negeri 2 Ciputat, Tangerang : 2002 – 2005

4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Jurusan Manajemen Perbankan 2005 –2013

Jakarta, 25 Januari 2103


(7)

ii ABSTRACT

Banking is a sector that has a huge influence on a country's ability to run the economy, therefore the quality of the performance and health of a bank should be maintained properly. So in this study to analyze the performance of a bank with a performance efficiency.

Where efficiency is used to measure the ability of a firm's performance as well as a factor that must be considered in the bank to act rationally to minimize the level of risk faced in its operations. Analysis of the efficiency becomes very important because the collection and distribution of expansive financing regardless of the efficiency factor will affect the profitability of banks. (Muharam dan Purvitasari, 2007)

This Reseach compare the performance efficiency of Islamic banks and conventional banks that have dual banking system period 2008-2011. There are two conventional banks and two Islamic banks consist of Mandiri Islamic banks, Mega Islamic Banks, Mandiri Banks and Mega Banks.

Measurement and test the efficiency of Islamic banks and commercial banks using Data Envelopment Analysis (DEA) and the t-test. The results showed during the period 2008-2011, Efficiency calculations using assumptions Variable Return to Scale (VRS) give the result of the mean efficiency of the islamic bank at 84.73 while the conventional bank at 75.55 and the conclusion performance efficiency of Islamic banks is better than conventional banks.

Keyword : efficiency, Islamic bank and Conventional bank, Data Envelopment Analysis (DEA)


(8)

ABSTRAK

Perbankan merupakan merupakan sektor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap kemampuan suatu negara dalam menjalankan roda perekonomian, oleh karena itu kualitas kinerja dan kesehatan suatu bank harus dijaga dengan baik. Maka dalam penelitian ini menganalisis kinerja suatu bank dengan kinerja efiseiensi.

Dimana Efisiensi berfungsi untuk mengukur kemampuan kinerja suatu perusahaan sekaligus menjadi faktor yang harus diperhatikan bank untuk bertindak rasional dalam meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan operasinya. Analisis efisiensi menjadi sangat penting karena penghimpunan dan penyaluran pembiayaan yang ekspansif tanpa memperhatikan faktor efisiensi akan berpengaruh terhadap profitabilitas bank yang bersangkutan . (Muharam dan Purvitasari, 2007)

Penelitian ini membandingkan kinerja efisiensi bank syariah dan bank konvensional yang memiliki dual banking sytem pada periode 2008-2011. Terdapat dua bank konvensional dan dua bank syariah terdiri dari bank syariah mandiri, bank mega syariah, bank mandiri dan bank mega.

Pengukuran dan pengujian efisiensi pada bank syariah dan bank umum menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan t-test. Hasilnya menunjukkan bahwa pada periode 2008-2011, Perhitungan efisiensi menggunakan asumsi Variabel Return to Scale (VRS) memberikan hasil perhitungan efisiensi secara rata-rata pada BUS sebesar 84.73 sedangkan pada BUK 75.55 sehingga dapat disimpulkan kinerja efisiensi bank syariah lebih baik dari bank konvensional.

Kata Kunci : Efisiensi, Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konventional, Data Envelopment Analysis (DEA).


(9)

iv KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dn Syukur Hamba panjatkan kehadirat Alllah SWT yang telah memberikan rahmt serta hidayah-Nya yang memberikan jalan kemudahan dan keteguhan hati dari kesukaran, karena akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta pada bidang studi manajemen Keuangan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, kesulitan tersebut dapat diatasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan walau masih jauh dari kesempurnaan.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan juga telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), terutama kepada :

1. Mamaku tersayang (Ibu Halimah Sa’diah) makasih sudah banyak support dan pelukan kasih sayang tanpa lelah dalam keadaan apapun anakmu ini. Untuk Alm. H. Hulwani Noor Ayahanda tercinta semoga ini bisa membahagiakan beliau disana selain dengan doaku selalu dan semoga ini bisa menjadi pembangkit semangat aku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat .

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Suhendra, S. Ag. MM selaku Ketua Jurusan Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku dosen pembimbing I, Bapak Arief Mufraini. Lc. M.SI selaku dosen pembimbing II dan Bapak Herni Ali HT, SE.,MM sebagai Penguji Ahli terima kasih atas bimbingan, pengarahan dan dorongannya dengan penuh kesabaran dan ketulusan


(10)

kepada anak didiknya serta memberikan ilmu yang berharga dan pengalaman yang tak terlupakan di hati penulis.

5. Untuk segenap Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Staff karyawan dan petugas perpustakaan, terima kasih, semoga Allah SWT memberikan rahmat serta hidayah-Nya.

6. Kakak Dias dan Kakak Via peluk erat dan terima kasih telah menjaga kami adik-adik dan mama semenjak Ayah meninggal dan Adik-adikku tersayang semoga kelak aku bisa membantu mama untuk mensupport kalian di pendidikan yang lebih tinggi, makasih atas doa-doa kalian agar aku bisa lulus. Keluarga besar H. Konin & H. Muhammad Noor makasih support baik moril dan materil. Dan juga tak lupa terima kasih banyak

untuk Marsigit (K’ Oky) dalam empat tahun ini mau menunggu dan selalu memberikan semangat, memberikan banyak masukan serta nasehat ketika dalam keadaan yang unpredictable hingga sampai saat ini, semoga rencana kita yang sudah dekat ini di ridhoi oleh Allah SWT. Aamiin. Bapak Tatan & Keluarga Terima kasih banyak atas supportnya terima kasih sudah menjaga dan membantu mama dan semoga hubungan kita bisa berjalan lebih baik.

7. Kepada teman-teman Manajemen B, Manjemen Perbankan, temen-temen seperjuangan saat mengerjakan skripsi ana, here, andi dll, sahabat-sahabat SMA dan temen-temen Fakultas Ekonomi yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi penghargaan penulis terhadap kalian terima kasih atas persahabatan yang luar biasa.

Harapan besar penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, dengan rendah penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi lebih baiknnya skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 Januari 2013


(11)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...i

LEMBAR PERSETUJUAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...iv

ABSTRACT ...v

ABSTRAK ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1. Tujuan Penelitian ... 12

2. Manfaat penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Pengertian Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 14

1. Pengertian Bank Syariah... 14

2. Bank Konvensional ... 17

B. Perbedaan dan Persamaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ...18

C. Perbedaan Bunga bank dan bagi hasil ...21

D. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah ...22

E. Manajemen Resiko dalam Perbankan ...29

F. Pengertian Efisiensi dan Konsep Efisiensi ...31

G. Pendekatan Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) ...37

H. Penelitian Terdahulu ...45

I. Kerangka Pemikiran ...50


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...53

A. Ruang Lingkup Penelitian ...53

B. Metode Penentuan Sampel ...55

C. Metode Pengumpulan Data ...57

D. Metode Analisis Data ...57

E. Operasional Variabel Penelitian ...61

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ...63

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...63

1. Sejarah Perbankan Indonesia ...63

2. Perkembangan Bank Konvensional dan Bank syariah ...67

B. Hasil dan Pembahasan ...68

1. Analisis Deskriptif ...68

2. Analisis Pengujian Statistik ...69

C. Uji t ...71

1. Uji t (Uji Parsial) ...71

BAB V KESIMPULAN ...73

A. Kesimpulan ...73

B. Implikasi ...73

C. Saran ...74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank merupakan lembaga keuangan lembaga keuangan terpenting dalam suatu negara yang sangat mempengaruhi perekonomiann baik secara makro maupun mikro. Di Indonesia, perbankan mempunyai pangsa pasar sebesar 80 persen dari keseluruhan sistem keuangan yang ada. (Zainal Abidin, 2007:1)

Menurut Muharam dan Purvitasari (2007) bank memegang peranan sangat penting dalam perbankan karena sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) yang menyimpan kelebihan dananya di bank dengan pihak yang kekurangan dana (deficit unit) yang meminjam dana ke bank. Fungsi intermediasi ini akan berjalan baik apabila surplus unit dan defisit unit memiliki kepercayaan terhadap bank. Berjalannya fungsi intermediasi perbankan akan meningkatkan penggunaan dana. Dana yang telah dihimpun kemudian akan disalurkan ke masyarakat dalam berbagai bentuk aktivitas produktif. Aktivitas produktif ini kemudian ini akan meningkatkan output dan lapangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. (Rino Adi Nugroho, 2011 : 1)


(14)

2

Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberikan amanat kepada bank indonesia untuk mengakomodasi pengaturan dan pengawasan perbankan berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan dual banking system atau sistem perbankan ganda, yaitu perbankan berdasar konvensional dan syariah. Undang-Undang tersebut memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mungkin mengkonversi diri secara total bank syariah. ( Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar, 2010 :1). Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi terbaru yang mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah melalui UU No. 21 tahun 2008, dengan adanya dukungan dari pemerintah maka sejak 2007 secara kualitatif lembaga keuangan syariah mengalami kemajuan yang sangat baik. (Heri Pratikto dan Iis Sugianto, 2011:109)

Dengan dikeluarkannya Undang – Undang tersebut memberikan angin segar kepada bank syariah untuk berkembang dengan potensi yang begitu besar. Penduduk Indonesia yang sebagian merupakan umat islam merupakan modal awal bank syariah untuk melangkah maju. Dan menyadari perkembangan syariah yang relatif sangat cepat setelah dikeluarkan peraturan yang mengatur tentang perbankan syariah maka biro perbankan syariah – Bank Indonesia sejak tahun 2001 telah melakukan kajian dan menyusun Cetak biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia. Cetak biru disusun untuk mengidentifikasi tantangan utama yang akan dihadapi oleh Perbankan Syariah di tahun mendatang. Dalam cetak biru terdapat visi dan misi pengembangan syariah dengan tahapan yang jelas


(15)

3

untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. Adapun sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011:

1. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan yang ditandai dengan : a. Tersusunnya norma – norma keuangan syariah yang seragam (standarisasi), Terwujudnya mekanisme kerja yang efisien bagi pengawas prinsip syariah dalam operasional perbankan (baik instrument maupun terkait). b. Rendahnya tingkat keluhan masyarakat dalam hal penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi. 2. Diterapkannya prinsip – prinsip kehati – hatian dalam operasional perbankan syariah : a. Terwujudnya kerangka pengaturan dan pengawasan berbasis resiko yang sesuai dengn karakteristiknya dan didukung oleh SDI yang handal, b. Diterapkanya konsep corporate governance dalam operasi bank syariah, c. Diterapkannya kebijakan exit dan entry yang efisien, d. Terwujudnya realtime supervision, e.Terwujudnya self regulatory system,

3. Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien, yang ditandai dengan : a. Terciptanya pemain – pemain yang mampu bersaing secara global, b. Terwujudnya aliansi strategis yang efektif, c.Terwujudnya mekanisme kerjasama dengan lembaga-lembaga pendukung,

4. Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisinya kemanfaatan bagi masyarakat luas, yang ditandai dengan : a. Terwujudnya safety net yang merupakan kesatuan dengan konsep operasional perbankan yang berhati – hati, b. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang


(16)

4

menginginkan layanan bank syariah di seluruh indonesia dengan target pangsa pasar 5% dari total asset perbankan nasional, c. Terwujudnya fungsi perbankan syariah yang kaffah dan dapat melayani seluruh segmen masyarakat, d. Meningkatkannya proporsi pola pembiayaan secara bagi hasil.

Struktur institusi perbankan di Indonesia sampai desember 2008 terdiri dari 124 Bank Umum dan 1.897 Bank Perkreditan Rakyat. Adapun jumlah Bank Umum dengan Rincian : (1). Bank Pemerintah sebanyak 5 institusi, (2). Bank swasta, terdiri dari : (a). Bank Pembangunan Daerah sebanyak 88 institusi dan bank umum swasta unit usaha syariah sebanyak 13 institusi serta (c). Bank umum swasta syariah sebanyak 5 institusi. Sementara Bank perkreditan rakyat terdiri dari 1.769 institusi BPR Syariah (Bank Indonesia, 2008)

Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvensional dengan syariah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah (Muhammad, 2005). Kegiatan operasional bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. (Imron Rosyadi dan Fauzan, 2011:1). Bank konvensional menggunakan bunga dalam operasi dan berprinsip meraih untung sebesar-besarnya. Selain itu pada bank syariah terdapat


(17)

5

dewan pengawas syariah sedangkan pada bank konvensional tidak ada. (Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar, 2010 :1)

Dalam Ahmad Iqbal (2011: 1), menurut Muhammad (2005) Hal yang medasar yang membedakan lembaga keuangan konvensional dengan syariah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh lembaga keungan kepada nasabah. Kegiatan operasional bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan.

Perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyrakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. (Imron Rosyadi dan Fauzan, 2011, 131)

Perkembangan dunia perbankan saat ini sangatlah pesat oleh karena itu banyak sekali terjadinya persaingan yang ketat dalam industri perbankan saat ini. Maka dalam situasi seperti ini lembaga perbankan harus meningkatkan kinerja untuk dapat bertahan serta menciptakan sebuah


(18)

6

lembaga perbankan yang baik, sehat, dan stabil. Perkembangan perbankan yang pesat ini jangan membuat terlena sehingga lupa akan keberadaan struktur perbankan nasional, apakah sudah sejalan dengan perkembangan saat ini ataukah masih perlu disempurnakan lagi dan juga bank harus lebih berhati – hati dalam menjalankan fungsinya walaupun keadaan lembaga perbankan sangat pesat bukan berarti tidak ada resiko yang akan ditanggung oleh bank karena keadaan ekonomi yang suatu waktu bisa mengalami perubahan.

Perbankan syariah sebagai bagian dari industri perbankan nasional memiliki peran yang tidak berbeda dari perbankan konvensional lainnya. Sistem operasional yang berbeda dengan sistem operasional bank konvensional lainya, perbankan syariah juga dituntut untuk bisa menyalurkan dana dari para investor kepada nasabah yang membutuhkan secara efektif dan efisien. Efektif lebih memiliki arti ketepatan pemberian pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan, sedangkan efisien memiliki arti kesesuaian hasil antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. (Ghofur, 2003 : 2)

Bank Indonesia (2008) melaporkan bahwa pada maret 2007 terdapat 3 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 105 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Hingga 2008 akhir jumlah BUS mengalami peningkatan menjadi 5 Bank Umum Syariah UUS meningkat menjadi 28 dan BPRS menjadi 114. Pada tahun 2009, bank umum syariah meningkat menjadi 6 buah dan 2010 menjadi 10 buah dan sampai 2013 terdapat 11 bank umum syariah.


(19)

7

Berdasarkan dalam penelitian dan studi kebanksentralan Bank Indonesia (PPSK BI) dengan menggunakan data kinerja industri bank syariah dan konvensional tahun 2002 hingga 2006. Penelitian ini juga menggunakan ukuran parametrik dan non parametrik. Fakta tersebut diungkapkan oleh peneliti PPSK BI, Ascarya kepada Republika, Selasa, (4/3). Dilihat dari sisi teknis operasional dan tahapan penjaringan dana pihak ketiga hingga pembiayaan syariah bagi masyarakat. Menyatakan bahwa bank syariah lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional walaupun memang pada awal tahun efisiensi bank syariah kalah, tapi berjalannya pertengahan tahun, bank syariah terbukti lebih efisien. Salah satu bukti bahwa bahwa bank syariah lebih efisien ditunjukkan oleh rasio pembiayaan dibandingkan dana pihak ketiga (finance to deposite rate, FDR). Sejak 2002 sampai 2006, FDR perbankan syariah lebih tinggi dibandingkan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga (finance to deposite rate, FDR) perbankan konvensional. Walaupun dalam sisi efisiensi operasionalnya perbankan syariah lebih unggul tetapi bank berbagi hasil ini menawarkan pembiayaan dengan margin yang lebih mahal dibandingkan dengan suku bunga kredit perbankan konvensional dikarenakan perbankan syariah memiliki porsi dana murah lebih sedikit dibandingkan perbankan konvensional. Data akhir tahun 2006 menunjukkan giro dibank syariah terlalu kecil sekitar 13 % dan sisanya merupakan deposito dan tabungan sedangkan pada giro bank konvensional 27 %. Cost of fund tinggi, sedikitnya porsi dana murah pada perbankan berdampak pada tingginya biaya dana (cost of fund) yang harus ditanggung. Hal itu menyebabkan mau


(20)

8

tidak mau bank syariah harus menyalurkan pembiayaan dengan margin yang kurang kompetitif.

Menurut Mulya dalam Republika online industri perbankan syariah di Indonesia selama tahun 2010 tumbuh dengan pesat. Dari sisi aset, perbankan syariah di Indonesia tumbuh sebesar 44 persen per September 2010, padahal tahun 2009 hanya tumbuh 26,5 persen saja. Jumlah bank umum syariah di Indonesia saat ini sudah mencapai 11 bank. "Dari pertumbuhan kelembagaan, relatif cepat, pada 2008 hanya ada lima bank syariah, saat ini mencapai 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, 45 unit BPR Syariah, yang beroperasi di 103 kota di 33 provinsi," terangnya.

Menurut Karim (2008) seiring dengan meningkatnya jaringan kantor bank pada periode 2007-2008 industi ini mengalami peningkatan volume usaha (aset) cukup signifikan, dari Rp. 28,45 Triliun pada maret 2007 menjadi Rp. 36,85 Triliun pada Februari 2008. Pada akhir tahun 2008 diproyeksikan pangsa pasar bank syariah bisa mencapai tiga persen dengan nilai aset sekitar Rp. 65 Triliun hingga Rp. 70 Triliun. Setidaknya ada 3 faktor pemicu pertumbuhan ini. Pertama, masuknya beberapa bank umum syariah (BUS), dan kedua pesatnya bisnis BUS lama dan ketiga, target peningkatan bisnis unit usaha syariah sekitar 40 hingga 50. (Imron Rosyadi dan Fauzan, 2011:130)

Dalam perkembangan perbankan syariah yang semakin pesat, di akhir 2008, industri perbankan nasional dihadapkan dengan krisis global yang terjadi diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Akibatnya antara lain pada oktober 2008 terdapat tiga bank besar BUMN yang


(21)

9

meminta bantuan likuiditas, masing-masing Rp. 5 Triliun (pernyataan Humas Bank Indonesia, 2010:8). Terjadinya krisis ekonomi global dikarenakan oleh adanya mekanisme pemberian kredit oleh berbagai lembaga keuangan di Amerika serikat yang sangat ekspansif bernama Subprime Mortgage. Dalam mekanisme tersebut banyak peminjam dana yang mengalami kredit macet akibat tingginya tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral Amerika Serikat, sehingga menyebabkan lembaga keuangan dan penjamin simpanan menderita kerugian. Keadaan tersebut memicu hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan dan pasar keuangan. Keterikatan sisitem keungan dengan pasar keuangan global pada akhirnya membawa dampak krisis perekonomian dunia. (Heri Pratikto dan Iis Sugianto, 2011:109)

Kondisi kebangkrutan dan kerugian tersebut, tentunya akan memberikan dampak yang cukup mengkhawatirkan dalam industri perbankan diseluruh dunia, tidak terkecuali dengan perbankan syariah. Pada krisis moneter 1997-1998 terdapat fenomena menarik dimana perbankan syariah masih dapat memenuhi kinerja relatif lebih baik dibandingkan konvensional. Krisis yang terjadi tidak terlalu mempengaruhi karena dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Loan) pada perbankan syariah dan tidak terjadi negatif spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini dikarenakan tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu kepada tingkat suku bunga yang berlaku akan tetapi menggunakan prinsip bagi hasil. Dengan demikian bank syariah dapat menjalankan kegaiatannnya tanpa terganggu oleh kenaikan tingkat


(22)

10

suku bunga yang terjadi. Ini menyebabkan bank syariah mampu menyediakan modal investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bank konvensional. Apakah pada kondisi krisis moneter 2008 akan terjadi hal yang sama bahwa perbankan syariah akan tetap lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional. Apalagi dengan berkembangnya bank konvensional yang membuka sistem bank umum syariah atau mengkonversi unit usaha syariah menjadi BUS atau disebut juga dengan dual banking system

Menurut Muharam dan Purvitasari, 2007 yakni semakin banyaknya jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Umum Konvensional (BUK) yang beroperasi di indonesia dengan berbagai bentuk produk dan pelayanan yang diberikan dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat. Permasalahan yang paling penting adalah bagaimana kualitas kerja dan kesehatan dari BUS dan BUK yang ada. Dengan kondisi seperti ini, maka penilaian efisiensi bank menjadi sangat penting karena efisiensi merupakan gambaran kinerja suatu perusahaan sekaligus menjadi faktor yang harus diperhatikan bank untuk bertindak rasional dalam meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan operasinya. Analisis efisiensi menjadi sangat penting karena penghimpunan dan penyaluran pembiayaan yang ekspansif tanpa memperhatikan faktor efisiensi akan berpengaruh terhadap profitabilitas bank yang bersangkutan. (Ahmad Iqbal, 2011)

Bank yang efisiensi akan mampu bertahan dan terus mengembangkan usahanya meskipun dalam suasana persaingan yang semakin ketat. Sebaliknya, bagi bank yang tidak efisien, persaingan yang


(23)

11

semakin ketat seringkali memaksanya untuk keluar (exit) dari pasar karena tidak mampu bersaing dengan kompetitornya, baik sisi harga (pricing), kualitas produk, maupun kualitas pelayanan. Hal ini tentu saja akan berdampak pada rendahnya loyalitas nasabah. (Zaenal Abidin, Endri dan Dyah Nirmalawati, 2008:2)

Pengukuran kineja efisiensi berguna untuk dasar perhitungan kesehatan dan pertumbuhan perbankan. Efisiensi merupakan akar permasalahan kesehatan dan sumber pertumbuhan. Fenomena munculnya bank-bank besar dan merger perbankan juga ditunjukkan untuk mendapatkan efisiensi. (Suseno, 2008:31).

Dengan melihat latar belakang diatas bahwa efisiensi sebagai tolak ukur kinerja bank yang baik, sehat dan stabil maka penulis memilih judul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah dan Bank Konvensional Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis ( DEA).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah perbankan syariah lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional

2. Apakah terdapat perbedaan signifikan antara tingkat efisiensi Bank Syariah dan konvensional.


(24)

12

C. Tujuan penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk membuktikan dan membandingkan hasil tingkat efisiensi kinerja Bank Syariah dan Bank Konvensional dengan menggunakan metode DEA

b. Untuk membuktikan ada atau tidak perbedaan yang signifikan anatara hasil efisiensi bank syariah dan bank konvensional

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Penulis

Sebagai tolak ukur akan kemampuan diri dalam menerapkan ilmu yang didapat mengenai bank syariah

b. Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan memperdalam ilmu pengetahuan mengenai bank syariah dan bank konvensional yang diterima pada saat perkuliahan agar dapat diterapkan saat terjun pada dunia kerja.

c. Bagi Akademisi

Sebagai bahan pertimbangan sejauh mana kurikulum atau program yang telah diterapkan mempunyai relevansi dengan kebutuhan nantinya.


(25)

13

d. Bagi Bank Syariah dan Bank Konvensional

Memberikan informasi tentang tingkat kinerja efisiensi di bank syarah dan bank konvnsional agar meningkatkan kesehatan bank itu sen diri.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bank Syariah dan Bank Konvensional

1. Pengertian Bank Syariah

Ada beberapa definisi Bank, dalam undang – undang No 10 tahun 1998 pasal 1, pengertian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau

“berdasarkan prinsip usaha syariah“ yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut Prof. G.M. Veryn Stuart dalam bukunya bank poitic yang dikutip dalam sebuah artikel online Sanjaya Yasin bahwa bank adalah suatu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.

Bank dengan prinsip syariah (Bank Syariah) adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/lembaga perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan


(27)

15 Hadist Nabi SAW. Muhammad Syafi’i Antonio dan Purwaatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah islam. Bank islam adalah Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan

Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.

Pada dasarnya prinsip bank syariah menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati.

a. Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).

b. Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah.


(28)

c. Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi(mudharib).

d. Fathanah, memastikan bahwa pegelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatn dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).

Bank dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai berikut :

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah, antara lain pembiayaan bedasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah Wa Itiqna).


(29)

17 2. Pengertian Bank Konvensional

Pengertian bank konvensional menurut Undang–undang Nomor 10 tahun 1998 Bank Konvensional adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut Martono (2002) yang dikutip dalam sebuah artikel online oleh Sanjaya Yasin menjelaskan prinsip konvensional yang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu :

a. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, depoito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu.

b. Untuk jasa-jasa lainnya, pihak bank menggunakan atau menerepkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.

Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedangkan kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread optimal anatara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference) dialain pihak kepentingan pemakai dana (Debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang paling rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmonisasikan. Dalam hal ini bank


(30)

konvensioal hanya sebagai lembaga perantara saja. Tidak adanya ikatan yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.

Sistem bunga dalam bank konvensional yaitu dengan penentuan besarnya prosentase suku bunga yang dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank, jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik, eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama islam dan pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

B. Perbedaan dan Persamaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktik Antonio Syafi’I

menjelaskan Bank Konvensional dan Bank Syariah memiliki beberapa hal persamaan terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.


(31)

19 1. Akad dan Aspek Legalitas

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan apabila hukum itu hanya dengan hukum positif saja tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku, transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.

2. Lembaga penyelesai sengketa

Perbedaan penyelesaian atau perselisihan antar bank maka dalam bank syariah, kedua belah pihak yang berselisih tidak menyelesaikannya melalui pengadilan negeri tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah.

Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan bersama oleh Kejaksaan Agung dan Majelis Ulama Indonesia.

3. Struktur Organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat mebedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas


(32)

mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

Dewan pengawas syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saha, setelah para anggota Dewan pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

4. Bisnis dan Usaha yang dibiayai

Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari saringan syariah. Oleh sebab itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang didalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan-batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.

5. Lingkungan kerja dan Corporate Culture

Sebuah bank syariah selayaknya memiliki linghkungan kerja sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, mialnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (Fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (Tabligh).


(33)

21 Demikian pula dalam hal reward dan punisment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.

Seklain itu cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar islam sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senatiasa terjaga. Nabi SAW, mengatakan bahwa senyum adalah sedekah

C. Perbedaan Bunga bank dan bagi hasil

Menurut Antonio, 2007 dalam Ahmad Iqbal, 2011 : 39 bahwa kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkan berbeda dengan sistem bagi hasil yang berorientasi untuk pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.

Tabel 2.1

Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Indikatornya Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil

1. Objek kontrak 1. Uang 1. Barang atau Investasi

2. Penentuan besarnya hasil

2. Sebelumnya 2. Sesudah berusaha, sesudah ada untungnya

3. Yang ditentukan 3. Bunga, besarnya nilai rupiah

3. Menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak misalnya 50:50, 40:60, dst


(34)

Indikatornya Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil

4. Jika terjadi kerugian

4. Ditanggung nasabah 4. Ditanggung kedua belah pihak, nasabah dan lembaga

5. Dihitung dari mana?

5. Dari dana yang dipinjamkan, fixed price, tetap

5. Dari untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya

6. Titik perhatian proyek/ usaha

6. Besarnya bunga yang harus dibayar nasabah/pasti diterima bank

6. Keberhasilan Proyek/ usaha jadi perhatian bersama: nasabah dan Lembaga

7. Berapa besarnya? 7. Pasti : (%) x jumlah pinjaman yang telah diketahui

7. Proporsi : (%) x jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui

8. Status hukum 8. Berlawanan dengan Qs. Luqman : 34

8. Melaksanakan Qs. Luqman : 34

Sumber : Ahmad Iqbal, 2011 :21-22

D. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Dalam Nuryati dan Amethysa gendis (2011) Secara umum ada tiga bagian besar produk yang ditawarkan bank konvensional dan bank syariah : (a). Produk perhimpunan dana (funding), (b). Produk penyaluran dana (financing), dan (c). Produk jasa (service).

1. Produk/Jasa Bank Konvensional

Produk penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito. Penyaluran dana dapat berbentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja. Sedangkan produk jasa perbankan konvenional, misalnya jasa konsultasi, pengurusan transaksi ekspor dan import, valuta asing, dan lainnya.


(35)

23 2. Produk/Jasa Bank Syariah

Dikutip dalam Maflachatun, 2010 : 53, menurut Muhammad, 2005 Secara garis besar, hubungan-hubungan ekonomi berdasarkan syariat-syariat Islam ditentukan oleh hubungan akad. Akad-akad yang berlaku terdiri dari lima prinsip-prinsip dasar. Adapun prinsip-prinsip dasar akad tersebut dapat ditemukan pada produk baik lembaga-lembaga keuangan bank syariah maupun lembaga-lembaga non syariah, meliputi:

a. Prinsip Simpanan Murni (Al-Wadi’ah) : Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas ini diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan. Istilah al-wadi’ah dalam dunia perbankan konvensional lebih dikenal dengan giro.

b. Bagi Hasil (Syirkah) : Prinsip ini adalah suatu konsep yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Prinsip mudharabah ini dapat digunakan sebagai dasar baik produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan dan penyertaan.


(36)

c. Prinsip Jual Beli (At-Tijarah) : Prinsip ini merupakan suatu konsep yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank dalam melakukan pembelian barang atas nama bank. Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya dapat berupa:murabahah,salam, danistishna.

d. Prinsip Sewa (Al-Ijarah) : Prinsip ini secara garis besar terdiri dari dua jenis. Pertama, ijarah (sewa murni) seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Secara teknik bank dapat membeli dahulu barang yang dibutuhkan oleh nasabah, kemudian barang tersebut disewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati oleh nasabah. Kedua, bai al-takjiri atau ijarah al-muntahiya bithamlik, yang merupakan penggabungan sewa dan beli di mana penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).

e. Prinsip Jasa/Fee(Al-Ajr Walumullah) : Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa, Transfer, dan lain-lain.

Dikutip dalam Maflachatun, 2010 : 55-67 menurut MuhammadSecara garis besar, pengembangan produk-produk bank syariah dikelompokkan menjadi tiga yaitu:


(37)

25 1) Produk Penghimpunan Dana : Prinsip-prinsip yang digunakan dalam

produk ini meliputi prinsipwadi’ahdanmudharabah. a. PrinsipWadi’ah

Prinsip ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, di mana nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak peminjam. Pengembangan produk bank syariah yang berdasarkan prinsip ini meliputi dua jenis, yaitu:wadi’ah yad amanah merupakan barang yang dititipkan tidak dapat dikelola oleh bank syariah dan wadi’ah yad dhomanah barang yang dititipkan dapat dikelola oleh bank syariah. Prinsip ini dikembangkan dalam bentuk, yaitu: current account (giro) dan saving account(tabungan).

b. Prinsip Mudharabah : Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Apabila kerugian terjadi, bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Prinsip ini dalam aplikasinya seperti: tabungan berjangka dan deposito berjangka. Prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: mudharabah muqayyadah on balance sheet dan off balance sheet serta mudharabah mutlaqah. Padamudharabah muqayyadah off balance sheet, bank syariah juga berperan memberikan modal untuk dikelola mudharib dan bank syariah akan mendapatkan kembali modalnya dan bagi hasil dari proyek yang dikerjakan.Mudharabah


(38)

muqayyadah merupakan penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabahdan depositomudharabah(Muhammad, 2005).

2) Produk Penyaluran Dana : Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tipe tiga model, yaitu:

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip bagi hasil.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.

c. Transaksi pembiayaan sebagai usaha kerjasama yang ditujukan untuk mendapatkan barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil. Adapun prinsip-prinsip yang digunakan produk-produk bank syariah dalam pola penyaluran dana, antara lain:

1. prinsip Jual Beli (Tijaroh) : Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola: (a). Dilakukan untuk transfer of property, (b). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi harga jual barang.

Prinsip jual beli dikembangkan menjadi tiga bentuk prinsip pembiayaan, yaitu: (1). Pembiayaan murabahah : Pembiayaan Murabahah Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan


(39)

27 secara tangguh, (2). Pembiayaan Bai As-Salam (Jual Beli Barang Belum Ada) : Pembayaran dilakukan dengan tunai, sedangkan barang diserahkan secara tangguh. Bank sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. dan (3). Pembiayaan Bai Al-Istishna : Jual beli seperti akad salam, namun pembayarannnya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

2. Prinsip Sewa (Ijarah) : Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ini sama dengan jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Objek transaksinya adalah barang pada prinsip jual beli, sedangkan jasa menjadi objek transaksi pada prinsip jasa. Pada Akhir sewa, bank syariah dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Transaksi tersebut dikenal dengan istilah ijarah muntahiya bithamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Hal tersebut yang membedakan antaraijarahdenganijarah muntahiya bithamlik, yaitu kepemilikan barang atau jasa yang digunakan.

3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) : Prinsip ini meliputi beberapa jenis prinsip, yaitu: musyarakah, mudharabah dan mudharabah muqayyadah. (1). Musyarakah, merupakan


(40)

kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak. (2). Mudharabah, merupakan kerjasama antara shahibul mal yang memberikan dana 100 % kepada mudharib yang memiliki keahlian. (3). Mudharabah Muqayyadah, merupakan kerjasama yang hampir sama dengan mudharabah namun perbedaannya adalah adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal pada prinsip ini dalam produk bank syariah.

3) Akad Pelengkap : Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan jasa. Akad ini dilakukan dengan beberapa prinsip transaksi, yaitu: hiwalah (alih utang-piutang), rahn (gadai), qardh (pinjaman kebaikan), wakalah, dan kafalah. (1). Hiwalah (Alih utang-piutang) : Prinsip transaksi ini lazimnya digunakan untuk membantu supplier dalam mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank yang akan mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang dari transaksi yang berdasarkan prinsip hiwalah, (2). Rahn (Gadai) : Prinsip transaksi ini memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam bentuk pembiayaan-pembiayan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria, yaitu: memiliki nasabah sendiri, jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar, dan dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. (3). Qardh : (Pinjaman Kebaikan) Prinsip transaksi ini membantu nasabah secara cepat, berjangka pendek, dan diarahkan untuk usaha kecil


(41)

29 serta keperluan sosial. Jumlah dana yang dikumpulkan dalam pola transaksi ini berasal dari dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). (4).Wakalah : Prinsip transaksi ini menggambarkan nasabah memberi kuasa kepada bank syariah untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti: transfer, dan sebagainya. Prinsip ini diterapkan pada pengiriman uang atau transfer, penagihan (collection payment), dan lainnya. Bank syariah menerima imbalan fee atas jasanya terhadap nasabah (Antonio, 1999). (5). Kafalah : Bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank syariah dapat mempersiapkan nasabah dalam menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank syariah dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah dan memperoleh ganti biaya atas jasa yang diberikan. Bank syariah bertindak sebagai pihak penjamin, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Prinsip

ini juga memberikan pendapatan bagi bank syariah (Syafi’i

Antonio, 1999).

E. Manajemen Resiko dalam Perbankan

Dalam Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar, (2011:4) menurut Silalahi (1997), dikutip dari Husein Umar (2001:5) Resiko adalah (1). Kesempatan timbulnya kerugian, (2). Probabilitas timbulnya kerugian, (3). Ketidakpastian, (4). Penyimpangan aktual dari yang diharapkan, (4). Probabilitas suatu hasil kan berbeda dari yang diharapkan.


(42)

Sedangkan Manajemen Resiko adalah suatu cara proaktif, terkoordinasi, bernilai efektif, dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan. Menurut Hampel, et.al. (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumber daya manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik perbankan tersebut, maka resiko dapat diklasifikasi atas : enviromental risk (resiko lingkungan), management risks (resiko manajemen), delivery risk (resiko operasi), financial risk (resiko keuangan). Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan keuangan. Menurut Hempel (1994:89), cara mengukur dan mengelola resiko keungan perbankan, sebagai berikut :

a. Resiko kredit bisa diatasi dengan cara melakukam analisi kredit dengan baik dan benar, dokumentasi kredit, pengendalian dan pengawasan kredit dan penilaian terhadap resiko khusus.

b. Resiko likuiditas dapat diatasi dengan cara membuat perencanaan likuiditas, membuat rencana kontingensi, analisis biaya dan penetuan bunga kredit, pengembangan sumber pendanaan.

c. Resiko suku bunga dapat diatasi dengan cara membuat analisis kepekaan bunga terhadap aktiva, membuat analisis durasi, penilaian bunga antar waktu.

d. Resiko leverage dapat diatasi dengan cara membuat perencanaan modal, analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan, menetpkan kebijakan deviden, melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal.


(43)

31

F. Pengertian Efisiensi dan Konsep Efisiensi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efisiensi yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna, bertepat guna (http://kamusbahasaindonesia.org/efisiensi)

Konsep efisiensi berasal dari konsep mikro ekonomi, yaitu teori konsumen dan teori produsen. Sudut pandang teori konsumen mencoba untuk memaksimalkan kegunaan atau kepuasan individu, sedangkan sudut pandang teori produsen mencoba untuk memaksimalkan profit atau meminimalkan biaya. (Ascarya dan Diana Yumanita, 2007:97)

Efisiensi juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input), atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi apabila mempergunakan jumlah unit yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan perusahaan lain untuk menghasilkan jumlah output yang lebih besar. (Permono dan Darmawan dalam Priyonggo, 2008 : 34).

Dikutip dalam Priyonggo (2008), Efisiensi juga bisa diartikan sebagai rasio sebagai rasio antara input dan output. Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1). Apabila dengan input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2). Input yang lebih kecil dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi, (3). Dengan input yang lebih besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi. (Ghofur dalam Atmawardhana, 2006 ; 40).


(44)

Terdapat dua macam pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknik dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makro, karena menganggap harga sudah ditentukan (given) dan dipengaruhi oleh kebijakan makro yang jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik. Pengukuran efisiensi teknik mempunyai sudut pandang ekonomi mikro, karena terbatas pada pengkuran proses konversi input menjadi output. (Sarjana dalam Zaenal Abidin dkk, 2008 : 4)

Farrel (1957) dalam Zaenal Abidin dkk, 2008:5 membagi efisiensi perusahaan menjadi dua, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan output dengan sejumlah input yang tersedia. Sedangkan efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan inputnya, dengan struktur harga dan teknologi produksinya. Kedua ukuran ini yang kemudian dikombinasikan menjadi efisiensi ekonomi(economic efficiency).

Kumbhaker dan Lovell (2000) dalam Ascarya dan Diana Yumanita, 2007:98 berpendapat bahwa efisiensi teknis hanya merupakan satu komponen dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, syarat untuk efisiensi ekonominya, sebuah perusahaan harus efisien secara teknis. Dengan demikian, dalam rangka mencapai tingkat keuntungan yang maksimal, sebuah perusahaan harus memproduksi output yang maksimal dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan memproduksi output dengan kombinasi yang tepat dengan tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif)


(45)

33 Menurut Yi-Kai Chen (2001) seperti yang dikutip oleh Zaenal dkk, 2008:5 dalam penelitiannya mengenai efisiensi lembaga perbankan memberikan konsep efisiensi yang agak berbeda dari yang telah dikemukan diatas. Efisiensi perbankan dapat dibagi menjadi empat macam efisiensi yaitu :

1. Scale efficiency : Pengukuran tingkat efisiensi dikaitkan dengan skala usaha bank yang ditunjukkan oleh jumlah asetnya. Semakin besar aset yang dimiliki, maka semakin efisien sebuah bank, karena biaya rata-rata yang ditanggung menjadi lebih rendah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Humprey (1990) dalam Zaenal, 2008 mengungkapkan bahwa kurva biaya rata-rata industri perbankan berbentuk U-shape agak datar, dimana kelompok bank berskala medium terlihat lebih sedikit efisien dibandingkan dengan kelompok bank berskala besar dan kecil. Namun demikian, penelitian ini tidak dapat menunjukkan secara tepat, bahwa titik terendah dari kurva U-shapetersebut merupakan titik efisiennya(Scale efficien point).

2. Scope efficiency : Efisiensi diukur berdasarkan dengan tingkat scope economics dari sebuah bank. Jika terdapat Scope economics, yaitu bank yang mempunyai berbagai produk sebagai outputnya, maka bank tersebut akan lebih efisien dari pada bank spesialis. Sebaliknya, dikatakan dalam keadaan Scope economies, jika bank spesialis beroperasi secaralebih efisien dibandingkan dengan produk beragam. 3. Pure technical efficiency : Mengukur efisiensi dari maksimalisasi


(46)

efisisensi teknis yang dikemukakan oleh Farrel (1957). Sebagian besar hasil penelitian ini meninjau tingkat efisiensi suatu perusahaan (ie.bank) menurut pengertian tersebut.

4. Allocative efficiency berkaitan dengan pemilihan kombinasi input yang tetap.

Tobin menyebutkan ada empat faktor yang menyebabkan efisiensi dalam lembaga keuangan. Faktor utama adalah efisiensi karena arbitrase informasi, kedua efisiensi karena ketepatan penilaian asset-asetnya, ketiga adalah efisiensi karena lembaga keuangan bank mampu mengantisipasi resiko yang muncul, dan yang keempat adalah efisiensi fungsional, yaitu berkaitan dengan administrasi dan mekanisme pembayaran yang dilakukan oleh sebuah lembaga keuangan. Termasuk didalam efisiensi fungsional ini adalah risk pooling, general insurance, administrasi, dan mobilisasi dana masyarakat. (Atmawardhana dalam Priyonggo,2008 : 34-35).

Sebuah perusahaan (termasuk bank) dapat dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya produksi untuk menghasilkan output tertentu dengan suatu tingkat teknologi yang umumnya digunakan serta harga pasar yang berlaku. (Zaenal Abidin dkk, 2008 : 5)

Dikutip dalam Priyonggo (2008:35) Efisiensi bank merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisa suatu performa suatu bank dan juga sebagai sarana untuk lebih meningkatkan efektifitas kebijakan moneter. Efisiensi dilihat dari dua sisi, yaitu : dari sisi biaya (cost efficiency) dan keuntungan (profit efficiency). Profit efficiency sendiri dibedakan menjadi


(47)

35 dua yaitu Standar profit efficiency dan Alternatif profit efficiency. Secara umum ada tiga pendekatan konsep dasar model efisiensi sektor finansial (perbankan) yaitu Cost Efficiency, Standard Profit Efficiency dan Alternative Profit Efficiency. (Berger dan Mester dalam Siti Aisyah dan Jardin A. Husman, 2006:532)

Cost efficiency pada dasarnya mengukur tingkat biaya suatu bank dibandingkan dengan bank yang memiliki biaya operasi terbaik (best

practice bank’s cost) yang menghasilkan output yang sama dengan teknologi yang sama. Profit efficiency mengukur tingkat efisiensi dari kemampuan bank dalam menghasilkan laba untuk setiap unit input yang digunakan. (Priyonggo Suseno, 2008:35)

Masalah efisiensi berkaitan dengan masalah pengendalian biaya. Efisiensi berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut. Sebuah bank dituntut untuk memperhatikan masalah efisiensi karena meningkatnya persaingan dan standar hidup konsumen. Bank yang tidak mampu untuk memperbaiki tingkat efisiensinya maka akan menurunkan kinerja bank sehingga bank tersebut dapat kehilangan daya saing yang baik dalam hal mengerahkan dana masyarkat maupun dalam hal penyaluran dana tersebut dalam bentuk usaha modal.

Menurut Muharram dan Purvitasari (2007) dikutip dalam Ahmad Iqbal, 2011:24, pengukuran efisiensi bisa dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu :


(48)

1. Pendekatan Rasio : Mengukur Efisiensi dengan cara menghitung perbandingan output dan dengan input yang digunakan. Pendekatan rasio akan dinilai efisien yang tinggi jika memproduksi output yang maksimal dengan input yang minimal. Efisiensi = input output. Menurut Chu-Fen Li (2007) melihat pendekatan rasio sebagai”the most critical limitation of the financial ratio is that they fail to consider the multiple input-output.” Oleh karena itu pendekatan ini belum mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh.

2. Pendekatan regresi : Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana : Y = output, X = input

Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output, karena hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah persamaan regresi.

3. Pendekatan frontier : Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Pendekatanfrontier non parametrik dapat diukur dengan tes non parametrik yaitu dengan menggunakan Data Envelopment Analysis(DEA) dan Pendekatan frontierparametrik dapat diukur dengan tes parametrik yaituStockhastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Analysis (DFA). Persamaan perhitungan menggunakan metode non parametrik dan metode parametrik yaitu


(49)

37 sama-sama menggunakan input dan output sebagai variabel. Dalam penelitian ini digunakan metode parametrik non parametrik Data Envelopment Analysis(DEA).

G. Pendekatan Non ParametrikData Envelopment Analysis(DEA)

1. Pendektan Non Parametik Metode DEA (Data Envelopment Analysis) Data Envelopment Analysis (DEA) yang akan digunakan sebagai metode analisa dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini untuk mengukur efisiensi Bank Syariah dan Bank Konvensional dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Dalam buku Kinerja Keuangan dan Efisiensi Perbankan oleh Zainal Abidin dkk, 2008: 11-12, Metode DEA merupakan salah satu metode frontier berbasis non parametrik dengan menggunakan program linier. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk mengukur tingkat efisiensi dari decision-making units (DMUs) relatif terhadap DMU sejenis,

ketika semua unit berada pada atau dibawah “kurva” efisien frontier -nya. Metode ini bisa digunkan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari beberapa objek. Selain menghasilkan nilai efisiensi masing-masing DMU, DEA juga menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak efisien.

Dasar pengukuran efisiensi dengan DEA adalah program linier, transformasi program linier yang kita sebut dengan DEA adalah sebagai berikut :

maksimumkan m maxsimasi ht=∑ vrtqrt


(50)

r=1

Dengan batasan atau kendala

m n

kendala ∑ vrtqrs- ∑ uitxit≤ 0 , r = 1,2 …… m

r=1 i=1

n

∑ uikxik = 1 , dan Ui dan Vr≥ 0, dimana:

i=1

qrt: adalah jumlah output r pada bidang t

xit: adalah jumlah input i pada bidang t

qrs: adalah jumlah input r pada bidang s

xit: adalah jumlah ouput i pada bidang t

m : adalah jumlah sampel yang dianalisis s : Jumlah input yang digunakan

uik: nilai terbesar input I pada bidang k

uit :nilai tertimbang dari output r yang dihasilkan pada bidang t

ht: adalah nilai yang dioptimalisasikan sebagai indikator efisiensi

Dalam menggunakan DEA, perlu diperhatikan beberappa hal penting, yaitu positivity, jumlah DMU, homogeneity, isotonicity, windows analysis dan bobot. Karena menggunakan program linier, maka DEA mensyaratkan variable input dan outputnya bernilai positif (>0). Dan untuk memastikan terpenuhinya degree of freedo, DEA mensyaratkan jumlah DMU yang dianalisis minimal 3 unit, yang seluruhnya mempunyai kesamaan input dan outputnya. Isotonicity berarti bahwa setiap terdapat kenaikan pada variable input, harus mendapatkan respon berupa kenaikan setidaknya satu variabel output dan tidak ada


(51)

39 variabel output yang mengalami penurunan. Mengingat bahwa nilai produktivitas DMU seringkali dipengaruhi oleh waktu, maka perlu dilakukan windows analysis ketika terjadi pemecahan data DMU (tahunan menjadi triwulan atau bulanan misalnya).

Beberapa keunggulan serta keterbatasan DEA

Beberapa hal yang menjadi keunggulan Pendekatan DEA adalah : a. Metode DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus

untuk mengukur efisiensi relative suatu DMU yang menggunakan banyak input dan output sehingga dapat menhasilkan suatu skor atau nilai.

b. Metode DEA tidak memerlukkan aasumsi hubungan fungsional antara variabelinputdanoutput.

c. DMU (decision making unit) dapat dibandingkan secra langsung dengan sesamanya.

d. Satuan pengukuran input dan output dapat berbeda. Keterbatasan DEA di antaranya adalah :

a. Metode DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat diukur. Kesalahan dalam memasukkan input dan output akan memberikan hasil pengukuran yang bias.

b. Nilai-nilai yang dihasilkan dari DEA merupakan nilai relative bukan nilai absolute.


(52)

d. Menggunakan perumusan linear programming terpisah untuk tiap DMU (perhitungan secaramanual sulit dilakukan apalagi untuk masalah berskala besar).

Ada dua model yang sering digunakan dalam pendekatan ini, yaitu: a. Model CCR (1978)

Disebut CCR karena dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya, jika ada penambahan input sebesar x kali, maka output juga akan meningkat sebesar x kali. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah setiap perusahaan (bank) beroperasi pada skala yang optimal (optimum scale)

b. Model BCC 1984

Model yang dikembangkan oleh Banker, Charnes dan Chooper pada tahun 1984 ini merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi dalam skala yang optimal. Persaingan dan kendala-kendala keuangan dapat menyebabkan perusahaan untuk tidak beroperasi pada skala optimalnya. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variabel return to scale). Artinya penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali.


(53)

41 2 . Penentuan Variabel Input dan Output

Mengutip dari pendapat Leong et al. (2003) dan Barrr et al. (2002) dalam Zainal Abidin dkk, 2008:18, terdapat tiga pendekatan dalam konsep variabel input dan output yaitu :

a. Pendekatan Produksi dimana dalam pendekatan ini bank sebagai produser dari rekening tabungan dan kredit pinjaman. Dengan demikian, definisi output pada pendekatan ini adalah penjumlahan dari rekening-rekening tersebut. Sedangkan inputnya adalah jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aktiva tetap dan material lainnya. Pendekatan ini lebih cocok untuk mengevaluasi kinerja efisiensi untuk suatu cabang pada suatu bank.

b. Pendekatan Intermediasi dimana pendekatan ini mendefinisikan bank sebagai perantara, yang mengubah dan mentransfer aset-aset keuangan, dari unit-unit yang kelebihan dana ke unit-unit yang kekurangan dana. Output dalam pendekatan ini diukur melalui kredit pinjaman dan investasi keuangan, sedang inputnya adalah biaya tenaga kerja dan modal serta pembayaran bunga pada deposit. Pendekatan ini lebih tepat untuk mengevaluasi kinerja efisiensi bank sebagai lembaga intemediasi atau DMU.

c. Pendekatan Aset dimana pendekatan ini merupakan pengembangan dari pendekatan intermediasi, yaitu melihat fungsi primer sebuah bank sebagai pencipta kredit pinjaman. Sehingga, output dari pendekatan ini adalah kemampuan perbankan dalam menanamkan dana dalam bentuk kredit, surat-surat berharga dan alternatif aset


(54)

lainnya. Sedangkan inputnya adalah harga tenaga kerja, harga dana, dan harga fisik modal.

Menurut Kwan (2002) dan Berger dan Humprey (1997) dalam Zainal Abidin dkk, 2008:18, pendekatan intermediasi ini banyak digunakan dalam penelitian efisiensi bank. Mereka menyarakan bahwa pendekatan intermediasi adalah yang paling sesuai untuk mengevaluasi efisiensi seluruh bank karena termasuk didalamnya beban bunga yang jumlahnya setengah atau dua pertiga dari total biaya. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi dalam pengambilan keputusan variabel output dan input, karena dinilai lebih sesuai mengevaluasi kinerja efisiensi bank secara keseluruhan.

Penelitian ini menggunakan tiga variabel input dan satu variabel output. Variabel inputnya terdiri dari:

a. Jumlah Aset Tetap

Aset tetap adalah aset bank dengan masa pakai di atas satu tahun, dimaksudkan untuk tidak dijual guna menunjang kegiatan operasional bank, antara lain berupa tanah, gedung, dan peralatan yang dimiliki atau disewa (kamus BI). Alasan penggunaan variabel ini adalah karena aset tetap bagi perbankan mempunyai pengaruh terhadap dana yang dapat dialokasikan untuk kredit/pembiayaan. b. Simpanan

Adalah sejumlah dana masyarakat baik individu maupun badan hukum yang berhasil dihimpun oleh bank melalui produk penghimpunan dana. Simapanan ini berupa giro, tabungan, dan


(55)

43 deposito. Alasan penggunaan variabel ini adalah karena seberapa besar fungsi intermediasi bank nampak dari seberapa besar dana pihak ke tiga (simpanan yang dihimpun dapat disalurkan kembali dalam bentuk kredit /pembiayaan) yang digunakan sebagai variabel inputdari penelitian ini.

c. Beban operasional lain

Merupakan biaya langsung yang berhubungan langsung dengan kegiatan operasional bank. Beban operasinal lain adalah selain biaya atas simpanan, yang mencakup biaya tenaga kerja, biaya valuta asing, biaya administrasi, biaya promosi, beban penyusutan dan amortisasi, dan biaya lai-lain. Alasan penggunaan variabel ini adalah karena beban operasional lain digunakan sebagai ukuran beban biaya yang dikeluarkan bank dalam kegiatan operasionalnya.

Sementara itu dalam penelitian ini menggunakan variabel output berupa:

1. Kredit atau pembiayaan

Merupakan produk penyaluran dana perbankan kepada masyarakat, baik individu maupun badan hukum yang digunakan untuk investasi, perdagangan ataupun konsumsi, yang dapat memberikan keuntungan bagi bank dengan adanya bunga ataupun bagi hasil. Pemilihan variabel ini sebagai output karena produk utama bank sebagai lembaga intermediary adalam kredit atau pembiayaan.


(56)

d. Pengaruh Total Aset tetap Terhadap Total Kredit atau Pembiayaan Aset tetap adalah aset bank dengan masa pakai di atas satu tahun, dimaksudkan untuk tidak dijual guna menunjang kegiatan operasional bank, antara lain berupa tanah, gedung, dan peralatan yang dimiliki atau disewa (kamus BI). Semakin tinggi nilai aset tetap yang dimiliki oleh bank, semakin rendah kredit/pembiayaan yang bisa diberikan. Hal ini karena ketika bank memutuskan untuk mengadakan atau menambah aset tetap, maka bank telah menggunakan dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pemberian kredit atau pembiayaan. Secara otomatis dana untuk kredit atau pembiayaan menjadi berkurang.

e. Pengaruh Total Simpanan terhadap Kredit/ Pembiayaan

Menurut Antonio (2003), simpanan merupakan titipan murni dari nasabah kepada bank, yang untuk kemudian dipergunakan oleh bank dalam aktivitas kegiatan ekonomi tertentu dengan catatan bank menjamin akan mengembalikannya secara utuh kepada nasabah. Simpanan merupakan dana utama bagi bank dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan. Semakin besar jumlah dana simpanan akan meningkatkan kemampuan bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan ke masyarakat.

f. Pengaruh Beban Operasional lainnya terhadap Kredit/Pembiayaan Menurut Rivai (2007), biaya operasional lain merupakan semua biaya yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank kecuali biaya bagi hasil untuk bank syariah dan biaya bung untuk bank


(57)

45 konvensional. Semakin baik bank dalam mengelola biaya operasional lain maka semakin efisien bank tersebut. Layaknya biaya yang merupakan beban yang harus benar-benar diperhatikan besar-kecil jumlahnya dalam setiap kegiatan perusahaan, biaya operasional lain dalam bank juga sama seperti itu. Seamakin tinggi nilai biaya operasional lain maka semakin tinggi pula beban yang ditanggung oleh bank yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah kredit atau pembiayaan yang dapat disalurkan ke masyarakat.

H. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti

Judul

Penelitian

Tahun Persamaan Perbedaan

Metodologi

Penelitian

Hasil

1 Zainal Abidin Kinerja

efisiensi pada

Bank Umum

2007 Metode

penelitian

yang

digunakan

Input dan

output

berbeda

DEA Multi

Stage

Secara rata-rata

tingkat efisiensi 93

Bank Umum

mengalami

peningkatan dari

(0.776) di tahun 2002

menjadi (0.793) di

akhir tahun 2003 dan

mengalami penurunan

pada tahun 2004 dan

2005 yaitu sebesar

0.782 dan 0.736

2 Ascarya &

Diana

Yumanita

Comparing

the efficiency

of islamic

banks in

malaysia and

indonesia

2008 Membandingka

n antar Bank

dan

Metode

perhitungan

dengan

menggunakan

Bank yang

diteliti,

input dan

output yang digunakan Data Envelopment Analysis (DEA)

Hasil penelitian ini

menunjukkan secara

general bahwa Bank

Islam di Indonesia

relative lebih efisien


(58)

DEA Bank Islam di

Malaysia yang

dikarenakan FDR di

Indonesia selalu lebih

tinggi dari 100

percent, ini semua

dilarenakan kontribusi

Bank Islam di

Indonesia kepada

sektor riil.

3 Priyonggo

Suseno

Analisis

efisisensi dan

skala ekonomi

pada industri

perbankan

syariah di

Indonesia

2008 Metode

penelitian dan

membandingk

an antar bank

input dan

output yang

digunakan

dan bank

yang diteliti Data

Envelopment

Analysis

(DEA) dan

untuk mencari

hubungan

antara

efisisensi dan

skala ekonomi

digunakan

analisis

regresi

Dalam penelitian ini

menggunakan metode

DEA dan hasil dari

penelitian ini adalah

secara umum,

perbankan syariah

periode 1999-2004

cukup efisien, dari 10

Bank yang diteliti

hanya sekitar 7

percent inefisiensi.

Dan tidak ada

perbedaan yang

signifikan antara

tingkat efisiensi

perbankan umum

syariah dengan bank

konvensional yang

memiliki unit usaha

syariah serta terdapat

peningkatan efisiensi


(59)

47

rata-rata 2,3 percent

pertahun.

4. Imron

Rosyadi dan

Fauzan

Komparatif

Efisisensi

Perbankan

Syariah dan

Perbankan

Konvensional

di Indonesia

2011 Membandingka

n antar bank

dan metodelogi

yang digunakan

Input dan

output yang

digunakan,

tahun yang

diteliti, bank

atau sampel

yang diteliti Data Envelopment Analysis (DEA) 1. Secara keseluruhan

(semua rasio

keuangan yang

diamati),

menunjukkan

bank syariah

memiliki skor

kinerja yang lebih

tinggi dari

konvensional.

2. Sepanjang

periode

pengamatan bank

rata-rata kinerja

syariah lebih

besar dari

rata-rata bank

konvensional

3. Berdasarkan ui

signifikasi f untuk

kinerja

disimpulkan

bahwa vaia bank

konvenional

berbeda dan pada

uji t kinerja bank

konvensional


(60)

signifikan

4. Berdasarkan

dengan pengujian

dengan metode

DEA, kinerja

bank syariah

relatif lebih

efisien dari bank

konvensional

5 Rino Adi

Nugroho

Analisis

perbandingan

efisiensi bank

umum syariah

(BUS) dan

unit usaha

syariah (UUS) dengan metode stockastic frontier analysis (SFA) 2011 Membandingka

n antar bank

Metode

penelitian,

tahun yang

diteliti,

input dan

output yang

digunakan

Stochastic

Frontier

Analysis

(SFA)

Biaya operasional

mempunyai pengaruh

positif dan signifikan

terhadap pembiayaan,

variable biaya

operasional lain

mempunyai pengaruh

positif dan tidak

signifikan terhadap

pembiayaan, dan tidak

ada perbedaan fisiensi

antara BUS dan UUS.

6 Ahmad Iqbal Perbandingan

efisiensi bank

umum syariah

(BUS) dan

bank umum

konvensional

(BUK) di

2011 Membandingka

n antar bank

Metod

penelitian,

tahun yang

diteliti dan

input – outpur yang

digunakan

Stochastic

Frontier

Analysis

(SFA)

Hasil analisis

menggunakan metode

SFA menunjukan

bahwa selama periode

2006-2009 BUS dan

BUK selalu


(61)

49 Indonesia dengan menggunakan stochastic frontier approach (SFA)

peningkatan efisiensi

dengan rata-rata

efisiensi 0.9467 untuk

BUS dan 0.9516

untuk BUK. Hal ini

menunjukan bahwa

BUK di Indonesia

sedikit lebih baik dari

pada BUS dalam hal

efisiensi sehingga

BUK lebih optimal

dalam total

pembiayaan pada

periode 2006-2009.

Rata-rata efisiensi

BUS dan BUK yang

berkisar pada tingkat

0,9 menunjukan

bahwa BUS dan BUK

di Indonesia sudah

mencapai tingkat

efisiensi meskipun

belum mencapai

tingkat efisiensi

penuh atau 1

I. Kerangka Pemikiran

Pada awalnya evaluasi kinerja efisiensi bank diukur menggunakan rasio keuangan seperti rasio BOPO, ROE, ROA dan lain-lain akan tetapi menurut beberapa pakar (Oral dan Yolalan, 1990 ; Berger dan Humprey, 1992 ; Zainal Abidin dkk : 20,2008), penilaian kinerja efisiensi tidak bisa


(62)

dilakukan secara parsial tetapi harus secara keseluruhan dengan memperhitungkan semua output dan input yang ada.

Oleh karena itu Penelitian ini melihat indkator dari sisi lain dalam mengukur efisiensi perbankan. Dimulai dengan menentukan variabel output dan input pada bank syariah dan bank konvensional dengan sampel dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. Maka didapat output dan input melalui pertimbangan menggunakan pendekatan intermediasi, karena pendekatan intermediasi dinilai lebih tepat dalam mengevaluasi kinerja efisiensi suatu bank. Dan variabel output atau variabel Q terdiri dari satu variabel yaitu total kredit/pembiayaan dalam bank syariah dan bank konvensional. Dan variabel input attau variabel P terdiri dari tiga variabel yaitu total simpanan, beban operasional lainnya, jumlah asset tetap.

Penelitian ini mengukur efisiensi suatu bank dengan menggunakan Pendekatan Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Dimana dalam pengukuran ini akan mengetahui efisien atau tidaknya suatu bank, sehingga bisa menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas performa suatu bank.

Variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel output dan variabel input. Dimana variabel input untuk kedua pendekatan terdiri dari Asset tetap, Simpanan dan Beban Operasional Setelah melakukan pengujian menggunakan metode efisiensi tersebut maka akan didapatkan Nilai efisiensi suatu bank. Untuk mengetahui perbandingan antara Nilai efisiensi bank syariah dan bank konvensional maka dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk mengetahuinya


(63)

51

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Bank Indonesia

Laporan Keuangan Bank Syariah & Konvensional

INPUT 1. Asset tetap 2. Simpanan 3. Beban

Operasional lain

OUTPUT 1. Kredit /

Pembiayaan

Tingkat Efisiensi Bank Syariah

Tingkat Efisiensi Bank Konvensional Uji t

DEA Analysis

Analisis

Kesimpulan, Implikasi dan Saran


(64)

J. Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan maka dirumuskan, sebagai berikut :

H1 : Bank Syariah lebih efisien dibandingkan dengan Bank Konvensional H2 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai efisiensi Bank Syariah


(65)

53

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti efisiensi pada bank syariah dan bank konvensional yang memiliki dual banking system yang ada di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pendekatan Intermediasi yang merupakan fungsi bank itu sendiri sebagai perantara, yang mengubah dan mentransfer aset-aset keuangan, dari unit-unit yang kelebihan dana ke unit-unit yang kekurangan dana. Pendekatan intermediasi dikatakan lebih tepat untuk mengukur kinerja efisiensi perbankan karena sebagai fungsi intermediasi atau DMU.

Efisiensi merupakan tolak ukur kinerja suatu bank. Suatu bank dapat dikatakan efisiensi apabila mempergunakan jumlah unit yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan bank lain untuk menghasilkan jumlah output yang lebih besar. Input yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asset tetap, simpanan dan beban operasional lain. Dan output yang digunakan yaitu kredit/pembiayaan. Penelitian ini akan meneliti seberapa besar efisiensi pada bank konvensional dan syariah serta membandingkan hasil efisiensi antara bank umum syariah dan bank umu konvensional

Periode penelitian ini dimulai dari bulan januari 2008 sampai dengan desember 2011. Tahun 2008 dipilih menjadi dasar tahun karena industri


(66)

perbankan nasional dihadapkan adanya krisis global yang terjadi diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 2008 dikarenakan adanya mekanisme pemberian kredit oleh berbagai lembaga keuangan di Amerika serikat yang sangat ekspansif bernama Subprime Mortgage. Dalam mekanisme tersebut banyak peminjam dana yang mengalami kredit macet akibat tingginya suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral Amerika Serikat, sehingga menyebabkan lembaga keungan dan penjamin simpanan menderita kerugian. Keadaam tersebut memicu hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan dan pasar keuangan. Keterikatan sistem keuangan dengan pasar keuangan global pada akhirnya membawa dampak krisis tersebut bagi perekonomian dunia. Kondisi kebangkrutan tersebut bukan ahanya memberikan dampak yang cukup mengkhawatirkan dalam industri perbankan diseluruh dunia, tidak terkecuali industri perbankan di Indonesia. Dan pada tahun 2008 juga di sahkannya UU No. 21 tahun 2008 yang mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah sehingga membuat perkembangan syariah yang sangat baik. Bank Indonesia juga menciptakan sebuah kerangka acuan yang diwujudkan dalam bentuk cetak biru (blue print) arsitektur perbankan nasional yang dipakai sebagai semua pihak yang terkait dalam industi perbankan. Cetak biru itu dikenal dengan istilah API (Arsitektur Perbankan Indonesia). API membuat tahap implementasi dan prioritas inisiatif-inisiatif dalam pengembangan perbankan syariah yang dibagi oleh bank indonesia menjadi tiga tahap. Tahap tersebut yaitu, tahap I periode 2002-2004 meletakkan landasan yang kuat bagi pertumbuhan, tahap II periode


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI BANK SYARI’AH DAN BANK KONVENSIONAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 13 20

Tingkat efisiensi bank umum Syariah (bus) menggunakan metode data envelopment analysisi (dea)

0 11 166

Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 2008-2012)

0 4 168

ANALISISKINERJA KEUANGAN DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) PADA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

2 12 83

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH DAN BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN METODE Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah Dan Bank Umum Konvensional Dengan Metode Data Evelopment Analysis (Dea) Periode 2010-2014.

0 4 16

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BANK UMUM KONVENSIONAL DAN BANK UMUM SYARIAH DENGAN METODE Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah Dengan Metode Data Envelopment Analysis (Dea)(periode tahun 2008 - 2012).

0 2 15

PENDAHULUAN Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah Dengan Metode Data Envelopment Analysis (Dea)(periode tahun 2008 - 2012).

0 1 11

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BANK UMUM KONVENSIONAL DAN BANK UMUM SYARIAH DENGAN METODE Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah Dengan Metode Data Envelopment Analysis (Dea)(periode tahun 2008 - 2012).

0 1 10

Analisis Tingkat Efisiensi Antara Bank Umum Syariah Dengan Bank Umum Convensional Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (Dea)

0 0 10

SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN PERBANKAN KONVENSIONAL DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 1 15