BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Analisis Kewajiban Negara Indonesia Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris, masyarakatnya sebagian besar

  menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Komoditas pertanian yang merupakan pilar pemenuhan kebutuhan pangan bangsa Indonesia. Hasil pertanian ini tidak bisa dilepaskan dari masalah pangan. Penurunan hasil pertanian berdampak pada berkurangnya kemampuan petani dan pemerintah dalam menjaga stabilisasi pangan di masyarakat. Melihat keadaan pertanian Indonesia mengalami pengurangan volume hasil yang pesat sejak beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu sektor pertanian perlu dilindungi, karena penduduk menggantungkan pangan terhadap hasil bumi.

  Pangan menjadi kebutuhan umat manusia yang paling asasi, sehingga ketersediaannya bagi masyarakat menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Ketersediaan pangan memiliki relasi positif dengan kesejahteraan manusia (Majda El Muhtaj, 2009: 115). Mengutip dalam pernyataan Presiden Soekarno dalam Achmad Suryana “Apa yang saya hendak katakan itu, adalah amat penting,

  

bahwa mengenai soal mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari, oleh karena

itu, soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makan rakyat

  “(Achmad Suryana, 2008: 1). Pendapat Soekarno jelas berdasarkan pada gagasan pemenuhan kebutuhan pangan itu sendiri. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, dan merata. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis (Akbar Kurnia Putra, 2012: 1). Kebijakan pangan diperlukan dalam rangka mengatasi krisis pangan mendatang.

  Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana tertuang dalam Universal

  

Declaration of Human Rights tahun 1948 pada Pasal 25 ayat (1) atau yang lebih

commit to user

  “(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. “

  Laporan Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan bahwa selama 30 tahun terakhir telah terjadi kemajuan luar biasa dalam hal kemampuan dunia menyediakan pangan bagi seluruh umat manusia, tetapi secara absolut tingkat kekurangan pangan tetap tinggi ( Kusumajati dalam Ridha Amaliyah, 2009: 227). Keadaan seperti ini akan menimbulkan krisis bagi negara-negara di dunia dan bisa melanda Negara Indonesia yang berpenduduk banyak. Dalam laporan FAO yang dikutip dalam harian kompas mengenai ketahanan pangan, FAO memperkirakan 842 juta orang mengalami kelaparan kronis pada 2011-2013 atau sekitar 12 persen dari total penduduk dunia. Jumlah penderita kelaparan di seluruh dunia ini turun 17 persen dari 1990-1992 Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) berjudul

  “State of Food Insecurity in the World (SOFI 2013)” ini

  diterbitkan setiap tahun, bekerja sama dengan International Fund for Agricultural

  

Development (IFAD) dan Program Pangan Dunia (WFP) negara berkembang

  menjadi wilayah dengan jumlah penduduk kelaparan terbanyak, disusul oleh negara maju dengan jumlah penduduk kelaparan yang mencapai 15,7 juta jiwa (FAO

  Krisis pangan merupakan salah satu permasalahan yang harus dihindari oleh setiap negara sebagai bentuk tanggung jawab. Tanggung jawab negara adalah melindungi warga negaranya. Negara perlu mempersiapkan pengaturan kebijakan akan pangan dalam menghadapi krisis yang akan terjadi dikemudian hari. Kebijakan nasional yang berkeadilan perlu memprioritaskan pilar pembangunan

  

commit to user kualitatif harus mampu diprioritaskan. Karena itu, kekurangan pangan dan gizi buruk yang menimpa seseorang atau keluarga berarti pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Hal itu merupakan tanggung jawab masyarakat, pemerintah dan negara yang bersangkutan. Indonesia juga memperlakukan penyediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai prioritas yang utama.

  Setiap warga Negara memiliki hak untuk mendapat jaminan agar dapat melangsungkan kehidupannya (Survive). Pemenuhan kebutuhan pangan tidak bisa ditawar lagi. Pangan sebagai salah satu hak yang paling mendasar, harus dapat diakses secara teratur, tetap, dan bebas, baik secara langsung atau dengan membeli. Akses pangan harus mampu diwujudkan oleh pemerintah baik ditingkat nasional maupun daerah. Pemenuhan pangan bukan hanya bertujuan memuaskan kebutuhan manusia atau sekadar konsekuensi tanggung jawab moral terhadap sesama manusia melainkan juga sebagai investasi. Tercapainya ketahanan pangan bagi semua warga negara merupakan investasi sosial dan ekonomi sebuah negara demi hadirnya generasi yang lebih baik.

  Pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya peran strategis untuk mencapai ketahanan pangan di dalam negeri dengan merevitalisasi sektor kehutanan dan perikanan sejak 2005 sebagai upaya peningkatan daya dukung pangan Selain dua sektor tersebut pemerintah juga tak melupakan revitalisasi sektor perkebunan dan pertanian sebagai penyumbang pangan terbesar.

  Permintaan akan pangan, yang merupakan kebutuhan dasar, akan terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup. Berdasarkan hal tersebut, masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh warga negara setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintah suatu negara. Indonesia dengan jumlah penduduk yang berjumlah sekitar 215 juta orang, masalah pangan juga selalu menjadi isu yang sensitif. Seringkali terjadi konflik akibat adanya kelangkaan dan kenaikan harga pangan. Fenomena di atas menunjukkan ketahanan pangan merupakan isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus yang harus

  

commit to user diutamakan dalam pembangunan pertanian (Ridwan Kurniawan Kapindo, 2011: 19).

  Praktik kenegaraan, pangan merupakan variabel penting yang bisa digunakan memperkuat basis material negara, sebagai saranan menjalankan fungsi reproduksi sosial sekaligus penentu keberlangsungan hidup sebuah bangsa. Pangan memiliki kekuatan untuk menjawab kebutuhan politis dari negara terhadap warganegaranya. Selanjutnya, hubungan tersebut dilegitimasikan melalui konstitusi sebagai konsekuensi yuridis dan sumber pengikat kewajiban pemerintah atas pemenuhan pangan.

  Ketahanan pangan bukan lagi sebagai isu strategis pada tataran nasional melainkan internasional. Beberapa negara berkembang mengandalkan ketahanan pangann sebagai kekuatan politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

  

Food power to save the company merupakan dalil yang sering diungkapkan oleh

  politisi dan ekonom suatu negara untuk menunjukan bahwa ketahanan pangan sebagai landasan stabilisasi dalam berbagai aspek kehidupan (Muhammad Amin, 2012: 54). Ketahanan pangan perlu diwujudkan oleh negara mengingat kekurangan pangan berpotensi memicu keresahan dan berdampak pada masalah sosial, keamanan, dan ekonomi. Selain itu kekurangan pangan juga berpotensi menimbulkan krisis politik dan ekonomi suatu negara.

  Konsep ketahanan pangan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 memiliki definisi sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kondisi seperti ini perlu untuk diwujudkan mengingat konsideran Undang-Undang Pangan tersebut berbunyi negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan

  

commit to user Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban terhadap konstitusi Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam memenuhi kebutuhan hak pangan. Pertama yaitu kewajiban atas pemenuhan hak pangan sebagai cerminan dari hak penghidupan yang layak. Kedua kewajiban dalam pengelolaan hasil alam untuk kesejahteraan rakyat Indonesia melalui penyediaan pangan serta memberikan akses masyarakat untuk mendapatkan pangan. Kedua instrument tersebut apabila disatukan akan menjadi kewajiban atas pemenuhan hak atas pangan melalui kebijakan nasional. Ketiga, kewajiban nasional Indonesia atas instrument hukum internasional sebagaimana konstitusi mengakui eksistensi hukum internasional. Selain itu kewajiban Negara Indonesia dalam artian ini adalah pemerintah yang berdaulat dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan berbunyi Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Proses dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut harus dipenuhi pemerintah dengan menjaga stabilitas proses produksi, distribusi, dan konsumsi pangan.

  Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kewajiban itu muncul sebagai tafsir atas pemenuhan hak hidup yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar berdirinya Republik Indonesia menyatakan, antara lain, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27, Ayat 2); bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat (Pasal 33, Ayat 3); bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34) dilengkapi dengan Pasal 28 A (Ayat 1), Pasal 28 I (Ayat 4). Sebelumnya ketahanan pangan harus diwujudkan setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tersebut dijelaskan: (a) bahwa pangan

  

commit to user setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional; (b) bahwa pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Lefidus Malau, 2008: 1). Meskipun dalam akhirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 direvisi sebagai akibat belum tercakupnya tujuan nasional dalam pemenuhan pangan.

  Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan mencoba memperkaya cakupan mengenai definisi pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Perluasan secara terminologi tentang pangan menggambarkan upaya pemerintah mewujudkan ketahanan pangan telah bulat.

  Upaya mewujudkan pangan yang sehat, bergizi dan terjangkau bagi masyarakat mendapatkan jaminan dari peraturan perundang-undangan Negara Indonesia. Perlindungan akan hak pangan menjadi penting karena konstitusi menginstruksikan akan penghormatan atas hak hidup dan penghidupan yang layak. Pemenuhan hak hidup bisa diartikan sebagai pemenuhan hak pangan dengan melihat pangan sebagai salah satu faktor kelangsungan hidup. Selain mewujudkan pangan yang sehat perlu disadari oleh pemerintah untuk memperhatikan ketahanan pangan. Sehingga tercapainya pangan yang sehat dan bergizi juga diiringi tercapainya ketahanan pangan nasional.

  Standardisasi yang diberlakukan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan di atas perlu dipenuhi. Pembangunan ketahanan pangan tidak cukup hanya dengan memperhatikan kinerja di tingkat nasional. Adanya perbedaan permasalahan potensi dan sumber daya di tiap daerah mengharuskan kebijakan

  

commit to user saja, tapi perlu dilihat secara spesifik antar daerah agar kebijakan dan program- program yang dilaksanakan efektif, tepat sasaran, dan berdampak nyata. Upaya mendukung tujuan pemerataan ketahanan pangan secara nasional dan daerah tersebut mendapat jaminan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan pangan. Dewan Ketahanan Pangan ini menjadi wakil pemerintah pusat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan secara merata.

  Melihat pentingnya pemenuhan kewajiban suatu negara, khususnya Negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik bagi warga negaranya, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian terkait dengan kewajiban negara dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan menganalisa Konstitusi dan instrument hukum internasional melalui analisis produksi, distribusi, dan konsumsi pangan yang sudah dilaksanakan pemerintah serta menganalisa peraturan-peraturan terkait ketahanan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul : “ANALISIS KEWAJIBAN NEGARA

  INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” B.

   Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti menyusun rumusan masalah untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, tegas, terarah, serta tercapai sasaran yang diharapkan. Dari uraian latar belakang diatas maka peneliti mengambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1.

  Ketentuan hukum apakah yang mengatur kewajiban Negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional?

  2. Apakah peraturan-peraturan terkait ketahanan pangan dapat mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia?

  

commit to user

  C.

  

Tujuan Penelitian

  Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai pemecahan atas permasalahan yang dihadapi (Tujuan Obyektif) maupun untuk memenuhi kebutuhan perorangan (Tujuan Subyektif). Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

  1. Tujuan Obyektif a.

  Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kewajiban Negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional; b. Untuk mengetahui keterkaitan peraturan hukum yang terkait dengan ketahanan pangan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan di

  Indonesia.

  2. Tujuan Subyektif a.

  Untuk menambah, memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam mengkaji masalah di bidang Hukum Tata Negara khususnya pada kewajiban negara terhadap mewujudkan ketahanan pangan nasional dan pemenuhan hak pangan bagi warga Negara Indonesia; b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

  Universitas Sebelas Maret Surakarta; c. Sebagai cara untuk menerapkan serta mendalami teori dan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh kuliah di

  Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  D.

  

Manfaat Penelitian

  Salah satu aspek penting dalam penelitian yang tidak dapat diabaikan adalah manfaat penelitian. Sebuah penelitian hukum diharapkan dapat

  

commit to user maupun dapat diterapkan dalam prakteknya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

  1. Manfaat Teoritis a.

  Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya serta ilmu hukum tata negara pada khususnya mengenai kewajiban negara dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional sesuai peraturan yang mengatur hal tersebut; b. Memberikan sumbangan pemikiran dan suatu gambaran yang lebih nyata mengenai ketahanan pangan dalam tataran ilmu tata negara serta sebagai wujud kewajiban negara atas pemenuhan hak masyarakatnya; c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian lainnya yang sejenis.

  2. Manfaat Praktis a.

  Memberikan masukan serta pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan terkait langsung dengan penelitian ini; b.

  Meningkatkan wawasan dalam pengembangan pengetahuan bagi peneliti akan permasalahan yang diteliti, dan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yanhg berminat pada hal yang sama; c.

  Untuk melatih penulis dalam mengungkapkan permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada dengan metode ilmiah.

  E.

  

Metode Penelitian

  Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran hipotesa atau ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Penelitian dapat dibedakan menjadi dua yaitu penelitian doktrinal dan non doktrinal. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai

  

commit to user kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 60). Metode penelitian merupakan suatu cara untuk menghasilkan data dan analisis data yang sahih yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga tujuan dari penelitian tersebut dapat tercapai.

  Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Sebenarnya tidak perlu menyebut istilah “penelitian hukum normatif” karena dengan penyebutan “penelitian hukum” saja, sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 46-47). Dengan penelitian hukum ini penulis berharap bisa menjawab permasalahan Hukum yang diangkat dalam karya ilmiah ini.

  2. Sifat Penelitian

  Bila dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif mencoba menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu. (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 59). Oleh karena itu dalam penelitian yang bersifat deskriptif ini bertujuan untuk memberikan bahan hukum seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya.

  Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah perskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, penelitian hukum yang dilakukan oleh praktisi maupun para scholars tidak dimulai dengan hipotesis. Sehingga dalam hal ini bukan hanya sekedar menetapkan aturan yang ada, melainkan juga menciptakan hukum untuk mengatasi masalah yang dihadapi.Mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan, penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis maupun kegiatan praktis

  

commit to user

  3. Pendekatan Penelitian

  Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara peneliti perlu mendalami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan (Peter Mahmud Marzuki, 2013:133). Selain menggunakan pendekatan perundang-undangan peneliti menggunakan pendekatan konseptual (conseptual approach). Pendekatan konseptual, penulis mengambil satu konsep mengenai kewajiban negara. Di dalam konsep ini penulis akan mengurai satu persatu kewajiban melalui konsep kewajiban negara sehingga memunculkan pembahasan mengenai analisis kewajiban negara atas ketahanan pangan.

  4. Jenis dan Sumber Penelitian

  Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun penjelasannya sebagai berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181): a.

  Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan dan instrument hukum internasional. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan yaitu :

  1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2) Universal Declaration of Human Rights;

  3) International Covenant on economic Social and Cultural Rights;

  4) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan;

  5) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan;

  6) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

  Tanaman; 7)

  Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan; 8)

  Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

  

commit to user

  

commit to user

  20) PP Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi

  Teknik yang dipakai dalam pengumpulan bahan hukum dalam

  Bahan Nonhukum Bahan Nonhukum adalah sumber bahan yang secara tidak langsung berkaitan dengan penelitian penulis. Bahan ini bersumber dari konsentrasi ilmu lain yang bukan ilmu hukum. Dalam hal ini berupa data-data pertanian, data Statistik, dan data penunjang lainnya.

  c.

  Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder yaitu sumber bahan yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber bahan primer. Dalam hal ini berupa buku-buku teks, kamus-kamus Hukum, jurnal-jurnal Hukum yang mendukung penulisan Hukum ini.

  b.

  PP Nomor 12 tahun 2012 tentang insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

  PP Nomor 60 tahun 2009 tentang Perlindungan Hutan; 22)

  Pangan; 21)

  19) PP Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;

  10) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan;

  18) PP Nomor 19 tahun 2004 tentang Perdagangan barang-barang dalam Pengawasan;

  17) PP Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan;

  16) PP Nomor 8 tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman;

  15) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan pemberdayaan petani;

  14) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura;

  13) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan;

  12) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan;

  11) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan;

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

  

Research). Teknik pengumpulan data ini dengan cara membaca, mengkaji,

  dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian. Selain itu juaga memakai teknik Cyber Research (penelusuran Internet). Sebagai penunjang bahan hukum penulis mendownload artikel, jurnal, berita yang berhubungan dengan karya ilmiah ini.

6. Teknik Analisis bahan Hukum

  Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Pertama mengenai premis mayor yang ada dalam penulisan hukum ini adalah pangan merupakan hak asasi manusia. Setiap individu harus dipenuhi pangannya melalui ketahanan pangan. Hadjon dalam pemaparannya mengemukakan bahwa di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Adapun premis minornya adalah Negara Indonesia wajib mewujudkan ketahanan pangan. Dari kedua hal tersebut kemudian ditarik suatu konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 90-91). Adapun kesimpulannya Negara Indonesia memenuhi hak pangan warga negara dengan mewujudkan ketahanan pangan.

  Dengan demikian penulis berharap untuk dapat memberikan gambaran utuh dan menyeluruh bagi fenomena yang diteliti, yaitu mengenai potensi pelaksanaan kewajiban negara dalam mewujudkan ketahanan pangan guna memenuhi kebutuhan pangan warga negaranya.

  F.

  

Sistematika Penulisan Hukum

  Guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan Hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan Hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan Hukum. Adapun sistematika

  

commit to user

  

commit to user

  pustaka, Pembahasan, Penutup. Disertakan lampiran-lampiran. Kesemuanya dimaksudkan untuk memudashkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan Hukum tersebut adalah sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Menguraikan latar belakang pemilihan masalah dalam penulisan ini. Bagian latar belakang ini dibagi menjadi lima sub-bab yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan metode penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA a. Kerangka Teori

  1) Tinjauan Umum tentang Pangan

  2) Tinjauan Umum tentang Ketahanan Pangan

  3) Tinjauan Umum tentang Hak Asasi manusia

  4) Tinjauan Umum tentang Negara b.

  Kerangka Pemikiran

  BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Ketentuan hukum yang mengatur kewajiban Negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional;

2. Upaya Negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional sebagai upaya memenuhi hak pangan warga negara.

  BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan masalah, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Dokumen yang terkait

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Krisis Finansial Global tahun 2008 - Analisis Perbandingan Kinerja Bank Asing Dan Bank Domestik Di Indonesia : Krisis 2008

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Optimisme Dengan Keterikatan Pada Karyawan Pt. Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Solo

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Efektivitas Implementasi Program Pengembangan Kawasan Ekowisata Tlatar

0 5 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peranan Mediator Dalam Upaya Penyelesaian Permasalahan Upah Minimum Di Beberapa Perusahaan Di Kabupaten Tangerang

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Regulasi Emosi Dan Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian Diri Remaja Di Smp Negeri 9 Surakarta

0 1 11

Kedudukan Anak Hasil Perkawinan Di Bawah Tangan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI - Kajian Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Takikan Tipe V Dengan Jarak Takikan 4 Cm Dan 5 Cm

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Implementasi Asas Equality Before The Law Terhadap Narapidana Dalam Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Sragen

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peranan Cost Channel ( Jalur Biaya ) Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Periode 2003-2012

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peranan Saki ( Sanggar Anak Kampung Indonesia ) Dalam Pemenuhan Hak-Hak Anak Di Kampung Ledok Tukangan Yogyakarta

0 0 13